yangg
artinya
yakni melakukan perjalanan untuk berdagang. Dalam alQuran surat al-Muzammil:20 disebutkan:
...
...
Artinya:
Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah swt.
Mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau
lebih, dimana pihak pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak
lain menyediakan tenaga dan keahlian dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang
mereka tetapkan bersama.
Dalam mudharabah ada unsur syirkah atau kerja sama, hanya saja
bukan kerja sama antara harta dengan harta atau tenaga dengan tenaga,
melainkan antara harta dengan tenaga. Disamping itu, juga terdapat unsur
syirkah (kepemilikan bersama) dalam keuntungan. Namun, apabila terjadi
kerugian maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal,
sedangkan pengelola tidak dibebani kerugian karena ia telah rugi tenaga
tanpa keuntungan.
2. Dasar Hukum Mudharabah
Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya
dibolehkan berdasarkan al-Quran, sunnah, ijma dan qiyas. Adapun dalil
dari al-Quran surat al-Muzammil:20 yang berbunyi:
...
...
Artinya:
Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah swt.
Sedangkan dari sunnah, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik:
Artinya:
Dari Ala bin Adurrahman dari ayahnya dari kakeknya bahwa Utsman bin
Affan memberinya harta dengan cara qiradh yang dikelolanya dengan
ketentuan keuntungan dibagi diantara mereka berdua. (HR. Imam Malik)
a.
1.
2.
3.
4.
5.
b.
1.
2.
3.
4.
3. Rukun Mudharabah
Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul,
dengan menggunakan lafal yang menunjukan kepada arti mudharabah.
Lafal yang digunakan untuk ijab adalah lafal mudharabah, muqharadah dan
muamalah atau lafal-lafal lainyang artinya sama dengan lafal-lafal tersebut.
Pemilik modal mengatakan: Ambilah modal ini dengan mudharabah,
dengan ketentuan keuntungan yang diperoleh dibagi diantara kita berdua
dengan nisbah setengah, seperempat atau sepertiga.
Adapun lafal qabul yang digunakan oleh amil mudharib (pengelola)
) dan semacamnya.
adalah lafal: saya ambil (
) , atau saya terima (
Apabila ijab dan qabul terpenuhi maka akad mudharabah telah sah.
Menurut jumhur ulama, rukun mudharabah ada 3 yaitu:
a. Aqid, yaitu pemilik modal dan pengelola.
b. Maqud alaih, yaitu modal tenaga (pekerja) dan keuntungan.
c. Shighat, yaitu ijab dan qabul.
Sedangkan Syafiiyah menyatakan bahwa rukun mudharabah ada 5 yaitu:
a. Modal.
b. Tenaga (pekerjaan).
c. Keuntungan.
d. Shighat.
e. Aqidain.
4. Syarat dan Macam Mudharabah
a. Syarat-syarat mudharabah
Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar mudharabah sah yang
berkaitan dengan aqid, modal dan keuntungan.
1) Syarat yang berkaitan dengan aqid
Adalah bahwa aqid, baik pemilik modal maupun pengelola harus orang
yang memiliki kecakapan untuk memberikan kuasa dan melaksanakan
wakalah.
2) Syarat yang berkaitan dengan modal
Syarat-syarat yang berkaitan dengan modal adalah sebagai berikut:
Modal harus berupa uang tunai, seperti dinar, dirham, rupiah, dolar dan lain
sebagainya,
Modal harus jelas dan diketahui ukurannya, apabila modal tidak jelas maka
mudharabah tidak sah.
Modal harus ada dan tidak boleh berupa hutang, tetapi tidak berarti harus
ada di majlis akad.
Modal harus diserahkan kepada pengelola, agar dapat digunakan untuk
kegiatan usaha. Hal ini dikarenakan modal tersebut merupakan amanah
yang berada ditangan pengelola. Syarat ini disepakati oleh jumhur ulama.
3) Syarat yang berkaitan tentang keuntungan
Antara lain sebagai berikut:
Keuntungan harus diketahui kadarnya.
Pengertian
Musyarokah menurut bahasa berarti al-ikhtilah yang artinya campur
atau
percampuran.
Percampuran
disini
adalah
seseorang
yang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain, sehingga sulit untuk
membedakannya.
Sedangkan menurut istilah adalah kerja sama antara dua orang atau
lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung
bersama.
salah satunya tidak menghianati yang lainnya. (HR Abu Dawud no 2936,
dalam kitab al-Buyu, dan Hakim)
Ijma:
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni telah berkata, Kaum muslimin
telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun
terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.
3. Rukun dan Syarat Musyarakah
Rukun Musyarokah antara lain :
a. Ijab-kabul (sighah) adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
yang bertransakasi.
b. Dua pihak yang berakad (aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan
pengelolaan harta
c. Objek aqad (mahal) yang disebut juga maqud alaihi, yang mencakup modal
atau pekerjaan
d. Nisbah bagi hasil
Syarat Musyarokah menurut Hanafiah :
a. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta
maupun yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima
sebagai perwakilan.
Yang berkenaan dengan keuntungan yaitu pembagian keuntungan yang jelas
dan diketahui orang pihak-pihak yang bersyirkah.
b. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta) dalam hal ini terdapat
dua perkara yang harus dipenuhi yaitu:
Bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat
pembayaran (nuqud).
Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan.
Syarat Musyarokah menurut Malikiyah :
a. Merdeka
b. Baligh
c. Pintar
4. Macam-macam Musyarokah
Musyarakah ada dua jenis, yaitu:
a.
musyarakah pemilikan (Syirkah al-milk atau syirkah amlak) adalah
kepemilikan bersama kedua pihak atau lebih dari sebuah properti. Misalnya
karena wasiat, hibah, warisan dan lainnya; dan
b.
musyarakah akad (syirkah al-aqd atau syirkah ukud) adalah kemitraan
yang terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial
bersama. Musyarakah akad ini terbagi lagi menjadi :
1) Syirkah al-inan
Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan sama-sama
memberikan andil dalam modal dan kerja namun tidak harus sama porsinya.
Artinya:
Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak ra bahwa sesungguhnya Rasulullah saw
melarang untuk melakukan muzaraah, dan memerintahkan untuk
melakukan muajarah (sewa menyewa).
Menurut jumhur ulama, yang terdiri atas Abu Yusuf, Muhammad bin
Malik, Ahmad dan Dawud Azh-Zhahiri, muszaraah itu hukumnya boleh.
Disamping itu muzaraah adalah salah satu bentuk syirkah yaitu
kerja sama antara modal (harta) dengan pekerjaan, dan hal tersebut
dibolehkan seperti halnya akad mudharabah, karena dibutuhkan oleh
masyarakat. Dengan adanya kerja sama tersebut maka lahan yang
dan
orang
yang
menganggur
bisa
Musaqah dalam arti bahasa merupakan wazn mufaalah dari kata assaqyu yang sinonimnya asy-syurbu yang berarti memberi minum. Penduduk
Madinah menamai musaqah sama dengan muamalah yang merupakan
wazn mufaalah dari kata amila yang artinya bekerja (bekerja sama).
Sedangkan menurut istilah adalahsuatu akad antara dua orang
dimana pihak pertama memberikan pepohonan dalam sebidang tanah
perkebunan untuk diurus, disirami dan dirawat sehingga pohon tersebut
menghasilkan buah-buahan, dan hasil tersebut dibagi diantara mereka
berdua. Namun, Syafiiyah membatasi perjanjian musaqah ini hanya dengan
pohon kurma atau anggur saja, tidak diperluas kepada semua pepohonan.
b) Dasar Hukum Musaqah
Musaqah menurut Hanafiah sama dengan muzaraah, baik hukum
maupun syarat-syaratnya. Menurut Imam Abu Hanifah dan Zufar, musaqah
dengan imbalan yang diambil dari sebagian hasil yang diperolehnya,
hukumnya batal, karena hal itu termasuk akad sewa menyewa yang
sewanya dibayar dari hasilnya dan hal tersebut dilarang oleh syara,
sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi saw dari Rafi bin Khadij bahwa
Nabi saw bersabda:
2.
1)
2)
3)
3.
a)
Artinya:
Brang siapa yang memiliki sebidang tanah,maka hendahlah ia
menanaminya, dan janganlah ia menyewakannya dengan sepertiga dan
tidak pula seperempat (dari hasilnya) dan tidak juga dengan makanan yang
disebutkan (tertentu).
Menurut Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan serta jumhur ulama,
musaqah diperbolehkan.
Rukun Musaqah
Menurut Hanafiah, rukun musaqah adalah ijab dan qabul. Ijab
dinyatakan oleh pemilik pepohonan sedangkan qabul diucapkan oleh
penggarap. Menurut Malikiyah, akad musaqah mengikat lazim dengan
diucapkannya lafal ijab qabul, tidak dengan pekerjaan. Sedangkan menurut
Hanabilah, musaqah sama dengan muzaraah tidak perlu qabul dengan
lafal, melainkan cukup memulai dengan penggarapan secara langsung.
Syafiiyah justru mensyaratkan adanya qabul dengan lafal.
Menurut jumhurulama, rukun musaqah ada 3, yaitu:
Aqidain, yaitu pemilik kebun dengan penggarap.
Objek akad, yaitu pekerjaan dam buah.
Shighat, yaitu ijab dan qabul.
Berakhirnya Akad Musaqah
Seperti halnya akad muzaraah, akad musaqah berakhir karena
beberapa hal yaitu:
Telahselesainya maa yang disepakati oleh kedua belahpihak. Dalam
hubungan ini, Syafiiyah berpendapat apabila buah keluar setelah habisnya
masa musaqah maka penggarap tidak berhak untuk mengambilnya karena
b)
c)
4.
a)
b)
c)
d)