Anda di halaman 1dari 14

SYIRKAH

A. PENGERTIAN

Syirkah secara bahasa adalah masdar dari  ‫شارك‬yaitu‫ شركة‬- ‫ شارك – شـــارك – شركا‬ yang
berarti percampuran. Taqiyudin berpendapat bahwa syirkah menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath
atau khalatha ahada minal malaini yang artinya adalah campur atau percampuran dua harta
menjadi satu, yang dimaksud dengan percampuran di sini adalah seseorang mencampurkan
hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.

Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, ialah:

ْ ‫س ْال َما ِل‬ ‫ْأ‬


ِ ‫وال َّرب‬
‫ْح‬ ِ ‫ َكي ِْن فِى َر‬3‫ُع ْق ٌد بَ ْينَ ْال ُمتشار‬
“Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.

      Pada dasarnya prinsip yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam
kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan. prinsip ini dapat di temukan
dalam prinsip islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini syirkah merupakan
bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha bersama yang lebih besar,
atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan usaha
yang tidak memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara
pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk meningkatkan
etos kerja.

B. DASAR HUKUM SYIRKAH

a. Dalil dari ayat Al-Qur’an

Firman Allah SWT. dalam surat Al-Maidah ayat 2:

‫اإلث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن‬


ْ ‫ َوال تَ َعا َونُوا َعلَى‬3‫ َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق َوى‬3‫َوتَ َعا َونُوا‬

Artinya : “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ...”

            Ayat tersebut menjelaskan bahwa semua perbuatan dan sikap hidup membawa kebaikan
kepada seseorang (individu) atau kelompok masyarakat, digolongkan kepada perbuatan baik dan
taqwa dengan syarat perbuatan tersebut didasari dengan niat yang ikhlas.

Tolong menolong (syirkah al-ta’awun) merupakan satu bentuk kerjasama, dan harapan bahwa
semua pribadi muslim adalah sosok yang bisa berguna / menjadi partner bersama-sama dengan
muslim lainnya.

b.      Dalil dari Sunnah

[1]
Pelaksanaan dalam Islam juga di dasari kepada hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah S. A. W telah bersabda:

‫ يخن أحدهما صاحبه‬ ‫ما لم‬  ‫ نا أثالث الشريكين‬: ‫ هللا صلى هللا عليه وسلم قال هللا‬3‫ قال رسول‬ ‫عن أبى هريرة‬
]9[9)‫ أبوا داو‬ ‫(رواه‬

Artinya : “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku adalah
kongsi ketiga dari dua orang  yang berkongsi selama salah seorang kongsi tidak mengkhianati
kongsinya apabila ia mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu. ( HR. Abu
Daud )                       

c.       Dalil-dalil Ijma’

Ulama sepakat bahwa syirkah boleh hukumnya menurut syari’at, sekalipun mereka berbeda
pendapat tentang jenis-jenis syirkah dan keabsahan masing-masing. Syirkah-pun saling berbeda
menurut masing-masing persepsi mereka. Ada yang kita lihat sejak masa Rasulullah SAW,
orang-orang mukmin selalu berserikat dalam perniagaan.  

C.  RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH

Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama’ hanafiyah bahwa rukun
syirkah ada dua macam, yaitu ijab dan Qabul, sebab ijab Kabul (akad) yang menentukan adanya
syirkah.

Di dalam kitab bidayatul mujtahid dijelaskan bahwa rukun syirkah ialah:

1.      Segala sesuatu yang berhubungan dengan harta.

2.      Mengetahui kadar harta yang akan di serikatkat.

3.      Mengetahui kadar harta dari dua orang yang berserikat.

            Syara-syarat yang berhubungan dengan syirkah Secara garis besar syarat dari syirkah
ialah harta dan aqad.

C.   Macam-macam Syirkah

Secara fiqh secara garis besar syirkah itu dibagi menjadi dua macam :

1.      Syirkah milk


Yang dimaksud dengan syirkah milk adalah “ibarat dua orang atau lebih memilikan suatu benda
kepada yang lain tanpa ada akad syirkah”. Dan syirkah ‘uqud ada syirkah syirkah syirkah lah
ibarat akad yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk berserikat dalam harta dan
keuntungan”.

Syirkah ini dibagi menjadi dua macam yaitu :

[2]
· syirkah milk jabar (berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara
paksa) dan

· syirkah milk ikhtiyar (berkumpul dua orang atau lebih dalam pemilikan benda dengan ikhtiyar
keduanya).

2.      Syirkah Uqud


Yang dimaksud dengan syirkah uqud adalah perserikatan antara dua belah pihak atau lebih
dalam hal usaha, modal dan keuntungan.

secara garis besar Imam Hanifah membagi syirkah uqud menjadi dua yaitu syirkah milk dan
syirkah ‘uqud.

· syirkah ‘uqud al-amwal (“ibarat kesepakatan dua orang atau lebih untuk menyerahkan harta
mereka masing-masing supaya memperoleh hasil dengan cara mengelola harta itu, bagi setiap
yang berserikat memperoleh bagian yang ditentukan dengan keuntungan”)

· syirkah ‘uqud bi al-abdan dan syirkah uqud bi al wujud (“dua orang berserikat atau pihak yang
tidak ada harta di dalamnya tetapi keduanya sama-sama berusaha”).

Imam-imam selain hanifah membagi menjadi empat bagian yaitu: 

1.      Syirkah Inan   


Yang dimaksud dengan syirkah inan ialah mengeluarkan semua harta untuk digabung menjadi
satu, kemudian dikelola secara bersama-sama dan hasilnya dibagi dua sebagaimana kadar harta
yang dikeluarkan. Menurut para ulama’ ini adalah model syirkah yang diperbolehkan.

2.      Syirkah wujuh


Yang dimaksud dengan syirkah wujuh ialah kerjasama antar tiga pihak yang mana pihak kedua
dan ketiga tidak mengeluarkan modal, dan hasilnya dibagi bersama. misalnya, pihak A dan B
dan C bekerja sama, modal yang digunakan yaitu modal si A, sedangkan si B dan C ikut
mengelola usaha tersebut tanpa mengeluarkan modal.

3.      Syirkah Mufawadhah


Yaitu kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha dengan persyaratan sebagai
berikut.

          Modal harus sama banyak, bila ada salah satu diantara mereka lebih banyak modalnya maka
syirkah tersebur tidak syah.
         Memiliki kekuasaan absolut terhadap serikat tersebut.
         Satu agama, atau sesama muslim.
         Memiliki hak untuk mengelola dan menentukan keuntunga.
4.      Syirkah Abdan

[3]
Kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha atau pekerjaan atau lebih mudahnya
persekutuan dua orang atau lebih untuk menerima kerja yang akan dikerjakan secara bersama-
sama dan hasilnya dibagi bersama, seperti pemborong bangunan. Instalasi listik, atau pekerjaan
diantara dua penjahit.

D.  Mengakhiri Syirkah

Syirkah akan berakhir apabila:

1.    Salah satu pihak membatalkannya, meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya, sebab
syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada
kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak mengingunkannya lagi, hal ini
menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.

2.    Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian menelola harta), baik
karena gila maupun yang lainnya.

3.    Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang
batal hanyalah yang meninggal dunia saja.

4.    Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu
perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.

5.    Salah satu pihak jatuh bangkrut yang ber akibat tidak berkuasa atas harta yang menjadi
saham syirkah.

6.    Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah, bila modal
tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi,
yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri, apabila harta lenyap setelah terjadi
percampuran yang tidak bisa dipisah-pisah lagi, maka menjadi resiko bersama.

[4]
MUDHARABAH

A. PENGERTIAN

Mudharabah diambil dari kata ‫ الضرب في االرض‬yang artinya ‫ السفر للتجارة‬yakni :melakukan
perjlanan untuk berdagang dalam Al-Quran surah Al-Muzammil 73 ayat 20 sisebutkan:

‫واخرون يرضبون يف الارض يبتغون من فضل هللا‬


Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah.

Mudharabah dalam bahasa arab juga berasal dari kata ‫ارب‬33‫ ض‬Yang Sininimnya ‫اتجر‬
seperti dalam kalimat ‫ ضارب لفالن في ماله‬yang artinya: ‫ اتجر له فيه‬yakni ia memberikan modal
untuk berdagang kepada si fulan
Menurut Istila, Mudharabah didefinisikan oleh Wahab Zuhaili sebagai berikut

‫يه ان يدفع املاكل اىل العامل ماال ليتجر فيه ويكون الرحب مشرت اك بيهنام حبسب ما رشطا‬
Mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh sipemilik kepada pengelola untuk
diperdagangkan dan keuntungan dimiliki bersamaantara keduanya sesuai dengan
persyaratan yang mereka perbuat.

Menurut Sayid sabiq memberikan definisi Mudharabah yaitu:

‫واملقصود هبا هنا عقد بني طرفني عىل ان يدفع احدهام نقدا اىل الاخر ليتجر فيه عىل ان يكون‬
‫الرحب بيهنام حسب ما يتفقان عليه‬
Yang dimaksud dengan Mudharabah disini adalah suatu akad antara dua pihak dimana
salah satu pihak memberikan uang (modal) kepada pihak lain untuk di perdagangkan
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi diantara mereka berdua sesuai dengan
kesepakatan mereka.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa Mudharabah adalah suatu akad atau
perjanjian antara dua orang atau lebi h, dimana pihak pertama memberikan modal usaha,
sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian , dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka tetapkan
bersama. Dengan demikian Mudharabah adalah kerjasama antara Modal dengan tenaga atau
keahlian.

[5]
1. Dasar Hukum Mudharabah.
Para Ulama Mazhab sepakat bahwa bahwa Mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan
Al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Adapun dalil Al-Quran antara lain Surah An-Nisa ayat
29 yang berbunyi sebagai berikut
Dۚ Dْ ‫ مُك‬D‫ ْن‬D‫ ِم‬D‫ض‬Dٍ D‫ ا‬D‫ر‬Dَ Dَ‫ ت‬D‫ن‬Dْ D‫ َع‬D‫ ًة‬D‫ر‬Dَ D‫ ا‬Dَ ‫ جِت‬D‫ن‬Dَ D‫ و‬Dُ‫ ك‬Dَ‫ ت‬D‫ن‬Dْ ‫ اَّل َأ‬D‫ل‬Dِ D‫ ِط‬D‫ ا‬D‫ َب‬Dْ‫ اِب ل‬Dْ ‫مُك‬Dَ‫ ن‬Dْ‫ي‬Dَ‫ ب‬Dْ ‫مُك‬Dَ‫ل‬D‫ ا‬D‫و‬Dَ D‫ َأ ْم‬D‫ا‬D‫ْأ لُك ُ و‬Dَ‫ اَل ت‬D‫ا‬D‫ُ و‬D‫ ن‬D‫ آ َم‬D‫ن‬Dَ D‫ ي‬Dِ ‫ذَّل‬D‫ ا‬D‫ ا‬Dَ ‫اَي َأ هُّي‬
‫ِإ‬
D‫ا‬Dً‫ مي‬D‫ ِح‬D‫ر‬Dَ Dْ ‫ مُك‬D‫ ِب‬D‫ن‬Dَ ‫ اَك‬Dَ ‫هَّلل‬D‫َّن ا‬D Dۚ Dْ ‫ مُك‬D‫س‬Dَ Dُ‫ف‬Dْ‫ َأ ن‬D‫ا‬D‫ُ و‬D‫ ل‬Dُ‫ ت‬D‫ ْق‬Dَ‫ اَل ت‬D‫و‬Dَ
‫ِإ‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.
a. Hadis yang diriwayatkan oleh Shuhaib:
‫عن صهيب ريض هللا عنه ان النيب صىل هللا عليه وسمل قال ثالث فهين الربكة البيع اىل اجل واملقا رضة وخلط الرب‬
‫ابلشعري‬
‫للبيت ال للبيع‬
Dari shuhaib bahwa Nabi Saw bersabda ada tiga perkara yang didalamnya terdapat
keberkahan jualbeli tempo, muqaradah, mencampur gandum dengan jagung untuk
makanan di ruma bukan untuk dijual. (HR.Ibnu Mjah)

b. Hadis yang diriwayatkan Imam Malik:

‫عن العال ءبن عبد الرمحن عن ابيه عن جده ان عامثن بن عفان اعطاه ما ال قرا ضا يعمل فيه عىل ان ارحب بيهنام‬
Dari Ala bin Abdurrahman dari Ayahnya dari Kakenya bahwa Utsman Bin Affan
memberinya harta dengan cara Qiradh yang dikelolanya, dengan ketentuan keuntungan
dibagi diantara merka berdua. (Imam Malik)

B. RUKUN MUDHARABAH MACAM-MACAM DAN SIFATNYA

1. Rukun Mudharabah

a. Rukun akad Mudharobah menurut Hanafiyah adalah Ijab dan Qabul.


b. Aqid yaitu pemilik modal dan pengelola (amil/mudharib)
c. Ma’qud ‘alaih yaitu modal tenaga (pekerjaan)dan keuntungan
d. Shighat yaitu ijab dan Qabul

Menurut syafiiyah menyatakan bahwa rukun Mudharabah ada lima

a. Modal d. Sighat

[6]
b. Tenaga (pekerjaan) e. Aqidain
c. Keuntungan
2. Macam-macam Mudharabah
1. Mudharabah Muthlaq
2. Mudharabah Muqayyad

 Yang dimaksud dengan Mudharabah Mutla mudharabah dimana pemilik modal


memberikan modal kepada amil (pengelola) tanpa disertai dengan pembatasan
(qaid). Contohnya seperti kata pemilik modal “seperti saya berikan modal ini
kepada anda dengan Mudharabah dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi dua
atau dibagi tiga. Didalam akad tersebut tidak ada ketentuan pembatasan mengenai
tempat kegiatan usaha, jenis usaha, barang yang dijadikan objek usaha dan
ketentuan-ketentuan yang lain.
 Adapun pengertian Mudharabah Muqayyad adalah suatu akad Mudharabah dimana
pemilik modal memberikan ketentuan atau batasan-batasan yang berkaitan dengan
tempat usaha, jenis usaha, barang yang menjadi objek usaha, waktu dan dari siapa
barang itu dibeli.
3. Sifat Akad Mudharabah

Para ulama telah bersepakat bahwa sebelum dilakukan kegiatan usaha oleh pengelola,akad
mudharabah sifatnya tidak mengikat (ghair l’azim), dan masing-masing pihak boleh
membatalkannya
Sedangkan menurut Imam Malik, akad mudharabah menjadi akad yang mengikat
(lazim)setelah pengelola memulai kegiatan usahanya. Dengan demikian akad tersebut tidak
bisa dibatalkan sampai barang-barang dagangan berubah menjadi uang, dan juga dapat
diwarisi. Menurut Imam Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad, meski mudharib telah memulai
kegiatan usahanya, akad tersebut tetap tidak mengikat(ghair lazim) sehingga setiap saat bisa
dibatalkan. Dan akad tersebut tidak bisa diwarisi.
C. SYARAT SYARAT MUDHARABAH
1. Syarat yang berkaitan dengan Aqid
Syarat yang berkaitan dengan Aqid adalah aqid baik pemilik modal maupun pengelola
(mudharib) harus orang yang memiliki kecakapan untuk memberikan kuasa dan
melaksanakan wakalah. Hal itu dikarenakan mudharib melakukan tasarruf atas perintah
pemilik modal dan ini megandung arti pemberian kuasa.
2. Syarat yang berkaitan dengan Modal
a. Modal harus berupa uang tunai, seperti dinar, dirham, rupiah atau dolar dan
sebagainya, sebagai mana yang berlaku pada syirkah inan.
b. Modal harus jelas dan diketahui ukurunnya, Apabila modal tidak jelas maka
Mudharabahnya tidak sah.
c. Modal harus ada dan tidak boleh berupa utang

[7]
d. Modal harus diserahkan kepada pengelola, agar dapat digunakan untuk kegiatan
usaha.
2. Syarat yang berkaitan dengan keuntungan
a. Keuntungan harus diketahui kadarnya
Tujuan diadakannya akad mudharabah adalah untuk memperoleh keuntungan ,
apabila keuntungannya tidak jelas maka akibatnya akad mudharabahya berubah
menjadi fasid.
b. Keuntungan merupakan bagian yang dimiliki bersamadengan pembagian secara
nisbah atau presentase misalnya setengah, sepertiga atau40%. 60%.35%.65%. dan
seterusnya
D. HUKUM MUDHARABAH
1. Mudharabah Fasid
Apabila mudharabah fasid karena syarat-syarat yang tidak selaras dengan tujuan
mudharabah maka menurut Imam Hanafiah, Syafiiyah dan Hanabilah Mudharib tidak
berhak melakukan perbuatan sebagaimana yang dikehendaki oleh mudharabah yang
sahih.
Ulama malikiyah berpendapat bahwa Mudharib (pengelola) dalam semua hukum
mudharabah yang fasid dikembalikan kepaa qiradh yang sepadan (qirad mitsl) dalam
keuntungan, kerugian, dan lain-lain dalam hal yang bisa dihitung dan ia (mudharib)
berhak atas upah yang sepadan (ujrah mitsl) dengan perbuatan yang dilakukannya.
Beberapahal yang menyebabkan dikembalikannya mudharabah yang fasid kepada
yang qiradh mitsl adalah
a. Qirad dengan modal barang bukan uang.
b. Kedaan keuntungan yang tidak jelas.
c. Pembatasan qiradh dengan waktu seperti satu tahun.
d. Menyandarkan qiradh kepada masa yang akan mendatang.
e. Mensyarakan agar pengelola mengganti modal apabila hilang atau rusak tanpa
sengaja.

2. Mudharabah yang sahih


Mudharabah yang sahih adalah suatu akad mudharabah yang rukun dan syaratnya
terpenuhi. Pembahasan mengenai mudharabah yang sahih ini meliputi beberapa hal yaitu
:
a. Kekuasaan Mudharib.
b. Pekerjaan dan kegiatan mudharib.
c. Hak mudharib.
d. Hak pemilik mdal.

a. Kekuasaan Mudharib
Para fuqaha telah bersepakat bahwa mudharib (pengelola) adalah pemegang
amanah terhadap barang (modal) yang ada di tngannya. Dalam hal ini setatusnya
[8]
sama dengan wadi’ah (titipan). Hal ini karena ia memegang modal tesebut atas izin
(persetujuan) pemiliknya, bukan karena imbalan seperti jualbeli, dan bukan pula
jaminan seperti halnya dalam gadai(rahn).
b. Tasarruf (Tindakan Hukum) Mudharib
Tasarruf pengelola (mudharib) hukumnya berbeda-beda tergantung kepada jenis
Mudharabahnya apakah mutlak atau muqayyad. Mudharabah mutlak adalah akad
penyerahan modal oleh pemilik modal kepada pengelola secara mudharabah tanpa
menentukan jenis usaha, tempat, waktu dan sifat dan orang yang menjadi mitra
usahanya.
Sedangkan mudharabah Muqayyad adalah akat mudharabah dimana pemilik modal
menentukan jenis usaha, waktu, dan lain-lain yang disebutkan diatas.
c. Hak-hak Mudharib
Hak-hak Mudharib yang diterima sebagai imbalan atas pekerjaannya ada dua
macam, yaitu:
1. Biaya kegiatan.
Para fuqaha berbeda pendapat dalam masalah biaya kegiatan selama mengelola
harta mudharabah. Menurut imam syafi’I dalam salah satu pendapatnya,
mudharib tidak berhak atas nafkah (biaya) yang diambil dari harta
mudharabahnya, baik dalam keadaan ditempat sendiri maupun dalam keadaan
perjalanan, kecuali apabila ada izin dari pemilik modal. Mereka mendasarkan
pendapatnya kepada atsar yang diriwayatkan dari abdurrazaq dari sufyan tsauri
dari hisyam bin hasan dari ibnu sirin berkata :

‫ما الك املضارب فهو دين عليه‬


Apa yang dimakan oleh Mudharib maka ia merupakan utang atasnya

2. Keuntungan yang disebutkan dalam akad.


Mudharib berhak atas keuntungan yang disebutkan dalam akad, sebagai imbalan
dari usahanya dalam mudharabah, apabila usahanya memperoleh keuntungan .
apabila kegiatan usahanya tidak menghasilkan keuntungan maka mudharib tidak
memperoleh apaapa, karena ia bekerja untuk dirinya sendiri sehingga ia tidak
berhak atas upah.
Keuntungan tersebut akan jelas apabila diadakan pembagian. Untuk
pembagian ini disyaratkan modal harus diterima oleh pemilik modal, dengan
demikian sebelum modal diterima kembali oleh pemilik modal dari tangan
Mudharib, maka keuntungan tidak boleh dibagi. Alasan yang memperkuat bahwa
pemilik modal harus mengambil modalnya sebelum keuntungan dibagi adalah
hadis yang menyatakan bahwa Nabi bersabda :

[9]
‫مثل المؤمن مثل التاجر ال يسلم له ربحه حت يسلم له راس ماله كذلك المؤمن ال تسلم له نوافله حتى تسلم له عزائمه‬

Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti seorang pedagang yang keuntungannya


tidak diserahkan kepadanya sehingga modalnya diserahkan. Demikian pula orang
mukmin yang tidak diserahkan (dikerjakan) kepadanya sunnahnya sehingga diserahkan
(dikerjakan) kewajibannya.

Hadis tersebut menunjukan pembagian keuntungan sebelum diterimanya modal oleh


pemilik modal hukumnya tidaksah karena keuntungan itu adalah tambahan, sedangkan
tambahan baru ada setelah modalnya jelas ada dan utuh.

d. Hak Pemilik Modal

Apabila usaha yang dilakukan mudharib menghasilkan keuntungan, maka pemilik


modal berhak atas bagian keuntungan yang disepakati dan ditetapkan dalam akad.
Misalnya dalam akad mudharabah disepakati bahwa mudharib menerima 60% dari
keuntungan, sedangkan pemilik modal menerima 40% , keuntungan bersih yang di peroleh
misalnya sebesar Rp.3000.000 maka pembagian keuntungan adalah sebagai berikut :
mudharib menerima 60% x Rp 3.000.000 = Rp 1.800.000 sedangkan bagi pemilik modal
40% xRp 3.000.000 = 1.200.000

apabila usaha yang dilakukan mudharib tidak menghasilkan keuntungan maka baik
mudharib maupun pemilik modal tidak memperoleh apaapa karena yang dibagi tidak ada.

E. HUKUM PERSELISIHAN ANTARA PEMILIK MODAL DAN MUDHARIB

Antara pemilik modal dan mudharib terkadang terjadi perselisihan dalam berbagai hal
yang berkaitan dengan dengan pelaksanaan mudharabah, seperti dalam tasarruf yang
umum atau khusus, kerusakan harta, pengambilan modal mudharabah.

1. Perselisihan dalam tasarruf


Apabila perselisihan terjadi dalam tasarruf yang umum atau khusus, maka yang
diterima adalah perkataan pihak yang menyatakan tasarruf yang umum. Sebagai contoh
apabila salah satu pihak menyatakan mudharabah dalam usaha perniagaan , tempat dan
mitra yang umum, sedangkan pihak yang lain menyatakan usaha, tempat dan mitra yang
khusus, maka yang diterima adalah perkataan yang menyatakan umum karena halite
sesuai dengan dengan tujuan yang dilaksanakannya akad mudharabah yaitu memperoleh
keuntungan.
2. Perselisihan dalam kerusakan harta
Apabila pemilik modal dan mudharib berselisih dalam kerusakan harta , dimana
mudharib mengakuinyan tetapi pemilik modal mengingkarinya, atau mereka berselisih
dimana pemilik modal menyatakan bahwa kerusakan karena sengaja, tetapi mudharib
menyatakan tidak sengaja maka para ulama sepakat maka yang diterima adalah perkataan

[10]
mudharib. Hal itu dikarenakan mudharib adalah pemegang amanah (amin) sama seperti
halnya dalam wadiah.
3. Perselisihan dalam pengembalian modal
Apabila pemilik modal dan mudharib berselisih dalam hal pengambilan modal,
dimana mudharib menyatakan sudah dikembalikan, tetapi pemilik modal menyatakan
belum maka menurut Hanafiyah dan Hanabilah yang dipegang adalah pernyataan pemilik
modal. Sedangkan menurut maliki dan syafiiyah dalam qaul yang paling sahih, yang
dipegang adalah pernyataan mudharib, karena ia adalah pemegang amanah (al-amin)
4. Perselisihan dalam besarnya modal
Menurut kesepakatan para fuqaha, yang diterima adalah pernyataan mudharib.
Misalnya pemilik modal menyatakan “ saya telah memberikan modal kepada anda
sebesar Rp 5.000.000,00 sedangkan mudharib mengatakan kamu telah memberikan
kepada saya modal sebesar Rp 3.000.000,00 maka yang diterima adalah ucapan mudharib
sebagai orang yang menerima modal.
5. Perselisihan dalam kadar (Besarnya) Keuntungan
Menurut Hanafiyah dan pendapat yang rajah dari Hanabilah, yang diterima adalah
ucapan pemilik modal. Misalnya Mudharib mengaakan “Engkau menentukan bagiku
keuntungan 50%”, sedangkan pemilik modal mengatakan hanya 35% maka yang diterima
adalah ucapan pemilik modal karena ia (Pemilik modal) sebagai orang yang ingkar atas
kelebihan dari 35% dan pendapatnya lah yang diterima. Hal tersebut sesuai dengan sabda
Nabi Saw.

‫وللبهيقي اي من حديث ابن عباس إبسناد حصيح البينة عىل املدعي والميني عىل من انكر‬
Dan diriwayatkan dari Baihaqi,yakni dari hadis Ibnu Abbas dengan sanad yang
sahih : keterangan (saksi) adalah hak penuntut, sedangkan sumpah merupakan hak
orang yang ingkar.

Menurut malikiyah dalam perselisihan mengenai besarnya keuntungan, yang diterima


adalah ucapan Mudharib disertai dengan sumpahnya, karena ia setatusnya sebagai orang
yang dipercaya (amin) dengan syarat
a. Tindakannya sesuai dengan kebiasaan manusia yang berlaku dalam mudharabah
b. Harta masih dipegang oleh mudharib.

Menurut Syafiiyah, apabila kedua belah pihak berselisih besarnya bagian keuntungan
untuk mudharib maka keduanya bersumpah, seperti bersumpahnya penjual dan pembeli
dalam kadar hal barang. Akan tetapi akad mudharabahnya tidak bisa fasakh dengan cara
bersumpah, melainkan dengan tindakan pembatalan oleh kedua belah pihak, atau salah
satunya, atau oleh hakim. Dalam kondisi seperti itu maka mudharib (pengelola) berhak
atas upah yang sepadan (ujratul mitsli) sebagai imbalan atas pekerjaan yang
dilakukannya.

[11]
6. Perselisihan dalam modal
Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat apabila ada dua pihak berselisih
mengenai sifat modal. Misalnya si pemilik mengatakan , saya serahkan kepada mu harta
(modal) untuk mudharabah, wadiah atau bidhaah, agar digunakan untuk berdagang”,
tetapi mudharib menyatakan “Anda member utang kepadaku, dan keuntungan hanya
untukku” . dalam contoh ini , yang diterima adalah ucapan pemilik modal, bukan ucapan
mudharib. Hal tersebut dikarenakan harta yang diberikan itu adalah miliknya, dan
pernyataan yang diterima dan diakui kaitannya dengan keluarnya harta harta dari
tangannya adalah pernyataan si pemilik harta itu.

F. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN MUDHARABAH


1. Pembatalan Larangan Tasarruf, dan Pemecatan.
Mudharabah dapat batal karaena dibatalkan oleh para pihak, dihentikannya kegiatan
atau di berhentikannya oleh pemilik modal. Hal ini apabila terdapat syarat pembatalan
dan penghentian kegiataan atau pemecataan tersebut yaitu sebagai berikut.
a. Pihak yang bersangkutan (mudharib) mengetahui pembatalan dan penghentian
kegiatan tersebut. Apabila mudharib tidak tahu tentang pembatalan dan
pemecataannya, lalu ia melakukan tasarruf maka tasarrufnya hukumnya sah.
b. Pada saat pembatalan dan peghentian kegiatan usaha atau pemecataanya tersebut,
modal harus dalam keadaan tunai sehingga jelas ada atau tidak adanya keuntungan
yang menjadi milik bersama antara pemilik modal dan mudharib.
2. Meninggalnya salah satu pihak
Menurut jumhur Ulama, Mudharabahnya menjadi batal. Hal tersebut karena dalam
mudharabahnya terkandung unsure wakalah, dan wakalah batal karena meninggalnya
orang yang mewakilkannya atau wakil
Sedangkan menurut Malikiyyah, mudharabah tidak batal karena meninggalnya salah
satu pihak melakukan yang melakukan akad. Dalam hal ini apabila yang meninggal itu
Mudharib maka ahli warisnya bisa menggantikan untuk melaksanakan kegiatan usahanya,
jika mereka itu orang yang dapat dipercaya.
3. Salah satu Pihak terkena penyakit gila
Menurut jumhur ulama Selain Syafiiyyah, apabila salah satu pihak terserang penyakit
Gila yang terus menerus, maka mudharabahnya menjadi batal. Hal ini dikarenakan gila
menghilangkan kecakapan (ahliyah).
4. Pemilik Modal Murtad
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari islam), lalu ia meninggal, atau dihukum
mati karena riddah, atau ia berpindah keluar negri bukan islam (dar al-harb) maka
mudharabahnya menjadi batal, semenjak hari ia keluar dari islam.

[12]
KESIMPULAN
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. maksud
percampuran disini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga
tidak mungkin dibedakan.
Adapun yang dijadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Hurairah dari Nabi SAW. Bersabda yang artinya “Aku
jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak khianat kepada tang
lainnya, apabila yang satu berhianat kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinya”.

Mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana pihak
pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian ,
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang
mereka tetapkan bersama. Dengan demikian Mudharabah dapat di artikan sebagai kerja sama
antara modal dengan tenaga atau keahlian

Dan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, Ijma dan Qiyas para Ulama sepakat bahwa penetapan
hukum Mudharabah diperbolehkan sesuai dengan dalil An-Nsa ayat 29 yang asrtinya “ Hai orang
beriman janganlah kamu memakan harta ssesamamu dengan cara yang bathil. Kecuali dengan
cara perniagaan yang didasari dengan rasa suka sama suka diantaramu ...”

[13]
DAFTAR PUSTAKA

A  l-    Asqalani, Hafid ibnu Hajar. 2002. Bulughul Maram. Dar Al-Kutub Al-Islamiah.
Kalibata.
Ayyub, Hasan. 2006. Al-Muamalah Al-Maliah. Dar Al-Salam. Qahirah.
A. Mas’adi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah. Rajawali Press. Jakarta.
AlSuhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Raja grafindo persada. Jakarta.
Syafi’I, Rachmat. 2001. fiqh Muamalah. Pustaka setia. Bandung.

Ahmad Wardi Muslich. 2010. Fiqih Muamalat. AMZAH. Jakarta. Jl. K.M. Idris No. 37
Neglasari Cipare Serang Banten 42117.

“Hukum Pidana Islam” makalah dimuat di Panji Masyarakat. 1986

“Potong Tangan Hukuman yang Adil”. Makalah dimuat di Panji Masyarakat. 1986

“Bank Mnurut Konsep Hukum Islam”. Makalah dimuat di Majalah Al Qalam.

[14]

Anda mungkin juga menyukai