Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PRAKTIKUM KELOMPOK 1

AKAD MUDHARABAH

Oleh:

1. Nurfitriah (5554200043)
2. Riniawati (5554200050)
3. Wanda Yunita (5554200068)

PRODI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah subhanahuwwata’ala,


Tuhan Semesta Alam. atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga kami
kelompok 1 dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan
salam tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah sallalahu alaihi wa sallam,
yang telah mengubah zaman kegelapan menjadi zaman yang penuh ilmu
pengetahuan. Sehingga dengan ilmu kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Akad Mudharabah” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas
Praktium Keuangan.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan, dan masukkan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas semua
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi.
Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari
pembaca.

Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk masyarakat umumnya, dan untuk kami sendiri khususnya.

Serang, 05 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
2.1 Definisi Akad Mudharabah......................................................................................2
2.2 Dasar Hukum Akad Mudharabah.......................................................................3
2.3 Rukun dan Syarat Akad Mudharabah.................................................................3
2.4 Manfaat dan Macam-Macam Akad Mudharabah...............................................5
BAB III PENUTUP...........................................................................................................7
3.1 Kesimpulan........................................................................................................7
3.2 Saran..................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam bahasa indonesia, akad disebut dengan perjanjian, sedangkan dalam
hukum ekonomi syariah disebut dengan akad. Kata Akad berasal dari kata al-‘
aqd yang artinya mengikat. Menghubungkan, atau menyambung. Akad dalam
pengertian Bahasa Indonesia disebut kontrak, yg merupakan konsekensi logis
dari hubungan sosial ke dalam kehidpan manusia. Dalam hukum ekonomi
syariah, akad merupakan pertemuan ijab antara pihak satu dengan pihak
lainnya yang mengakibatkan hukum pada objek akad. Menurut Az-Zarqa
dalam pandangan syarak, suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang
dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan
meningkatkan diri, tetapi sebaliknya setiap tindakan hukum tidak dapat
disebut sebagai akad. Sedangkan Mudharabah secara istilah yaitu
menyerahkan modal kepada orang yang bertransaksi agar mendapatkan
keuntungan. Mudharabah adalah akad kerja sama pemilik modal dan
pengelola modal dimana keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan
kesepakatan oleh beberapa pihak yang terlibat. Sedangkan menurut imam
Saraksi dalam kitabnya “Al-Mabsut” mengatakan bahwa perkataan kata
mudharabah diambil dari kata “qard” yang artinya usaha di atas bumi.
Dinamakan demikian karena mudharib (pengguna modal yang lain) berhak
untuk bekerjasama bagi hasil atas jerih payah dan usahanya. Selain
mendapatkan keuntungan ia juga berhak untuk mempergunakan modal dan
menentukan tujuannya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi Akad Mudharabah?
1. Apa saja hukum dari akad mudharabah?
2. Apa saja rukun dan syarat dari akad mudharabah?
3. Apa saja manfaat dan macam-macam akad mudharabah?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui definisi Akad Mudharabah
2. Untuk mengetahui hukum Akad Mudharabah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat dari akad mudharabah
4. Untuk mengetahui manfaat dan macam-macam Akad Mudharabah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Akad Mudharabah


Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, al-mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut. Sementara itu menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah akad antara
dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk
diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan
perjanjian.

Menurut pendapat Muhammad, istilah mudharabah memiliki beberapa


pengertian sbb :

1. Mazhab Hanafi Mudharabah merupakan akad atas suatu syari’at dalam


profit dengan cara penyerahan mata uang tunai kepada pengelola dengan
mendapatkan sebagian dari profitnya apabila diketahui dari jumlah
profitnya.
2. Mazhab Syafi’i Mudharabah merupakan suatu akad atau perjanjian yang
menaruh penyerahan dana kepada pihak lain agar melaksanakan suatu
kegiatan usaha dan profit yang dihasilkan akan dibagi berdua sesuai
kesepakatan
3. Mazhab Hambali Mudharabah merupakan pemberian modal dengan
jumlah tertentu secara terperinci dan keseluruhan kepada pihak lain yang
akan melakukan bisnis, yang mana profitnya akan dibagi sesuai perjanjian.

Mudharabah diambil dari kta darb (usaha) di atas bumi, disebut demikian
karna mudharib berhk bekerja sama bagi hasil atas usaha dan jerih payahnya.

2
Selain keuntungan ia juga berhak memakai modal dan menentukan tujuannya
sendiri. Orang Madinah memaknai istilah ini sebagai Muqaradah di mana
istilah ini diambil dari kata Qardh yang artinya menyerahkan, dengan ini
pemilik modal akan menyerahkan hak atas modal miliknya kepada amil.

Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Mudharabah


merupakan suatu kerjasama antara Shahibul Mal dengan Mudharib, dimana
Shahibul Mal sebagai pemilik modal sedangkan Mudharib sebagai pengelola
dengan tujuan untung bersama, namun kerugian hanya ditanggung oleh
pengelola.

2.2 Dasar Hukum Akad Mudharabah


Para Madzab dan Ulama’ menyepakati bahwa Mudharabah hukumnya
diperbolehkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, ijma’ dan Qiyas.7
1. Al-Qur’an
.....‫ضيَ ْبتَ ُغوْ ن ِمنفَضْ الهلل‬
ِ ْ‫َواَخرُوْ نَيَضْ ِربُوْ فِىاألر‬
Yang artinya :“Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah.”(Al-Muzzammil 20)
Pengelola usaha atau yang disebut Mudharib merupakan sebagian orang
yang melakukan perjalanan demi mencari karunia Allah SWT.
2. Al-Hadits Hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib :
Yang artinya :“Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah
adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal
kepada orang lain), dan mencampurkan gandum kualitas baik dengan
gandum kualitas rendah untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk
dijual.”
Pada hadits tersebut, terdapat kandungan tentang kebolehan mudharabah,
seperti yang telah Nabi sabdakan, bahwa memberi modal terhadap orang
lain akan membawa keberkahan.
3. Ijma’
Ijma’ di dalam mudharabah, yaitu adanya riwayat yang menyatakan bahwa
jamaah para sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah,
dimana perbuatan itu diperbolehkan oleh sahabat lainnya.
4. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan dengan Al-Musaqah (menyuruh seseorang untuk
mengelola kebun), diantara manusia ada yang kaya ada yang miskin, yang
kaya banyak yang tidak dapat mengusahakan hartanya, sedangkan yang
miskin banyak yang tidak mau bekerja.Dengan adanya mudharabah
diharapkan dapat memenuhi semua golongan dan untuk kemaslahatan
bersama dalam memenuhi kebutuhan hidup

3
2.3 Rukun dan Syarat Akad Mudharabah
A. Rukun Akad Mudharabah
1) Pelaku (shahibul mal & mudharib)
Dalam akad mudhrabah, harus ada 2 pelaku, dimana pihak pertama
sebagai shahibul mal (pemilik modal), sedangkan pihak keduanya
sebagai mudharib (pelaksana usaha).Jika tidak ada 2 pelaku ini,
maka akad mudharabah tidak bisa terjadi.
2) Objek (modal & kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi dari tindakan yang
dilakukan oleh para pelaku. Shahibul mal akan menyerahkan
modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan mudharib
menyerahkan kerjanya. Modal yang diserahkan bias berupa uang
ataupun barang yang dapat dirinci berapa nomial uangnya,
sedangkan kerja yang diberikan bias berbentuk keterampilan,
keahlian, dan banyak lainnya. Jika 2 obyek ini tidak ada, akad
mudharabah juga tidak bisa terjadi.
3) Persetujuan kedua pihak (ijab qabul)
Persetujuan kedua pihak merupakan konsekuensi dari prinsip
sama-sama rela, harus rela mengikatkan diri ke dalam akad
mudharabah. Shahibul mal setuju terhadap perannya untuk
mengkontribusikan dana sedangkan mudharib juga setuju untuk
mengkontribusikan tenaganya.
4) Nisbah keuntungan
Rukun terakhir adalah Nisbah, dimana Nisbah menjadi rukun yang
khas di akad mudharabah, karena tidak ada dalam akad jual-
beli.Nisbah merupakan imbalan yang diterima oleh shahibul mal
dan mudharib atas kontribusinya sesuai peran masing-masing,
sehingga tidak ada perselisihan pembagian keuntungan.

B. Syarat Akad Mudharabah


1) Shahibul Mal dan Mudharib
Keduanya ini harus memenuhi syarat yaitu, harus mampu
melakukan transaksi yang sah secara hukum, dan keduanya harus
mampu bertindak sebagai majikan dan wakil.
2) Sighat (ijab qabul) Merupakan penawaran dan penerima harus
diucapkan oleh kedua pihak untuk memperlihatkan keinginan
mereka guna menyempurnakan kontrak.
3) Maal (modal)
Maal harus berbentuk uang (bukan barang), harus jelas dan
diketahui jumlahnya, harus tunai bukan hutang.
4) Nisbah (keuntungan)

4
Merupakan jumlah kelebihan yang didapatkan dari modal yang
harus dibagi secara proporsional kepada kedua pihak sesuai yang
dinyatakan dalam kontrak.

2.4 Manfaat dan Macam-Macam Akad Mudharabah


1. Manfaat Akad Mudharabah
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan
usaha meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaiakan dengan
pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak pernah
mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaiakan dengan cash flow
(arus kas) usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan prinsip
bunga tetap, di mana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) sesuai yang disepakati berapapun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
5. Bank selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar,
halal, aman, dan menguntungkan yang konkret.

2. Macam-macam Akad Mudharabah


A. Mudharabah Muthlaqoh
Merupakan bentuk kerja-sama antara shahibul maal dengan
mudharib yang tanpa syarat, cakupan yang luas dan tidak dibatasi
oleh apapun.
B. Mudharabah Muqayyadah
Merupakan kebalikan dari Mudharabah Muthlaqoh, dimana
Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, tempat usaha, dan
waktu, serta lainnya. Macam-macamnya adalah sebagai berikut :
a) Al mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Pada jenis mudharabah ini, shahibul maal dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank, sehingga
disebut sebagai simpanan khusus. contohnya disyaratkan
digunakan dengan akad tertentu, untuk bisnis tertentu, atau
untuk nasabah tertentu. Teknik perbankan:
1) Shahibul maal berkewajiban menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus diikuti oleh bank, wajib membuat akad
yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan
khusus.

5
2) Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan
sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada
deposan.
3) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti
simpanan khusus, bank wajib menisbahkan dana dari
rekening lainnya.
4) Wajib memberitahukan kepada shahibul maal mengenai
nisbah, tata cara pemberitahuan keuntungan atau
pembagian keuntungan, serta resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Jika mendapatkan
kesepakatan, maka hal tersebut harus dicatat dalam akad.

Mudharabah muqayyadah on balance sheet juga merupakan


aliran dana yang terjadi dari satu nasabah investor ke berbagai
pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas, misalnya
manufaktur, jasa, dan pertanian. Kemungkinan juga hanya
mensyaratkan dananya untuk pembiayaan dalam sektor
properti, pertanian, dan pertambangan.

b) Al-mudharabah muqayyadah of balance sheet


Pada jenis mudharabah ini, penyaluran dana mudharabah
langsung kepada mudharib, dimana bank bertindak sebagai
perantara yang mempertemukan antara shahibul maal dengan
mudharib. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh shahibul maal
harus dipatuhi oleh bank dalam menentukan kegiatan usaha
yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya. Teknik
perbankan:
1) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung
kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
2) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua
pihak, sedangkan antara shahibul maal dan mudharib
berlaku nisbahq bagi hasil.
3) Sebagai tanda buku simpanan bank menerbitkan bukti
simpanan khusus, bank wajib menisbahkan dana dari
rekening orang lainnya. Simpanan khusus akan dicatat
secara tersendiri dalam rekening administrasi.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akad disebut dengan perjanjian, sedangkan dalam hukum ekonomi syariah
disebut dengan akad. Kata Akad berasal dari kata al-‘aqd yang artinya
mengikat. Menghubungkan, atau menyambung. Akad dalam pengertian
Bahasa Indonesia disebut kontrak, yg merupakan konsekensi logis dari
hubungan sosial ke dalam kehidpan manusia. Dalam hukum ekonomi syariah,
akad merupakan pertemuan ijab antara pihak satu dengan pihak lainnya yang
mengakibatkan hukum pada objek akad.

Mudharabah diambil dari kta darb (usaha) di atas bumi, disebut demikian
karna mudharib berhk bekerja sama bagi hasil atas usaha dan jerih payahnya.
Selain keuntungan ia juga berhak memakai modal dan menentukan tujuannya
sendiri. Orang Madinah memaknai istilah ini sebagai Muqaradah di mana
istilah ini diambil dari kata Qardh yang artinya menyerahkan, dengan ini
pemilik modal akan menyerahkan hak atas modal miliknya kepada amil.

3.2 Saran
Jika isi makalah ini dirasa kurang lengkap dan perlu penjelasan lebih detail
mengenai isi materi pada makalah ini silahkan untuk mengunjungi sumber
yang kami dapatkan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasni, Fariz. 2017. Akad Mudharabah Mutlaqoh Dalam Praktik


Perbankan Syariah. Muamalat Jurnal Hukum Ekonomi Syariah. Vol. IX, No.2,
Hal. 208-222.

Masse, Rahman Ambo. 2010. Konsep Mudharabah. Jurnal Hukum


Diktum. Vol. 8, No. 1, Hal. 77-85.

Firdaweri. 2014. Perikatan Syariah Berbasis Mudharabah (Teori dan


Praktik). ASAS. Vol. 6, No. 2, Hal. 54-77.

https://wwwgramediacom.cdn.ampproject.org/v/s/www.gramedia.com/literasi/
pengertianmudharabah/amp/?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#amp_tf=From%20%251%24s&aoh=16623447231904&referrer=https%3A
%2F%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.gramedia.com
%2Fliterasi%2Fpengertian-mudharabah%2F

https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/akad-mudharabah/

akad, rukun dan syarat akad mudharabah - OSF

https://osf.io

8
Sesi Tanya Jawab

Pertanyaan Nur Chalizah

Apakah ada ketentuan jangka waktu minimal atau maksimal untuk pembiayaan
mudharabah dan jika terjadi kerugian di dalam akad mudharabah pihak manakan
yang akan menanggung kerugia tersebut

Jawaban:

Tidak ada, tapi khusus untuk musyarakah apabila settingannya diatas dua belas
bulan maka di bulan ke dua belas harus ada angsuran pokok. Menurut syafi'i
Antonio, dalam bukunya Bank syariah bahwa pabila dalam perjanjian
mudharabah mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Kerugian
dalam syarikah seperti ini disebut wadhii’ah. Kerugian ini mutlak menjadi
tanggung jawab pemodal (pemilik harta), sama sekali bukan menjadi tanggungan
pihak pengelola. Dengan catatan, pihak pengelola tidak melakukan kelalaian dan
kesalahan prosedur dalam menjalankan usaha yang telah disepakati syarat-
syaratnya. Kerugian pihak pengelola adalah dari sisi tenaga dan waktu yang telah
dikeluarkannya tanpa mendapat keuntungan.

Pihak pemodal berhak mendapat keuntungan dari harta atau modal yang
dikeluarkannya, dan pihak pengelola mendapat keuntungan dari tenaga dan waktu
yang dikeluarkannya. Maka kerugian ditanggung pihak pemodal atau pemilik
harta. Adapun pihak pengelola, ia mendapat kerugian dari jasa dan tenaga yang
telah dikeluarkannya.

9
Ini adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama, seperti yang telah
ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa (XXX/82).

Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam kitab al-Mughni (V/183) mengatakan, “Kami


tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini”.

Pada bagian lain (V/148), al-Maqdisi mengatakan, kerugian dalam syarikah


mudharabah ditanggung secara khusus oleh pihak pemodal, bukan tanggungan
pihak pengelola. Karena wadii’ah, hakikatnya adalah kekurangan pada modal.
Dan ini, secara khusus menjadi urusan pemilik modal, bukan tanggungan pihak
pengelola. Kekurangan tersebut adalah kekurangan pada hartanya, bukan harta
orang lain. Kedua belah pihak bersyarikah dalam keuntungan yang diperoleh.

Seperti dalam kerja sama musaaqat dan muzaara’ah, dalam kerja sama ini, tuan
tanah atau pemilik pohon bersyarikah dengan pihak pengelola atau pekerja dalam
keuntungan yang dihasilkan dari kebun dan buah. Namun, jika terjadi kerusakan
pada pohon atau jatuh musibah atas tanah tersebut, misalnya tenggelam atau
musibah lainnya, maka pihak pengelola atau pekerja tidak menanggung kerugian
sekalipun.

Akan tetapi bagaimana hukumnya bila pihak pengelola dan pihak pemodal telah
membuat syarat dan kesepakatan, bahwa kerugian yang diderita dibagi dua atau
sepertiga ditanggung pihak pengelola, dan selebihnya pihak pemodal?

Syarat dan kesepakatan seperti ini bertentangan dengan Kitabullah. Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan.

10
“Artinya : Mengapa sejumlah orang mengajukan syarat-syarat yang tidak ada
dalam Kitabullah? Barangsiapa mengajukan syarat yang tidak ada dalam
Kitabullah, maka tidak diterima, meskipun ia mengajukan seratus syarat”. [3]

Ibnu Qudamah al-Maqdisi menegaskan batalnya syarat-syarat ini, tanpa ada


perselisihan di kalangan ulama. [4] Ibnu Qudamah berkata, “Intinya, apabila
disyaratkan atas pihak pengelola tanggung jawab terhadap kerugian atau
mendapat bagian tanggungan dari wadhii’ah (kerugian), maka syarat itu bathil.
Kami mengetahui adanya perselisihan dalam masalah ini.

Barangkali para pemodal akan mengatakan : “Kalian para ulama telah membuka
pintu seluas-luasnya bagi para pengelola untuk mempermainkan uang kami.
Apabila kami menuntutnya, mereka mengatakan, ‘Kami mengalami kerugian”.

Kalau pengelola tadi adalah orang yang lemah iman; lemah imannya kepada hari
akhirat dan berani menjual agamanya dengan materi dunia, maka orang seperti
inilah yang berani mempermainkan harta kaum muslimin, lalu mereka bersumpah
telah mengalami kerugian. Kelonggaran ini bukanlah disebabkan fatwa dan
pendapat ahli ilmu. Kewajiban atas pemilik harta adalah, mencari orang yang
amanah agamanya dan ahli dalam pekerjaannya. Jika tidak menemukan orang
seperti ini, maka hendaklah ia menahan hartanya. Adapun ia serahkan hartanya
kepada orang yang tidak amanah dan tidak bisa mengelola lalu berkata, Ahli Ilmu
telah membuka pintu bagi pengelola untuk mempermainkan harta kami, maka
alasan seperti ini, sama sekali tidak bisa diterima.

Pertanyaan Hanifa Nada Persada

11
Apakah ada ketentuan jangka waktu minimal atau maksimal untuk pembiayaan
mudharabah dan jika terjadi kerugian pihak manakan yang akan menanggung
kerugian tersebut

Jawaban:

Mudharabah Muqayyadah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak yang
mana pihak pertama yaitu shahibul mal menginvestasikan dananya kepada pihak
kedua yaitu mudharib, dan memberikan batasan-batasan atas dana yang
diinvestasikannya. Hal-hal yang dibatasi oleh shahibul mal yaitu tempat dan cara
berinvestasi, jenis investasi, objek investasi dan jangka waktu.Dalam istilah
ekonomi modern, jenis Mudharabah Muqayyadah disebut restricted Investment
Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan modalnya
dari resiko kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila
mudharib melanggar batasan-batasan ini, maka ia harus bertanggungjawab atas
kerugian yang timbul. Akad Mudharabah Muqayyadah tidak terdapat dalam
praktiknya di bank syariah padahal ada fatwa DSN yang mengatur tentang
pelaksanaan akad Mudharabah Muqayyadah. Indonesia adalah Negara yang
memiliki bank syariah terbanyak di dunia, tak heran lagi karena Indonesia juga
Negara dengan masyarakat mayoritas muslim terbanyak. Dengan total 36 usaha
syariah yang terdiri dari 10 Bank Umum Syariah dan 26 Unit Usaha Syariah. Dari
36 bank syariah tersebut, tidak ada satupun yang mengaplikasikan akad
Mudharabah Muqayyadah dalam produk-produknya. Sekitar 40% dari bank
tersebut hanya menggunakan salah satu akad dalam Mudharabah yaitu
Mudharabah mutlaqah, 30% lainnya menggunakan akad Mudharabah saja dan
sisanya 30% menggunakan Mudharabah dan Mudharabah mutlaqah. Berdasarkan
pendapat yang dikemukakan oleh pak Harry selaku pegawai Bank Sumut Syariah
mengatakan bahwa tidak adanya akad MudharabahMuqayyadah pada Bank Sumut
Syariah dikarenakan belum adanya perintah dari Divisi Syariah mengenai akad
tersebut. Mengingat umur Bank Sumut Syariah yang masih muda ini merupakan
alas an utama mengapa akad tersebut tidak ada pengaplikasiannya pada Bank
Sumut Syariah.Berbeda dari Bank Sumut Syariah, berdasarkan pendapat yang
dikemukakan Pak Nanda selaku pegawai di Bank Muamalat menyatakan bahwa

12
akad Mudharabah Muqayyadah tidak terdapat di Bank Muamalat dikarenakan
terlalu beresiko untuk diaplikasikan. Dengan alasan pada akad ini pihak mudharib
tidak memberikan jaminan, dan pihak shahibul mal yang akan menanggung resiko
kerugian. Dalam hal ini pihak bank yang menghimpun dana nasabah merasa
khawatir akan merugikan nasabah mereka. Dimana mereka tidak bisa menjamin
usaha yang dijalankan pihak mudharib akan berhasil atau tidak. Ditambah lagi
jika mudharib sama sekali tidak menjalankan usaha sesuai perjanjian, dan
membawa kabur uangnya begitu saja. Bank mualamat juga ada niatan dari pihak
pusat akan meniadakan akad Mudharabah karena akad ini juga dianggap beresiko
bagi nasabah mereka.

13

Anda mungkin juga menyukai