MUDHARABAH
Di susun oleh :
1
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dikaksud mudharabah?
2. Apa dasar hukum mudharabah?
3. Apa saja rukun dan syarat mudharabah
4. Apa saja jenis-jenis akad dalam mudharabah?
5. Bagaimana kedudukan mudharabah dan biaya pengelolaan mudharabah?
6. Siapa penanggung jawab terhadap resiko mudharabah?
7. Apa saja perkara yang membatalkan mudharabah?
3. Tujuan
Dengan rumusan masalah demikian penulis berharap pembaca dapat :
1. Mengrtahui pengertian mudharabah
2. Mengetahui dasar hukum mudharabah 3. Mengetahui rukun dan syarat
mudharabah
4. Mengetahui jenis-jenis akad mudharabah
5. Mengetahui kedudukan mudharabah dan biaya pengelolanya
6. Mengetahui penanggung jawab resiko mudharabah
7. Mengetahui perkara yang mrmbatalkan mudharabah
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Mudharabah
Secara etimologis, mudharabah berasal dari kata dharaba – yadhribu – dharban
yang artinya memukul. Dengan ditambahnya alif pada dho’, maka kata ini memiliki
konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para
fukoha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada
pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi”
kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka
bumi.
Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak
sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk merujuk pola
perniagaan yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si
pemilik modal memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan
sebagian dari labanya.
Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama
memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya
sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntungan.
Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si
pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan
dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah
pihak sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal. Para ulama
sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al-Qur’an, as-
Sunnah, Ijma’ dan qiyas.2
2
b. Sumber Hukum
1) Al-Qur’an
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebarkanlah kamu dimuka
bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS 62:10)
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan).”
(QS 2:198).
2) As-Sunnah
Dari shalih bin suaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal
yang didalamnya terdapat keberkatan: Jual beli secara tanngguh,
muqaradhah (mudharabah) dan mencampur adukan dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).
3) Ijma
Diantara ijma mudharabah adanya riwayat yang menyatakan bahwa
jemaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah,
perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya.
4) Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqoh (menyuruh seorang untuk
mengelola kebun) selain diantara manusia ada yang miskin ada pula yang
kaya, disuatu sisi lain banyak orang kaya yang tidak dapat
mengusahakan hartanya, di sisi lain tidak sedikit orang miskin yang mau
bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian adanya
mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua
golongan diatas, yakni untuk kemashalatan manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan mereka.
c. Rukun Mudharabah
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qobul,
yakni lafad yang menunjukan ijab dan qobul dengan menggunakan mudharabah,
muqaridhah, muamalah, atau kata-kata yang searti dengannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua orang
melakukan akad (al-aqidani), modal (ma’qud alaih), dan shiqad (ijab dan qabul),
sedanngkan ulama syafi’iyah lebih merici lagi menjadi lima rukun yaitu: modal,
pekerjaan, laba, shighat, dan dua orang yang akad.
c. Jenis Mudharabah
Jenis Mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu: mudharabah
Muthalaqoh, Mudharabah Muqayyadah, dan Mudharabah Musytarakah.
1. Mudharabah Muthalaqoh adalah mudharabah di mana pemilik dananya
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelola
investasinya. Dan mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana
memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi,
cara, atau objek investasi atau sektor usaha.
3. Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah di mana pengelola dana
menyerahkan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
d. Sifat Mudharabah
Ulama fiqih sepakat bahwa akad dalam mudharabah sebelum dijalankan oleh
pekerja termaksud akad yang tidak lazim. Apabila sudah dijalankan oleh pekerja,
diantara ulama terdapat perbedaan pendapat, ada yang berpendapat termaksud akad
yang lazim, yakni dapat diwariskan seperti pendapat imam malik, sedangkan menurut
ulama syafi’iyah, malikiyah dan hanabilah akad tersebut tidak lazim, yakni tidak dapat
diwariskan.
1. Syarat Aqidani
Di syaratkan bagi orang yang melakukan akad, yakni pemilik modal dan
pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil sebab mudharib
mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.
2. Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya, yakni
segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
c. Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak harus ada tempat akad.
Juga dibolehkan mengusahakan harta yang dititipkan kepada oranng lain,
seperti mengatakan:”Ambil harta saya di si fulan kemudian jadikan
modal usaha”
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha, hal itu dimaksudkan agar
pengusaha dapat mengusahakannya, yakni menggunakan harta tersebut
sebagai amanah
3. Syarat-syarat Laba
a. Laba harus memiliki ukuran
Mudharabah yang dimaksudkan untuk mendapatkan laba, dengan
demikian pengusaha dibolehkan menyerahkan laba sebesar Rp.5000,00
misalnya untuk dibagi diantara keduanya tanpa menyebutkan ukuran laba
yang diterimanya.
b. Laba harus berupa bagian yang umum (Masyhur)
Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku secara umum,
seperti kesepakatan diantara orang yang melangsungkan akad bahwa
setengah laba adalah untuk pemilik modal, sedanngkan setengah lainnya
lagi diberikan kepada pengusaha. Akan tetapi tidak boleh menetapkan
jumlah tertentu bagi satu pihak lain, seperti menetapkan laba Rp.1000
bagi pemilik modal dan menyerahkan sisanya bagi pengusaha.
3. . Hukum Mudharabah
Hukum mudharabah terbagi dua yaitu: Mudharabah Sahih dan Mudharabah Fasid
1) Hukum mudharabah fasid
Beberapa hal dalam mudharabah fasid yang mengharuskan pemilik modal
memberikan upah kepada pengusaha antara lain:
a) Pemilik modal memberikan syarat kepada pengusaha dalam membeli,
menjual, atau mengambil barang
b) Pemilik modal mengharuskan pengusaha untuk bermusyawarah sehingga
pengusaha tidak bekerja, kecuali atas seizinnya
c) Pemilik modal memberikan syarat kepada pengusaha agar
mencampurkan harta modal tersebut dengan harta orang lain atau barang
lain miliknya
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam) atau terbunuh dalam keadaan
murtad, atau tergabung dengan musuh serta karena diputuskan oleh hakim atas
pemberontakan hal itu membatalkan mudharabah sebab bergabung dengan
musuh sama saja dengan mati.
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan, mudharabah menjadi batal. Hal ini
karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal rusak, mudharabah
batal. Begitu pula nudharabah dianggap rusak jika modal diberikan kepada
Dalam mudharah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena
yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugian (loss).
Sehingga untuk pembahasan selanjutnya akan digunakan istilah prinsip bagi hasil
3
seperti yang digunakan dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998, karena apabila usaha
tersebut gagal kerugian tidak dibagi diantara pemilik dana dan pengelola dana tetapi
harus ditanggung sendiri oleh pemilik dana.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan pengakuan
penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi
hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan
mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Jika mudharabah melebihi satu periode
pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai
nisbah yang disepakati.
e) Hasil Usaha
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
f) Akad mudharabah berakhir
Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara investasi mudharabah setelah
dikurangi penyisihan kerugian investasi dan pengembalian investasi
mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
g) Penyajian
Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporang keuangan
sebesar nilai tercatat yaitu nilai investasi mudharabah dikurangi penyisihan
kerugian (jika ada).
h) Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapan hal-hal yang terkait dengan transaksi mudharabah,
tetapi tidak terbatas pada:
1. Isi kesepakatan utama usaha mudharabah seperti: porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain.
2. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya.
3. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan.
4. Pengungkapan yang diperlukan sesuai penyajian laporan keuangan syari’ah.
4
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Akad mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha.
Oleh sebab itu, akad mudharabah merupakan suatu transaksi pembiayaan atau
investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting
dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana.
Hal ini disebabkan bahwa laba dibagi atas dasar nishab bagi hasil menurut kesepakatan
kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik
dana kecuali disebabkan oleh pengelola dana.
Tedapat beberapa jenis akad mudharabah, namun seluruh jenis akad mudharabah
tersbut harus memenuhi rukun dan ketentuan syari’ah yang mengacu pada Al-Qur’an,
As-Sunah, Ijma, dan Qiyas.
Kaum Muslimin sudah terbiasa melakukan kerja sama semacam mudharabah hingga
jaman sekarang ini, di berbagai masa dan tempat tanpa ada ulama yang
menyalahkannya. Ini merupakan konsensus yang diyakini umat, karena cara ini sudah
digunakan bangsa Quraisy secara turun-temurun, dari zaman jahiliyah hingga zaman
Nabi, kemudian beliau mengetahui, melakukan dan tidak mengingkarinya.
“Allah telah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba...(Q.S.Al-Baqarah:275)
“Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah” (QS.Al
Mujammil:20)
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (Rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu”. (QS.Al Baqarah: 19