Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

AKUNTANSI MUDHARABAH

Dosen Pengampu
Ubaedul Mustofa, S.H.I., M.S.I

Disusun Oleh :

1. Nimas Aulia Septiani (7101420031)


2. Vivi Audya Indah M. (7101420105)
3. Rafi Shafrizal (7101420280)
4. Nabila Sekar Langit (7101420360)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


SEMARANG
2022
AKUNTANSI MUDHARABAH

A. Pengertian Mudharabah
Mudharabahberasal dari bahasa arab dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, al-
mudharabahadalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabahdibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggungoleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola,
seandainya keru-gian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Khaddafi
dkk., 2017)
Berikut definisi dan pengertian mudharabah dari beberapa sumber buku:
● Menurut Ismail (2015), mudharabah adalah akad perjanjian antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan kerja sama usaha. Satu sebagai penyedia modal sebesar
100% yang disebut sebagai Shahibul Maal dan pihak lainnya sebagai pengelola
usaha yang disebut sebagai Mudharib.
● Menurut Naf'an (2014), mudharabah adalah akad antar pihak pemilik modal
(shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau
keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang
telah disepakati di awal akad.
● Menurut Umam (2016), mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana
(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi
(profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara
kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
● Menurut Karim (2006), mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak
dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah
modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaku usaha, dengan tujuan
untuk mendapatkan uang.
● Menurut Dahlan (2012), mudharabah adalah bentuk kontrak kerja sama yang
didasarkan pada prinsip profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang
kedua menjalankan usaha. Modal disini berupa uang dan tidak boleh berbentuk
barang. Pemilik modal dapat disebut shahibul maal, rabbul maal, atau propretior.
Pengelola modal disebut mundharib. Modal yang digulirkan disebut ra'sul maal.

B. Dasar Hukum Mudharabah


Landasan hukum syariah yang membahas mengenai mudharabah lebih merujuk
kepada anjuran untuk melakukan kegiatan usaha. Landasan hukum mudharabah
terdapat dalam Al-Quran, Al-Hadist maupun Ijma Ulama, yaitu sebagai berikut:
a. Al-Quran
Surat Al-Muzzammil ayat 20, yaitu:

Artinya: "Dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT".(Q.S Al-Muzzammil : 20)
Surat Al-Jumu'ah ayat 10, yaitu:

Artinya: "Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah SWT". (Q.S Al-Jumu'ah : 10)

b. Al-Hadits
HR Ibnu Majah No.2280 dalam kitab At-Tijarah, yaitu:
Artinya: Dari Shalih bin Shuhaib R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tiga hal
yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual".

c. Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Qiyas merupakan dalil lain
yang membolehkan mudharabah dengan mengqiyaskannya (analogi) kepada
transaksi musaqat, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan.
Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan
menyiram, memelihara dan merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang
perawat (penyiram) mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan di
depan dari out put perkebunan (pertanian). Dalam mudharabah, pemilik dana
(shahibul maal) dianalogikan dengan pemilik kebun, sedangkan pemeliharaan
kebun dianalogikan dengan pengusaha (entrepreneur).

C. Jenis Mudharabah
Menurut Muhammad (2014), pembiayaan dengan prinsip mudharabah terdiri dari dua
jenis, yaitu:
a. Mudharabah Muthlaqah
Merupakan akad yang pemilik modalnya memberikan modal kepada
‘amil(pengelola) tanpa disertai dengan pembatasan (qaid), contohnya
seperti kata pemilik modal :”Saya berikan modal ini kepada anda dengan
mudharabah, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi dua atau dibagi tiga”,
dalam akad tersebut tidak ada keuntungan atau pembatasan mengenai tempat
kegiatan usaha, jenis usaha, barang yang dijadikan objek usaha,dan ketentuan-
ketentuan lain.(Sri Wahyuni, t.t.)
b. Mudharabah Muqayyadah
Muqayyadah merupakan akad mudharabah yang mana dalam melakukan
kegiatan usahanya, pemilik dana (shahibul maal) memberikan syarat-syarat tertentu
atau dibatasi dengan adanya spesifikasi tertentu kepada pengelola dana. Adanya
pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal
dalam jenis dunia usaha. Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah
restricted mudharabah atau specified mudharabah adalah kebalikan dari
mudharabah muthlaqah.
Akad mudharabah muqayyadah ada dua macam, yaitu:
1. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet, yaitu akad kerja sama usaha yang
mana mudharib ikut menanggung resiko atas kerugian dana yang diinvestasikan
oleh Shahibul Maal. Dalam akad ini, Shahibul Maal juga memberi batasan
secara umum misalnya, batasan tentang jenis usaha, jangka waktu pembiayaan,
dan sektor usahanya. Karakteristik jenis simpanan ini; Pertama, pemilik dana
harus wajib menetapkan syarat atau membuat akad yang wajib di penuhi oleh
Mudharib. Kedua, bank wajib memberitahu pemilik dana mengenai nisbah dan
tata cara bagi hasil serta pembagian secara risiko yang dicantumkan dalam
akad. Ketiga, sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan
khusus yang memisahkan dana dari rekening lainnya. Keempat, untuk Deposito
Mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan
(bilyet) deposito kepada deposan.
2. Mudharabah Muqayyadah Of Balance Sheet, yaitu jenis mudharabah yang
merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya,
dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik
dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang
akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya. Karakteristik jenis penyimpanan ini
diantaranya Pertama, sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti
simpanan khusus yang memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan
khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif. Kedua, dana
simpanan khusus harus disalurkan langsung kapada pihak yang diamanatkan
oleh pemilik dana. Ketiga, bank menerima komisi atas jasanya mempertemukan
kedua belah pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku
nisbah bagi hasil.

D. Rukun dan Syarat Mudharabah


Dalam hal rukun akad mudharabah terdapat beberapa perbedaan pendapat antara
Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
yang menjadi rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul. Sedangkan Jumhur
Ulama menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas orang
yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya terbatas pada
rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi,Ulama
Hanafiyahmemasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain
Ijab dan Qabul sebagai syarat akad mudharabah. (Bagan dkk., 2013)
Dari beberapa pendapat diatas maka rukun dari akad mudharabah terdiri atas :
1. Shahibul maal/rabulmal (pemilik dana/nasabah)
2. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank),
3. Amal (usaha/pekerjaan), dan
4. Ijab Qabul.
Syarat-syarat sah Mudharabah adalah berhubungan dengan rukun-rukun Mudharabah
itu sendiri. Syarat-syarat sah Mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu
berbentuk emas atau perak batangan (tabar) emas hiasan atau barang dagangan
lainnya, maka Mudharabah tersebut batal.
2. Bagi orang yang melakukan akad, disyaratkan mampu melakukan tasharruf, maka
akan dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang di
bawah pengapuan.
3. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan
dibagikan kepada dua belah pihak, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
4. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas
persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga, atau seperempat.
4. Melafadkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu
untuk dagang, jika ada keuntungan akan dibagi dua dan qabul dari pengelola.
5. Mudharabah bersifat mutlak pemilik, pemilik modal tidak mengikat pengelola
harta untuk berdagang di Negara tertentu, memperdagangkan barang-barang
tertentu, pada waktu sementara di waktu lain tidak karena persyaratan yang
mengikat sering menyimpang dari tujuan akad Mudharabah, yaitu keuntungan.
Bila dalam Mudharabah ada persyaratanpersyaratan, maka Mudharabah tersebut
menjadi rusak (fasid) menurut pendapat al-Syafi’i dan Malik. Sedangkan menurut
Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal, Mudharabah tersebut sah

E. Ketentuan-Ketentuan Lain pada Akad Mudharabah


a. Ketentuan Mudharabah
1. Pelaku
1) Pelaku harus cakap hukum dan baligh
2) Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama muslim atau non muslim
3) Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia
boleh mengawasi.
2. Modal
1) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang dan asset lainnya
(dinilaisebesarnilaiwajar), harus jelas jumlah dan jenisnya
2) Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti
pemilik dan tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola dan
harus bekerja.
3) Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan
dari keuntungan.
4) Pada akad mudharabah mutlaqah, mudharib tidak diperbolehkan
melakukan tindakan-tindakan yang keluar dari ketentuan syara’
5) Pada akad mudharabah muqayyadah, mudharib dalam pengelolaan ,modal
tidak boleh menjalankan modal diluar usaha yang telah ditentkan bersama
dengan pemilik modal.
3. Mudharib boleh melaksanakan berbagai macam usaha sesuai dengan akad yang
telah disepakati bersama antara bank syariah dan nasabah. Bank syariah tidak
ikut serta dalam mengelola perusahaan, akan tetapi memilik hak untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mudharib.
4. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh
pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh
pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
Menurut ahli fiqh Syafi’iyah didalam kitab Fathul qorib, jika usaha mudharabah
mengalami kerugian maka ditutup dengan keuntungan, dan jika masih ada
kerugian maka kerugian tadi ditanggung oleh pemilik modal. Hal ini
dikecualikan jika kerugian tersebut diakibatkan kesalahan pekerja maka
kerugian ditanggung oleh pekerja sendiri.
5. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern
6. Nisbah keuntungan
1) Prosentase. Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase
antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal Rp
tertentu.
2) Bagi untung dan bagi hasil Ketentuan diatas itu merupakan konsekuensi
logis dari karakteristik akad mudharabah itu sendiri, yang tergolong ke
dalam kontrak investasi. Dalam kontrak ini, return dan timing cash flow
kita tergantung pada kinerja sector rillnya. Bila laba bisnisnya besar, kedua
belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya kecil,
mereka mendapat bagian yang kecil juga. Filosofi ini hanya dapat berjalan
jika nisbah laba ditentukan dalam bentuk prosentase.
3) Jaminan. Untuk menghindari adanya moral hazard dari pihak mudharib
yang lalai atau menyalahi kontrak ini, maka shahib al-mal dibolehkan
meminta jaminan tertentu kepada mudharib. Jadi tujuan pengenaan jaminan
dalam akad mudharabh adalah untuk menghindari moral hazard mudharib,
bukan untuk “mengamankan” nilai investasi kita jika terjadi kerugian
karena faktor bisnis. Tegasnya, bila kerugian yang timbul disebabkan
karena faktor bisnis, jaminan mudharib tidak dapat disita oleh shahib al-
mal.
4) Menentukan besarnya nisbah. Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan
kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi angka besaran
nisbah ini muncul sebagai hasil tawar menawar antara shahib al-mal
dengan mudharib. Dengan demikian angka nisbah ini bervariasi. Namun
para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan.
5) Cara menyelesaikan kerugian
a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan
merupakan pelindung modal.
b. Bila keuntungan melebihi keuntungan, baru diambil pokok modal

7. Pembatalan Mudharabah
1) Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
2) Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal
atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
akad.
3) Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang
pemilik modal meninggal dunia, mudharabah jadi batal
b. Ketentuan mudharabah menurut fatwa MUI
Pembiayaan mudharabah ini didasarkan pada fatwa DSN-MUI No
:07/DSNMUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan mudharabah (Qiradh). Fatwa ini
menjelaskan tentang ketentuan umum pembiayaan mudharabah sebagai berikut :
1. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS
(Lembaga Keuangan Syariah) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang
produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai
100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah)
bertindak sebagai mudharib (pengelola usaha).
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana , dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan
pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam menejemen
perusahaan /proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
6. LKS sebagai penyediaan dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta ‚jaminan‛ dari
mudharib dari pihak III. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama
dalam akad.
8. Kriteria pengusaha,prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. i. Biaya
operasional dibebankan kepada mudharib. j. LKS tidak melakukan kewajiban
atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan , mudharib berhak
mendapati ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan
Fatwa yang sama juga menjelaskan beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan
pembiayaan mudharabah (qiradh) ini :
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan semua kejadian di masa depan
yang belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena pada dasarnya
akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.

Dasar yang digunakan dalam fatwa ini antara lain nash-nash Al-Qur’an, Assunah,
Ijma’, Qiyas, dan pendapat ulama. Fatwa ini menggunakan Al-Qur’an surah An-
Nisa’ : 29, Al-Baqarah : 283, Al-Maidah : 1, dan 2. Adapun hadis yang digunakan
sebagai dasar adalah hadis yang menjadi dalil mudharabah (HR: At-Thabrani dari
Ibnu Abbas), hadis Shihaib dari Ibnu Majah, hadis At-Tirmidzi dari Amr Bin Auf
tentang perdamaian. Mengenai ijma’ fatwa ini mengutip ijma’ sahabat yang sama
(Wahbah Zuhaily, Al-fiqh Al-islami Wa Adilatuhu, 1989,IV/838).

c. Ketentuan mudharabah menurut kompilasi hukum ekonomi syariah (KHES)


Ketentuan mudharabah menurut kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah sebagai
berikut :
Pasal 238
(1) Status benda yang berada di tangan mudharib yang diterima dari shahibu al-mal
adalah modal.
(2) Mudharib berkedudukan sebagai wakil shahib al-mal dalam menggunakan
modal yang diterimanya.
(3) Keuntungan yang dihasilkan dalam mudharabah menjadi milik bersama.

Pasal 239
(1) Mudharib berhak membeli barang yang dengan maksud menjualnya kembali
untuk memperoleh untung.
(2) Mudharib berhak menjual dengan harga tinggi atau rendah, baik dengan tunai
maupun cicilan.
(3) Mudharib berhak menerima pembayaran dari harga barang dengan pengalihan
piutang.
(4) Mudharib tidak boleh menjual barang dalam jangka waktu yang tidak bisa
dilakukan oleh para pedagang.

Pasal 240
Mudharib tidak boleh menghibahkan, menyedakahkan, dan, atau meminjamkan
harta kerja sama, kecuali bila mendapat izin dari pemilik modal.

Pasal 241
(1) Mudharib berhak memberi kuasa kepada pihak lain untuk bertindak sebagai
wakilnya untuk membelu dan menjual barang jika telah disepakati dalam akad
mudharabah.
(2) Mudharib berhak mendepositokan dan menginvestasikan harta kerja sama
dengan sistem syariah.
(3) Mudharib berhak menghubungi pihak lain untuk melakukan jual beli barang
sesuai kesepakatan dalam akad.

Pasal 242
(1) Mudharib berhak atas keuntungan sebagai imbalan pekerjaannya yang
disepakati dalam akad.
(2) Mudharib tidak berhak mendapatkan imbalan jika usaha yang dilakukan rugi.

Pasal 243
(1) Pemilik modal berhak atas keuntungan berdasarkan modalnya yang disepakati
dalam akad.
(2) Pemilik modal tidak berhak mendapatkan keuntungan jika usaha yang dilakukan
oleh Mudharib merugi.

Pasal 244
Mudharib tidak boleh mencampurkan kekayaannya sendiri dengan harta kerja sama
dalam melakukan mudharabah, kecuali bila sudah menjadi kebiasaan di kalangan
pelaku usaha.

Pasal 245
Mudharib dibolehan mencampurkan kekayannya sendiri denga harta mudharabah
jika mendapat izin dari pemilik modal dalam melakukan usaha-usaha khusus
tertentu.

Pasal 246
Keuntungan hasil usaha yang menggunakan modal campuran/shahib al-mal dengan
mudharib, dibagi secara proporsional atau atas dasar kesepakatan semua pihak.

Pasal 247
Biaya perjalanan yang dilakukan oleh mudharib dalam rangka menjalankan kerja
sama, dibebankan pada modal dari shahib al-mal.

Pasal 248
Mudharib wajib menjaga dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh pemilik modal dalam akad.
Pasal 249
Mudharib wajib bertanggung jawab terhadap risiko kerugian dan/atau kerusakan
yang diakibatkan oleh usahanya yag melampaui batas yang diizinkan dan/atau tidak
sejalan dengan ketentuan-ketentuan dalam akad.

Pasal 250
Akad mudharabah selesai apabila waktu kerja sama yang disepakati dalam akad
telah berakhir.

Pasal 251
(1) Pemilik modal dapat memberhentikan atau memecat pihak yang melanggar
kesepakatan dalam akad mudharabah.
(2) Pemberhentian kerja sama oleh pemilik modal diberitahukan kepada mudharib.
(3) Mudharib wajib mengembalikan modal dan keuntungan kepada pemilik modal
yang menjadi hak pemilik modal daam kerja sama mudharabah.
(4) Perselisihan antara pemilik modal dengan mudharib dapat diselesaikan dengan
peerdamaian/al-sulh dan/atau melalui pengadilan.

Pasal 252
Kerugian usaha dan kerusakan barang dagangan dalam kerja sama mudharabah
yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib, dibebankan pada pemilik modal.

Pasal 253
Akad mudharabah berakhir dengan sendirinya jika pemilik modal atau mudharib
meninggal dunia, atau tidak caka melakukan perbuatan hukum.

Pasal 254
(1) Pemilik modal berhak melakukan penagihan terhadap pihak-pihak lain
berdasarkan bukti dari mudharib yang telah meninggal dunia.
(2) Kerugian yang diakibatkan oleh meninggalnya mudharib, dibebankan pada
pemilik modal

F. Produk-Produk Mudharabah Pada Bank Syariah

a. Tabungan

Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip-prinsip akad


mudharabah. Diantaranya adalah keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi
antara shahibul maal (nasabah) dengan mudharib (bank) dan adanya tenggang waktu
antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan
investasi dengan memutarkan dana itu diperlukan waktu yang cukup.

Pengertian tabungan mudharabah adalah sebagai berikut: “Tabungan mudharabah


adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan
dengan itu seperti dijelaskan dalam butir tabungan wadiah”. (Wiroso, 2009)

Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tabungan mudharabah


merupakan tabungan dimana pemilik dana (shahibul maal) yang mempercayakan
dananya untuk dikelola oleh pihak bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan
nisbah (persentase) yang disepakati sejak awal. Tabungan mudharabah penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu.

Landasan syariah tentang tabungan mudharabah dijelaskan dalam Al-Quran surat


Al-Baqarah ayat 283, yang artinya: “Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya”. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan tentang tabungan mudharabah (Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal 13),
sebagai berikut:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya,
termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya opersional tabungan dengan menggu- nakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

Tabungan Mudharabah (TABAH) adalah simpanan pihak ketiga di Bank Syariah


yang penarikanya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan
perjanjian. Dalam hal ini bank syariah sebagai Mudharib dan deposan sebagai shohibul
mal. Bank sebagai mudharib akan membagi keuntungan kepada shohibul mal sesuai
dengan nisbah yang telah disetujui bersama. Pembagian keuntungan dapat di lakukan
setiap bulan berdasarkan Saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut.

Contoh perhitunganya adalah, Saldo rata-rata Tabungan Mudharabah Tuan B di


bank Islam sebesar Rp 500.000. Nisbah bagi hasil 50% : 50%. Dan diasumsikan total
saldo dana tabungan mudharabah di bank Islam Rp 100 juta. Dan keuntungan yang
diperoleh untuk dana tabungan sebesar Rp 3 juta. Maka pada akhir bulan nasabah akan
memperoleh dana bagi hasil. Rp500.000 x Rp3.000.000 x 50 % = Rp 7.500

b. Deposito

Menurut UU Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, deposito adalah


investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah/unit usaha syariah
(UUS). Fatwa DSN Nomor 3 tahun 2000 menyatakan deposito yang dibenarkan dalam
syariah adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Modal yang
didepositokan harus dinyatakan dalam tunai atau bukan piutang.

Deposito adalah bentuk simpanan nasabah yang memiliki jumlah minimal tertentu,
jangka waktu tertentu dan bagi hasilnya lebih tinggi daripada tabungan. Nasabah
membuka deposito dengan jumlah minimal tertentu dengan jangka waktu yang telah
disepakati, sehingga nasabah tidak bisa mencairkan dananya sampai jatuh tempo. Dari
hasil pengelolaan dana, Bank Syariah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan
rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak akan bertanggung jawab atas
kerugian yang tidak disebabkan kelalaiannya. Berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah (Karim, 2006: 352), yakni: Bank
syariah menerapkan akad mudharabah untuk deposito. Dalam hal ini nasabah (deposan)
bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib. Akad mudharabah
mensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu
bisa diputarkan. Pengertian deposito menurut Wiroso adalah: “Deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut
perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan”.

Deposito dengan prinsip mudharabah merupakan suatu kerjasama antara dua pihak
dimana pihak pertama selaku pemilik dana (shahibul maal) menyediakan dana, dan
pihak kedua selaku pengelola dana (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan
dana. Untuk itu pihak bank/mudharib akan memberitahukan kepada pihak deposan
(shahibul maal) mengenai nisbah dan tata cara pemberian keuntungan dan/atau
perhitungan pembagian keuntungan serta risiko yang dapat timbul dari penyimpanan
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut dicantumkan dalam akad.
Periode penyimpanan dana ditentukan berdasarkan periode bulanan. Bank dapat
memberikan sertifikat atau tanda penyim panan deposito kepada pemilik dana. Deposito
mudharabah hanya dapat ditarik sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dimuka.
Deposito mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga
(perseroan atau badan Usaha) yang penarikanya hanya dapat dilakukan dalam jangka
waktu tertentu jatuh tempo, dengan mendapatkan imbalan bagi hasil. Imbalan dibagi
dalam bentuk berbagai pendaptan atas penggunaan dan tersebut secara syariah dengan
proporsi pembagian katakanlah 70: 30, 70% untuk deposan dan 30% untuk bank.
Sedangkan jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan
dan 12 Bulan.

G. Contoh Transaksi Mudharabah

Contoh Transaksi Mudharabah sebagai Pemilik Modal


Dana Mudharabahyang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
Mudharabahpada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola
dana.Investasi Mudharabahdalam bentuk kas diukursebesar jumlah yang
dibayarkan. Investasi Mudharabahdalam bentukaset nonkas diukur sebesar nilai wajar
aset nonkas pada saat penyerahan. (Robi dkk., 2021)
Contoh :
● Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan
modal mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar
Rp.50.000.000.,- (lima puluh juta). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70
untuk LKS “Amal Sejahtera” dan 30 untuk Zainudin.
● Investasi Mudharabah dengan jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15
Januari 2010.
● Penyerahan modal mudharabah oleh LKS Amal Sejahtera kepada Zainudin
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tgl 25 Januari 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp.30.000.000,--
2. Tgl 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat
penyerahan sebesar Rp. 20.000.000,-- . Mesin textil tersebut dibeli pada
tangal 05 Januari 2008 dengan harga perolehan Rp.18.800.000,--
Persetujuan Investasi Mudharabah
● Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk:
1. Memberikan modal mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil
di Medan, sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
2. Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera”
dan 30 untuk Zainudin.
3. jangka waktu investasi selama 2 tahun, yaitu sampai dengan 15 Januari 2010
Dr. Kontra komitmen Investasi Mdh Rp. 50.000.000,--
Cr. Kewajiban Komitmen Investasi Mdh Rp. 50.000.000,--
Penyerahan Modal Kas
Atas persetujuan pemberian modal mudharabah kepada Zainudin, pada tanggal 25
Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” penyerahan modal mudharabah dalam bentuk
uang tunai, sebesar Rp. 30.000.000,-.kepada Zainudin
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 30.000.000
Cr. Rekening mudharib Rp. 30.000.000
Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Mdh Rp. 30.000.000
Cr. Kontra komitmen Investasi Mdh Rp. 30.000.000
Penyerahan Modal Non kas
Tgl 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat
penyerahan sebesar Rp. 20.000.000,-- (harga perolehan Rp.18.800.000,-- )
Pembelian Aset mudharabah (modal non kas)
Dr. Persediaan / Aset Mudharabah Rp. 18.800.000,--
Cr. Kas/ Rekening Suplier Rp. 18.800.000
Penyerahan modal non kas
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 20.000.000,--
Cr. Persediaan (Aset Mdh) Rp. 18.800.000,--
Cr. Keuntungan Mdh Tangguhan Rp. 1.200.000,--
Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Mdh Rp. 20.000.000,--
Cr. Kontra komitmen Investasi Mdh Rp. 20.000.000
Amortisasi Keutungan tangguhan
Dr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan Rp. 50.000,--
Cr. Keuntungan Penyerahan Aset Mdh Rp. 50.000,--

Perhitungan: Rp. 1.200.000,- : 24 = Rp. 50.000 per bulan

Penyajian dalam Neraca


Laporan Posisi Keuangan

Aktiva

IINVESTASI MUDHARABAH
Investasi Mudharabah (kas) Rp. 30.000.000
Investasi Mudharabah (non kas) Rp. 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan ( 1.150.000)

Penyerahan modal non kas (nilai wajar lebih kecil nilai tercatat)

Misalnya penyerahan 4 buah mesin textil oleh LKS “Amal Sejahtera” kepada
Zainudin dengan harga wajar sebesar Rp. 20.000. 000,--. ( harga perolehan sebesar
Rp.21.000.000,--)

Nilai wajar < dari nilai tercatatnya


Dr. Investasi Mudharabah Rp. 20.000.000
Dr. Kerugian penyerahan modal non kas Rp. 1.000.000
Cr. Persediaan aktiva Rp. 21.000.000
Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Mdh Rp. 20.000.000
Cr. Kontra komitmen Investasi Mdh Rp. 20.000.000
Nilai wajar = nilai tercatat
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 20.000.000
Cr. Persediaan / Aset Mudharabah Rp. 20.000.000
Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Mdh Rp. 20.000.000
Cr. Kontra komitmen Investasi Mdh Rp. 20.000.000

Kehilangan dana sebelum dimulai


Misalnya salah satu mesin textil yang diserahkan kepada pabrik textil sebagai
pengelola dana yang penyerahannya dilakukan di pabrik textil. Dalam perjalanan
menuju pabrik terjadi kecelakaan dan mesin textil mengalami kerusakan senilai
Rp.500.000,--

Dr. Beban Kerugian Investasi Mdh Rp. 500.000


Cr. Investasi Mudharabah Rp. 500.000

Kehilangan seteah usaha dimulai


Misalnya dalam usaha mudharabah yang dilakukan dengan pabrik textil, dari mesin
textil yang diserahkan hilang dan nilai mesin tersebut sebesar Rp 300.000 (setelah
usaha dimulai) sedangkan bagi hasil yang diterima dari pengelolan sebesar
Rp.3.500.000.

Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola


Dr. Kas / Rekening Mudharib Rp. 3.500.000
Cr. Pendapatan bagi hasil Mdh Rp. 3.500.000
Saat terjadi hilang setelah usaha dimulai
Dr. Beban Penurunan Investasi Mdh Rp. 300.000
Cr. Akumulasi Penurunan Invest Mdh Rp. 300.000
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp. 3.500.000
Penurunan nilai (hilang ) Rp. 300.000
------------------
Hasil bersih investasi mudharabah Rp. 3.200.000
Penurunan nilai dari penyusutan
Atas penyerahan modal non kas (barang) LKS harus membentuk penyusutan
sebesar Rp.800.000 dan atas laporan dari pengelola dana hasil usaha yang menjadi
hak LKS sebagai pemilik dana sebesar Rp. 3.500.000 . LKS melakukan perhitungan
penyusutan modal mudharabah non kas sbb:
Nilai perolehan : Rp. 20.000.000 (4 buah mesin)
Nilai residu : Rp. 800.000
Jangka waktu akad : 2 tahun ( 24 bulan)
Penyusutan per bulan = (20.000.000 – 800.000) / 24 = 800.000
Pembentukan penyusutan sebesar Rp. 800.000
Dr. Biaya Penurunan Nilai (Penyusutan) Investasi Mdh Rp. 800.000
Cr. Akum Penurunan Nilai (Penyusutan) Investasi Mdh Rp. 800.000
Saat penerimaan bagi hasil sebesar Rp.3.500.000
Dr. Kas / Rekening Mudharib Rp. 3.500.000
Cr. Pendapatan bagi hasil Mdh Rp. 3.500.000

Penyajian
Laporan Posisi Keuangan

Aktiva

Investasi Mudharabah (kas) Rp. 30.000.000


Investasi Mudharabah (non kas) Rp. 20.000.000
Akumulasi penyusutan ( 800.000)
Keuntungan Mdh Tangguhan ( 1.150.000)
Pengukuran Investasi Mudharabah
Pendapatan bagi Hasil Mudharabah Rp
3.500.000
Penurunan Nilai Investasu Mudharabah (Penyusutan) Rp 800.000
Amortisasi Keuntungan Tangguhan Rp (50.000)
Rp
750.000
Hasil Bersih Investasi Mudharabah Rp
2.750.000

Bagi Hasil Mudhrabah


Tanggal 20 Februari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima bagi hasil dari Zainudin yang
menjadi hak LKS sebesar Rp.3.500.000,- (70% x Rp.5.000.000) yang dibayar dengan tunai

Penerimaan secara tunai


Dr. Kas / Rekening Zainudin Rp. 3.500.000,--
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mdh Rp. 3.500.000,--
Pendapatan akrual (sdh dilaporkan tapi dana belum dikirim)
Dr. Piutang Mudharib (Piutang Bahas Mdh) Rp 3.500.000,-
Cr. pendapatan Baghas Mdh Rp 3.500.000
Pembayaran bagi hasil (penerimaan dana bagi hasil )
Dr. Kas Rp 3.500.000
Cr. Piutang Mudharib (Piutang bagi Hasil ) Rp 3.500.000
Kerugian Mudharabah
Zainudin menyampaikan laporan pengelolaan dana mudharabah untuk periode bulan April
2008 menunjukkan kerugian sebesar Rp. 500.000,--dan dari investigasi yang dilakukan
kerugian tersebut merupakan kerugianbisnis normal (bukan kelalaian Zainudin)

Pengakuan Kerugian secara langsung


Dr.Kerugian Investasi Mdh Rp 500.000
Cr. Investasi Mudharabah Rp 500.000
Pembentukan penyisihan kerugian (mis Rp 750.000)
Dr. Beban Kerugian Investasi Mdh Rp 750.000
Cr. Cad Kerugian Investasi Mdh Rp 750.000
Kerugian timbul sebesar Rp 500.000
Dr. Cad Kerugian Investasi Mdh Rp 500.000
Cr Investasi Mdh Rp 500.000

Pengukuran hasil Investasi


Pendapatan bagi hasil dari pengelola Rp. 3.500.000,-
Pengurang :
Penurunan nilai modal mudharabah (hilang) Rp. 300.000
Penurunan modal mudharabah (penyusutan) Rp. 800.000
Amortisasi keuntungan Mdh Tangguhan (Rp. 50.000)
Penurunan modal mudharabah (lainnya) Rp. 200.000
Kerugian investasi mudharabah Rp. 500.000
Total pengurang pendapatan bagi hasil (Rp. 1.750.000)
Hasil bersih bagi hasil mudharabah Rp. 1.750.000

Pengembalian modal kas


Tanggal 15 Januari 2010 Zainudin sesuai kesepakatan dalam akad, LKS Amal Sejahtera
menerima pengembalian modal mudharabah kas sebesar Rp.30.000.000
Dr. Rekening mudharib Rp. 30.000.000
Cr. Investasi Mudharabah Rp. 30.000.000

Pengembalian Modal
Penerimaan Kembali Modal Non Kas (barang) Dalam catatan LKS, modal non kas (barang)
saat penyerahan sebesar Rp.20.000.000,-- dan penurunan nilai (penyusutan) sampai akhir
akad (24 bulan) sebesar Rp. 19.200.000.

Nilai wajar > nilai tercatat (mis Rp. 2.500.000)


Dr. Persediaan/ aset Mdh Rp 2.500.000
Dr. Akumulasi Perusahaan nilai (Penyusutan) Rp 19.200.000
Cr. Investasi Mdh Rp 20.000.000
Cr.Keuntungan Pengembalian Aset Mdh Rp 1.700.000

Nilai wajar < nilai tercatat (mis Rp 150.000)


Dr. persediaan / Aset Mdh Rp 150.000
Dr. akumulasi penurunan nilai (peny) Rp 19.200.000
Dr. Kerugian Pengembalian Aset Mdh Rp 50.000
Cr. Investasi Mdh Rp 20.000.000

Investasi Mudharabah Jatuh Tempo


Tanggal 15 Januari 2010 sesuai kesepakatan dalam akad, modal mudharabah jatuh tempo
untuk dikembalikan oleh Zainudin. Sampai tanggal tersebut Zainudin tidak
mengembalikan modal kas sebesar Rp. 30.000.000

Saat Pemindahan
Dr. Piutang Mudharib Rp 30.000.000
Investasi Mudharabah Rp 30.000.000
Saat Pembayaran
Dr. kas/ rekening mudharib Rp 30.000.000
Cr. Piutang Mudharib Rp 30.000.000
Contoh Kedua Transaksi Mudharabah (Bank Syariah Sebagai Pengelola Dana)

Jurnal Deposito Mudharabah


1. Bank Syariah menerima setoran tunai atas nama Maskaryo sebesar Rp.25.000.000,--
sebagai investasi deposito mudharabah untuk jangka waktusatu bulan dengan
nisabah 65 untuk nasabah dan 35 untuk bank syariah.

Dr. Kas Rp 25.000.000


Dr. Dana Syirkah Temporer Rp 25.000.000

2. Dibayar deposito Mudharabah yang telah jatuh tempo atas nama Maskaryo sebesar
Rp.25.000.000,- Bagi hasil sebesar Rp. 170.000,- setelah dikurangi PPH 21 sebesar
Rp.30.000

Dr. Dana Syirkah Temporer Rp 25.000.00


Dr. Hak pihak ke-3 atas bagi hasil Rp 200.000
Cr. Titipan PPh 21 Rp 30.000
Cr Kas/ Rek Nasabah Rp 25.170.000

Jurnal Tabungan Mudharabah


1. Diterima setoran tunai pembukaan rekening tabungan mudharabah atas nama
Zaenab sebesar Rp.10.000.000

Dr. Kas / Rek Zaenab Rp 10.000.000


Cr. Dana Syirkah Temporer Rp 10.000.000
2. Zaenab melakukan penarikan tabungan atas namanya melalui counter teller sebesar
Rp.1.000.000,--

Dana Syirkah Temporer Rp 1.000.000


Cr. Kas Rp 1.000.000

3. Dibayarkan bagi hasil tabungan mudharabah untuk Zaenab sebesar Rp. 20.000,- dan
atas pembayaran bagi hasil tersebut dipotong pajak 15 %.

Dr. Hak pihak ke 3 atas bagi hasil Rp 20.000


Cr Kas/ Rekening Zaenab Rp 17.000
Cr, Titipan Kas negara Rp 3.000
DAFTAR PUSTAKA

Umam, K., & Utomo, S. B. (2016). Perbankan syariah: dasar-dasar dan dinamika
perkembangannya di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada.
Ismail. 2005. Perbankan Syari'ah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Naf'an. 2014. Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dahlan, Ahmad. 2012. Bank Syariah: Teoritik Praktik Kritik. Yogyakarta: Teras.
Bagan, G. 1, Lembaga, O., Syariah, K., Dana, P., Dana, P., Laporan, P., & Laba, R. (2013). 2
Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulum Banyuwangi. 3(1).
http://www.slideshare.net/lukmanul/fiqh-muamalah-kontemporer-wadiah-rahn-qardh,
Khaddafi, M., Saparuddin Siregar, Ms., & Ikhsan, A. (2017). AKUNTANSI SYARIAH.
Robi, M., Halim, Moh., & Suwarno, S. (2021). Evaluasi Transaksi Mudharabah Berdasarkan
PSAK 105 pada Bank Syariah. BUDGETING : Journal of Business, Management and
Accounting, 2(2), 429–442. https://doi.org/10.31539/budgeting.v2i2.1752
Sri Wahyuni, N. (t.t.). ANALISIS FIKIH SISTEM PEMBIAYAAN MUDHARABAH DALAM
PRAKTIK DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERBANKAN SYARI’AH.
Wiroso, 1954-. (2009). Produk perbankan syariah : dilengkapi UU perbankan syariah &
kodefikasi produk bank Indonesia. LPFE Usakti.
 

Anda mungkin juga menyukai