AKAD MUDHARABAH
Oleh:
1. Nurfitriah (5554200043)
2. Riniawati (5554200050)
3. Wanda Yunita (5554200068)
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan, dan masukkan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas semua
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi.
Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari
pembaca.
Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk masyarakat umumnya, dan untuk kami sendiri khususnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
2.1 Definisi Akad Mudharabah......................................................................................2
2.2 Dasar Hukum Akad Mudharabah.......................................................................3
2.3 Rukun dan Syarat Akad Mudharabah.................................................................3
2.4 Manfaat dan Macam-Macam Akad Mudharabah...............................................5
BAB III PENUTUP...........................................................................................................7
3.1 Kesimpulan........................................................................................................7
3.2 Saran..................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Mudharabah diambil dari kta darb (usaha) di atas bumi, disebut demikian
karna mudharib berhk bekerja sama bagi hasil atas usaha dan jerih payahnya.
2
Selain keuntungan ia juga berhak memakai modal dan menentukan tujuannya
sendiri. Orang Madinah memaknai istilah ini sebagai Muqaradah di mana
istilah ini diambil dari kata Qardh yang artinya menyerahkan, dengan ini
pemilik modal akan menyerahkan hak atas modal miliknya kepada amil.
3
2.3 Rukun dan Syarat Akad Mudharabah
A. Rukun Akad Mudharabah
1) Pelaku (shahibul mal & mudharib)
Dalam akad mudhrabah, harus ada 2 pelaku, dimana pihak pertama
sebagai shahibul mal (pemilik modal), sedangkan pihak keduanya
sebagai mudharib (pelaksana usaha).Jika tidak ada 2 pelaku ini,
maka akad mudharabah tidak bisa terjadi.
2) Objek (modal & kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi dari tindakan yang
dilakukan oleh para pelaku. Shahibul mal akan menyerahkan
modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan mudharib
menyerahkan kerjanya. Modal yang diserahkan bias berupa uang
ataupun barang yang dapat dirinci berapa nomial uangnya,
sedangkan kerja yang diberikan bias berbentuk keterampilan,
keahlian, dan banyak lainnya. Jika 2 obyek ini tidak ada, akad
mudharabah juga tidak bisa terjadi.
3) Persetujuan kedua pihak (ijab qabul)
Persetujuan kedua pihak merupakan konsekuensi dari prinsip
sama-sama rela, harus rela mengikatkan diri ke dalam akad
mudharabah. Shahibul mal setuju terhadap perannya untuk
mengkontribusikan dana sedangkan mudharib juga setuju untuk
mengkontribusikan tenaganya.
4) Nisbah keuntungan
Rukun terakhir adalah Nisbah, dimana Nisbah menjadi rukun yang
khas di akad mudharabah, karena tidak ada dalam akad jual-
beli.Nisbah merupakan imbalan yang diterima oleh shahibul mal
dan mudharib atas kontribusinya sesuai peran masing-masing,
sehingga tidak ada perselisihan pembagian keuntungan.
4
Merupakan jumlah kelebihan yang didapatkan dari modal yang
harus dibagi secara proporsional kepada kedua pihak sesuai yang
dinyatakan dalam kontrak.
5
2) Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan
sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada
deposan.
3) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti
simpanan khusus, bank wajib menisbahkan dana dari
rekening lainnya.
4) Wajib memberitahukan kepada shahibul maal mengenai
nisbah, tata cara pemberitahuan keuntungan atau
pembagian keuntungan, serta resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Jika mendapatkan
kesepakatan, maka hal tersebut harus dicatat dalam akad.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akad disebut dengan perjanjian, sedangkan dalam hukum ekonomi syariah
disebut dengan akad. Kata Akad berasal dari kata al-aqd yang artinya
mengikat. Menghubungkan, atau menyambung. Akad dalam pengertian
Bahasa Indonesia disebut kontrak, yg merupakan konsekensi logis dari
hubungan sosial ke dalam kehidpan manusia. Dalam hukum ekonomi syariah,
akad merupakan pertemuan ijab antara pihak satu dengan pihak lainnya yang
mengakibatkan hukum pada objek akad.
Mudharabah diambil dari kta darb (usaha) di atas bumi, disebut demikian
karna mudharib berhk bekerja sama bagi hasil atas usaha dan jerih payahnya.
Selain keuntungan ia juga berhak memakai modal dan menentukan tujuannya
sendiri. Orang Madinah memaknai istilah ini sebagai Muqaradah di mana
istilah ini diambil dari kata Qardh yang artinya menyerahkan, dengan ini
pemilik modal akan menyerahkan hak atas modal miliknya kepada amil.
3.2 Saran
Jika isi makalah ini dirasa kurang lengkap dan perlu penjelasan lebih detail
mengenai isi materi pada makalah ini silahkan untuk mengunjungi sumber
yang kami dapatkan.
7
DAFTAR PUSTAKA
https://wwwgramediacom.cdn.ampproject.org/v/s/www.gramedia.com/literasi/
pengertianmudharabah/amp/?
amp_gsa=1&_js_v=a9&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#amp_tf=From%20%251%24s&aoh=16623447231904&referrer=https%3A
%2F%2Fwww.google.com&share=https%3A%2F%2Fwww.gramedia.com
%2Fliterasi%2Fpengertian-mudharabah%2F
https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/akad-mudharabah/
https://osf.io
8
Sesi Tanya Jawab
Apakah ada ketentuan jangka waktu minimal atau maksimal untuk pembiayaan
mudharabah dan jika terjadi kerugian di dalam akad mudharabah pihak manakan
yang akan menanggung kerugia tersebut
Jawaban:
Tidak ada, tapi khusus untuk musyarakah apabila settingannya diatas dua belas
bulan maka di bulan ke dua belas harus ada angsuran pokok. Menurut syafi'i
Antonio, dalam bukunya Bank syariah bahwa pabila dalam perjanjian
mudharabah mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Kerugian
dalam syarikah seperti ini disebut wadhii’ah. Kerugian ini mutlak menjadi
tanggung jawab pemodal (pemilik harta), sama sekali bukan menjadi tanggungan
pihak pengelola. Dengan catatan, pihak pengelola tidak melakukan kelalaian dan
kesalahan prosedur dalam menjalankan usaha yang telah disepakati syarat-
syaratnya. Kerugian pihak pengelola adalah dari sisi tenaga dan waktu yang telah
dikeluarkannya tanpa mendapat keuntungan.
Pihak pemodal berhak mendapat keuntungan dari harta atau modal yang
dikeluarkannya, dan pihak pengelola mendapat keuntungan dari tenaga dan waktu
yang dikeluarkannya. Maka kerugian ditanggung pihak pemodal atau pemilik
harta. Adapun pihak pengelola, ia mendapat kerugian dari jasa dan tenaga yang
telah dikeluarkannya.
9
Ini adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama, seperti yang telah
ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa (XXX/82).
Seperti dalam kerja sama musaaqat dan muzaara’ah, dalam kerja sama ini, tuan
tanah atau pemilik pohon bersyarikah dengan pihak pengelola atau pekerja dalam
keuntungan yang dihasilkan dari kebun dan buah. Namun, jika terjadi kerusakan
pada pohon atau jatuh musibah atas tanah tersebut, misalnya tenggelam atau
musibah lainnya, maka pihak pengelola atau pekerja tidak menanggung kerugian
sekalipun.
Akan tetapi bagaimana hukumnya bila pihak pengelola dan pihak pemodal telah
membuat syarat dan kesepakatan, bahwa kerugian yang diderita dibagi dua atau
sepertiga ditanggung pihak pengelola, dan selebihnya pihak pemodal?
10
“Artinya : Mengapa sejumlah orang mengajukan syarat-syarat yang tidak ada
dalam Kitabullah? Barangsiapa mengajukan syarat yang tidak ada dalam
Kitabullah, maka tidak diterima, meskipun ia mengajukan seratus syarat”. [3]
Barangkali para pemodal akan mengatakan : “Kalian para ulama telah membuka
pintu seluas-luasnya bagi para pengelola untuk mempermainkan uang kami.
Apabila kami menuntutnya, mereka mengatakan, ‘Kami mengalami kerugian”.
Kalau pengelola tadi adalah orang yang lemah iman; lemah imannya kepada hari
akhirat dan berani menjual agamanya dengan materi dunia, maka orang seperti
inilah yang berani mempermainkan harta kaum muslimin, lalu mereka bersumpah
telah mengalami kerugian. Kelonggaran ini bukanlah disebabkan fatwa dan
pendapat ahli ilmu. Kewajiban atas pemilik harta adalah, mencari orang yang
amanah agamanya dan ahli dalam pekerjaannya. Jika tidak menemukan orang
seperti ini, maka hendaklah ia menahan hartanya. Adapun ia serahkan hartanya
kepada orang yang tidak amanah dan tidak bisa mengelola lalu berkata, Ahli Ilmu
telah membuka pintu bagi pengelola untuk mempermainkan harta kami, maka
alasan seperti ini, sama sekali tidak bisa diterima.
11
Apakah ada ketentuan jangka waktu minimal atau maksimal untuk pembiayaan
mudharabah dan jika terjadi kerugian pihak manakan yang akan menanggung
kerugian tersebut
Jawaban:
Mudharabah Muqayyadah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak yang
mana pihak pertama yaitu shahibul mal menginvestasikan dananya kepada pihak
kedua yaitu mudharib, dan memberikan batasan-batasan atas dana yang
diinvestasikannya. Hal-hal yang dibatasi oleh shahibul mal yaitu tempat dan cara
berinvestasi, jenis investasi, objek investasi dan jangka waktu.Dalam istilah
ekonomi modern, jenis Mudharabah Muqayyadah disebut restricted Investment
Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan modalnya
dari resiko kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila
mudharib melanggar batasan-batasan ini, maka ia harus bertanggungjawab atas
kerugian yang timbul. Akad Mudharabah Muqayyadah tidak terdapat dalam
praktiknya di bank syariah padahal ada fatwa DSN yang mengatur tentang
pelaksanaan akad Mudharabah Muqayyadah. Indonesia adalah Negara yang
memiliki bank syariah terbanyak di dunia, tak heran lagi karena Indonesia juga
Negara dengan masyarakat mayoritas muslim terbanyak. Dengan total 36 usaha
syariah yang terdiri dari 10 Bank Umum Syariah dan 26 Unit Usaha Syariah. Dari
36 bank syariah tersebut, tidak ada satupun yang mengaplikasikan akad
Mudharabah Muqayyadah dalam produk-produknya. Sekitar 40% dari bank
tersebut hanya menggunakan salah satu akad dalam Mudharabah yaitu
Mudharabah mutlaqah, 30% lainnya menggunakan akad Mudharabah saja dan
sisanya 30% menggunakan Mudharabah dan Mudharabah mutlaqah. Berdasarkan
pendapat yang dikemukakan oleh pak Harry selaku pegawai Bank Sumut Syariah
mengatakan bahwa tidak adanya akad MudharabahMuqayyadah pada Bank Sumut
Syariah dikarenakan belum adanya perintah dari Divisi Syariah mengenai akad
tersebut. Mengingat umur Bank Sumut Syariah yang masih muda ini merupakan
alas an utama mengapa akad tersebut tidak ada pengaplikasiannya pada Bank
Sumut Syariah.Berbeda dari Bank Sumut Syariah, berdasarkan pendapat yang
dikemukakan Pak Nanda selaku pegawai di Bank Muamalat menyatakan bahwa
12
akad Mudharabah Muqayyadah tidak terdapat di Bank Muamalat dikarenakan
terlalu beresiko untuk diaplikasikan. Dengan alasan pada akad ini pihak mudharib
tidak memberikan jaminan, dan pihak shahibul mal yang akan menanggung resiko
kerugian. Dalam hal ini pihak bank yang menghimpun dana nasabah merasa
khawatir akan merugikan nasabah mereka. Dimana mereka tidak bisa menjamin
usaha yang dijalankan pihak mudharib akan berhasil atau tidak. Ditambah lagi
jika mudharib sama sekali tidak menjalankan usaha sesuai perjanjian, dan
membawa kabur uangnya begitu saja. Bank mualamat juga ada niatan dari pihak
pusat akan meniadakan akad Mudharabah karena akad ini juga dianggap beresiko
bagi nasabah mereka.
13