Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERBUATAN YANG DILARANG DALAM BERMUAMALAH


(MAYSIR, GHARAR, HARAM, DAN RIBA)
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata kuliah Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu: Taufiqur Rahman, S.H.I., M.E.I

Disusun Oleh: Kelompok 12


1. Putri Elindahsari (210721100032)
2. Afiza Ridha Zamzima (210721100120)
3. Krisnawati Nur Hafisah (210721100069)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Fiqh
Muamalah yang berjudul “Perbuatan Yang Dilarang Dalam Bermuamalah
(Maysir, Gharar, Haram, dan Riba)”. Makalah ini merupakan salah satu tugas
yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam mata kuliah Fiqh
Muamalah.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan serta ilmu
tambahan bagi para pembaca. Makalah ini telah kami susun dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh sebab
itu, dengan hati yang terbuka, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Demikianlah makalah ini kami susun, apabila ada
kata-kata yang kurang berkenan dan banyak kekurangan, kami mohon maaf maaf
yang sebesar-besarnya.

Bangkalan, 16 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba) ....................................... 4
B. Dasar Hukum Larangan Perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba) 7
C. Sanksi dan Ancaman Bagi Pelaku Perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan
Riba) .......................................................................................................... 13
D. Macam-macam Bentuk Riba ..................................................................... 15
E. Persamaan dan Perbedaan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba) .............. 16
F. Persamaan dan Perbedaan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba) .............. 18

BAB III PENUTUPAN

A. Kesimpulan ............................................................................................... 21
B. Saran ........................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia,
bukan hanya aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya Ekonomi
Islam. Al-Qur’an secara tegas menyatakan kesempurnaan Islam tersebut dalam
banyak ayat, antara lain: QS. Al-Ma’idah ayat 3 dan QS. An-Nahl Ayat 89.
Islam ialah agama yang rahmatan lil’alamiin, dan juga agama yang
lengkap yang memberikan tuntunan dan panduan bagi kehidupan umat-Nya.
Disisi lain Islam juga merupakan agama yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia, bukan hanya aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah,
khususnya Ekonomi Islam. Al-Qur’an secara tegas menyatakan kesempurnaan
Islam tersebut dalam banyak ayat, antara lain: QS. Al-Ma’idah ayat 3 dan QS.
An-Nahl Ayat 89.
Allah menetapkan manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Selain itu
manusia juga disebut sebagai makhluk sosial, yang mana pada kodratnya
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Artinya kehidupan
manusia sudah tentu akan bermasyarakat dalam lingkungannya atau yang biasa
dikenal dengan muamalah. Terkait bidang muamalah Islam telah memberi
arahan bagi manusia dan diberi kesempatan yang seluas luasnya untuk
menjalankan kehidupan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Meskipun hubungan sesama manusia bersifat keduniaan, namun hubungan
manusia didunia saat ini akan mempunyai konsekuensi akhirat sesuai
pertanggung jawaban amal perbuatan masing-masing.1
Syari'at Islam mengatur adanya larangan segala bentuk transaksi yang
batil, yakni segala transaksi yang akan menimbulkan kerugian pada salah satu
pihak atau transaksi yang dilakukan dengan cara menzalimi pihak lain. Hal ini
sebagaimana termuat dalam firman Allah QS. An-Nisa’ ayat 29 yang berbunyi:
َٰٓ َّ ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُوا َل تَأ ْ ُكلُ َٰٓوا أَ ْم َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱلبَ ِط ِل ِإ‬
َ ‫ل أَن تَ ُكونَ تِ َج َرة‬
ۚ ‫عن ت ََراض ِمن ُك ْم‬
‫ٱّللَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِحيما‬ َ ُ‫َو َل تَ ْقتُلُ َٰٓوا أَنف‬
َّ ‫س ُك ْم ۚ ِإ َّن‬

1
Burhanuddin, Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta:BPFE, 2009), hlm. 2.

1
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah SWT memerintahkan kepada
orang yang beriman agar mereka senantiasa mencari harta dengan cara yang
baik dan melarang menempuh jalan yang batil. Jalan batil yang dimaksud
diantarannya seperti perbuatan maysir, gharar, riba dan perbuatan haram
lainnya. Perkara tersebut tentu saja dilarang oleh syariat Islam karena
merugikan orang lain, meskipun yang menjadi korban adalah orang non
muslim sekalipun.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba)?
2. Jelaskan dasar hukum larangan perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan
Riba)?
3. Bagaimana sanksi dan ancaman bagi para pelaku perbuatan (Maysir,
Gharar, Haram, dan Riba)?
4. Sebutkan macam-macam bentuk riba?
5. Apa persamaan dan perbedaan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba ?
6. Sebutkan contoh perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba) yang
dilarang dalam Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan
Riba).
2. Untuk mengetahui dasar hukum larangan perbuatan (Maysir, Gharar,
Haram, dan Riba).
3. Untuk mengetahui sanksi dan ancaman bagi para pelaku perbuatan (Maysir,
Gharar, Haram, dan Riba).
4. Untuk mengetahui macam-macam bentuk riba.

2
Ganjar Isnawan, Juru Cerdas Investasi syariah, (Jakarta: Laskar Aksara, 2012), hlm. 30.

2
5. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan (Maysir, Gharar, Haram, dan
Riba).
6. Untuk mengetahui contoh perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba)
yang dilarang dalam Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba)


Pengertian Maysir
Istilah judi (maysir) merupakan bentuk objek yang diartikan sebagai
tempat untuk memudahkan sesuatu. Dikatakan memudahkan sesuatu karena
seseorang yang seharusnya menempuh jalan yang seharusnya, tetapi
sebaliknya, ia mencari jalan pintas dengan harapan dapat mencapai apa yang
dikehendaki, walaupun jalan pintas tersebut bertentangan dengan nilai serta
aturan syariah. Dalam kitab Al-Mu’jam al-Wasîth, kata maysir dimuradifkan
dengan kata qimâr, sedangkan lafal qimâr diartikan sebagai setiap bentuk
permainan yang mengandung unsur pertaruhan (judi).
Judi (maysir) adalah salah satu bentuk perjudian orang Arab pada masa
jahiliah dengan menggunakan azlam, atau sebuah permainan yang
menggunakan qidah dalam segala sesuatu. Dikatakan juga bahwa maysir
adalah segala sesuatu yang mengandung unsur qimâr, bahkan hingga
permainan seorang anak kecil dengan jauz.3
Hasbi ash-Shiddieqy mengartikan judi dengan segala bentuk permainan
yang ada wujud kalah menangnya. Pihak yang kalah memberikan sejumlah
uang atau barang yang disepakati sebagai taruhan kepada pihak yang menang.
Syekh Muhammad Rasyid Ridha menyatakan bahwa maysir itu suatu
permainan dalam mencari keuntungan tanpa harus berpikir dan bekerja keras.
Menurut at-Tabarsi, ahli tafsir Syiah Imamiah abad ke-6 Hijriah, maysir adalah
permainan yang pemenangnya mendapatkan sejumlah uang atau barang tanpa
usaha yang wajar dan dapat membuat orang jatuh ke lembah kemiskinan.
Permainan anak-anak pun jika ada unsur taruhannya, termasuk dalam kategori
ini.4

3
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis,
Dan Sosial (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 265.
4
Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),
hlm. 297.

4
Menurut Yusuf Qardhawi dalam kitab “Al-Halal Wal-Haram Fil- Islam”,
judi adalah setiap permainan yang mengandung taruhan. Definisi maysir/judi
menurut pengarang Al-Munjid, maysir/judi ialah setiap permainan yang
disyaratkan padanya bahwa yang menang akan mendapatkan/mengambil
sesuatu dari yang kalah baik berupa uang atau yang lainnya.5
Berdasarkan definisi-definisi yang diutarakan para ulama tersebut maka
dapat diambil kesimpulan bahwa judi ialah segala macam bentuk permainan
yang didalamnya terdapat taruhan dan ada praktek untung-untungannya, yang
membuat orang yang bermain berharap akan mendapatkan keuntungan dengan
mudah tanpa bekerja keras.
Pengertian Gharar
Kata gharar berarti halayan atau penipuan, tetapi juga berarti risiko. Dalam
keuangan biasanya diterjemahkan tidak menentu, spekulasi atau risiko.
Keuntungan yang terjadi disebabkan kesempatan dengan penyebab tak dapat
ditentukan, adalah dilarang. Karena mengandung risiko yang terlampau besar
dan tidak pasti. Gharar dilarang dalam Islam bukan untuk menjauhi risiko.
Tentu saja risiko yang sifatnya komersil disetujui dan didukung dalam Islam.
Setiap jenis kontrak yang bersifat open-ended mengandung unsur gharar.6
Konsep gharar dapat dibagi menjadi dua kelompok, pertama, adalah unsur
risiko yang mengandung keraguan, probabilitas dan ketidakpastian secara
dominan. Kedua, unsur meragukan yang dikaitkan dengan penipuan atau
kejahatan oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya.
Bisnis yang sifatnya gharar merupakan jual beli yang tidak memenuhi
perjanjian dan tidak dapat dipercaya, dalam keadaan bahaya, tidak diketahui
harganya, barangnya, waktu memperolehnya. Dengan demikian antara yang
melakukan transaksi tidak me- ngetahui batas-batas hak yang diperoleh melalui
transaksi tersebut. Sedangkan dalam konsepsi fikih yang termasuk ke dalam
jenis gharar adalah membeli ikan dalam kolam, membeli buah-buahan yang
masih mentah di pohon. Praktik gharar ini, tidak dibenarkan salah satunya

5
Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu? (Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ),
1987), hlm. 24.
6
Muslim bin al-Hajjaj Abû Husain al-Qusyairi, Shahîh Muslim, juz 5, hlm. 135.

5
dengan tujuan menutup pintu lagi munculnya perselisihan dan perbuatan kedua
belah pihak.
Lebih jelasnya, gharar merupakan situasi dimana terjadi uncomplete
information karena adanya ketidakpastian kedua belah pihak yang bertransaksi.
Dalam gharar ini, kedua belah pihak sama-sama tidak me- miliki kepastian
mengenai sesuatu yang di transaksikan. Gharar bisa terjadi bila kita mengubah
sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti.7 Gharar juga
mendapat larangan tegas meskipun sedikit banyak samar-samar. Dalam fikih
gharar dimaklumi apabila dalam keadaan butuh (hâjat) yang tidak bisa
dialihkan kecuali dengan kesulitan besar (dharûrah). Banyak hadis yang
menyatakan tentang konsep transaksi komersial yang penuh dengan ketidak
pastian. Kalau dilihat dari hukum keharaman dan kehalalannya, jual beli yang
sifatnya gharar terbagi menjadi tiga:
1. Bila kuantitasnya banyak, hukumnya dilarang berdasarkan ijma’. Seperti
men- jual ikan yang masih dalam air dan burung yang masih di udara.
2. Bila jumlahnya sedikit, hukumnya dibolehkan menurut ijma’. Seperti
pondasi rumah (dalam transaksi jual beli rumah).
3. Bila kuantitasnya sedang-sedang saja, hukumnya masih diperdebatkan.
Namun parameter untuk mengetahui banyak sedikitnya kuantitas,
dikembalikan kepada kebiasaan.
Pengertian Haram
Kata haram dalam posisinya sebagai lawan dari kata halal adalah istilah
yang berhubungan dengan hukum yang dalam Islam, yaitu suatu perkara yang
dilarang oleh syara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia haram disebutkan
memiliki beberapa arti:
1. terlarang (oleh agama Islam), tidak halal.
2. suci, terpelihara, terlindung, misalnya tanah haram di Mekkah adalah
semulia-mulia tempat di atas bumi.
3. sama sekali tidak, sungguh-sungguh tidak. Defenisi ini berkaitan dengan
gaya bahasa, misalnya: selangkahpun haram aku surut.

7
Ibrahim Warde, Islamic Finance In The Global Economy, (yogyakarta Mizan, 1998), hlm. 60.

6
4. terlarang oleh undang-undang, yakni tidak sah.8
Pengertian Riba
Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tambahan. Sedangkan
menurut terminologi adalah kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada
ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang
membuat akad (transaksi). Diantara akad jual beli yang dilarang keras antara
lain adalah Riba. Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan,
kenaikan, dan ketinggian. Sedangkan menurut syara’, riba berarti akad untuk
satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat
ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah
satunya.9
Dengan demikian riba menurut istilah ahli fikih adalah penambahan pada
salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak
semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam
sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang
di istilahkan dengan nama ‘riba’ dan al-Qur’an datang menerangkan
pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti rugi dari tempo
yang ditentukan. Qatadah berkata: “Sesungguhnya riba orang jahiliyah adalah
seseorang menjual satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo
dan orang yang berhutang tidak bisa membayarnya dia menambahkan
hutangnya dan melambatkan tempo.

B. Dasar Hukum Larangan Perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba)


Dasar hukum merupakan sebuah syariat Islam yang ditetapkan Allah SWT
untuk umat-Nya dalam menjalani segala aspek kehidupan. Dengan demikian
hukum Islam ialah ajaran Allah yang harus dipatuhi oleh umat manusia, dan
kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi
keimanan seseorang.

8
Imad ad-Dīn Abu al-Fida. Tafsīr al-Quranul Aẓim (Beirut: Ḍar Al- Kutub Al-`Arabiyyah, 1925),
hlm. 253.
9
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya.
(Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2014) hlm. 171.

7
Dasar Hukum Maysir
Allah swt dan Rasulullah saw. telah melarang segala jenis perjudian. Hal
tersebut tertuang dalam al-Qur’an surat al- Ma’idah ayat 90.

َ ‫اب َو ْالَ ْز َل ُم ِرجْ س ِم ْن‬


َّ ‫ع َم ِل ال‬
‫شيْط ِن‬ ُ ‫ص‬َ ‫يَٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ا َمنُ َْٰٓوا اِنَّ َما ْالخ َْم ُر َو ْال َم ْيس ُِر َو ْالَ ْن‬
َ‫فَاجْ تَنِب ُْوهُ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah,
adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.10
Dari ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa Allah SWT menegaskan kepada
orang-orang yang beriman jika mereka ingin berungtung didunia maupun
diakhirat kelak, maka hendaknya jauhi minuman keras, berjudi, berhala dan
mengundi nasib merupakan perbuatan keji dan setan yang juga termasuk dosa
besar. Sebagaimana para ulama ahli tafsir menyimpulkan beberapa hal terkait
maysir atau perjudian:
1. Judi merupakan dosa besar
2. Judi merupakan perbuatan setan
3. Judi sejajar dengan syirik
4. Judi menanam rasa permusuhan
5. Judi membuat orang malas berusaha
6. Judi juga akan menjauhkan orang dari Allah SWT
Imam Ghazali menjelaskan seluruh permainan yang didalamnya terdapat
unsur perjudian, maka permainan itu hukumnya haram. Dimana pemain tidak
lepas dari untung dan rugi.
Dasar Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual-beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda
Rasulullah SAW dalam hadis Abu Hurairah yang berbunyi:
‫ع ْن َبي ِْع ْالغ ََر ِر‬ َ ‫ع ْن َبي ِْع ْال َح‬
َ ‫صا ِة َو‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫ّللا‬ ُ ‫نَ َهى َر‬
Artinya: “Rasulullah melarang jual-beli al-hashah dan jual beli gharar.”

Hatta, Tafsir Qur’an Per Kata Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul Dan Terjemah, (Yogyakarta:
10

Kanisius, 2000), hlm. 35.

8
Sebagaimana dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah SAW
melarang jual beli secara gharar. Yang mana dalam system jual beli gharar
terdapat unsr memakan harta orang lain secara batil. Padahal Allah SWT telah
melarang memakan harta orang lain dengan jalan batil sebagaimana termuat
dalam QS. An-Nisaa ayat 29 yang berbunyi:
َٰٓ َّ ِ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُوا َل تَأ ْ ُكلُ َٰٓوا أَ ْم َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱلبَ ِط ِل إ‬
َ ‫ل أَن تَ ُكونَ تِ َج َرة‬
ۚ ‫عن ت ََراض ِمن ُك ْم‬
‫ٱّللَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِحيما‬ َ ُ‫َو َل تَ ْقتُلُ َٰٓوا أَنف‬
َّ ‫س ُك ْم ۚ ِإ َّن‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah SWT memerintahkan kepada
orang yang beriman agar mereka senantiasa mencari harta dengan cara yang
baik lagi hala dan melarang menempuh jalan yang batil. Hal ini Allah larang
sebab dalam perbuatan gharar sangat nampak adanya unsur ketidak pastian
dan menimbulkan sikap permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa
menimbulkan kerugian yang besar pada pihak lain. Oleh karena itu dapat
dilihat adanya hikmah larangan jual beli tanpa kepastian yang jelas (gharar).
Dimana dalam larangan ini mengandung maksud untuk menjaga harta agar
tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang
akibat dari jenis jual beli ini.
Dasar Hukum Haram
Pada dasarnya hukum segala perbuatan haram yakni bahwa “haram”
adalah sesuatu yang dilarang untuk dilakukan dan akan mengarah pada dosa.
Larangan tersebut dapat menimbulkan bahaya atau karena bersifat ta`abuddi
dan ketaatan kepada Allah. Sinonim bagi istilah haram antara lain, suḥt
sebagaimana diungkapkan di dalam Q.S. al-Maidah ayat 42. Suht merupakan
hal-hal yang haram seperti riba, berkata dusta dan lain-lain.

‫ع ْن ُه ْم‬ ْ ‫ع ْن ُه ْم ۚ َوا ِْن ت ُ ْع ِر‬


َ ‫ض‬ َ ‫ض‬ ْ ‫ت فَا ِْن َج ۤا ُء ْوكَ فَاحْ ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم اَ ْو اَع ِْر‬ ِ ‫س ّٰمعُ ْونَ ِل ْل َك ِذ‬
ِ ْ‫ب اَ ّٰكلُ ْونَ ِللسُّح‬ َ
َ‫ِطيْن‬ ِ ‫ّللاَ ي ُِحبُّ ْال ُم ْقس‬
ّٰ ‫ْط ا َِّن‬ ِ ‫شيْـًٔا َوا ِْن َحك َْمتَ فَاحْ ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم بِ ْال ِقس‬ َ َ‫ض ُّر ْوك‬ ُ َّ‫فَلَ ْن ي‬

9
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita
bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang
kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara
mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari mereka maka
mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara
mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil”.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasanya jangan melakukan perbuatan
atau bahkan memakan yang haram, seperti halnya maysir, gharar, riba dan
lain-lain yang mengandung unsur haram. Jika perkara tersebut mendekatimu
maka palingkanlah dirimu dari hal tersebut yang demikian perkara haram itu
jika kamu lakukan akan membawa kemudharatan baik didunia maupun
diakhirat kelak.
Dasar hukum lain terkait larangan perbuatan haram sebagaimana sabda
Rosululah SAW:

َ ُ‫صلَّى للا‬
‫علَ ْي ِه‬ َ ِ‫سو َل للا‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬َ : ‫ع ْن ُه َما قَا َل‬ َ ُ‫ي للا‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ان ب ِْن بَ ِشيْر َر‬ َ ‫ع ِن أَبِ ْي‬
ِ ‫ع ْب ِد للاِ النُّ ْع َم‬ َ
َ‫ لَ يَ ْعلَ ُم ُه َّن َكثِير ِمن‬،‫ َوبَ ْينَ ُه َما أ ُ ُم ْور ُم ْشتَبِ َهات‬،‫ام بَيِن‬
َ ‫إِ َّن ْال َحالَ َل بَيِن َوإِ َّن ْال َح َر‬: ‫سلَّ َم يَقُو ُل‬
َ ‫َو‬
‫ت َوقَ َع فِي‬ ِ ‫ت فَقَ ِد ا ْستَب َْرأَ ِلدِينِ ِه َو ِع ْر‬
ُّ ‫ َو َم ْن َوقَ َع فِي ال‬،‫ض ِه‬
ِ ‫شبُ َها‬ ُّ ‫ فَ َم ِن اتَّقَى ال‬،‫اس‬
ِ ‫شبُ َها‬ ِ َّ‫الن‬
‫ أَلَ َوإِ َّن‬،‫ أَلَ َوإِ َّن ِل ُك ِل َم ِلك ِحمى‬،‫عى َح ْو َل ْال ِح َمى يُو ِشكُ أَ ْن يَ ْرتَ َع فِي ِه‬ َّ ‫ْال َح َر ِام ك‬
َ ‫َالرا ِعي يَ ْر‬
َ َ‫ت ف‬
َ‫سد‬ ْ َ‫سد‬ َ ‫صلَ َح ْال َج‬
َ َ‫ َوإِذَا ف‬،ُ‫سدُ ُكلُّه‬ ْ ‫صلَ َح‬
َ ‫ت‬ َ ‫ضغَة إِذَا‬ َ ‫ أَلَ َوإِ َّن فِي ْال َج‬،ُ‫ار ُمه‬
ْ ‫س ِد ُم‬ ِ ‫ِح َمى للاِ َم َح‬
‫ وهذا لفظ مسلم‬،‫رواه البخاري ومسلم‬. ‫ب‬ ُ ‫ِي ْالقَ ْل‬ َ ‫ْال َج‬
َ ‫سدُ ُكلُّهُ أَلَ َوه‬
Artinya: Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhuma
berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula.
Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan
manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya. Barangsiapa yang menghindari
perkara syubhat (samar-samar), maka ia telah membersihkan agama dan
kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar-samar,
maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang
berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan
masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan

10
(undang-undang). Ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang
diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat
segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya; dan jika ia
rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging
itu adalah hati. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hukum Islam haram adalah berdosa jika mengerjakannya dan
berpahala jika meninggalkannya. Dalam istilah konsumsi adalah perintah
meninggalkan atau menjauhi barang atau benda-benda haram baik yang
bersifat zat maupun dari hasil yang haram. Al-Ghazali mengatakan yang
dimaksud haram ialah sesuatu yang di dalamnya terdapat sifat yang
diharamkan dengan tidak ada keraguan di dalamnya seperti haramnya khamr
dan haramnya riba.
Yūsuf Qarḍawi mengatakan haram ialah sesuatu yang Allah melarang
untuk dilakukan dengan larangan yang tegas. Setiap orang yang menantangnya
akan berhadapan dengan siksaan Allah di akhirat. Bahkan ia juga terancam
dengan sanksi di dunia.11
Kedudukan haram itu jelas. Syarat sesuatu itu disebut sebagai “haram’ ada
dua. Pertama, apa-apa saja yang diharamkan oleh syariat. Kedua, apa-apa saja
yang diperoleh tidak dengan cara yang benar. Dari dua syarat ini, jika hanya
terpenuhi salah satu, sudah memenuhi syarat untuk membuat sesuatu itu
menjadi haram kedudukannya dalam hukum.
Dasar Hukum Riba
Ada beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW yang
membicarakan tentang riba, adapun dasar-dasarnya:
1. Dasar Hukum Riba Dalam Al-qur’an QS. Ar-Rum: 39
Firman Allah dalam Surat Ar-Rum: 39
‫ٱّلل ۖ َو َما َٰٓ َءاتَ ْيتُم ِمن زَ كَوة‬ ِ َّ‫ى أَ ْم َو ِل ٱلن‬
ِ َّ َ‫اس فَ َال يَ ْربُوا ِعند‬ َٰٓ ِ‫َو َما َٰٓ َءاتَ ْيتُم ِمن ِربا ِليَ ْرب َُوا ف‬
َٰٓ
َ‫ض ِعفُون‬ ْ ‫ٱّلل فَأُولَئِكَ ُه ُم ْٱل ُم‬ ِ َّ َ‫ت ُ ِريدُونَ َوجْ ه‬
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan

11
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah al-A`lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hlm. 373.

11
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”.
Menurut Sayyid Quthb penjelasan ayat ini adalah walaupun teks tersebut
mencakup semua cara riba tanpa terkecuali, bagi para pemilik harta, Allah
SWT juga menjelaskan bagaimana cara mengembangkan harta yang baik
dan benar. Dengan berzakat inilah cara untuk melipatgandakan harta,
memberikan harta tanpa mengharapkan ganti, juga tanpa menunggu
pengembalian dan balasan dari manusia. Karena Allah akan
melipatgandakan rezeki bagi orang-orang yang menginfakan hartanya
semata-mata hanya karena Allah SWT. Allah yang mengurangi harta orang-
orang yang melakukan praktik riba yang tujuannya mencari muka dihadapan
manusia. Itu hanyalah perhitungan di dunia. Padahal di sana terdapat
perhitungan akhirat, yang didalamnya ada balasan berlipat ganda.
Perhitungan akhirat adalah perdagangan yang menguntungkan.12
2. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 278
َ‫الرب َٰٓوا ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ُّمؤْ ِمنِيْن‬ ّٰ ‫يَٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ا َمنُوا اتَّقُوا‬
َ ‫ّللاَ َوذَ ُر ْوا َما بَ ِق‬
ِ َ‫ي ِمن‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman”.
Pada ayat tersebut dapat diartikan bahwasannya Allah SWT kembali lagi
mengingatkan kepada manusia muslim yang beriman agar supaya mereka
bertakwa kepada Allah dan tidak berinteraksi dengan hal yang berpotensi
pada riba. Yang mana hal demikian akan merusak aspek kehidupan dan
berdampak buruk bagi sekitar.
3. Dalam QS. Al Baqarah: 275
ِ ‫ّللاُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم‬
‫الربوا‬ ّٰ ‫َواَ َح َّل‬
Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Sebab sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa
riba itu ialah tambahan dalam muamalah baik mengenai banyaknya
maupun mengenai waktunya.
12
Sayyid Quthb, Tafsir Ayat Riba, terj. Ali Rohmat (Jakarta: Jagakarsa, 2018), hlm. 157-159.

12
4. Dosa riba setara dengan perbuatan dosa seseorang menzinahi ibundanya.
‫الرج ِل أ َّمه‬
َّ ‫إتيان‬
ِ ‫الربا اثنان وسبعون بابا أدناها مث ُل‬
ِ
Artinya: “Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan
adalah bagaikan seorang Iaki-Iaki yang menzinai ibu kandungnya." (HR
Thabrani). Dalam hadist ini dapat dipahami bahwa aktivitas yang
menyangkut unsur riba sehingga berdampak pada kemaksiatan dan
penyimpangan yang bisa merugikan orang lain, maka hal ini dilarang
sebagaimana dosa riba terdiri dari banyak pintu, Dan dos paling ringan
diibaratkan seorang laki-laki yang menzinai ibu kandungnya sendiri.

C. Sanksi dan Ancaman Bagi Pelaku Perbuatan (Maysir, Gharar, Haram, dan
Riba)
Syari’at Islam mengatur adanya larangan segala bentuk transaksi yang
bathil, sebagaimana hal ini dilarang sebab sangat berbahaya dan berdampak
buruk bagi pelakunya. Adapun sanksi dan ancaman bagi para pelaku Maysir,
Gharar, Haram, dan Riba, diantaranya:
1. Hilangnya keberkahan pada harta tersebut yang berujung pada dosa. Dengan
demikian perbuatan Maysir, Gharar, Haram, dan Riba sangat mengancam
dan berdampak buruk pada masa sekarang bahkan pada masa yang akan
datang. Hal ini jelas dilarang dalam Islam sebab perbuatan tersebut
berakibat tidak akan bernilai pahala melainkan akan mendapat balasan atas
dosa yang diperbuat.
2. Akan mendatangkan kebencian dan dendam antar pelaku maupun
masyarakat sekitar. Ketika melakukan perilaku perbuatan Maysir, Gharar,
Haram, dan Riba tentunya perkara tersebut akan dapat mendatangkan
sanksi maupun ancaman bagi si pelaku yakni adanya kebencian dan dendam
sebab dampak yang diakibatkan oleh perilaku tersebut.
3. Misalnya sanksi dari perbuatan riba
Dalam hal ini ancaman pelaku riba, yakni akan berenang di sungai darah.
Sebagaimana sabda Rosulullah SAW
َ‫ َرأَيْتُ اللَّ ْيلَة‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ى‬ ُّ ِ‫ع ْنهُ قَا َل قَا َل النَّب‬
َ ُ‫ي للا‬ ِ ‫س ُم َرةَ ب ِْن ُج ْندُب َر‬
َ ‫ض‬ َ ‫ع ْن‬ َ
‫علَى نَ َهر ِم ْن دَم فِي ِه‬ َ ‫طلَ ْقنَا َحتَّى أَتَ ْينَا‬
َ ‫ فَا ْن‬، ‫سة‬ َ َّ‫ فَأ َ ْخ َر َجانِى إِلَى أَ ْرض ُمقَد‬، ‫َر ُجلَي ِْن أَتَيَانِى‬

13
‫الر ُج ُل الَّذِى فِى النَّ َه ِر فَإِذَا‬
َّ ‫ فَأ َ ْقبَ َل‬، ‫ارة‬ َ ‫علَى َو‬
َ ‫س ِط النَّ ْه ِر َر ُجل بَيْنَ يَدَ ْي ِه ِح َج‬ َ ‫ َو‬، ‫َر ُجل قَائِم‬
‫ فَ َج َع َل ُكلَّ َما َجا َء‬، َ‫ْث َكان‬ َّ ‫الر ُج ُل أَ ْن يَ ْخ ُر َج َر َمى‬
ُ ‫الر ُج ُل ِب َح َجر فِى فِي ِه فَ َردَّهُ َحي‬ َّ َ‫أَ َراد‬
‫ فَقُ ْلتُ َما َهذَا فَقَا َل الَّذِى َرأَ ْيتَهُ فِى النَّ َه ِر‬، َ‫ فَيَ ْر ِج ُع َك َما َكان‬، ‫ِليَ ْخ ُر َج َر َمى فِى فِي ِه ِب َح َجر‬
ِ ‫آ ِك ُل‬
‫الربَا‬
Artinya: Dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Tadi malam aku bermimpi ada dua laki-laki yang
mendatangiku, keduanya membawaku ke kota yang disucikan. Kami
berangkat sehingga kami mendatangi sungai darah. Di dalam sungai itu
ada seorang laki-laki yang berdiri. Dan di pinggir sungai ada seorang laki-
laki yang di depannya terdapat batu-batu. Laki-laki yang di sungai itu
mendekat, jika dia hendak keluar, laki-laki yang di pinggir sungai itu
melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga dia kembali ke tempat
semula. Setiap kali laki-laki yang di sungai itu datang hendak keluar, laki-
laki yang di pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya
sehingga dia kembali ke tempat semula. Aku bertanya, “Apa ini?” Dia
menjawab, “Orang yang engkau lihat di dalam sungai itu adalah pemakan
riba”. (HR. Al-Bukhari) Penjelasan terkait HR. Bukhari tersebut adalah
sebagaimana kisah yang disampaikan Nabi dalam sabdanya bahwa riba itu
termasuk perbuatan yang berdampak pada dosa dan kesengsaraan hingga ke
akhirat kelak. Dalam kisah mimpi Rasulullah ada seorang laki-laki yang
berenang disungai darah, ketika laki-laki itu hendak keluar dari sungai
tersebut ada laki-laki yang di pinggir sungai melemparkan batu kedalam
mulutnya sehingga dia kembali berenang disungai darah itu kemudian nabi
bertanya, apa ini?, lalu Dia menjawab orang yang berenang dalam sungai
darah itu adalah pemakan riba. Dengan demikian dapat diambil ibrah bahwa
perbuatan riba merupakan dosa besar yang tidak akan mendapatkan
kebahagiaan didunia maupun diakhirat kelak.

14
D. Macam-macam Bentuk Riba
Secara garis besarnya riba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba
yang berkaitan dengan utang piutang dan riba yang berhubungan dengan jual
beli. Pada kelompok utang piutang, riba terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Riba Qard
Riba Qard adalah adalah memberikan harta kepada peminjam untuk
dimanfaatkan dan dikembalikan sesuai kesepakatan di lain waktu. Secara
umum Hukum memberi pinjaman kepada orang lain hukumnya sunnah
karena termasuk tolong menolong dalam kebaikan, bahkan hukumnya
menjadi wajib jika orang yang berhutang itu benarbenar memerlukan,
hukum hutang piutang juga akan berubah menjadi haram jika hutang
tersebut akan digunakan untuk maksiat, perjudian, pembunuhan dan itun
akan digunakan untuk sesuatu yang makruh.13 Riba semacam ini dapat
dicontohkan dengan meminjamkan uang Rp 100.000,- lalu disyaratkan
untuk memberikan keuntungan ketika pengembalian.
2. Riba jahiliyah
Riba Jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si
peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

Adapun pembagian riba pada kelompok kedua atau riba jual beli juga terdiri
atas dua macam, yaitu:
1. Riba Nasiah
Riba Nasiah merupakan tambahan pokok pinjaman yang diisyaratkan dan
diambil oleh pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai kompensasi
atas tangguhan pinjaman yang diberikannya tersebut. Contoh: ‘Aisyah
meminja cincin 10 gram pada Amina. Oleh Amina disyaratkan
membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan
apabila terlambat 1 tahun maka, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram
dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.

13
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 419.

15
2. Riba Fadhl
Riba Fadhl merupakan yang sejenis yang disertai tambahan baik berupa
uang maupun berupa makanan.14 Istilah dari riba Fadhl diambil dari kata al-
fadhl, yang artinya tambahan dari salah satu jenis barang yang
dipertukarkan dalam proses transaksi. Di dalam keharamannya syariat telah
menetapkan dalam enam hal terhadap barang ini, yaitu: emas, perak,
gandum putih, gandum merah, kurma, dan garam. Jika dari enam jenis
barang tersebut ditransaksikan seara sejenis disertai tambahan, maka
hukumnya haram. Contoh: tukar-menukar emas dengan emas, perak dengan
perak, beras dengan beras dan sebagainya.

E. Persamaan dan Perbedaan (Maysir, Gharar, Haram, dan Riba)


Persamaan (Maysir, Gharar, Haram dan Riba)
Persamaan dari keempat transaksi tersebut antara Maysir, Gharar, Haram
dan Riba adalah sama-sama jenis transaksi yang didalamnya mengandung
unsur-unsur yang dilarang dalam transaksi syariah. Artinya transaksi tersebut
dilarang dan diharamkan oleh islam karena pada dasarnya transaksi itu akan
berdampak kesengsaraan maupun merugikan pihak-pihak tertentu.

Perbedaan Maysir, Gharar, Haram dan Riba


Selain persamaan Maysir, Gharar, Haram dan Riba, juga terdapat
perbedaan yang menjadi pembeda antara, mana yang tergolong perbuatan
MAGHRIB (Maysir, Gharar, Riba) dan mana yang termasuk dalam perbuatan
haram. Dengan demikian untuk mengetahui perbedaan-perbedaan tersebut
maka dapat kami sajikan dalam bentuk tabel yang dilihat dari segi definisi
sekaligus dari sisi kreteria antara ke empat perbuatan tersebut.

14
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah..., hlm. 107.

16
Perbedaan Kriteria

Maysir Maysir adalah transaksi yang Adanya unsur taruhan, Pelaku mencari
digantungkan pada suatu keadaan yang uang dengan spekulasi atau (mengadu
tidak pasti dan bersifat untung-untungan nasib dengan berjudi), Pemenang
(game of cance), dengan kata lain yaitu mengambil hak orang yang kalah, dan
yang dimaksudkan maysir adalah harta yang dipertaruhkan diambil dari
perjudian. peserta.

Gharar Gharar adalah transaksi yang Tidak dapat diserah terimakan, menjual
mengandung tipu daya yang merugikan sesuatu yang belum berada dibawah
salah satu pihak karena barang yang penguasaan penjual, tidak ada kepastian
diperjual belikan tidak dapat dipastikan tentang jenis sifat dari barang yang dijual,
adanya maupun jumlah dan ukurannya, dan tidak diketahui ukuran barang.
atau karena tidak mungkin dapat diserah
terimakan.15
Haram Haram adalah setiap perbuatan terlarang Bertentangan dengan ajaran Islam,
yang tidak sesuai dengan aturan syar’i mengandung keharaman secara lidzatihi
dan tentunya akan mendatangkan dosa. (dzat) maupun lighairihi (haram karena
yang lain).

Riba Riba adalah suatu kegiatan Adannya kelebihan atau surplus diatas
pengambilan nilai tambah yang nilai modal pinjaman, penetapan kelebihan
memberatkan dari suatu akad atau tambahan ini dimaksudkan yang
perekonomian, seperti jual beli atau utang berhubungan dengan waktu, dan adanya
piutang, dari penjual terhadap pembeli transaksi yang menjadi syarat pembayaran
atau dari pemilik dana kepada peminjam kelebihan tersebut.
dana.

15
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
hlm. 133.

17
F. Contoh Perbuatan Maysir, Gharar, Haram dan Riba yang Dilarang
dalam Islam
1. Contoh Transaksi Mengandung Unsur Maysir
Maysir dapat terjadi dalam beberapa bentuk yaitu, taruhan, lotre, undian,
perlombaan bahkan jual beli atau bisnis.16 Dalam praktik maysir, pelaku
atau peserta disyaratkan untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu
kemudian dilakukan permainan untuk menentukan siapa yang menang dan
siapa yang kalah. Kemudian para pelaku dituntut untuk menerka. Jika
terkaannya benar maka beruntunglah ia, namun jika terkaannya salah maka
ia akan kehilangan uang yang telah ia bayarkan sebelumnya. Contoh maysir,
ketika sejumlah orang masing-masing membeli kupon togel dengan "harga"
tertentu dengan menebak empat angka. (Ini sebenarnya tindakan
mengumpulkan uang taruhan). Lalu diadakan undian dengan cara tertentu
untuk menentukan empat angka yang akan keluar. Maka, ini adalah undian
yang haram, sebab undian ini telah menjadi bagian aktivitas judi. Di
dalamnya ada unsur taruhan dan ada pihak yang menang dan yang kalah di
mana yang menang mengambil materi yang berasal dari pihak yang kalah.
Contoh lain yaitu spekulasi transaksi valuta asing. Sebagaimana
spekulasi ini dilarang sebab ada kesamaan dengan maysir atau judi karena
adanya perkiraan di masa yang akan datang untuk memperoleh keuntungan
dan perkiraan tersebut belum dapat dipastikan dimasa sekarang. Sebagai
halnya fatwa Dewan Syari`ah Nasional nomor 28/DSN-MUI/III/2002,
adanya pelarangan transaksi valuta asing untuk melakukan spekulasi.17
2. Contoh Transaksi Mengandung Unsur Gharar
a) Jual beli barang yang belum ada
Misalnya menjual janin yang masih dalam perut binatang ternak, atau
menjual janin dari janin binatang yang belum lahir dari induknya.
b) Jual beli barang yang tidak jelas (Majhul)

16
Dewi Laela Hilyatin, Larangan Maisir dalam Al-Qur’an dan Relevansinya dengan
perekonomian, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 6, No. 1, 2021. hlm. 19
17
Amir Machmud, Bank Syari`ah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di indonesia..., hlm. 40

18
Misalnya jual beli buah-buahan yang masih di pohon dan belum masak,
serta menjual benang wol yang masih berupa bulu yang melekat pada
tubuh binatang maupun keju yang masih berupa susu.
c) Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan
Misalnya adalah jual beli barang yang dicuri, dirampok, atau dirampas.
Sebagai contoh jual beli motor yang hilang dan masih dalam pencarian,
jual beli HP yang masih dipinjam orang (teman) yang kabur, serta jual
beli tanah properti yang belum jelas statusnya (pembebasannya).
d) Contoh Gharar dalam transaksi ekonomi di Perbankan
Gharar dalam perbankan dapat dilihat dari sistem bunga yang dibebankan
pada setiap transaksi, baik dalam transaksi pinjaman maupun simpanan.
Beban bunga yang ditetapkan adalah merupakan jenis gharar yang
mempertukarkan kewajiban antara satu pihak dengan pihak yang lain.
Contoh, disaat melakukan pengajuan pinjaman pada bank untuk suatu
usaha dengan beban bunga sebesar 10%. Jika usaha yang dilakukan
mendapat keuntungan 100% atau lebih, maka pihak peminjam akan
untung, karena hanya membayar bunga sebesar 10%. Sedangkan bila
usaha mengalami kerugian maka akan ditanggung sendiri, dan pihak
bank tidak akan peduli dengan kondisi tersebut, saat masa jatuh tempo
pihak peminjam harus mengembalikan dana pinjamannya beserta bunga
yang dibebankan.18
3. Contoh Perbuatan yang Mengandung Unsur Haram
a. Contoh haram lidzatihi, misalnya memakan bangkai, darah, daging babi,
binatang yang disembelih selain nama Allah, minum minuman keras dan
lain sebagainya.
b. Contoh haram lighairihi, misalnya rendang daging sapi yang disembelih
dengan cara syar’i tapi dalam pengelolahannya menggunakan
penggorengan bekas menggoreng babi, maka rendang tersebut jelas
haram, walaupun berasal dari daging yang halal, akan tetapi karena
proses pengolahannya sehingga rendang ini menjadi haram. Oleh
karenanya keharamannya bukan karena dzatnya tapi karena penyebab
18
Nadratuzzaman Hosen, Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi Ekonomi, Jurnal Al-Iqtishad,
Vol. 1, No. 1, Januari 2009. hlm. 60-61.

19
lain. Contoh lain misalnya mengkonsumsi sate ayam ini halal, akan tetapi
akan menjadi haram sebab dalam proses membelinya menggunakan uang
haram seperti uang hasil mencuri, riba, judi dan lain sebagainya.
4. Contoh Transaksi Mengandung Unsur Riba
a. Rohma meminjam uang sebesar Rp. 30.000 kepada Bila. Kemudian Bila
mensyaratkan dan mengharuskan agar Rohma mengembalikan hutangnya
kepada Bila sebesar Rp. 35.000. Maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba
atau yang biasa dikenal dengan istilah riba Qardh (meminjamkan sesuatu
dengan syarat adanya tambahan atas apa yang dipinjam).
b. Ratna akan membeli sepeda motor, dan penjualnya berkata: “jika anda
membeli secara tunai maka anda harus membayar Rp. 5.000.000, namun
jika anda membeli secara kredit maka anda harus membayar Rp.
500.000 per bulan selama 11 bulan”. Dari percakapan itu dapat
disimpulkan bahwa jika Ratna ingin membeli sepeda secara kredit, maka
Ratna akan rugi sebesar Rp. 500.000. Dengan demikian tambahan uang
Rp. 500.000 itu adalah riba dari kredit.

20
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Istilah judi (maysir) merupakan bentuk objek yang diartikan sebagai
tempat untuk memudahkan sesuatu. Kata gharar berarti halayan atau penipuan,
tetapi juga berarti risiko. Dalam keuangan biasanya diterjemahkan tidak
menentu, spekulasi atau risiko. Keuntungan yang terjadi disebabkan
kesempatan dengan penyebab tak dapat ditentukan, adalah dilarang. Kata
haram dalam posisinya sebagai lawan dari kata halal adalah istilah yang
berhubungan dengan hukum yang dalam Islam, yaitu suatu perkara yang
dilarang oleh syara. Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tambahan.
Sedangkan menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan pembayaran tanpa
ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang
membuat akad (transaksi).
Persamaan dari keempat transaksi tersebut antara Maysir, Gharar, Haram
dan Riba adalah sama-sama jenis transaksi yang didalamnya mengandung
unsur-unsur yang dilarang dalam transaksi syariah. Artinya transaksi tersebut
dilarang dan diharamkan oleh islam karena pada dasarnya transaksi itu akan
berdampak kesengsaraan maupun merugikan pihak-pihak tertentu.

B. Saran
Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu sebagai
bahan evaluasi untuk kedepannya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin. 2009. Hukum Kontrak Syariah. Yogyakarta.


Isnawan, Ganjar. 2012. Juru Cerdas Investasi syariah. Jakarta: Laskar Aksara.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer Hukum
Perjanjian, Ekonomi, Bisnis, Dan Sosial, Bogor: Ghalia Indonesia
Ambary, Hasan Muarif. 1966. Suplemen Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve.
Hosen, Ibrahim. 1987. Apakah Judi Itu?. Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah Institut
Ilmu Al-Qur’an (IIQ).
Muslim bin al-Hajjaj Abû Husain al-Qusyairi. Shahîh Muslim. juz 5.
Warde, Ibrahim. 1998. Islamic Finance In The Global Economy. Yogyakarta
Mizan.
Ad-Dīn Abu al-Fida, Imad. 1925. Tafsīr al-Quranul Aẓim. Beirut: Ḍar Al- Kutub
Al-`Arabiyyah.
Sjahdeini, Sutan Remy. 2014. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-
aspek Hukumnya. Jakarta: Kencana Prenamedia Group.
Ma’luf, Louis. 1986. Al-Munjid fi al-Lughah al-A`lam. Beirut: Dar al-Masyriq.
Quthb, Sayyid . 2018. Tafsir Ayat Riba, terj. Ali Rohmat. Jakarta: Jagakarsa.
Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
A. Mas’adi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Konstektual. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hilyatin, Dewi Laela. 2021. Larangan Maisir dalam Al-Qur’an dan Relevansinya
dengan perekonomian, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 6, No. 1.
Hosen, Nadratuzzaman. 2009. Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi Ekonomi,
Jurnal Al-Iqtishad, Vol. 1, No. 1, Januari.

iii

Anda mungkin juga menyukai