Anda di halaman 1dari 13

Makalah Syarah Hadist

Tentang
MUDHARABAH

Dosen Pengampu:
Dedi Afdal,LC,M.UD

Disusun Oleh:
Yova Latifa 2116010062
Pradila Safridayani Tanjung 2116010076
Mohamad Rahmadani 2116010111
Sri Wahyu Ningsih 2116010128

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN IMAM BONJOL PADANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah ucapkan kepada Allah Swt. karena berkat rahmat dan karunia-
Nya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para
sahabatnya.Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas mata
kuliah Syarah Hadist tentang Mudharabah.

Pemakalah menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari segala kekurangan. Namun
besar harapan pemakalah agar makalah ini dapat menambah khazanah, ilmu pengetahuan,
terutama bagi pemakalah sendiri. Pemakalah tidak lupa menghaturkan terima kasih kepada
dosen pengampu yaitu Bapak Dedi Afdal,LC,M.UD yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini. Semoga menjadi amal yang diterima di sisi Allah Swt.

Padang,4 April 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii


DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ...............................................................................................1
2. Rumusan Masalah ..........................................................................................1
3. Tujuan Masalah ..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Mudharabah ..................................................................................2
2. Jenis-jenis Mudharabah ..................................................................................2
3. Landasan Hukum Mudharabah ......................................................................3
4. Rukun dan Syarat Mudharabah ......................................................................6
5. Contoh Mudharabah........................................................................................8
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan .....................................................................................................9
2. Saran ...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam sebagai ajaran rahmatan lil’alamin pada dasarnya membuka peluang
kepada siapapun untuk mengembangkan usaha dibidang perekonomian. Hal ini karena
agama Islam menghendaki penganutnya untuk selalu maju dan berkembang, tidak hidup
di dalam kemiskinan, tidak punya jaminan hidup, dan lenyapnya rasa saling tolong
menolong antara satu dengan lainnya karena hal itu merupakan sesuatu yang tidak
dikehendaki oleh islam. Berdasarkan hadist dari Ibnu Majah, membolehkan mudharabah
atau qiradh (memberi modal kepada orang lain). Karena sistem bagi hasil (mudharabah)
adanya prinsip ta’awun yaitu prinsip tolong menolong yang saling membantu dan bekerja
sama.
Kata Mudharabah ini memiliki beberapa sinonim, yaitu muqaradhah, qiradh, atau
muamalah. Masyarakat Irak menggunakannya dengan istilah mudharabah atau kadang
kala juga muamalah, masyarakat Islam Madinah atau wilayah hijaz lainnya menyebutnya
dengan muqaradhah atau qiradh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Mudharabah
2. Apa saja jenis-jenis Mudharabah
3. Apa landasan hukum Mudharabah
4. Apa saja rukun dan syarat Mudharabah

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa itu Mudharabah

iv
2. Mengetahui apa saja jenis Mudharabah
3. Mengetahui apa landasan hukum Mudharabah
4. Mengetahui apa saja rukun dan syarat Mudharabah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Secara lebih
spesifik, pengertian memukul atau berjalan adalah tindakan menendang kaki seseorang saat
sedang menjalankan bisnis. Menurut Syafi'i Antonio, Mudharabah adalah akad kerjasama
bisnis antara dua pihak, dimana pihak pertama (Shahibul Maal) menyediakan seluruh modal
(100%) dan pihak lainnya menjadi pengurus. Keuntungan usaha dalam Mudharabah akan
dibagikan sesuai kesepakatan dalam akad, tetapi kerugian ditanggung oleh pemilik modal,
kecuali kerugian itu karena kelalaian pengelola. Apabila kerugian tersebut disebabkan oleh
penipuan atau kelalaian pengurus, maka pengurus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.1
Sedangkan dari segi etimologi (bahasa) Mudharabah adalah suatu perumpamaan (ibarat)
seseorang yang memberikan (menyerahkan) harta benda (modal) kepada orang lain agar
digunakan perdagangan yang meghasilkan keuntungan bersama dengan syarat-syarat tertentu
dan jika rugi, maka kerugian ditanggung pemilik modal. Dalam istilah Fiqh Muamalah
definisi terminologi (istilah) bagi muamalah diungkapkan secara bermacam-macam.

B. Jenis-jenis Mudharabah
1. Mudharabah Mutlaqah
a. Mudharabah Muthlaqah adalah akad dalam bentuk kerja sama antara
shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
2. Mudharabah Muqayyadah
a. Mudharabah Muqayyadah disebut juga dengan istilah restricted
1
Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, 95.

v
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

C. Landasan Hukum Mudharabah


a. Landasan Al-Quran
1. Q.S An-Nisa : 29

 ‫اض‬
ٍ ‫ َر‬Fَ‫ ا َرةً ع َْن ت‬F‫وْ نَ تِ َج‬F‫اَ ْن تَ ُك‬ ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
‫اط ِل آِاَّل‬

‫ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ِ ًم‬


Artinya:” Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.”

Makna Kata:
{‫ }ﺁﻣﻨﻮا‬Aamanuu: mempercayai Allah dan Rosul-Nya.
{‫ }ﺑﺎﻟﺒﺎﻃﻞ‬Bil baathil: dengan tanpa hak yang memperbolehkan untuk memakannya
{‫ }ﺗﺠﺎﺭﺓ‬Tijaaroh: transaksi jual beli yang berkonsekuensi halal bagi pemilik barang
untuk mengambil uang, dan empunya uang dihalalkan untuk mengambil barang
jika tidak ada kebatilan di dalam transaksi.
{‫ }ﺗﻘﺘﻠﻮا ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ‬Taqtuluu anfusakum: saling menumpahkan darah.

Makna Ayat:
Masih dalam konteks penjelasan yang halal dan haram dari harta,
kehormatan dan jiwa. Dan dalam ayat ini (29) Allah menyeru kepada para
hambanya yang beriman dengan gelar iman {‫}ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮا‬. Allah melarang
mereka dari saling memakan harta mereka dengan cara yang batil dengan cara
pencurian, penipuan, judi, riba dan hal-hal yang mengarah kepadanya dari
berbagai jumlah perharaman yang lain. Allah berfirman {‫ ﺃﻣﻮاﻟﻜﻢ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﺑﺎﻟﺒﺎﻃﻞ‬F‫}ﻻ ﺗﺄﻛﻠﻮا‬

vi
“janganlah kalian mekakan harta diantara kalian dengan cara batil”, yaitu tanpa
diganti dengan yang baik atau kerelaan hati. Kemudian adanya pengecualian harta
jual beli yang dihasilkan di atas prinsip suka rela dari dua jenis jual-beli
berdasarkan hadis “jual-beli harus dilandasi dengan suka rela” dan “Jual-beli
dengan prisip khiyar sebelum si penjual dan si pembeli berpisah” Allah berfirman
{‫ ﻣﻨﻜﻢ‬3 ‫“ }ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺗﺠﺎﺭﺓ ﻋﻦ ﺗﺮاﺽ‬Kecuali jikalau jual-beli yang dilandasi prinsip
suka rela” tidaklah mengapa dikonsumsi, maka sesungguhnya itu adalah halal. Ini
adalah apa yang terkandung dalam ayat seperti apa ada di dalamnya berupa
keharaman pembunuhan diantara kaum mukminin.
Allah berfirman {‫ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ‬F‫“ }ﻭﻻ ﺗﻘﺘﻠﻮا‬Janganlah kalian saling membunuh”.
Larangan mencangkup bunuh diri ataupun membunuh orang mukmin yang lain.
Karena kaum muslimin seperti raga yang satu, oleh karenanya membunuh
seorang muslim adalah seperti membunuh dirinya sendiri. Allah menyebutkan
penjelasan keharamannya kepada kita {‫“ }ﺇﻥ ﻪﻠﻟا ﻛﺎﻥ ﺑﻜﻢ ﺭﺣﻴﻤﺎ‬sesungguhnya Allah
Maha Penyayang kepada diri kalian. Sebab itu Allah mengharamkan saling
membunuh. Ini adalah apa yang ada dalam ayat pertama (29).

Pelajaran dari Ayat:


• Haramnya harta seorang muslim, saat diperoleh dengan mencuri, penipu, judi
atau riba.
• Bolehnya berdagang dan anjuran untuk berdagang di dalam ayat di atas serta
sebagai bentuk sanggahan terhadap orang-orang pandir dari kalangan Sufi yang
melarang orang bekerja dengan dalih tawakal.
• Ketetapan prinsip “Sesungguhnya jual beli berasaskan atas rasa suka-rela” dan
prinsip “Jual-beli masih dalam status khiyar selama belum terjadi perpisahan
antara sang penjual dan pembeli”.
• Haramnya seorang muslim untuk bunuh diri ataupun membunuh orang lain
sesama muslim karena kaum muslimin adalah umat yang satu.
2. Q.S Al-Baqarah :283

‫ا‬F‫ْض‬ ً ‫ ُك ْم بَع‬F‫ْض‬ َ ْ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ع َٰلى َسفَ ٍر َّولَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َكاتِبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ْقبُو‬
ُ ‫ا ِ ْن اَ ِمنَ بَع‬Fَ‫ةٌ ۗف‬F‫ض‬
َّ ‫وا‬FF‫ق هّٰللا َ َربَّهٗ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُم‬
‫هَا َد ۗةَ َو َم ْن يَّ ْكتُ ْمهَا فَاِنَّ ٗ ٓه‬F ‫الش‬ ِ َّ‫فَ ْليَُؤ ِّد الَّ ِذى اْؤ تُ ِمنَ اَ َمانَتَهٗ َو ْليَت‬
vii
‫ٰاثِ ٌم قَ ْلبُهٗ ۗ َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ َعلِ ْي ٌم‬ ࣖ
Artinya:
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.

Menurut tafsir Ibnu Katsir


(Jika kamu dalam perjalanan), yakni sementara itu mengadakan utang-piutang
(sedangkan kamu tidak beroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
jaminan) ada yang membaca ruhunun bentuk jamak dari rahnun (yang dipegang)
yang diperkuat dengan kepercayaanmu. Sunah menyatakan diperbolehkannya
jaminan itu di waktu mukim dan adanya penulis. Maka mengaitkannya dengan
jaminan, karena kepercayaan terhadapnya menjadi lebih kuat, sedangkan firman-
Nya." dan jaminan yang dipegang" menunjukkan jaminan disyaratkan harus
dipegang dan dianggap memadai walaupun si peminjam atau wakilnya tidak hadir
(Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang lainnya), maksudnya yang
berpiutang kepada orang yang berutang dan ia tidak dapat menyediakan jaminan
(maka hendaklah orang yang dipercayainya itu memenuhi), maksudnya orang
yang berutang (amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu.
(Dan barang siapa yang menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang
berdosa hatinya). Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang
menjadi tempat kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan dukuti
oleh lainnya, hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua
anggota tubuhnya. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga
tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

viii
B.Hadist

‫ اَ ْلبيع ِإلَى‬:ُ‫ث ِفي ِهن ْالبر َكة‬ٌ َ‫ ثَال‬: ‫َأ َّن ا لنبِي صلَّى اهللاُ علَي ِه وآلِ ِه وسلَّم قَا َل‬
ْ ،‫َأج ٍل‬
ِ ‫ت الَ لِ ْل‬ِ ‫ير لِ ْلبي‬
ِ ‫وخلطُ ْالبر بِالش ِع‬
‫بيع (رواه ابن ماجه‬ ْ ،ُ‫والمقَارضة‬
‫)عن صهيب‬

"Nabi bersabda, 'Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk
keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual," (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

D. Rukun dan Syarat Mudharabah


Rukun Mudharabah menurut Hanafiyyah adalah Ijab dan Qobul yang keluar dari
orang yang memiliki keahlian. Tidak disyaratkan adanya lafadz tertentu, tetapi dapat
dengan bentuk apa saja yang menunjukkan makna mudharabah. Karena yang
dimaksudkan dalam akad ini adalah tujuan dan maknanya, bukan lafadz dan susunan
kata. menurut madzhab Hanafi, bahwa rukun Mudaharabah yang paling mendasar adalah
ijab dan qobul. Sementara Madzhab Syafi’i berpendapat rukun mudharabah tidak hanya
ijab dan qobul tetapi juga adanya dua pihak, adanya usaha, adanya laba, dan adanya
modal. rukun mudharobah terdiri dari:
A. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama
bertindak sebagai pemilik modal (shahib almal), sedangkan pihak kedua bertindak
sebagai pelaksana usaha (mudharib atau amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad
mudharabah tidak ada.

ix
B. Objek Mudharabah (modal dan kerja)
Adalah konsekuensi dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik
modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana
usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabha. Modal yang diserahkan
bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan
kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill,
management skill, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak
akan ada. Yang jelas tidak boleh adalah modal mudharabah yang belum disetor.
Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang. Tanpa
adanya setoran modal, berarti shahibul mal tidak memberikan kontribusi apapun
padahal mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki melarang hal itu
karena merusak sahnya akad.
C. Persetujuan
Persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin
minkum (sama-s ama rela).
D. Nisbah Keuntungan

Faktor yang keempat (yakni nisbah) adalah rukun yang khas dalam akad
mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan
imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah.

Adapun syarat-syarat mudharabah:


1. Terkait dengan akad

2. Yang terkait dengan orang yang melakukan akad, harus orang yang megerti
hukum dan cakap diangkat sebagai wakil, karena pada satu sisi posisi orang yang
akan mengelola modal adalah wakil dari pemilik modal. Itulah sebabnya, syarat-
syarat seorang wakil juga berlaku bagi pengelola modald alam akad mudharabah.
3. Yang terkait dengan modal, disyaratkan: (1) berbentuk uang, (2) jelas jumlahnya,
(3) tunai (4) diserahkan sepenuhnya kepada pedagang/pengelola modal. Oleh
sebab itu, jika modal itu berbentuk barang, menurut ulama fiqh tidak dibolehkan,
karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
4. Yang terkait dengan keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian keuntungan

x
harus jelas dan bagian masingmasing diambilkan dari keuntungan dagang itu,
seperti setengah, sepertiga, atau seperempat. Apabila pembagian keuntungan
tidak jelas, menurut ulama Hanafiyah, akad itu fasid (rusak).2

E. CONTOH MUDHARABAH

Untuk lebih memahami bagaimana cara kerja mudharabah ini, kita bisa membuat c


ontoh mudharabah yang dilakukan antara 2 pihak sebagai berikut:
Bank A adalah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang berperan sebagai shahibul maal.
Sementara nasabah B adalah mudharib yang ingin mengajukan dana untuk mendirikan u
saha katering selama 9 bulan. Besaran modal yang dibutuhkan oleh mudharib adalah Rp
20 juta dengan kesepakatan nisbah sebesar 40:60 (40% keuntungan untuk shahibul maal 
dan 60% untuk mudharib).
Setelah berjalan 9 bulan, mudharib memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp10 juta. B
erdasarkan perjanjian akad, maka LKS berhak memperoleh 40% dari Rp10 juta = Rp4 ju
ta. Sementara nasabah berhak atas sisanya yakni 60% dari total keuntungan = Rp6 juta.
Demikian informasi seputar mudharabah, prinsip serta contohnya. Jika Anda ingin mela
kukan perjanjian mudharabah, pastikan Anda memilih lembaga keuangan terpercaya. De
ngan begitu, Anda bisa mendapatkan keuntungan sesuai yang diharapkan dan berdasarka
n prinsip ekonomi Islam.

2
Arifin, Akad Mudharabah.

xi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mudharabah ialah akad antar dua belah pihak yang masing-masing memiliki
kewajiban serta hak sesuai kesepakatan, salah satu pihak menyerahkan modal atau
hartanya kepada pihak lain yang menjalankan usaha, adapaun keuntungan dibagi
berdasarkan ksespakatan dalam perjanjian kerjasama dan Jelas sekali dalam kegitan
akad mudharabah harus didasarari saling percaya antara kedua belah pihak yang
saling sepakat, dengan kata lain bahwa dalam melakukan akad. beberapa definisi
sebenarnya secara global dapat dipahami dan dapat kita simpulkan bahwa
mudharabah adalah kontrak antara dua pihak yang disebut investor mempercayakan
modal atau uang kepada pihak kedua yang disebut mudhrib (pengusaha/skil man)
untuk menjalankan usaha niaga. Mudharib menyumbangkan tenaga, keterampilan
dan waktunya dan mengelola perseroan mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritikan dan
masukan bermanfaat dari para pembaca sekalian. Semoga makalah yang sederhana
ini dapat member manfaat bagi kita semua aamiinn yaa rabbal ‘alaminn.

xii
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, 95.

Zaenal Arifin, Akad Mudharabah, Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 2021.

Arifin, Akad Mudharabah.

Abdullah Saeed and Wahbah Az-zuhayli, “Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga Studi Kritis Dan
Interpretasi Kontemporer Tentang Riba Dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Hlm. 912 2
Wahbah Az-Zuhayli, Fiqh Islam Wa Adillatuhu.(Jakarta:Gema Insani,2007),” 2008.

xiii

Anda mungkin juga menyukai