Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MUDHARABAH ATAU QIRAD

Disusun Oleh :

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt dengan berkat, rahmat
dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang membahas
tentang “Mudharabah atau Qiradh”.
Sholawat serta salam semoga senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita
nabi besar muhammad saw, para sahabat dan para pengikutnya sampai di hari
kiamat.
Tentunya dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan-
kekurangannya tanpa penulis sengaja atau penulis sadari, tetapi penulis telah
berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir kekurangan-kekurangan
tersebut. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun dari forum diskusi ini.
Semoga dengan adanya kritik dan saran tersebut dapat bermanfaat dan
menjadi pedoman bagi penulis dalam penyusunan makalah ini pada khususnya
dan para pembaca pada umumnya, segala kelebihan hanya milik allah SWT dan
segala kekurangan milik hambanya.

Tasikmalaya, April 2022


Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah atau Qiradh........................................................3
B. Syarat Sah Mudharabah............................................................................6
C. Dasar Hukum Mudharabah atau Qiradh...................................................6
D. Rukun dan Syarat Mudharabah atau Qiradh...........................................10
E. Hukum Mudharabah atau Qiradh.............................................................11
F. Jenis-jenis Mudharabah...........................................................................12
G. Aplikasi dalam Perbankan.......................................................................13
H. Manfaat dan Risiko Al-Mudharabah.......................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia
menginginkan perekonomian yang berbasis nilai-nalai dan prinsip syari’ah
untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan. Di zaman sekarang
kita hanya menerapkan Islam hanya dalam ibadah saja, tetapi terkadang
dalam dunia perekonomian kita tidak memperhatikan nilai-nilai Islam
tersebut, sehingga seringnya merugikan orang lain, dengan tidak memberikan
hak-hak yang orang lain, seperti bagi hasil yang tidak merata, sehingga ada
salah satu pihak menjadi terzholimi. Oleh karena itu kami akan membahas
salah satu akad atau cara bagi hasil sesuai yang telah dijelaskan  pada Al-
quran dan Hadits, yaitu “Qiradh atau mudharabah.”
Mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta)
dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh
dua belah pihak sesuai dengan keputusan.
Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya dibolehkan
(mubah) berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.
Dalam pelaksanaan qiradh kita harus sesuai denga rukun dan syarat
qiradh itu sendiri, qiradh pun dapat diterapkan di perbankan, dan qiradh juga
mempunyai manfaat dan risiko dalam menjalankannya.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami membahas tentang
1. Pengertian Mudharabah atau Qiradh
2. Syarat Sah Mudharabah
3. Dasar Hukum Mudharabah atau Qiradh
4. Rukun dan Syarat Mudharabah atau Qiradh
5. Hukum Mudharabah atau Qiradh
6. Jenis-jenis Mudharabah

1
7. Aplikasi dalam Perbankan
8. Manfaat dan Risiko Al-Mudharabah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah atau Qiradh


Mudharabah berasal dari kata dharb, yang secara etimologis berarti
bepergian atau berjalan. Al Qur’an  tidak secara langsung menunjukan arti
dari mudharabah tersebut. Namun secara implisit,kata dasar dha-ra-ba yang
merupakan kata dasar mudharabah disebutkan di dalam Al Qur’an sebanyak
lima puluh  delapan  kali (Abdullah Saeed, 2008). Wahbah  Zuhayli (2007)
menjelaskan  salah  satu arti dari mudharabah adalah melakukan perjalanan
di muka bumi (al sir fi al-ardh).
1. Istilah lain Mudharabah
Istilah mudharabah dapat disebut juga dengan qiradh/muqaradhah. Hal ini
dikarenakan istilah mudharabah lebih  dikenal dan dipergunakan oleh
penduduk Irak yang  mayoritas mengikuti mazhab Hanafi dan  Hambali.
Sedangkan qiradh merupakan isitilah yang sering dipergunakan oleh
penduduk Hijaz yang mayoritas mengikuti mazhab Maliki dan Syafi’i.
Tetapi pada  dasarnya pengertian  dari kedua istilah tersebut  mempunyai 
makna yang serupa.
2. Mudharabah menurut Ulama Mazhab
Di  dalam  fikih  muamalah,  terminologi mudharabah diungkapkan oleh
ulama mazhab, yang diantaranya sebagai berikut (Muhammad, 2004): 
1) Mazhab Hanafi : 
mudharabah adalah suatu bentuk perjanjian dalam melakukan kongsi
untuk mendapatkan keuntungan  dengan  modal  dari  salah  satu pihak
dan kerja (usaha) dari pihak lain.
2) Mazhab Maliki : 
mudharabah adalah penyerahan uang dimuka   oleh pemilik   modal
dalam jumlah uang   yang ditentukan  kepada  seorang  yang  akan 
menjalankan usaha dengan  uang tersebut disertai  dengan  sebagian 
imbalan dari keuntungan usahanya.

3
3) Mazhab Syafi’I : 
definisi mudharabah yaitu  pemilik  modal  menyerahkan  sejumlah
uang   kepada pengusaha untuk dijalankan dalam suatu usaha  dagang 
dengan  keuntungan  menjadi  milik bersama antara   keduanya.   
4) Mazhab   Hambali :
mudharabah adalah  penyerahan  barang  atau  sejenisnya dalam 
jumlah  yang jelas  dan  tertentu  kepada  orang  yang
mengusahakannya  dengan  mendapatkan  bagian  tertentu dari
keuntungannya.
3. Definisi Mudharabah Menurut Regulasi
1) UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah :
Dalam pasal 19 poin (b) dan (c) dijelaskan bahwa kegiatan usaha bank
syariah meliputi menghimpun dana dalam bentuk investasi dengan akad
mudharabah dan menyalurkan pembiayaan bagi hasil dengan akad
mudharabah. Dalam penjelasan UU Nomor 21, Mudharabah
didefinisikan :
  Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam
menghimpun dana adalah Akad kerja sama antara pihak
pertama (malik, shahibul mal, atau Nasabah) sebagai pemilik
dana dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Bank Syariah)
yang bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi
keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan
dalam Akad. 
  Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam
Pembiayaan adalah Akad kerja sama suatu usaha antara pihak
pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang
menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib,
atau Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan
membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung
sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua

4
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi
perjanjian.  
2) UU Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah
Negara
  Mudarabah adalah Akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih, yaitu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain
sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari
kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah
disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan
ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali
kerugian disebabkan oleh kelalaian penyedia tenaga dan
keahlian.
3) PERMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah
 Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau
penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan
usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah.
4) Fatwa DSN-MUI Nomor 115 Tahun 2017 Tentang Akad
Mudharabah
 Akad mudharabqh adalah akad kerja sama suatu usaha arrtara
pemilik modal (malilk / shahib al-mal) yang menyediakan
seluruh modal dengan pengelola ('amil/mudharib) dan
keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang
disepakati dalam akad.

B. Syarat Sah Mudharabah


Syarat – syarat sah mudharabah berkaitan dengan aqidani (dua orang
yang akan akad), modal dan laba.

5
1. syarat Aqidani
disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal
dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab
mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.
2. Syarat Modal
a. modal harus berupa uang, seperti dinar, atau sejenisnya
b. modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
c. Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak tetapi harus ada di
tempat akad.
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha
3. Syarat – syarat Laba
a. Laba Harus Memiliki  Ukuran
b. Laba Harus Berupa Bagian Umum (Masyuhur)

C. Dasar Hukum Mudharabah atau Qiradh


Hukum mudharabah menurut   jumhur   ulama   pada dasarnya 
adalah  BOLEH  selama  dilaksanakan sesuai  dengan ketentuan  syariat 
baik  yang  terdapat  di  dalam  Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.
Menurut ulama  fikih, mudharabahdilandaskan berdasarkan  Al-Qur’an,
Sunnah dan Ijma’ dan Qiyas.
1. Dalil Al-Quran
Dalil Al-Qur’an yang mendasari hukum mudharabah diantaranya sebagai
berikut:
1) Firman Allah SWT QS. Al-Muzammil (73):20
۞ َ‫ةٌ ِمنَ الَّ ِذين‬Q َ‫طاِئف‬ َ ‫هُ َو‬Q َ‫فَهُ َوثُلُث‬Q ‫ص‬ ْ ِ‫ل َون‬Q ِ Q‫و ُم َأ ْدن َٰى ِم ْن ثُلُثَ ِي اللَّ ْي‬QQُ‫ك تَق‬َ َّ‫ك يَ ْعلَ ُم َأن‬
َ َّ‫ِإ َّن َرب‬
َ ‫ك ۚ َوهَّللا ُ يُقَ ِّد ُر اللَّ ْي َل َوالنَّهَا َر ۚ َعلِ َم َأ ْن لَ ْن تُحْ صُوهُ فَت‬
‫ َر‬Q‫ا تَيَ َّس‬Q‫ا ْق َر ُءوا َم‬Qَ‫اب َعلَ ْي ُك ْم ۖ ف‬Qَ َ ‫َم َع‬
ِ ْ‫ ِربُونَ فِي اَأْلر‬Q‫ض‬
َ‫ون‬QQ‫ض يَ ْبتَ ُغ‬ ْ َ‫ض ٰى ۙ َوآ َخرُونَ ي‬ َ ْ‫ِمنَ ْالقُرْ آ ِن ۚ َعلِ َم َأ ْن َسيَ ُكونُ ِم ْن ُك ْم َمر‬
‫وا‬QQ‫هُ ۚ َوَأقِي ُم‬Q‫ َر ِم ْن‬Q‫ا تَيَ َّس‬QQ‫ا ْق َر ُءوا َم‬QQَ‫يل هَّللا ِ ۖ ف‬
ِ ِ‫ب‬Q‫اتِلُونَ فِي َس‬QQَ‫ رُونَ يُق‬Q‫ ِل هَّللا ِ ۙ َوآ َخ‬Q‫ض‬ ْ َ‫ِم ْن ف‬
ٍ Q‫ ُك ْم ِم ْن َخ ْي‬Q‫ ِّد ُموا َأِل ْنفُ ِس‬Qَ‫ا تُق‬Q‫نًا ۚ َو َم‬Q‫ا َح َس‬Q‫ض‬
‫ر‬Q ً ْ‫وا هَّللا َ قَر‬Q‫ض‬ ُ ‫اةَ َوَأ ْق ِر‬Q‫ ال َّز َك‬Q‫وا‬Qُ‫صاَل ةَ َوآت‬ َّ ‫ال‬
‫ هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬Q‫ت َِجدُوهُ ِع ْن َد هَّللا ِ هُ َو َخ ْيرًا َوَأ ْعظَ َم َأجْ رًا ۚ َوا ْستَ ْغفِرُوا‬
yang artinya: 

6
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam
atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang
yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia
mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit
dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan
Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman
kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu
perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi
Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar
pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

2) Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah (2):283


۞ ‫ضا‬ ً ْ‫ض ُك ْم َبع‬ َ ‫َواِنْ ُك ْن ُت ْم َع ٰلى َس َف ٍر وَّ لَ ْم َت ِج ُد ْوا َكا ِتبًا َف ِر ٰهنٌ َّم ْقب ُْو‬
ُ ْ‫ض ٌة ۗ َفاِنْ اَم َِن َبع‬
َّ ‫َف ْل ُيَؤ ِّد الَّذِى اْؤ ُتم َِن اَ َما َن َت ٗه َو ْل َي َّت ِق هّٰللا َ َرب َّٗه ۗ َواَل َت ْك ُت ُم وا‬
‫الش َها َد ۗ َة َو َمنْ ي َّْك ُت ْم َه ا َف ِا َّن ٗ ٓه ٰا ِث ٌم‬
‫ࣖ َق ْلب ُٗه ۗ َوهّٰللا ُ ِب َما َتعْ َملُ ْو َن َعلِ ْي ٌم‬
yang artinya: 
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang.
Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu
menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya,
sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”.

7
3) Firman Allah QS. An-Nisa (4):29
‫اض‬ ٍ ‫ار ًة َعنْ َت َر‬ َ َ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا اَل َتْأ ُكلُ ْٓوا ا‬
َ ‫مْوالَ ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِب ْالبَاطِ ِل ِآاَّل اَنْ َت ُك ْو َن ت َِج‬
‫هّٰللا‬
َ ‫ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل َت ْق ُتلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِنَّ َ َك‬
‫ان ِب ُك ْم َر ِح ْيمًا‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu”

2. Dalil As-Sunnah
Sedangkan   sumber   landasan hukum   mudharabah yang  berasal  dari 
Hadis  Nabi  Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yaitu antara lain:
1) Hadis  Nabi  Muhammad  SAW  riwayat  Ibnu  Majah  dari Shuhaib
yang artinya: 
”Nabi    bersabda,    ada    tiga    hal    yang    didalamnya
mengandung    berkah:    jual    beli    tidak    secara    tunai,
muqharadhah  (mudharabah)  dan  mencampur  gandum dengan 
jemawut  untuk  keperluan  rumah  tangga,  bukan untuk
dijual” (HR.Ibnu Majah dari Shuhaib).
2) Hadis   Nabi   Muhammad   SAW   riwayat   Thabrani   yang artinya:
“Abbas   bin   Abdul   Muthalib   jika   menyerahkan   harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya  agar  tidak 
mengarungi  lautan  dan  tidak menuruni  lembah,  serta  tidak 
membeli  hewan  ternak. Jika   persyaratan   itu   dilanggar,   ia  
(mudharib)   harus menanggung     resikonya.     Ketika    
persyaratan     yang ditetapkan    Abbas    itu    didengar   Rasulullah,   
beliau membenarkannya” (HR.Thabrani dari Ibnu Abbas).
3) Hadis  Nabi  Muhammad  SAW  riwayat  Ibnu  Majah  yang artinya:
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain”(HR.Ibnu
Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id Al-Khudri).

8
3. Dalil Ijma'
Hukum ijma’ pada akad mudharabah menurut Wahbah Zuhayli dijelaskan
bahwasanya   para sahabat menyerahkan (kepada  seseorang 
sebagai mudharib)  harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada
seorang pun mengingkarimereka. Ijma’ tersebut  termasuk  ke  dalam
jenis ijma’ sukuti,  karena  para sahabat diam atau menyatakan  pendapat 
serta  tidak  ada yang mengingkari, sehingga  hal  tersebut dapat
dipandang  sebagai ijma’yang dapat  dijadikan  sebagai salah  satudasar 
penetapan  suatu hukum 

4. Dalil Qiyas
Sedangkan hukum qiyas pada akad mudharabah dianalogikan  kepada 
akad Al-Musaqat, dimana sebagian dari pihak  memiliki  modal  yang 
cukup tetapi  tidak  memiliki keahlian  atau  kompetensi yang 
dibutuhkan,  dan  di  pihak lain  mempunyai  keahlian  atau  kompetensi 
yang  baik  tetapi tidak  mempunyai  modal  yang  memadai  untuk 
mengelola suatu  usaha.  Dengan demikian, melalui akad  ini  akan
menjembatani  pihak-pihak yang memiliki modal dan keahlian   untuk
saling bekerjasama sesuai kemampuan, sehingga  dapat  memenuhi 
kebutuhannya sesuai  dengan nilai dan prinsip syariahyang diturunkan oleh
Allah SWT.

D. Rukun dan Syarat Mudharabah atau Qiradh


Menurut ulama Syafi,iyah, rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu:
1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik
barang
3. Aqad mudharabah dilakukan dengan pemilik dengan pengelola barang
4. Mal, yaitu harta pokok atau modal.

9
5. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba.
6. Keuntungan.(Dr. H. Hendi Suhendi, M. Si. 2010: 139).
Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah Ijab dan Qabul,
dengan menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti yang mudharabah.
Lafal yang digunakan untuk ijab adalah lafal mudharabah, muqharadah,
mu’malah, serta lafal-lafal lain yang artinya sama dengan lafal-lafal tersebut.
Sebagai contoh, pemilik modal mengatakan: “Ambillah modal ini dengan
mudharabah, dengan ketentuan keuntungan yang diperoleh dibagi diantara
kita berdua dengan nisbah setengah, seperempat, atau sepertiga.”
Adapun lafal qabul yang digunakan oleh ‘amil mudhorib (pengelola)
adalah lafal: saya ambil, atau saya terima, atau saya setuju, dan semacamnya.
Apabila ijab dan qabul telah terpenuhi maka akad mudharabah telah sah.
Menurut jumhur ulama, rukun mudharabah ada tiga, yaitu:
1. ‘aqid, yaitu pemilik dan modal dan pengelola(‘amil/mudhorib).
2. Ma’qul ‘alaih, yaitu modal , tenaga (pekerja) dan keuntungan, dan
3. Shighat, yaitu ijab dan qabul.
Adapun syarat-syarat mudharabah atau qiradh, antara lain:
1. Modal harus dinyatakan dengan jelas mengenai jumlahnya, seandainya
modal berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan
harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
2. Modal harus diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkannya
melakukan usaha.
3. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dengan persentase dari
keuntunga yang mungkin dihasilkan nanti.
5. Kesepakatan rasio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan
dituangkan dalam kontrak.
6. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan
setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal
kepada shahib a-mal.

10
E. Hukum Mudharabah atau Qiradh
Hukum mudharabah ada dua macam yaitu:
1. Mudharabah fasid
Apabila mudharabah fasid karena ayat-ayat yang tidak selaras dengan
tujuan mudharabah maka menurut Hanafiah, Syafi’iyah, dan
Hanabila mudharib tidak berhah melakukan melakukan perbuatan
sebagaimana  (mudharib) tidak berhak memperoleh biaya operasional dan
keuntungan yang tertentu, melainkan ia hanya memperoleh upah yang
sepadan atas hasil pekerjaannya, baik kegiatan mudharabah tersebut
memperoleh keuntungan atau tidak. Apabila dalam
kegiatan mudharabah tersebut diperoleh keuntungan maka keuntungan
tersebut semuanya untuk pemilik modal, karena keuntungan tersebut
merupakan tambahan atas modal yang dimilikinya,
sedangkan mudharib tidak mendapatkan apa-apa, kecuali upah yang
sepadan, sebagaimana telah disebut di atas.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharib (pengelola) dalam
semua hukum mudharabah yang fasid dikembalikan kepada qiradh yang
sepadan (qiradh mitsl) dalam keuntungan, kerugian, dan lain-lain dalam
hal-hal yang bisa dihitung, dan ia (mudharib) berhak atas upah yang
sepadan (ujrah mitsl) dengan perbuatan yang dilakukannya. Apabila
diperoleh keuntungan, maka mudharib berhak atas keuntungannya itu
sendiri, bukan dengan perjanjingan dengan pemilik modal, sehingga
apabila harta rusak maka mudharib tidak memperoleh apa-apa.
Beberapa hal yang menyebabkan kembalinya mudharabah yang
fasid kepada qiradh mitsl adalah:
a. Qiradh dengan modal barang bukan uang.
b. Keadaan keuntungan yang tidak jelas.
c. Pembatasan qiradh dengan waktu, seperti sayu tahun.
d. Menyandarkan qiradh kepada masa yang akan datang, dan
e. Mensyaratkan agar pengelola mengganti modal apabila hilang atau
rusak tanpa sengaja.

11
2. Mudharabah yang shahih
Pembahasan mengenai mudharabah yang shahih meliputi beberapa
hal, yaitu:
a. Kekuasaan mudharib.
b. Pekerjaan dan kegiatan mudharib.
c. Hak mudharib, dan’
d. Hak pemilik modal.

F. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah dibadgi menjadi dua jenis yakni yang
bersifat tidak terbatas (muthlaqah,unrestricted), dan yang bersifat
terbatas (muqayyadah, restricted).
1. Mudharabah Muthlaqah
Pada jenis almudharabah  yang pertama ini, pemilik dana memberika
otoritas dan hak sepenuhnya kepada mudharib untuk menginvestasikan
atau memutar uangnya.
2. Mudharabah Maqayyadah
Pada jenis mudharabah yang kedua ini, pemilik dan pemilik dana
memberikan batasan kepada mudharib. Di antara batasan itu, misalnya,
jenis investasi, tempat investasi, serta pihak-pihak yang diperbolehkan
terlibat dalam investasi. Pada jenis ini shahibul maal dapat pula
mensyaratkan kepada mudharib untuk tidak mencampurkan hartanya
dengan dana al-mudharabah.(Muhammad Syafi’I Antonio. 2001: 138-
139).

G. Aplikasi dalam Perbankan


Al-mudharabah biasanya diterapkan dalam produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-
mudharabah diterapkan pada:
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan.

12
2. Deposito special (special investment), dimana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja
atau ijara saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal perdagangan dan jasa.
2. Investasi khusus disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber
dana khusus dengan penyaluran uang yang khusus dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

H. Manfaat dan Risiko Al-Mudharabah


1. Manfaat Al-Mudharabah
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendanaan/hasil
usaha bank hingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spreade.
c. Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas
usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang
konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda
dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerimaan
pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan
yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2. Risiko Al-Mudharabah
Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama dalam penerapannya
dalam pembiayaan, relative tinggi. Diantaranya:
a. Side streaming: nasabah menggunakan dana itu bukan bukan yang
disebut dalam kontrak.

13
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
(DR. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. 2001: 97-98).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad
syirkah (perkongsian). Istilah mudharabah di gunakan oleh orang irak,
sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan
demikian, mudharabah atau qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang
sama.

14
Setelah kita mengetahui beberapa pendapat para ulama diatas
mengenai mudharabah atau qiradh, kiranya kita dapat pahami bahwa
mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan
pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua
belah pihak sesuai dengan keputusan.
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih
mencerminkan anjuaran untuk melakukan usaha. Melakukan mudharabah
atau qiradh adalah mubah (boleh). Para ulama mazhab sepakat bahwa
mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://galangfhotocopy.blogspot.com/2016/05/makalah-mudharabah-atau-
qiradh.html

https://www.syariahpedia.com/2019/05/definisi-mudharabah.html

https://tafsirq.com/73-al-muzzammil/ayat-20

https://www.merdeka.com/quran/al-baqarah/ayat-283

https://www.merdeka.com/quran/an-nisa/ayat-29

Anda mungkin juga menyukai