Anda di halaman 1dari 7

Akad Mudzarabah Menurut Perspektif 4 Madzhab

Oleh: M.saiful Ma’ruf


Maha Santri semester V
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Hukum islam mengatur segala kehidupan manusia secara menyeluruh,
mencakup segala aspek yang ada kaitannya dengan kehidupan tersebut.
Hubungan manusia dengan Allah SWT diatur dalam bidang ibadah, dan hal-hal
yang berhubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam bidang
muamalah. Muamalah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, sebab dengan muamalah ini manusia dapat berhubungan satu sama
lain yang menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga akan tercipta segala hal
yang diinginkan dalam mencapai kebutuhan hidupnya.1
Dalam hukum Islam, muamalah mempunyai macam-macam bentuk
kerja sama. Salah satu bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seseorang
adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong-menolong. Ada orang yangmempunyai modal,
tetapi tidak mempunyai keahlian dalam menjalankan roda
perekonomian.
Ada juga orang yang mempunyai modal dan keahlian, tetapi tidak
mempunyai waktu. Sebaliknya ada orang yang mempunyai keahlian dan waktu,
tetapi tidak mempunyai modal. Dengan demikian, apabila ada kerja sama
dalam menggerakkan roda perekonomian, maka kedua belah pihak akan
mendapatkan keuntungan modal dan skill (keterampilan) dipadukan menjadi
satu. Kerja sama dalam bentuk ini disebut mudharabah (‫ المضاربة‬, atau disebut qiradh(‫القراض‬
Secara terminologi mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian
antara dua orang atau lebih, dimana pihak pertama memberikan modal usaha,
sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian, dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang
mereka tetapkan bersama.
Ibn Rusyd menyamakan istilah mudharabah (dormant partnership) dengan qiradh atau
muqaradhah. Ketiga istilah ini memiliki makna yang sama sebagai perkongsian modal dan usaha.
Perbedaan penggunaanistilah ini sangat dimungkinkan karena faktor geografis. Kata al-qiradh
berasal dari semenanjung tanah Arab, terutama
Hijaz, sementara istilah al-mudharabah berasal dari Iraq. Perbedaan
asal-usul istilah tersebut memberi kesan dan pengaruh yang cukup
sensitif dalam penggunaannya oleh para ulama’ dari mazhab fiqh yang
tempat perkembangannya berbeda. Mazhab fiqh Maliki8 dan Syafi’i9 yang
berkembang di Hijaz menggunakan istilah al-qiradh untuk akad al-
mudharabah dalam penulisan mereka dan menggunakan istilah al-
muqaradah untuk akad al-mudharabah dalam skala yang kecil.
Sementara mazhab Hanafi dan Hanbali yang berkembang di Iraq
menggunakan istilah al-mudharabah untuk keduanya.
Dalam hal ini ingin kami membahas tentang permasalahan akad mudzorobah menurut
perspektif empat Imam madzhab, dan bagaimana sistem atau bentuk karakteristik akad mudzarabah
ini menurut dari ke empat madzhab tersebut, apakah terjadi perbedaan pendapat atau malah
persamaan yang nanti akan memunculkan pendapat yang kuat atas pelegitimasian akan ini.
B.Pembahasan

Mudharabah dari sudut bahasa diambil dari ayat “al-dharb fi al-ard”.


Istilah ini digunakan untuk menunjukkan adanya perjalanan, usaha, dan
aksi oleh pelaku bisnis/usahawan (mudarib) yang berhak atas kadar
tertentu dari keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha perjalanannya
dalam penyertaan modal (shahib al-mal/rabb al-mal).
Penduduk Madinah menggunakan istilah akad ini dengan al-
muqaradhah atau al-qiradh. Hal ini berdasarkan pada riwayat yang
menyebutkan bahwa Usman Ibn Affan sebagai khalifah Islam ketiga,
sering melakukan penyertaan modal dalam bentuk akad al-muqaradhah.
Istilah ini diambil dari kata dasar qardh yang berarti memotong. Karena
dalam akad ini investor atau pemilik modal mengeluarkan dan
memindahkan sebagian modalnya kepada usahawan atau seseorang
untuk dikelola dalam investasi tertentu yang halal. Dari sinilah asal-usul
istilah al-muqaradhah digunakan. Sementara, istilah al-mudharabah
dikatakan berasal dari ayat al-Qur’an al-Karim: “wa akharun yadribuna fi
al-ardh…” untuk mencari rezeki dari limpahan karunia Allah SWT….”
berjalan di muka bumi dengan tujuan menjalankan perniagaan dan
perdagangan.
Wahbah Az-Zuhaili mendefenisikan mudharabah sebagai berikut yaitu : ‫بينها بحسب‬

‫ ويكون الربح مشتركا بينها بحسب‬، ‫ هى أن يدفع المالك إلى العامل ماال ليتجر فيه‬: ‫المضاربة‬
‫ وال يتحمل العامل المضارب من الخسران‬، ‫ وأماالخسارة فهي على رب المال وحده‬.‫مشرطا‬
.‫ شيئا وإنما هو يخسر عمله وجهده‬4
Mudharabah adalah akad yang didalamnya pemilik modal memberikan
modal (harta) pada ‘amil (pengelola) untuk mengelolanya, dan keuntungan
menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang mereka sepakatkan. Sedangkan
kerugian hanya menjadi tanggungan pemilik modal saja. ‘Amil tidak
menanggung kerugian apapun kecuali usaha dan kerjanya saja.
Para Imam Mazhab sepakat bahwa hukum mudharabah adalah boleh
berdasarkan al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Hanya saja, hukum ini
merupakan pengecualian dari masalah penipuan (gharar) dan ijarah yang belum
diketahui.
Dasar akad mudharabah adalah ijab (offer) dan qabul
(acceptance). Jika pemilik harta, dana, atau modal (rabb al-maal) berkata
kepada seseorang (usahawan atau agen) untuk mengambil modal dan
menginvestasikannya dalam usaha tertentu, dan sepakat untuk
berkongsi dalam kadar keuntungan tertentu seperti ½ : ½ atau 50:50
atau 70:30, maka akad al-mudharabah antara kedua belah pihak telah
terjadi.16 Secara umum, mudharabah merupakan akad perkongsian antara pemilik modal (rabb al-
mal) atau beberapa orang pemilik (arbab
al-amwal) dengan usahawan, pekerja, atau siapapun (amil, mudharib,
muqaridh) yang diamanahkan untuk menjalankan usaha dengan modal
tersebut kemudian mengembalikan kapital kepada pemilik harta
dengan kadar keuntungan yang disetujui bersama. Bagian keuntungan
yang dimiliki oleh usahawan adalah dalam kadar tertentu yang disetujui
bersama semasa akad. Hak ini bisa dimiliki jika usaha atau investasi itu
mendatangkan keuntungan. Sebaliknya, jika mendatangkan kerugian
yang bukan disebabkan oleh kelalaian dan perbuatan secara sengaja
seperti masalah cuaca, gempa bumi dan keadaan ekonomi global yang
menyebabkan modal habis, maka kerugian itu akan ditanggung oleh
pemilik modal saja. Kerugian yang dialami oleh usahawan ialah kerugian
dari sudut waktu dan tenaga yang dicurahkan dalam aktivitas usaha
yang tidak mendapat keuntungan apa-apa.

Dalil yang Melegitimasi Akad Mudzarabah.

Para imam mazhab sepakat bahwa mudharabah adalah boleh


berdasarkan al-Qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas. Hanya saja, hukum ini
merupakan pengecualian dari masalah penipuan (gharar) dan ijarah yang belum
diketahui.
a. Al-qur’an
‫وءا خرون يضربون في األرض يبتغون من فضل هللا‬
“Dan yang lain berjalan dibumi mencari sebagian karunia allah”.32(Al-
Muzzammil: 20)

Mudharib (pengelola) adalah orang yang berpergian dibumi untuk


mencari karunia allah. Juga firman allah,

‫فإذا قضيت الصالة فانتشروا في األرض وابتغوا من فضل هللا واذكروا هللا كثيرا لعلكم تفلحون‬

“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebarlah kamu dibumi, dan carilah
karunia Allah”.(Al-Jum’ah: 10)
‫ه‬L‫دىكم وإنكنتم من قبل‬L‫ا ه‬L‫ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضال من ربكم فإذا أفضتم من عرفت فاذكروا هللا عند المشعر الحرام واذكروه كم‬
.‫لمن الضالين‬

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'arafat, berdzikirlah kepada
Allah di masy'arilharam.Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana
yang ditunjukkan-nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar
benar termasuk orang-orang yang sesat.”(Q.S, Al-baqarah: 198).
Ayat-ayat ini secara umum mencakup didalamnnya pekerjaan dengan
memberikan modal.

b. Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh syuhaib:

‫بيت ال‬LL‫ البيع إلى أجل والمقارضة وخلط البر بالشعير لل‬:‫ ثالثة فهن البركة‬:‫عن صهيب رضي هللا عنه أن النبي صل هللا عليه وسلم قال‬
‫للبيع‬
Dari Shuhaib r.a bahwa nabi saw bersabda: ada tiga perkara
yangdidalamnya terdapat keberkahan: jual beli tempo, muqaradhah,
mencampur gandum kasar dan gandum halus di rumah, tetapi bukan untuk
dijual.(HR. Ibnu Majah)

‫ أن ال‬:‫ أنه كان يشترط على الرجل إذا أعطاه ماال مقار ضة‬, ‫وعن حكيم بن حزام رضى اهللا عنه‬
‫ فإن فعلت شيئا من‬,‫ وال تنزل به فى بطن مسيل‬,‫ والتحمله في بحر‬, ‫تجعل مالى فى كبد رطبة‬
‫ وقال مالك في الموطاءعن العالء بن‬,‫ ّ رواه لدار قطنى ورجاله ثقات‬. ‫ذلك فقد ضمنت مالى‬
‫عبد الرحمن بن يعقوب عن ابيه عن جده أنه عمل في مال لعثمان على أن الربح بينهما‬
Dari Hakim bin Hizam r.a bahwasanya ia pernah mensayaratkankepada
seseorang jika ia memberi modal sebagai qiradh: “agar janganlah modalku itu
dipergunakan untuk barang yang bernyawa, jaganlah dibawa kelaut dan
menempuh banjir. Jika kau melakukan sesuatu dari syarat-syarat itu, maka
kaulah menanggung harta modalku” Imam Malik berkata dalam kitab
Muqaththa’ dari Al-Ala’ bin Abdurrahman bin Yaqub,dari ayahnya dari
neneknya bahwasanya ia pernah berdagang dengan modal milik Utsman
dengan syarat untung dibagi dua. ( HR Daruquthi).

Rukun dan Syarat-Syarat Mudzarabah


1. Rukun Mudharabah
Akad mudharabah memiliki beberapa rukun yang telah digariskan oleh
ulama guna menentukan sahnya akad tersebut, tetapi para ulama berbeda
pendapat tentang rukun mudharabah adalah ijab dan qabul yakni lafadz yang
menunjukkan ijab dan qabul dengan menggunakan mudharabah, muqaridhah,
muamalah, atau kata-kata seperti dengannya. Para ulama berbeda pendapat
mengenai rukun mudharabah, menurut ulama Malikiyah bahwa rukun
mudharabah terdiri dari: Ra’sulmal (modal), al-‘amal (bentuk usaha),
keuntungan, ‘aqidain (pihak yang berakad). Adapun menurut ulama Hanafiyah,
rukun mudharabah adalah ijab dan qabul dengan lafal yang menunjukkan
makna ijab dan qabul itu.
Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah rukun mudharabah ada enam
yaitu :
a. Pemilik dana (shahibul mal)
b. Pengelola (mudharib)
c. Ijab qabul (sighat)
d. Modal (ra’sul mal)
e. Pekerjaan (amal)
f. Keuntungan atau nisbah.

Menurut Jumhur Ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada


tiga, yaitu :
a. Dua orang yang melakukan akad (al-aqidani)
b. Modal (ma’qud alaih)
c. Shighat (ijab dan qabul )

Dari perbedaan para ulama diatas dipahami bahwa rukun pada akad
mudharabah pada dasarnya adalah :
a. Pelaku (shahibul mal dan mudharib)
Dalam akad mudharabah harus ada dua pelaku, dimana adayang
bertindak sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan yang lainnya menjadi
pelaksana usaha (mudharib).

b. Obyek mudharabah ( modal dan kerja)


Obyek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang
dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyertakan modalnya sebagai
obyek mudharabah, sedangkan pelaksanaan usaha menyerahkan kerjanya
sebagai obyek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa bentuk uang atau
barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa
berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.
Para fuqaha sebenarnya tidak memperbolehkan modal mudharabah
berbentuk barang. Modal harus uang tunai karena barang tidak dapat dipastikan
taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian (gharar) besarnya modal
mudharabah.
43Namun para Ulama Mazhab Hanafi membolehkannya dan nilai
barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh
mudharib dan shahibul mal.
Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang,
tanpa adanya setoran modal berarti shahibul mal tidak memberikan kontribusi
apa pun padahal mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki
melarang itu karena merusak sahnya akad.

c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab dan qabul)


Persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip
antaraddin minkum (saling rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela
bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Pemilik dana
setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana
usaha pun setuju dengan perannnya untuk mengkontribusikan kerja.

d. Nisbah keuntungan
Nisbah yakni rukun yang menjadi ciri khusus dalam akad mudharabah.
Nisbah ini merupakan imbalan yang berhak diterima oleh shahibul mal ataupun
mudharib. Shahibul mal mendapatkan imbalan dari penyertaan modalnya,
sedangkan mudharib mendapatkan imbalan dari kerjanya

2.Syarat-syarat Mudzarabah

Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun


mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat sah mudharabah yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut :
a. Shahibul mal dan mudharib
Syarat keduanya adalah harus mampu bertindak layaknya
sebagai majikan dan wakil. Hal itu karena mudharib berkerja atas
perintah dari pemilik modal dan itu mengandung unsur wakalah yang
mengandung arti mewakilkan. Syarat bagi keduanya juga harus orang
yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, dan tidak ada unsur
yang menggangu kecapakan, seperti gila, sakit dan lain-lain. Selain
itu, jumhur ulama juga tidak mensyaratkan bahwa keduanya harus
beragama Islam, karena itu akad mudharabah dapat dilaksanakan
oleh siapapun termasuk non-muslim.
b. Sighat ijab dan qabul

Sighat harus diucapkan oleh kedua pihak untuk menunjukkan


kemauan mereka, dan terdapat kejelasan tujuan mereka dalam
melakukan sebuah kontrak. 51 Lafadz-lafadz ijab, yaitu dengan
menggunakan asal kata dan derivasi mudharabah, muqaradhah dan
muamalah serta lafadz-lafadz yang menunjukkan makna-makna
lafadz tersebut. Sedangkan lafadz-lafadz qabul adalah dengan
perkataan ‘amil (pengelola), “saya setuju,” atau, “saya terima,” dan
sebagainya. Apabila telah terpenuhi ijab dan qabul, maka akad
mudharabah-nya telag sah.
c. Modal
Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh shahibul
mal kepada mudharib untuk tujuan investasi dalam akad
mudharabah. Syarat yang berkaitan dengan modal, yaitu :
1) Modal harus berupa uang
2) Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya
3) Modal harus tunai bukan utang
4) Modal harus diserahkan kepada mitra kerja52
Menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i apabila modal itu dipegang
sebagiannya oleh pemilik modal tidak diserahkan sepenuhnya,
maka akad itu tidak dibenarkan. Namun, menurut Mazhab
Hanbali, boleh saja sebagian modal itu berada ditangan pemilik
modal, asal saja tidak menganggu kelancaran jalan perusahaan
tersebut.

d. Nisbah keuntungan
Keuntungan atau nisbah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal. Keuntungan harus dibagi secara proporsional
kepada kedua belah pihak, dan proporsi (nisbah) keduanya harus
dijelaskan pada waktu melakukan kontrak. Pembagian keuntungan
harus jelas dan dinyatakan dalam bentuk prosentase seperti 50:50,
60:40, 70:30, atau bahkan 99:1 menurut kesepakatan bersama. 53
Biasanya, dicantumkan dalam surat perjanjian yang dibuat dihadapan
notaris. Dengan demikian, apabila terjadi persengketaan, maka
penyelesaiannya tidak begitu rumit.
Karakteristik dari akad mudharabah adalah pembagian
untung dan bagi rugi atau profit and loss sharring (PLS), dalam akad
ini return dan timing cash flow tergantung kepada kinerja riilnya.
Apabila laba dari usahanya besar maka kedua belah pihak akan
mendapatkan bagian yang besar pula. Tapi apabila labanya kecil
maka keduanya akan mendapatkan bagian yang kecil pula. Besarnya
nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak
yang melakukan kontrak, jadi angka besaran nisbah ini muncul dari
hasil tawar menawar antara shahibul mal dengan mudharib, dengan
demikian angka nisbah ini bervariasi seperti yang sudah disebutkan
diatas, namun para fuqaha sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak
diperbolehkan.
Apabila pembagian keuntungan tidak jelas, maka menurut
ulama mazhab Hanafi akad itu fasid (rusak). Demikian juga halnya,
apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa kerugian harus
ditanggung bersama, maka akad itu batal menurut mazhab Hanafi.
Hikmah disyariatkannya mudharabah adalah untuk memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan hartanya dan sikap
tolong menolong di antara mereka, selain itu, guna menggabungkan
pengalaman dan kepandaian dengan modal untuk memperoleh hasil yang
terbaik.
Penutup
Hikmah disyariatkannya mudharabah adalah untuk memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan hartanya dan sikap
tolong menolong di antara mereka, selain itu, guna menggabungkan
pengalaman dan kepandaian dengan modal untuk memperoleh hasil yang
terbaik.
Menurut para ahli fikih (fuqaha’), keabsahan akad ini
mensyaratkan adanya kemampuan manajerial yang bertendensi pada
profit atau laba (al-ribhu). Menurut al-Sarakhsi,masyarakat
memerlukan akad ini karena adanya simbiosis mutualisme antara
pemilik modal yang ingin berinvestasi dan pekerja atau manajer yang
cakap dalam mengurus modal. Jadi, akad mudharabah ini sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (growth) yang berdampak
pada kesejahteraan masyarakat luas. Bagi mereka, keuntungan dari
transaksi ini sangat mempengaruhi semangat kerja untuk terus
melakukan upaya perniagaan dan perkongsian halal yang pada
gilirannya akan mengantarkan mereka pada maqom investor atau
pemilik modal.

Anda mungkin juga menyukai