Anda di halaman 1dari 8

AKAD MUDHARABAH

A.    Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu rizeki.
Mudharabah adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seorang
pakar dalam berdagang, di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah oleh ulama fiqh
Hijaz menyebutkan dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan). Pemilik modal memotong
sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.
Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak)
mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan, dan laba dibagi
dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-
dharb fi al ardh, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-Jaziri
mengatakan, Mudharabah menurut bahasa berarti ungkapan pemberian harta dari seseorang
kepada orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara
mereka berdua, dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan menurut istilah syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak untuk
bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana kepada
pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara mereka
berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Secara terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau qirad dengan :

‫ك اِلَى ْال َعا ِم ُل َمااًل يَتَ َج َر فِ ْي ِه َويَ ُك ْو ُن الَّر ْب ُح ُم ْشتَ ِر ًكا‬


ُ ِ‫َأ ْن يَ ْد فَ ٍع اَ ْل َما ل‬
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan
oleh pemilik modal, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi
menurut kesepakatan bersama.
Secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian si pengelola. Namun, apabila kerugian itu
disebabkan kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.

B.     Dasar Hukum Mudharabah
1.      Al-Qur’an
Akad Mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu
antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak diantara
pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya,
sementara itu banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal
untuk berdagang. Atas dasar tolong menolong dalam pengelolaan modal tersebut, Islam

1
memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan
seseorang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal tersebut.
Pada masa jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh generasi
berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi kenyataan hajat bagi
setiap manusia. Qirad ini memberikan nilai tambah antara keduanya yang mengandung
sifat tolong menolong, karena orang yang mempunyai modal tetapi tidak pandai
berdagang, atau tidak berkesempatan, sedangkan yang lain pandai dan cakap lagi
mempunyai waktu yang cukup, tetapi tidak mempunyai modal, maka keduanya bisa
saling mengisi demi kemajuan bersama.
Qirad benar-benar diakui keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat Islam)
berdasarkan dalil naqly baik berupa nash maupun berdasarkan hadis Nabi Muhammad
saw. Dalil naqly tersebut sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan tinggalkanlah
(jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika kamu benar beriman
kepada-Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rosul-Nya akan menerangimu. Tapi, jika kamu tobat (kembali kepada ajaran Allah), m
aka kamu boleh menerima modalmu, sehingga kamu tidak menganiaya si peminjam dan
kamu tidak pula dianiayanya”.  (QS. Al-Baqarah: 278-279).
Ayat Al-Qur’an lain yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah
untuk bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:

“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari
Allah”.  (QS. Al-Muzammil: 20).
Maksud dari QS. al-muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan
akar kata Mudharabah yang berarti melakuakn suatu perjalanan usaha.

“Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan)
dari Tuhanmu”.  (QS. Al-Baqarah: 198).

2.      Hadis
Sebelum Rasulullah  diangkat menjadi Rasul, Rasulullah pernah melakukan
Mudharabah dengan Khadijah, dengan modal dari Khadijah. Beliau pergi ke Syam
dengan membawa modal tersebut untuk diperdagangkan.

َ ‫ث فِ ْي ِه َّن ْالبَ َر َكةُ ْالبَ ْي ُع ِإ‬


‫لى اَ َج ٍل‬ ٌ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثَال‬ َ َ‫ق‬
َ ِ‫ال َرس ُُّو ُل هللا‬
‫ت الَلِ ْلبَي ِْع‬ِ ‫ضةُ َواَ ْخالَطُ ْالبُرِّ بِاال َّش ِعي ِْر لِ ْلبَ ْي‬
َ ‫ار‬ َ َ‫َو ْالمق‬
Rasulullah saw bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual
beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil) dan mencampur gandum putih dengan
gandum merah untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” 

‫اربَةً اِ ْشتَ َرطَ َعلَى‬ َ ‫ض‬َ ‫ال ُم‬ َ ‫ َدفَ َع ْال َم‬x‫ب اِ َذا‬ِ ِّ‫ان َسيِّ ِدنَا ْال َعبَّاسُ ب ِْن َع ْب ِد ْال ُمطَل‬َ ‫َك‬
ً‫ي ِب ِه َدابَّة‬
َ ‫ َواَل يَ ْن ِز َل بِ ِه َوا ِديًا َواَل يَ ْشتَ ِر‬,‫ك بِ ِه بَحْ رًا‬ َ ُ‫احبِ ِه اَ ْن اَل يَ ْسل‬ِ ‫ص‬َ
2
ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫ض ِم َن فَبَلَ َغ َشرْ تُهُ َرس ُْو ُل هللا‬ ْ ‫ات َكبِ ٍد َر‬
َ ِ‫طبَ ٍة فَِإ ْن فَ َع َل َذل‬
َ ‫ك‬ َ ‫َذ‬
ُ‫َعلَ ْي ِه َوا‘لِ ِه َو َسلَّم فََأ َجا ُزه‬
“Abbas  bin  Abdul  Muthallib  jika  menyerahkan  harta  sebagai Mudharabah,  ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika  persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar 
Rasulullah,  beliau membenarkannya”(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
3.      Ijma’
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari
kakeknya: “Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta anak yatim dengan cara
Mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta tersebut lalu dia mendapatkan
(bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal. ”Ibnu Qadamah
dalam kitab Al-Mughni dari malik bin Ila’ bin Abdurrahman dari bapaknya: “Bahwa
Utsman telah melakukan qirad (Mudharabah)”. Semua riwayat tadi didengarkan dan
dilihat oleh sahabat sementara tidak ada satu orang  pun mengingkari dan menolaknya,
maka hal itu merupakan ijma’ mereka tentang kemubahan Mudharabah ini.

C.     Syarat dan Rukun Mudharabah


Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:
1.      Harta atau Modal 
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk
barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang
yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan
usaha.
2.      Keuntungan
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang
mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik
modal harus jelas prosentasinya.
b. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam
kontrak.
c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan
seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.
Menurut madzhab Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan
dari pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju
(terima) dari pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul),
jika pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu
telah memenuhi rukunnya dan sah.

3
Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
a. Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola
dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh
(berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki
kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
b. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal),
usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan
tersebut), keuntungan;
c. Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan
terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik
modal (qabul).

D.    Jenis-jenis Mudharabah
Mudharabah dibagi menjadi tiga yaitu:
1.      Mudharabah Mutlaqah (URIA)
Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahib al-mal(penyedia dana)
dengan mudharib (pengelola) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan
kekuasaan yang sebesar-besarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya. Jadi bank
memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang
diperkirakan menguntungkan.
Penerapan umum dalam produk ini adalah:
a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b. Untuk tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan. Sebagai
bukti penyimpanan serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada
penabung.
c. Tabungan Mudharabah  dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan
perjajian yang disepakati namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
d. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 

2.      Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet


Mudharabah muqayyadah on balance sheet adalah akad Mudharabah  yang disertai
pembatasan penggunaan dana dari shahib al-mal untuk investasi-investasi tertentu.
Contoh pengelolaan dana dapat diperintahkan untuk:
a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.
b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa pinjaman,
tanpa jaminan; atau
c. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak
ketiga.

4
Jenis Mudharabah  ini merupakan simpanan khusus di mana pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis
simpanan ini adalah:
a. Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank,
wajib membuat akad yang mengatur persyaratn penyaluran dana simpanan khusus.
b. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
c. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana dari rekening lainnya.

3.      Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet


Jenis Mudharabah ini merupakan penyaluran dana Mudharabah langsung kepada
pelaksanaan usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis
(pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini adalah:
a. Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri
dalam rekening administratif.
b. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.
c. Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara
pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.

Dalam lembaga keuangan akad tersebut diterapkan untuk proyek yang dibiayai
langsung oleh dana nasabah, sedangkan lembaga keuangan hanya bertindak sebagai
wakil yang mengadministrasikan proyek itu.

E.     Hikmah Mudharabah
Sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk
memproduktifitaskannya. Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia
mempunyai kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan
muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi
modal), sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal)
dengan demikian tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak
menetapkan segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan
terbendungnya kesulitan.
Adapun hikmah dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan,
kefakiran dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling

5
menyayangi antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan orang
yang pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya tersebut.

F.      Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1.      Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal, secara tertulis
maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283
yang menekankan agar perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2.      Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib al-mal dan
beberapa mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara beberapa shahib al-mal dan
beberapa mudharib.
3.      Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan modal Mudharabah
kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian Mudharabah menjadi
tidak sah.
4.      Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum dan cakap
diangkat sebagai wakil.
5.      Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan
upaya.
6.      Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib al-mal
ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.
7.      Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.
8.      Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian Mudharabah.
9.      Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada mudharib dengan
nisbah (prosentase).
10.  Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha tersebut. Sebagaimana
dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada saat berakhirnya jangka waktu
perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya salah satu pihak, yaitu shahib al-mal
atau mudharib, atau karena salah satu pihak memberitahukan kepada pihak lainnya
mengenai maksudnya untuk mengakhiri perjanjian Mudharabahitu.

G.    Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah  menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.     Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak
dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah
atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal 
dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah.
Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal.
Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya.
Karena mudharib dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani
kerugian kecuali karena kecerobohannya.
2.     Pengelola atau mudharib  sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam
memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika

6
seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal
karena penyebab dari kerugian tersebut.
3.     Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah  akan menjadi
batal. Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan
modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan
kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu
pengelola usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya
dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang
sudah  disepakati.
Jika Mudharabah  telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan),
maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu
merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik
modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola
mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan
menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.

Anda mungkin juga menyukai