Anda di halaman 1dari 12

FIKIH MUAMALAH

“SYIRKAH DAN MUDHARABAH”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

WAHYUNI (90400116006)

ADAM MAULANA (90400116007)

MUH. ERDIN NOVA (90400116029)

NUR INA (90400116030)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


Makalah

Syirkah dan Mudharabah

A. Latar Belakang
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang beraati campuran atau
percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyudin. Maksud percampuran di sini ialah
seseoramg mempercampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin
untuk di bedakan. Menurut Malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang
melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar. Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah
yang sah hukumnya hanyalah syirkan ‘inan, sedangkan syirkah yang lain batal.
Sedangkan, Menurut bahasa Mudharabah atau qiradh diambil dari kata qordhu
yang berarti potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk
diberikan kepada pengusahah agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan
memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata muqabaradha
yang berarti kesamaan, sebeb pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama
terhadap laba.
Berdasarkan uraian di atas maka kami mempersembahkan makalah yang berjudul
“Syirkah dan Mudharabah” yang juga sebagai salah satu kewajiban memenuhi tugas
pada mata perkuliahan Agama Islam II. Diharapkan makalah yang sudah kami buat
semaksimal mungkin ini, dapat berguna bagi siapa saja. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam syirkah?
2. Apa Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam mudharobah?

C. Tujuan
Untuk mengetahui:
1. Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam syirkah.
2. Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam mudharobah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SYIRKAH
A. Pengertian Syirkah
Secara bahasa kata asy-syirkah (‫ركه‬11‫ )الش‬berarti al-ikhtilath (percampuran) dan
persekutuan. Yang dimaksud dengan percampuran disini adalah seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga sulit untuk dibedakan.
Sedangkan menurut istilah yaitu bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam
sebuah usaha dengan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara
bersama.

B. Rukun Syirkah
Rukun syirkah ada 3, yaitu:
a) Adanya orang yang bersyirkah.
Yaitu sedikitnya terdiri dari dua orang, sedang banyaknya tidak terbatas.
b) Adanya sesuatu yang disyirkahkan.
Yaitu harus terdiri dari sesuatu yang jelas dan merupakan sesuatu yang menjadi
kemauan mereka serta yang dapat dilakukan atau dikerjakan oleh masing-masing.
c) Adanya Shighat.
Yaitu kalimat akad yang diucapkan oleh orang-orang yang sama bersyirkah sebagai
pernyataan persetujuan adanya syirkah itu sehingga terdapat rasa saling percaya
mempercayai.

C. Syarat Syirkah
a) Modal harus jelas ukurannya baik timbangannya maupun hitungannya.
b) Bila modal itu terdapat dua jenis, maka harus terdiri dari sesuatu yang dapat di
campur sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi setelah dicampur.
c) Orang yang bersyirkah itu harus terdiri dari orang yang sudah baliqh dan berakal.
d) Peraturannya harus jelas, sehingga keuntungan dan kerugian sama-sama dirasakan.
Sedangkan mengenai barang modal disertakan dalam serikat, hendaklah berupa:
1) Barang modal yang dapat dihargai (lazimnya selalu disebutkan dalam bentuk uang.
2) Modal yang disertakan oleh masing-masing persero dijadikan satu, yaitu menjadi
harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana asal-usul modal itu.

D. Macam-macam Syirkah
Secara garis besarnya dalam syariat islam, syirkah itu dibedakan kepada dua bentuk,
yaitu:

1. Sirkah Amlak
Sirkah amlak adalah beberapa orang memiliki secara bersama-sama sesuatu barang,
pemilikan secara bersama-sama atas sesuatu barang tersebut bukan disebabkan
adanya perjanjian diantara para pihak (tanpa ada akad/ perjanjian terlebih dahulu),
misalnya pemilikan harta secara bersama-sama yang disebabkan/ diperoleh karena
pewarisan.
2. Sirkah Uqud
Sirkah uqud terbentuk disebabkan para pihak memang sengaja melakukan perjanjian
untuk bekerja bersama/ bergabung dalam suatu kepentingan harta (dalam bentuk
penyertaan modal) dan didirikannya serikat tersebut bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dalam bentuk harta.

E. Akad syirkah
Secara khusus akad Syirkah diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:
1) Syirkah ‘Inan.
‘Inan adalah serikat harta yang mana bentuknya adalah serupa: “akad” dari dua orang
atau lebih berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapat
keuntungan, dan keuntungan itu untuk mereka yang berserikat, misalnya Perseroan
terbatas (PT) CV, Firma, koperasi.
2) Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah ini dapat diartikan sebagai serikat untuk melakukan negosiasi,
dalam hal ini tentunya untuk melakukan suatu pekarjaan atau urusan, yang dalam
istilah sehari-sehari sering digunakan istilah partner kerja atau group. Dalam serikat
ini pada dasarnya bukan dalam bentuk permodalan, tapi lebih ditekankan kepada
keahlian, misalnya Assosiasi-assosiasi atau group yang di bentuk oleh para penasihat
hukum seperti kantor pengacara dan penasihat hukum Muh. Iqbal, lubis, SH dan
partner.

3) Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh ini berbeda dengan serikat yang dikemukakan diatas. Dalam serikat
ini yang dihimpun bukan modal dalam bentuk uang atau skill, akan tetapi dalam
bentuk “tanggung Jawab” dan tidak ada sama sekali keahlian atau modal uang.
Misalnya dua orang atau lebih membeli sesuatu tanpa permodalan yang ada hanyalah
berpegang kepada nama baik mereka dalam dunia bisnis, karena prestasi atau
profesionalisme kerjanya. contohnya dipersamakan dengan komisioner, keagenan,
perantara.
4) Syirkah abdan
Syirkah abdan adalah bentuk kerjasama untuk melkukan sesuatu yang bersifat karya.
Dengan mereka melakukan karya tersebut mereka mendapat upah dan mereka
membaginya sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka lakukan, dengan demikian
dapat dikatakan serikat untuk melakukan pemborongan. misalnya tukang kayu,
tukang batu, tukang besi berserikat untuk melakukan pekerjaan membangun gedung.

F. Dasar hukum Syirkah


Dalil yang mendasari akad syirkah dapat dilihat dalam Al-Qur’an, Hadits dan Ijma.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam surah Shad ayat 24:

‫َو ِإَّن َك ِثيًرا ِم َن اْلُخَلَطاِء َلَيْبِغ ي َبْعُض ُهْم َع َلى َبْع ٍض ِإال اَّل ِذ يَن آَم ُن وا َو َع ِم ُل وا‬
‫الَّصاِلَح اِت َو َقِليٌل َم ا ُهْم َو َظَّن َد اُو ُد َأَّنَم ا َفَتَّن اُه َفاْس َتْغ َفَر َر َّب ُه َو َخ َّر َر اِكًع ا‬
)٢٤( ‫َو َأَناَب‬

Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat
zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami
mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat.
Dalam hadits:

‫ أنا َث اِلُث الَّش ِر ْيَك ْيِن‬: ‫ يقول هللا تعا لى‬:‫َع ِن الَّنِبى صلى هللا عليه وسلم قال‬
)‫ (رواه أبوداودد‬.‫ َفِإَذ ا َخ اَنُه َخ َر ْج ُت ِم ْن َبْيِنِهَم ا‬,‫َم ا َلْم َأَح ُدُهَم ا َص ا ِح َبُه‬

dari Nabi SAW. Bersabda, Allah SWT. Berfirman : Aku adalah pihak ketiga diantara dua
orang yang berserikat selama salah satu dari keduanya tidak menghianati mitranya dan
ketika menghianati, maka aku keluar dari keduanya. (HR. Abu Daud).

G. Hikmah syirkah
1) meningkatkan kesejahteraan bersama, terutama para anggota syirkah,
2) menjalin hubungan silaturahim yang erat,
3) menambah lapangan usaha atau kerja,
4) menumbuhkan solidaritas antara sesama, dan
5) mempererat tali persaudaraan.

B. MUDHARABAH
1. Pengertian mudharabah
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah atau
perkongsian. Istilah mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang hijaz
menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah atau qiradh adalah
dua istilah untuk maksud yang sama.
Menurut bahasa, qiradh diambil dari kata qordhu yang berarti potongan, sebab
pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusahah agar
mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba
yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata muqaradhah yang berarti kesamaan, sebeb
pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
Orang irak menyebutnya dengan istilah mudharabah. Sebab setiap yang melakukan
akad memiliki bagian dari laba, atau pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam
mengusahakan harta modal tersebut.
Mengenai pengertian mudharabah menurut istilah, diantara ulama fiqih terjadi
perbedaan pendapat, salah satunya adalah :

‫َاْن َيْد َفَع اْلَم ا ِلُك ِاَلَي اْلَع ا ِم ِل َم ا ًال ِلَيَّتِج َر ِفْيِه َو َيُك ْو ُن الِّر ْبُح ُم ْش َتِر ًك ا َبْيَنُهَم ا ِبَح ْس ِب‬
‫َم ا ُش ِر َطا‬.
Artinya: “Pemilik harta menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan
modal tersebut, dan laba dibagi di antara keduanya berdasarkan persyaratan yang
disepakati.”
Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh pemilik modal. Dengan kata lain , pekerja
tidak bertanggung jawab atas kerugiannya. Kerugian pengusaha hanyalah dari segi
kesungguhan dan pekerjaanya yang tidak akan mendapat imbalan jika rugi.
Dari pengertian diatas , dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang
tidak dibayarkan, seperti rumah. Begitu pula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal
memiliki hak untuk mendapatkan laba sebab modal tersebut memilikinya, sedangkan
pekerja mendapatkan laba dari hasil pekerjaanya.

2. Dasar hukum mudharabah


Ulama’ fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-
qur’an , Sunah, Ijma’, dan Qiyas. Sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah , antara lain :
)‫َو َاَخ ُرْو َن َيْض ِر ُبْو َن ِفْي اَالْر ِض َيْبَتُغ ْو َن ِم ْن َفْض ِل ِهللا (المزمل‬
Artinya: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagai karunia
allah”. (QS. Al-mujammil: 20)

‫َفِاَذ ا ُقِض َيِت الَّص َالُة َفا ْنَتِش ُرْو ا ِفي اَألْر ِض َو اْبَتُغ ْو ا‬
)٠٢:‫(الجمعة‬...... ‫ِم ْن َفْض ِل ِهللا‬
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu dimuka bumi dan
carilaah karuniaa allah”. (QS. Al-Jumu’ah : 10).
)۱۹۸:‫َلْيَس َع َلْيُك ْم ُجَناٌح َاْن َتْبَتُغ ْو ا َفْض ًالِم ْن َر ِّبُك ْم (البقرة‬
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
tuhan-Mu”. (QS. Al-Baqarah : 198).[12]
b. As-sunah
Di antara hadist yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadist yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaib bahwanabi SAW, bersabda:

‫ َاْلَبْيُع ِاَلَي َاَج ٍل َو اْلُم َقاَر َض ُة َو َخ ْلُط اْلُبِّر ِبالَّشِع ْيِر ِلْلَبْيِت‬: ‫َثَال ٌث ِفْيِهَّن اْلَبَر َك ُة‬
)‫َال ِلْلَبْيِع (رواه ابن ما جه عن صهيب‬
Artinya: “Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan,
melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang mencamprkan gandum
dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibn Majah dan
Shuhaib).
Dalam hadist yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Abbas
Muthalib jika memberikan harta untuk mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha
untuk tidak melewati lautan , menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika
melanggar persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut
disampaiakan kepada Rasulullah SAW. Dan beliau membolehkannya.

c. Ijma’
Di antara ijma’ dalam mudharabah adanya riwayat yang menyatakan bahwa
jemaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan
tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainya.

d. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk
mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada yang kaya. Distu
sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak
sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian,
adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di
atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan meraka.

3. Syarat–syarat mudharabah
Syarat–syarat mudharabah ada 3 macam, sebagai berikut:
a. Syarat Aqidani (dua orang yang akan akad)
Di syaratkan orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan
pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib
mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak
disyaratkan harus muslim. Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau
orang kafir yang dilindungi di Negara islam.Adapun ulama malikiyah memahruhkan
mudharabah dengan kafir dzimmi jika mereka tidak melakukan riba dan melarangnya
jika meraka melakukan riba.
b. Syarat Modal
1) Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya.
2) Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
3) Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat akad.
Modal harus di berikan kepada pengusaha. Hal itu di maksudkan agar pengusaha
dapat mengusahakanya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah.[13]
c. Syarat Laba
1) Laba harus memiliki ukuran.
2) Laba harus berupa bagian yang umum (masyhur).

4. Rukun mudharabah
Rukun mudharabah adalah ijab dan qobul yang dilakukan oleh orang yang layak
yang melakukan akad. Akad mudharabah tidak disyaratkan adanya lafadz tertentu, akan
tetapi dapat diungkapkan dengan bentuk apapun yang menunjukkan makna mudharabah.
Akad dinilai dari tujuan dan maknanya, bukan lafadz dan ungkapan verbal.[14]

5. Macam-macam mudharabah
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Mudharabah muthlaqoh
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
(mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik
dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
b. Mudharabah muqoyyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam
penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh uraian yang sudah di bahas di atas, maka kami dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Syirkah secara etimologi berarti percampuan, sedangkan menurut terminologi ulama’
fiqih beragam pendapat. Seperti halnya menurut malikiyah “perkongsian adalah izin
untuk mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama
oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk
tasharuf”. Dasar hukum syirkah ada tiga, yakni: Al-qur’an, Al-hadist, dan Al-ijma’.
Syarat syirkah ada tiga, yakni: lafad akad harus jelas, anggota syirkah harus memenuhi
syarat, dan modal harus jelas. Rukun syirkah ada tiga, yakni: muwakil, wakil, dan
muakkal fih. Sedangkan macam-macam syirkah ada dua yakni: syirkah amla’ dan
syirkah uqud.
2. Pengertian mudharabah sama halnya dengan qiradh yang berarti potongan. Dasar hukum
mudharabah ada empat, yakni: Al-qur’an, As-sunah, ijma’, dan qiyas. Syarat
mudharabah ada tiga, yakni: syarat aqidani, syarat modal, syarat laba. Rukun
mudharabah adalah ijab dan qobul. Macam-macam mudharabah ada dua, yakni:
mudharabah muthlaqoh dan mudharabah muqoyyadah.

B. Saran
Setelah disusunnya makalah mengenai Agama Islam II ini, diharapkan dapat
menambah wawasan pembaca khususnya di mata kuliah Agama Islam II. Disamping itu
kami juga menyadari bahwa pada makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu kami menerima kritik maupun saran yang membangun agar dalam pembuatan tugas
selanjutnya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an terjemah.
Mas’ud Ibnu dan Abidin Zainal. 1997. Fiqih madzhab syafi’I, buku 2. Bandung :
Pustaka Setia.
Syafe’I Rachmat. 1997. Fiqih Muamalah. Bandung : Gunung Djati Press.
Sabiq Sayyid. 2004. Fiqih Sunnah, jilid 4. Jakarta Pusat : Pena Pundi Aksara.
Achmadi W. 2005. Islam jalan hidupku. Klaten : Cempaka putih.

[1] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 184
[2] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 185
[3] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 185
[4] Achmadi W, Islam jalan hidupku , (klaten: Cempaka putih 2005), hlm: 84
[5] Achmadi W, Islam jalan hidupku, ....... hlm: 84
[6] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S., Fiqih madzhab syafi’i, buku 2, ....... hlm : 115-116
[7] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 187
[8] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 187
[9] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 189
[10] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ...... hlm : 190-192

[11] Rachmat Syafe’I,, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 223-224

[12] Rachmat Syafe’I,, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 225-226

[13] Rachmat Syafe’I, MA, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 228
[14] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 4(2004), hlm : 218

Anda mungkin juga menyukai