Anda di halaman 1dari 39

Dosen Pengampu : Dr.

ISNAINI HARAHAP, MA

MAKALAH PRICING AND INPUT MARKET


“Pasar Tenaga Kerja, Alokasi Waktu, Keseimbangan Pasar
Tenaga Kerja, Modal dan Tingkat Pengembalian”

Diajukan sebagai Tugas pada Mata Kuliah Ekonomi Syariah


Program Doktoral pada Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Program Studi Ekonomi Syariah

Disusun Oleh :
HERRY SYAHBANNUDDIN (4005213039)
MAISYARAH SALSABILA (4005213054)

PROGRAM DOKTOR EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA UINSU
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pricing and Input Market.
Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Ekonomi Mikro Syariah, untuk itu kami selaku penyusun sangat berterima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Terutama kepada Dosen mata kuliah Ekonomi Mikro Syariah Ibu Dr. Isnaini Harahap,
MA yang telah memberikan bimbingannya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya.
Selaku penyusun kami sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ini menjadi makalah yang
baik dan benar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi
kami selaku penyusun.

Medan, 07 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Konsep Tenaga Kerja menurut Perspektif Islam .................................................... 3
1. Pengertian Pasar Tenaga Kerja ......................................................................... 6
2. Penggolongan Pasar Tenaga Kerja ................................................................... 8
3. Penyelenggaraan Pasar Tenaga Kerja di Indonesia .......................................... 9
4. Pasar Tenaga Kerja dan Penawaran Agregat .................................................... 10
5. Pasar Tenaga Kerja dan Penawaran Agregat menurut Islam ........................... 12
6. Upah dalam Tinjauan Perspektif Islam ............................................................ 15
B. Alokasi Waktu ........................................................................................................ 20
C. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ........................................................................ 23
1. Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Single Competitif ........................... 23
2. Keseimbangan Kompetitif antar Pasar Tenaga Kerja ....................................... 24
3. Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Monopsoni ................................... 25
4. Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Monopoli ....................................... 27
5. Pentingnya analisis sisi penawaran ................................................................... 28
6. Upah dalam Tinjauan Perspektif Islam ............................................................ 29
7. Kesempatan Kerja dalam Keseimbangan ......................................................... 30
8. Keseimbangan pasar tenaga kerja dan tingkat input ......................................... 30
D. Modal dan Tingkat Pengembalian Modal ............................................................... 31
1. Pengertian Modal .............................................................................................. 31
2. Tingkat Pengembalian Modal ........................................................................... 32
BAB III: KESIMPULAN ................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 34

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kurva Penawaran Agregat ...................................................................... 1


Gambar 2 : Kurva Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja ................................... 13
Gambar 3 : Penentuan Penawaran Agregat dalam Hukum Islam ............................. 14
Gambar 4 : Indifference Curve .................................................................................. 20
Gambar 5 : Kurva Model Alokasi Waktu.................................................................. 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kondisi perekonomian yang stabil adalah suatu harapan bagi pemerintah.


Pemerintah sebagai agen ekonomi memiliki andil besar bagi pencapaian tujuan ekonomi
dalam suatu negara. Islam secara komprehensif telah mengatur beberapa ketentuan dalam
kehidupan, termasuk dalam pencapaian tujuan perekonomian. Nilai-nilai Islam
berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits senantiasa memiliki tuntunan dalam
membimbing kehidupan khususnya dalam aspek perekonomian. Berdasarkan hasil studi
sebelumnya sebagaimana yang dikemukakan Azid et al (2013) mempertimbangkan
bahwasanya Islamisasi ekonomi dapat memberikan dampak positif yang mempengaruhi
produktivitas dan efisiensi.
Dinamika jumlah penduduk yang secara berkala terus mengalami pergerakan juga
mengarah pada peningkatan jumlah angkatan kerja yang tersedia, termasuk pada kondisi
di dalam pasar tenaga kerja. Implikasi dari kondisi pasar tenaga kerja dalam suatu negara
tidak hanya kepada sisi ketersediaan tenaga kerja namun juga kearah penetapan upah
yang diberikan kepada tenaga kerja. Kebijakan penentuan upah yang selama ini dikenal
dalam ekonomi konvensional terbentuk dari ketergantungannya pada kondisi pasar
tenaga kerja. Keadaan permintaan dan penawaran tenaga kerja dianggap sebagai landasan
utama bagi tingkat upah yang dapat ditentukan hingga diberikan kepada tenaga kerja.
Bahkan muncul kebijakan upah minimum yang banyak disebut sebagai bentuk efisiensi
upah. Konsep kebijakan penentuan upah bagi tenaga kerja dari perspektif Islam memiliki
perbedaan dengan pemikiran ekonomi konvensional. Sudut pandang yang berbeda
dimana dalam ekonomi Islam berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah juga memberikan hasil
yang lain dalam sebuah penetapan upah.
Islam memberikan pandangan secara luas bagi kehidupan manusia termasuk
dalam tata kelola suatu perekonomian. Termasuk dalam konsep tenaga kerja, jika dilihat
dari sudut pandang Islam terkandung nilai-nilai etis yang melekat dalam tata kelolanya.
Bahkan Islam menempatkan tenaga kerja sebagai bagian inti dari kegiatan ekonomi, yang
berperan atas penciptaan nilai atau penciptaan harta (Syed dan Ali, 2010). Konsep

1
kesejahteraan tenaga kerja masih menjadi perhatian bagi ekonomi Islam dalam melihat
aspek pasar tenaga kerja sehingga ruang lingkup pasar tenaga kerja dari sisi makro
ekonomi tidak hanya mampu menghasilkan kondisi perekonomian yang kondusif, namun
kebijakan penentuan upah yang ideal dapat mengarah pada kekuatan dalam menghasilkan
kesejahteraan rakyat sebagai instrumen berdirinya suatu negara.
Manajemen Keuangan baik dalam perusahan yang dibawa Pemerintahan (BUMN)
mapun Swasta tentu mempunyai strategi bagaimana bisa mencapai suatu keuntungan
yang besar. Tapi untuk mencapai tujuan tersebut tentunyan Ada dua aspek yang perlu
dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan,
yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk). Tingkat pengembalian adalah
imbalan yang diharapkan diperoleh di masa mendatang, sedangkan risiko diartikan
sebagai ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan. Risiko adalah kemungkinan
terjadinya penyimpangan dari rata-rata dari tingkat pengembalian yang diharapkan yang
dapat diukur dari standar deviasi dengan menggunakan statistika. Sehingga dalam artikel
ini berusaha memaparkan konsep pasar tenaga kerja yang dilihat dari sudut pandang
Islam yang didalamnya terkandung konsep tenaga kerja, alokasi waktu, keseimbangan
pasar tenaga kerja, serta modal dan tingkat pengembalian.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Tenaga Kerja menurut Perspektif Islam

Kerja sebagai sebuah aktivitas yang menjadikan manusia produktif dan bernilai di
mata Allah dan Rasulnya serta di mata masyarakat. Menurut Ibn Khaldun (dalam P3EI,
2011:363) kerja merupakan implementasi fungsi kekhalifahan manusia yang diwujudkan
dalam menghasilkan suatu nilai tertentu yang ditimbulkan dari hasil kerja. Adapun tenaga
kerja sebagai pelaku dalam aktivitas kerja kini memiliki makna yang cukup luas.
Dahulu mungkin masih sebatas diartikan sebagai modal produksi yang dimanfaatkan
dari fisik manusianya saja yang bermanfaat bagi kelangsungan usaha. Namun kini tidak
hanya mencakup kegiatan fisik yang dapat dimanfaatkan dan disebut tenaga kerja melainkan
secara utuh sumber daya manusia tergolong sebagai tenaga kerja karena selain kegiatan fisik
juga mencakup kemampuan non fisik seperti ide dan kreativitas. Tujuan utama bekerja
adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan, seperti kepemilikan yang halal dan
tercukupi kebutuhan dasar manusia untuk mampu hidup berkelanjutan (Yusuf Qardhawi;
Rosyada et al, 2018).
Rosyidi (2014:56) mengartikan secara rinci istilah tenaga kerja ke dalam istilah
human resource dimana didalamnya terkumpul semua atribut atau kemampuan manusiawi
yang dapat disumbangkan untuk memungkinkan dilakukannya proses produksi barang dan
jasa. Definisi ini semakin meluaskan pandangan kita akan makna tenaga kerja yang terdapat
unsur-unsur yang berada didalamnya seperti intelektual, keterampilan, kejujuran, ketakwaan,
tanggung jawab dan lan-lain. Kerja dan tenaga kerja dalam Islam menjadi kewajiban bagi
umat yang mampu untuk mencapai sebuah kesuksesan bahkan memiliki kemuliaan tersendiri
hingga telah tertulis didalam Al-Qur’an. Firman Allah di surah An-Najm ayat 39 tertulis:

َ ‫ان ا ََِّّل َما‬


‫سعٰ ى‬ ِ ‫س‬َ ‫ْل ْن‬ َ ‫َوا َ ْن لَّي‬
ِ ْ ‫ْس ِل‬

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”.

Menurut ayat ini, tidak ada jalan mudah menuju kesuksesan karena untuk
mencapainya dibutuhkan perjuangan dan usaha. Kerja keras sebagai bentuk usaha dan
semakin tinggi usahanya maka semakin tinggi pulalah imbalan yang akan diterima. Oleh

3
karena itu dalam Islam mendorong umatnya yang menjadi tenaga kerja untuk
meningkatkan kualitas diri baik melalui pendidikan, pelatihan keterampilan dan juga
peningkatan kualitas diri dari sisi moral. Fauzia dan Riyadi (2014:277) mengemukakan
bahwasanya Islam mengakui adanya perbedaan kompensasi di antara pekerja, atas dasar
kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan, sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-
Qur’an surat Al-Ahqaf ayat 19:

ْ ‫ع ِملُ ْو ۚا َو ِلي َُوفِ َي ُه ْم ا َ ْع َمالَ ُه ْم َو ُه ْم ََّل ي‬


َ‫ُظلَ ُم ْون‬ َ ‫َو ِل ُك ٍّل دَ َرجٰ تٌ ِم َّما‬

“Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan
dan agar Allah menyempurnakan balasan amal mereka serta mereka tidak dizalimi”.

Menurut Huda et al (2008:227) Islam memandang kerja sebagai unsur produksi


didasari konsep istikhlaf, dimana manusia bertanggung jawab untuk memakmurkan dunia
dan juga bertanggung jawab untuk menginvestasikan dan mengembangkan harta yang
diamanatkan Allah untuk menutupi kebutuhan manusia, sedangkan tenaga kerja adalah
segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau pikiran untuk
mendapatkan imbalan yang pantas. Kesatuan dari kerja dan tenaga kerja dalam mengelola
amanah Allah secara bertanggung jawab dan mampu menghasilkan sesuatu yang
membawa manfaat atau maslahah.
Seorang pelaku ekonomi yang Islami akan berorientasi mencari maslahah
maksimum, karenanya mereka tidak hanya mempertimbangkan manfaat dari kerja yang
dilakukan, tetapi juga kandungan berkah yang ada dalam kerja yang bersangkutan (P3EI,
2011:364). Kerja dalam Islam juga mencakup potensi fisik serta non fisik. Menurut
Chaudhry (2012:186) Al-Qur’an merujuk kepada kerja manual ketika ia berbicara
mengenai pembangunan bahtera oleh Nabi Nuh, manufaktur baju perang oleh Nabi
Dawud, memelihara domba oleh Nabi Musa dan pembangunan dinding oleh Dzul-
Qarnain, merujuk pula kepada tenaga kerja intelektual ketika disebutkan riwayat Nabi
Yusuf yang ditunjuk untuk mengawasi perbendaharaan negara oleh rajanya. Hal ini
menunjukkan kemuliaan kerja baik manual atau secara fisik maupun intelektual didalam
Islam, sebagaimana dalam firman Allah berikut didalam surah Saba ayat 10-11:

4
‫س ْر ِد َوا ْع َملُ ْوا‬ ٍّ ‫الطي َْر َۚواَلَنَّا لَهُ ْال َح ِد ْيدَََ ِن ا ْع َم ْل سٰ بِ ٰغ‬
َّ ‫ت َّوقَد ِْر فِى ال‬ َّ ‫ْْل ٰي ِجبَا ُل ا َ ِوبِ ْي َمعَهٗ َو‬ۗ ‫۞ َولَقَ ْد ٰات َ ْينَا دَ ٗاودَ ِمنَّا فَض ا‬
‫صي ٌْر‬ ِ َ‫صا ِل اح ۗا اِنِ ْي بِ َما ت َ ْع َملُ ْونَ ب‬
َ

“Dan sesungguhnya, benar-benar telah Kami anugerahkan kepada Daud karunia


dari Kami. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah
berulang kali bersama Daud!” Kami telah melunakkan besi untuknya. Buatlah baju-baju
besi besar dan ukurlah anyamannya serta kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya Aku
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Ayat diatas menunjukkan kemuliaan kerja dan tenaga kerja dalam Islam dan bagi
tenaga kerja yang mencari nafkah dengan tangannya sendiri amat dihormati. Bentuk
tenaga kerja baik fisik maupun non fisik tidak dibeda-bedakan dalam Islam. Hal yang
sering kita kenal dalam pemanfaatan tenaga kerja adalah melalui kontrak tenaga kerja
(ijarah) dan diberikan imbalan (ujrah) kepadanya.
Menurut Suhendi (2014:115), ijarah difahami sebagai menukar sesuatu dengan
ada imbalannya dimana seorang musta’jir (orang yang mengontrak tenaga) memberikan
imbalan atas pertukaran jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya).
Hubungan antara musta’jir dan ajir dalam Islam telah diatur secara jelas dengan
menjunjung nilai-nilai Islam dalam berakhlak dan adanya pemenuhan hak dan kewajiban
tenaga kerja kepada musta’jir (majikan).
Menurut Chaudhry (2012:192-197), hak dan kewajiban tenaga kerja adalah
sebagai berikut:

a) Hak-hak tenaga kerja mencakup: 1). memperlakukan tenaga kerja dengan


menjunjung persaudaraan dan kesamaan di antara umat muslim tanpa membeda-
bedakan golongan, ras, dan status sosial; 2). kemuliaan dan kehormatan haruslah
senantiasa melekat pada tenaga kerja; 3). Islam mengharuskan kepastian dan
kesegeraan dalam pembayaran upah artinya pembuatan kontrak kerja secara
tertulis dengan pemberitahuan ketentuan upah secara jelas di awal kontrak kerja
adalah wajib adanya dan pembayarannya tidak ditunda-tunda. Seperti dalam
hadits, “Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering” (HR.
Ibnu Majah); 4). Tidak membebani para pekerja dengan pekerjaan yang berat di
luar kekuatan fisiknya, jika pekerjaan itu berat dan pekerja tidak dapat

5
mengerjakannya maka hendaklah majikan membantunya; 5). Penjaminan
kesehatan yang cukup bagi tenaga kerja oleh majikan.

b) Kewajiban tenaga kerja adalah hak majikan, adapun kewajiban tenaga kerja
yaitu: 1). Memenuhi semua kewajiban yang tertuang dalam perjanjian kerja
dengan sungguh-sungguh, jujur dan komitmen tinggi; 2). Sepenuh hati dalam
mengambil ilmu dan manfaat dari pelatihan agar dapat meningkatkan kemampuan
serta kualifikasinya; 3). Secara moral, tenaga kerja terikat untuk selalu setia dan
menjaga amanah dalam bekerja; 4). Menjaga fisik untuk mencapai efisiensi
tenaga kerja dan lebih produktif; 5). Kepemilikan pengetahuan dan kemampuan
dalam memberikan pelayanan secara bertanggung jawab, hal ini menunjukkan
kualitas pun ditekankan dalam Islam seperti dalam Al-Qur’an menyebut cerita
tentang Nabi Yusuf yang ditunjuk untuk menangani gudang dan lumbung di
kekaisaran Mesir, di surah Yusuf ayat 55 sebagai berikut:

“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya


aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.”

Konsep Islam dalam memandang hubungan tenaga kerja, seperti antara pemberi
kerja dengan pekerja diharapkan dapat saling memberikan manfaat serta saling
menghargai satu sama lain, yang secara terang dapat terselesaikan melalui perjanjian
kerja (Rosyada et al, 2018). Islam menghargai kompetensi tenaga kerja, sebagaimana
Allah tidak membebankan kepada manusia diluar batas kemampuannya (QS. Al-Baqarah
(2): 282). Pekerjaan dipandang sebagai bagian dari Ibadah sehingga bagaimana manusia
dapat memanfaatkan kemampuannya seoptimal mungkin guna menghasilkan daya hasil
yang baik dan mampu memenuhi keseimbangan kebutuhan dasar hidupnya dan
kehidupan sosialnya (Ali, 1988).

1. Pengertian Pasar Tenaga Kerja


Pasar dikenal sebagai tempat bertemunya permintaan dan penawaran suatu
produk yang memiliki nilai tambah. Menurut Al-Ghazali (dalam Azid, et al., 2013)
menunjukkan sebaiknya pasar itu berfungsi secara tepat hingga terbebas dari berbagai
jenis kerusakan, kejahatan, dan eksploitasi serta tetap senantiasa berada pada bingkai
syariah. Jika kita mengenal pasar yang berwujud adanya jual beli barang dan jasa sebagai

6
output dari sebuah proses produksi, lain halnya dengan konsep pasar tenaga kerja dimana
tenaga kerja merupakan bagian dari faktor produksi. Tenaga kerja sebagai input dalam
proses produksi yang akan menghasilkan output barang dan jasa. Unsur tenaga kerja yang
berada dalam pasar tenaga kerja menunjukkan telah berlangsungnya kekuatan permintaan
dan penawaran tenaga kerja.
Huda et al (2008:207) mendefenisikan pasar tenaga kerja sebagai suatu keadaan
dimana terdapat penawaran tenaga kerja yang berasal dari angkatan kerja dan permintaan
tenaga kerja yang berasal dari perusahaan. Permintaan tenaga kerja berasal dari
perusahaan-perusahaan yang menghasilkan output (barang dan jasa) yang dalam proses
produksinya membutuhkan faktor produksi, salah satunya adalah tenaga kerja.
Kebutuhan tenaga kerja sebagai bentuk permintaan ini juga dapat mengalami peningkatan
dan penurunan. Kondisi perekonomian secara umum dikenal memiliki hubungan dengan
keadaan pasar tenaga kerja. Kondisi perekonomian yang berada pada keadaan baik atau
mengalami pertumbuhan memberikan hubungan akan terwujudnya permintaan tenaga
kerja mengalami peningkataan yang dalam arti lain tingkat pengangguran rendah.
Pasar Tenaga Kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku untuk
mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja, atau proses terjadinya
penempatan dan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan penempatan tenaga kerja.
Pelaku-pelaku yang dimaksud di sini adalah pengusaha, pencari kerja dan pihak ketiga
yang membantu pengusaha dan pencari kerja untuk dapat saling berhubungan. Pasar
tenaga kerja dapat pula diartikan sebagai suatu pasar yang mempertemukan penjual dan
pembeli tenaga kerja. Sebagai penjual tenaga kerja di dalam pasar ini adalah para pencari
kerja (Pemilik Tenaga Kerja), sedangkan sebagai pembelinya adalah orang-orang /
lembaga yang memerlukan tenaga kerja. Pasar tenaga kerja diselenggarakan dengan
maksud untuk mengkoordinasi pertemuan antara para pencari kerja dan orang-orang atau
lembaga-lembaga yang membutuhkan tenaga kerja. Dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja dari perusahaan, maka pasar tenaga kerja ini dirasakan dapat
memberikan jalan keluar bagi perusahaan untuk memenuhinya. Dengan demikian tidak
terkesan hanya pencari kerja yang mendapat keuntungan dari adanya pasar ini. Untuk
menciptakan kondisi yang sinergi antara kedua belah pihak, yaitu antara penjual dan

7
pemberi tenaga kerja maka diperlukan kerjasama yang baik antara semua pihak yang
terkait, yaitu penjual tenaga kerja, pembeli tenaga kerja.

Para pelaku di pasar tenaga kerja, terdiri dari :


a. Pencari kerja yaitu Setiap orang yang mencari pekerjaan baik karena
menganggur, putus hubungan kerja maupun orang yang sudah bekerja tetapi
ingin mendapatkan pekerjaan lebih baik yang sesuai dengan pendidikan,
bakat, minat dan kemampuan yang dinyatakan melalui aktivitasnya mencari
pekerjaan.
b. Pemberi kerja yaitu Perorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar imbalan berupa
upah atau gaji.
c. Perantaran yaitu Media atau lembaga yang mempertemukan pencari kerja dan
pemberi kerja, misalkan agen penyalur tenaga kerja, bursa kerja.
d. Head hunters (Pihak ketiga yang menghubungkan pencari kerja dengan
perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan. Sebagai imbalan, head hunters akan memperoleh presentasi gaji
dari orang yang diterima bekerja atau komisi dari perusahaan.

2. Penggolongan Pasar Tenaga Kerja


Berdasarkan sifatnya:
1. Pasar kerja intern (Internal Labour Market)
Pasar kerja intern adalah pasar tenaga kerja yang diperoleh dari dalam perusahaan itu
sendiri. Pemenuhan kebutuhan karyawan diambil dari dalam perusahaan melalui promosi
maupun demosi karyawan. Promosi adalah rotasi atau perpindahan karyawan ke dalam
jabatan yang lebih tinggi, misalkan dari asisten manajer menjadi manajer. Sedangkan,
demosi adalah rotasi karyawan ke posisi yang lebih rendah dari jabatan sebelumnya,
misalkan manajer personalia diturunkan menjadi staff.
2. Pasar kerja ekstern (Eksternal Labour Market)
Pasar kerja ekstern adalah pasar tenaga kerja yang diperoleh dari luar perusahaan.
Pemenuhan kebutuhan karyawan diperoleh dari pihak luar, misalkan melalui iklan
lowongan pekerjaan, agen atau penyalur tenaga kerja atau melalui walk in interview.

8
Berdasarkan prioritasnya:
1) Pasar kerja utama (Primary Labour Market)
Pasar kerja utama adalah pasar tenaga kerja yang menawarkan jabatan atau posisi dengan
tingkat upah atau gaji yang tinggi, pekerjaan yang baik dan dengan kondisi yang stabil.
Pasar ini dapat ditemukan pada sektor usaha yang menggunakan padat modal.
2) Pasar kerja Sekunder (Secondary Labour Market)
Pasar kerja Sekunder adalah pasar tenaga kerja yang menawarkan jabatan atau posisi
dengan tingkat upah atau gaji yang rendah, posisi yang kurang stabil dan kurang memberi
kesempatan untuk pengembangan karir karyawan. Biasanya ini dapat dilihat pada industri
restoran dan jasa hotel, kasir dan penjualan ritel.

Berdasarkan pendidikannya:
1) Pasar tenaga kerja terdidik (Skilled Labour Market)
Pasar kerja Sekunder adalah pasar tenaga kerja yang membutuhkan karyawan yang
berpendidikan dan memiliki keterampilan yang memadai. Pasar tenaga kerja ini biasanya
dibutuhkan pada sektor usaha formal, misalnya, dokter, akuntan, pengacara, dan
sebagainya.
2) Pasar tenaga kerja tidak terdidik (Unskilled Labour Market) Pasar tenaga kerja tidak
terdidik adalah pasar tenaga kerja yang menawarkan pekerjaan yang tidak mementingkan
pendidikan maupun keterampilan – keterampilan khusus tertentu. Pasar tenaga kerja ini
biasanya ditemui pada sektor usaha informal, misalnya, pedagang asongan, loper koran
dan majalah, juru parkir dan sebagainya.

3. Penyelenggaraan Pasar Tenaga Kerja di Indonesia


Di Indonesia, penyelenggaraan bursa tenaga kerja ditangani oleh Departemen Tenaga
Kerja (Depnaker). Orang-orang atau lembaga-lembaga yang membutuhkan tenaga kerja
dapat melapor ke Depnaker dengan menyampaikan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang
dibutuhkan beserta persyaratannya. Kemudian Depnaker akan mengumumkan kepada
masyarakat umumnya tentang adanya permintaan tenaga kerja tersebut. Sementara itu, para
pencari kerja (Pemilik Tenaga Kerja) dapat mendaftarkan dirinya kepada Depnaker dengan
menyampaikan keterangan-keterangan tentang dirinya. Keterangan tentang diri pribadi si
pencari kerja ini sangat penting untuk dasar penyesuaian dengan kebutuhan tenaga kerja dari

9
orang-orang atau lembaga-lembaga yang bersangkutan. Apabila ada kesesuaian, Depnaker
akan mempertemukan si pencari kerja dengan orang atau lembaga yang membutuhkan tenaga
kerja tersebut untuk transaksi lebih lanjut. Selain Depnaker, di Indonesia juga berkembang
penyelenggaraan bursa tenaga kerja swasta yang biasa disebut Perusahaan Penyalur Tenaga
Kerja. Perusahaan swasta yang berusaha mengumpulkan dan menampung pencari kerja,
kemudian menyalurkan kepada orang-orang atau lembaga - lembaga yang membutuhkan
tenaga kerja, baik di dalam maupun diluar negeri seperti Malaysia, Singapura, Hongkong dan
Arab Saudi. Sebelum diadakan penyaluran, perusahaan ini juga sering menyelenggarakan
pelatihan kepada para pencari kerja yang ditampungya. Apabila ada kesesuaian antara
pencari kerja dengan orang atau lembaga yang membutuhkan, dapat dilakukan transaksi.
Atas jasanya menyalurkan tenaga kerja ini, perusahaan tersebut akan mendapatkan komisi.

4. Pasar Tenaga Kerja dan Penawaran Agregat


Pasar tenaga kerja memegang peranan penting dan menjadi faktor penentu terhadap
kinerja perekonomian negara. Secara teoritis pasar tenaga kerja akan menentukan skema
penawaran agregat. Skema penawaran agregat jika dilihat lebih jauh akan menentukan
besarnya pendapatan nasional dan dapat mempengaruhi harga umum dalam kondisi
seimbang. Menurut Mankiw et al (2012:240), kurva penawaran agregat menyatakan jumlah
keseluruhan barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan dan dijual pada tingkat harga
tertentu. Bentuk kurva penawaran agregat untuk jangka panjang dan jangka pendek memiliki
perbedaan yaitu untuk jangka panjang berbentuk vertikal sedangkan pada kondisi jangka
pendek kurva penawaran agregat ini miring ke atas, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh
beberapa hal.
Dalam jangka panjang, produksi barang dan jasa (PDB riilnya) bergantung pada
penawaran tenaga kerja, modal dan sumber daya alam serta pada penguasaan teknologi yang
digunakan untuk mengubah faktor-faktor produksi tersebut menjadi barang dan jasa,
sedangkan untuk kurva penawaran agregat jangka pendek bergantung pada tingkat harga
harapan karena ketika tingkat harga menyimpang dari yang diharapkan dapat membuat
output menyimpang dari tingkat alamiahnya sehingga memberikan dampak bagi
pengurangan tenaga kerja hingga produksi (Mankiw et al, 2012:258).

10
Berikut adalah kurva penawaran agregat yang mendapat pengaruh dari pasar tenaga
kerja dalam pandangan ekonomi konvensional.

Gambar 1. Kurva Penawaran Agregat


(Sumber: Nurul Huda et al. 2008. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis)

Kurva penawaran agregat di atas berbentuk miring ke atas, artinya kenaikan tingkat
harga keseluruhan dalam perekonomian cenderung meningkatkan jumlah penawaran barang
dan jasa, sedangkan penurunan dalam tingkat harga cenderung akan mengurangi jumlah
penawaran barang dan jasa. Terdapat hubungan positif antara tingkat harga dan output.
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada saat P=Pe maka Y akan sama dengan Yn, hal ini
dikarenakan asumsi yang digunakan pada terjadinya keseimbangan antara keadaan upah dan
keadaan harga yang membentuk tingkat pengangguran alamiah. Dimana tingkat
pengangguran alamiah dapat menentukan besaran jumlah tenaga kerja dan output yang
dihasilkan, dimana pengangguran yang meningkat mampu menurunkan output.
Menurut Huda et al (2008:216) terdapat dua hal penting yang dimiliki oleh kurva
penawaran agregat:
a. Output yang meningkat akan meningkatkan harga. Hubungan ini dapat dilihat
dari beberapa langkah yaitu jika output meningkat, maka Y akan meningkat.
Selanjutnya jika tenaga kerja meningkat maka pengangguran akan turun,
selanjutnya akan meningkatkan upah, dan pada akhirnya meningkatkan tingkat
harga, sehingga secara singkat jika output meningkat maka tingkat harga secara
umum akan meningkat.
b. Harga yang meningkat tidak terlepas dari adanya ekspektasi harga yang
meningkat. Hal ini terjadi karena ekspektasi harga akan mendorong

11
meningkatnya upah dan akan meningkatkan tingkat harga. Kondisi yang telah
tergambarkan dalam kurva penawaran agregat menunjukkan adanya fleksibilitas
tingkat upah untuk naik dan sebaliknya terdapat kekakuan upah nominal untuk
turun ke bawah. Kekakuan upah untuk turun ke bawah ini juga diperkuat dengan
pemaparan Mankiw et al (2012:245) bahwasanya upah nominal sulit berubah
atau kaku hingga batas tertentu, lambatnya perubahan upah nominal itu terkait
dengan kontrak jangka panjang yang menetapkan upah nominal, kondisi
penyesuaian tingkat upah dengan tingkat harga yang lambat memberikan
pengaruh bagi perusahaan dimana saat tingkat harga yang rendah membuat
produksi kurang menguntungkan dan perusahaan mengambil kebijakan
pengurangan barang dan jasa yang ditawarkan.

5. Pasar Tenaga Kerja dan Penawaran Agregat menurut Islam


Ajaran Al-Quran dan Sunnah telah memandu umat manusia bahwa pasar tenaga kerja
dalam Islam diatur oleh hukum Shar'iah Islam, nilai kejujuran, keadilan dan pahala yang
setara dengan pekerjaan yang telah dilakukan (Azid et al, 2013). Pasar tenaga kerja yang
dilihat dari sudut pandang Islam juga diartikan sebagai penawaran tenaga kerja yang terdiri
dari angkatan kerja yang sesuai dengan permintaan tenaga kerja dengan tingkat upah yang
sesuai. Islam memberikan tuntunannya kepada manusia untuk menjadi insan yang produktif
dan diwajibkan untuk bekerja mencari karunia Allah di bumi ini. Sebagaimana dalam firman
Allah di surah Al-Jumu’ah ayat 10:

َ‫ض ِل اللّٰ ِه َوا ْذ ُك ُروا اللّٰهَ َكثِي اْرا لَّعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون‬ ِ ‫ص ٰلوة ُ فَا ْنتَش ُِر ْوا فِى ْاَّلَ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَغُ ْوا ِم ْن ف‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَ ِاذَا ق‬
ِ َ‫ضي‬

“Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia
Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.

Ayat di atas menegaskan bahwa manusia sebagai hamba Allah dianjurkan untuk
bekerja mencari rezeki dengan selalu berpegang pada aturan Allah. Hal ini kembali
menunjukkan Islam tidak menginginkan umatnya menjadi pengangguran dan dengan
berkurangnya pengangguran dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menciptakan stabilitas perekonomian negara. Selebihnya dari jumlah angkatan kerja yang
tidak terserap ini dituntun untuk berproduktif dengan menjadi wirausaha sebagai bentuk
12
ikhtiar dalam mencari karunia Allah. Khan (2014:173) menjelaskan penawaran tenaga kerja
yang dapat disewa akan ditentukan sebagai residual dari sediaan total sumber daya tersebut
yang tersisa setelah dipekerjakan dalam sistem ujrah. Berikut adalah gambar kurva
permintaan dan penawaran tenaga kerja dari pandangan Islam yang didasarkan dengan
sistem ujrah.

Gambar 2. Kurva Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja


(Sumber: M. Fahim Khan. 2014. Esai-Esai Ekonomi Islam)

Gambar diatas menunjukkan 𝑆𝑅 adalah total sumber daya yang ditawarkan. Sesudah
sejumlah 𝑆𝑈 darinya dipekerjakan dengan ujrah U yang merupakan titik potong antara
kurva penawaran dan kurva permintaan DD, maka sisanya yakni 𝑆𝑅 - 𝑆𝑈 menjadi jumlah
sumber daya kewirausahaan yang ditawarkan. Sumber daya sejumlah 𝑆𝑈 - 𝑆𝑅 tidak
ekonomis jika dipekerjakan dengan ujrah sebesar U karena opportunity cost-nya lebih tinggi
daripada yang para pengusaha itu bersedia bayarkan.
Ajaran Islam mendesak atau mewajibkan orang untuk mencari nafkah dan
menganggur adalah pilihan yang amat dicegah. Pasar tenaga kerja yang diturunkan dapat
menciptakan penawaran agregat yang selanjutnya mampu menunjukkan tingkat upah yang
dapat dihasilkan. Kurva penawaran agregat dalam ekonomi Islam menerangkan volume
produk nasional yang akan diproduksi pada tingkat harga yang berbeda-beda (Suprayitno,
2005:221). Dalam Islam tidak mengenal monopoli di setiap pasar sehingga uang ataupun
upah nominal yang harus dibayarkan kepada tenaga kerja mampu fleksibel dapat bergerak,
sebab penentuan apakah mereka bekerja atau tidak, didasarkan semata-mata kepada upah
nyata yang ditawarkan. Tenaga kerja sebagai variabel dalam faktor produksi karena jika kita

13
lihat faktor produksi lainnya seperti modal dan tanah untuk jangka pendek bersifat tetap bagi
produksi. Tingkat pendapatan nasional (output) merupakan fungsi dari jumlah tenaga kerja
(Metwally, 1995:100). Artinya terdapat hubungan positif dimana setiap peningkatan tenaga
kerja maka pendapatan nasional juga mengalami peningkatan. Terwujudnya keseimbangan
pasar tenaga kerja menuntut agar penawaran tenaga kerja agregat adalah sama dengan
permintaan tenaga kerja agregat. Adapun besarnya penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh
tingkat upah yang ditawarkan kepadanya. Berikut adalah persamaan yang menghasilkan
upah nyata (riil) menurut Metwally (1995:100):
𝑊
W= 𝑃

Persamaan diatas terdiri dari,


w = upah riil
W = upah nominal
P = tingkat harga

Tingkat keseimbangan dalam pasar tenaga kerja berada pada tingkat kesempatan
kerja penuh (full employment), dimana (kalaupun masih ada orang belum bekerja) setiap
pekerja yang mau bekerja dengan tingkat upah yang berlaku di pasar mereka dapat
memperoleh pekerjaannya. Bentuk derivasi geometrik dari kurva penawaran agregat yang
berasal dari keseimbangan pasar tenaga kerja dipandang dari sisi hukum Islam dapat
ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 3. Penentuan Penawaran Agregat dalam Hukum Islam


(Sumber: M.M. Metwally. 1995. Teori dan Model Ekonomi Islam)

14
Gambar diatas menunjukkan turunan secara geometrik dari sebuah keseimbangan
pasar tenaga kerja yang menghasilkan kurva penawaran agregat hingga menunjukkan tingkat
upah bagi tenaga kerja. Gambar 3.a memperlihatkan bahwa permintaan tenaga kerja adalah
sama dengan penawaran tenaga kerja pada tingkat keseimbangan upah riil (we). Pada tingkat
ini terdapat kesempatan kerja penuh dimana menunjukkan jumlah tenaga kerja dalam
kondisi full employment. Searah dengan tingkat ketenagakerjaan ini tercapai pula tingkat
kesempatan kerja penuh pada output seperti pada gambar 3.b. Pada gambar 3.c
menunjukkan kurva penawaran agregat.
Variabel-variabel pada gambar 3.a dan 3.b diukur dengan harga riil maka kurva
penawaran agregat pada gambar 3.c adalah benar-benar harga inelastis sempurna pada
tingkat kesempatan kerja penuh. Gambar 3.d menampilkan persamaan (1) yaitu hubungan
timbal balik antara tingkat harga dan upah riil di dalam suatu upah nominal yang tetap. Jika
tingkat harga mengalami peningkatan, maka upah riil yang diberikan, berbanding dengan
upah nominal yang ditetapkan akan menjadi rendah, dan sebaliknya, bila harga turun maka
upah riil akan meningkat (Metwally, 1995:101). Pada model ini, upah riil selamanya sesuai
dengan tingkat rata-rata upah dalam keseimbangan (we). Artinya nilai upah akan meningkat
bila harga meningkat dan turun jika harga turun, hal ini terjadi dengan asumsi bahwa nilai
uang fleksibel untuk naik dan turun. Pandangan tingkat upah menurut hukum Islam
berlawanan dengan pandangan ekonomi konvensional dimana tingkat upah mengalami
kekakuan untuk turun dan cukup fleksibel saat naik. Hal ini pun dapat disadari bahwa tidak
ada yang memiliki pengetahuan sempurna tentang kondisi di masa depan sehingga fenomena
yang terjadi didalam pasar tenaga kerja dapat digantikan oleh perjanjian dan kontrak di
antara perusahaan, manajemen dan pekerja. Namun ekonomi Islam percaya bahwa dengan
menggunakan komponen etika dan nilai-nilai moral, mekanisme pasar dapat bekerja lebih
efisien (Azid et al, 2013).

6. Upah dalam Tinjauan Perspektif Islam


Tenaga kerja sebagai bagian dari faktor produksi memiliki peran besar dalam
mendukung keberlangsungan proses produksi. Pemanfaatan tenaga kerja yang didasarkan
pada kontrak kerja membuat adanya kewajiban bagi majikan untuk memberikan imbalan atas
pemanfaatan jasa tersebut. Imbalan bagi tenaga kerja ini lebih dikenal dengan upah. Upah
juga menjadi bagian dari hasil terciptanya pasar tenaga kerja.

15
Afzalurrahaman (2000:395) mengatakan bahwa upah adalah harga yang dibayarkan
pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan, seperti faktor produksi lainnya, tenaga kerja
diberi imbalan atas jasanya, dengan kata lain, upah adalah harga dari tenaga yang dibayar
atas jasanya dalam produksi. Islam memberikan tuntunan dalam mencari karunia-Nya
melalui bekerja dengan senantiasa berpegang pada tata aturan syariah Islam, artinya dengan
tidak mencari rezeki dengan cara dan hasil yang haram. Pekerjaan halal akan menghasilkan
upah yang halal pula. Kesatuan ini kembali mengingatkan pada esensi bekerja sebagai bentuk
ibadah yang mengharapkan ridho-Nya maka dalam Islam hasil dari bekerja dapat diartikan
tidak hanya berupa upah namun juga adanya perolehan berkah. Penentuan besaran upah
memiliki dasar yang cukup beragam, seperti pada ekonomi konvensional bahwa besaran
upah yang diberikan kepada tenaga kerja adalah hasil dari kekuatan tawar pekerja dan konsep
upah ini bergantung pada keseimbangan penawaran dan permintaan tenaga kerja.
Menurut Huda et al (2008:208), kekuatan tawar pekerja tergantung dari dua hal yaitu
skill yang dimiliki oleh seorang pekerja dan kondisi pasar tenaga kerja secara umum.
Kekuatan tawar pekerja ini sering kita lihat pada kondisi saat ini adalah kekuatan tawar
pekerja dilakukan secara kolektif oleh serikat pekerja kepada perusahaan. Selaras dengan
pandangan Islam terkait konsep upah, bahwasanya upah ditetapkan secara adil dan merata
tanpa merugikan kepentingan pihak lain (Azid et al, 2013).
Dalam hadits riwayat Abu Dhar bahwa Nabi SAW bersabda: “Mereka (Anda budak
atau hamba) saudaramu, Tuhan telah menempatkan mereka di bawah kendali Anda; Jadi
siapa pun memiliki saudaranya di bawah kekuasaannya harus memberinya makan dari apa
yang dia (sendiri) makan dan memberinya pakaian seperti yang dia (sendiri) memakai; dan
tidak memaksakan pada mereka tugas yang harus terlalu keras bagi mereka, dan jika Anda
memaksakan pada mereka suatu tugas, kemudian membantu mereka (dalam melakukannya)”
(Bukhari Muslim).
Menurut Sulistiawati (2012) pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu
kegiatan produksi pada dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada
tenaga kerja atas prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi, pemberian
upah ini tergantung pada: 1. Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya 2.
Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja 3. Produktivitas
marginal tenaga kerja 4. Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat

16
pengusaha 5. Perbedaan jenis pekerjaan. Adapun kebijakan upah minimum atau penetapan
upah terendah untuk tenaga kerja yang harus dibayarkan oleh perusahaan telah banyak
digunakan oleh beberapa negara.
Menurut Mankiw et al (2012:119) karena upah minimum adalah penetapan batas
harga terendah, hal ini menimbulkan dampak dimana jumlah penawaran tenaga kerja
melebihi jumlah permintaannya dan hasilnya adalah pengangguran, serta banyak kondisi
yang menunjukkan pekerja dengan upah rendah dituntut untuk menghadapi biaya hidup yang
tinggi akibat kenaikan harga minyak dan tingkat suku bunga. Islam lebih dikenal dalam
menyebut upah atau imbalan atas jasa ini dengan istilah ujrah, khususnya dalam fiqh
muamalah didalam bab ijarah. Seperti yang dijelaskan Suhendi (2014:115) aspek ujroh
mencakup pemberian imbalan karena mengambil manfaat dari suatu barang, seperti rumah,
pakaian dan lain-lain serta pemberian imbalan akibat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang, seperti seorang pelayan, jenis pertama mengarah kepada sewa menyewa dan yang
kedua lebih menuju kepada ketenagakerjaan. Didalam Al-Qur’an juga telah diterangkan akan
ketentuan yang menunjukkan kepada kita keharusan untuk membayar upah atas penggunaan
jasanya. Dalam firman Allah di surah Al-Tholaq ayat 6:

‫ض ْعنَ َح ْملَ ُه ۚ َّن فَا ِْن‬


َ َ‫ت َح ْم ٍّل فَا َ ْن ِفقُ ْوا َعلَ ْي ِه َّن َحتّٰى ي‬ ِ ‫ول‬ ٰ ُ ‫علَ ْي ِه ۗ َّن َوا ِْن ُك َّن ا‬ َ ُ ‫ض ۤا ُّر ْوه َُّن ِلت‬
َ ‫ضيِقُ ْوا‬ َ ُ ‫س َك ْنت ُ ْم ِم ْن ُّوجْ ِد ُك ْم َو ََّل ت‬ َ ‫ْث‬ ُ ‫ا َ ْس ِكنُ ْوه َُّن ِم ْن َحي‬
‫ض ُع لَهٗ ٓٗ ا ُ ْخ ٰر ۗى‬
ِ ‫ست ُ ْر‬
َ َ‫س ْرت ُ ْم ف‬ َ ‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَ ٰات ُ ْوه َُّن ا ُ ُج ْو َره ۚ َُّن َوأْت َِم ُر ْوا بَ ْي َن ُك ْم بِ َم ْع ُر ْوفٍّۚ َوا ِْن تَعَا‬
َ ‫ا َ ْر‬

“Tempatkanlah mereka (para istri yang dicerai) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. Jika mereka (para istri yang dicerai) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)-mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di
antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu sama-sama menemui kesulitan
(dalam hal penyusuan), maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa para wanita yang dipekerjakan untuk menyusui
anak, maka sang ayah dibebani kewajiban untuk membayar upah atas jasa penyusuan
tersebut, hal ini menekankan makna akan wajibnya pemberian upah dalam bentuk apapun
jasa yang telah digunakan secara adil. Upah digolongkan menjadi dua (Huda et al, 2008:230)
yaitu: 1. Upah yang telah disebutkan (ajrul musamma), yaitu upah yang telah disebutkan

17
pada awal transaksi, syaratnya adalah ketika disebutkan harus disertai adanya kerelaan
(diterima) oleh kedua belah pihak. Terdapat hadits pula yang telah menjelaskan ketentuan
tentang penentuan upah harus dijelaskan terlebih dahulu di awal yaitu:
a. Upah yang telah disebutkan (ajrul musamma), yaitu upah yang telah disebutkan pada
awal transaksi, syaratnya adalah ketika disebutkan harus disertai adanya kerelaan
(diterima) oleh kedua belah pihak. Terdapat hadits pula yang telah menjelaskan ketentuan
tentang penentuan upah harus dijelaskan terlebih dahulu di awal yaitu:
b. Upah yang sepadan (ajrul mistli) adalah upah yang sepadan dengan kerjanya serta
sepadan dengan kondisi pekerjaannya. Maksudnya adalah harta yang dituntut sebagai
kompensasi dalam suatu transaksi yang sejenis pada umumnya.
Kedua golongan tersebut menunjukkan penekanan akan kejelasan penentuan upah
serta pemberian upah yang sepadan semisal pemberian upah untuk jam lembur dan lain-lain
harus diberikan sesuai dengan wajar dan adil, kedua poin ini kembali menegaskan apa yang
telah dijelaskan sebelumnya pada pembahasan hak dan kewajiban tenaga kerja. Penentuan
upah dalam Islam dapat dikatakan memiliki perbedaan dengan pandangan ekonomi
konvensional dimana dalam ekonomi konvensional tingkat upah ditentukan berdasarkan
kondisi keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja serta
mempertimbangkan produk marginal tenaga kerja (kenaikan jumlah hasil produksi dari
tambahan unit tenaga kerja), sedangkan dalam ekonomi Islam, tidak bergantung kepada
penawaran dan permintaan tenaga kerja akan tetapi bergantung pada kebutuhan si pekerja
yang didasarkan pada keadilan dan kejujuran serta melindungi kepentingan baik majikan
maupun pekerja, hal inilah yang menunjukkan sisi perbedaan dengan ekonomi konvensioal
dan dapat menjadi sebuah solusi akan konsep penetapan upah yang sesuai syariah Islam.
Keterkaitan akan pentingnya upah bagi pemenuhan kebutuhan pekerja ini karena hal
ini berpengaruh pada daya beli pekerja. Jika daya beli pekerja tidak dapat terpenuhi secara
seimbang maka ini memberikan pengaruh juga bagi kondisi industri yang memasok barang-
barang= konsumsi serta secara luas dapat memberikan pengaruh pada kestabilan
perekonomian. Menurut Islam, upah harus ditetapkan dengan cara yang layak, patut, tanpa
merugikan kepentingan pihak yang mana pun, dengan tetap mengingat ajaran Islam
(Chaudhry, 2012:198) berikut ini:

18
QS. Al-Baqarah:279

ْ ُ ‫س ا َ ْم َوا ِل ُك ۚ ْم ََّل ت َْظ ِل ُم ْونَ َو ََّل ت‬


َ‫ظلَ ُم ْون‬ ٍّ ‫فَا ِْن لَّ ْم ت َ ْفعَلُ ْوا فَأْذَنُ ْوا بِ َح ْر‬
ُ ‫ب ِمنَ اللّٰ ِه َو َر‬
ُ ‫س ْو ِل ۚه َوا ِْن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُء ْو‬

“Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari
Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu.
Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)”.

Abu Dzar menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda: “Mereka (budak atau
pembantumu) adalah saudara-saudara kalian. Allah telah menempatkan mereka di bawah
kekuasaanmu, berilah mereka makan seperti makananmu, berpakaian seperti pakaianmu, dan
janganlah mereka kalian bebani dengan pekerjaan yang mereka tidak mampu
mengerjakannya. Jika kalian menyuruhnya bekerja berat, maka bantulah dia.” (Bukhari dan
Muslim).
Ketiga landasan syariah diatas adalah petunjuk bagi umat Islam akan ketentuan dalam
penetapan upah yang sesuai syariah Islam, dimana dilandaskan pada Al-Qur’an dan al-Hadits
yang terkait dengan aspek upah serta ketenagakerjaan. Kemuliaan tenaga kerja bagi Islam
sangat terlihat, baik dari sisi mewujudnya keridhoan kedua belah pihak antara majikan dan
pekerja, tuntunan untuk berlaku adil dan menghormati tenaga kerja hingga kepada hal-hal
seperti saling menolong, menghargai serta memelihara tenaga kerja sebagai layaknya saudara
muslim kita. Bahkan untuk kebijakan upah minimum dalam Islam sangat didasarkan pada
pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi makanan, pakaian dan perumahan agar
keberlangsungan tenaga kerja senantiasa terjaga (Chaudhry, 2012:199).
Wujud kebutuhan dasar manusia berupa kebutuhan dharuriyat. Kebutuhan dalam
Islam dikemukakan oleh Imam Shatibi (dalam Muflih, 2006:66) bahwasanya kebutuhan
manusia terdiri dari tiga jenjang yaitu 1). Dharuriyat (agama (din), kehidupan (nafs),
pendidikan (aql), keturunan (nasl), dan harta (mal), 2). Hajiyat merupakan pelengkap yang
menguatkan dan melindungi dharuriyat, 3). Tahsiniyat merupakan penambah bentuk
kesenangan dankeindanhan dharuriyat dan hajiyat. Kebutuhan dasar dharuriyat inilah yang
menjadi kebutuhan dasar bagi manusia yang diperlukan dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidup cara jangka panjang serta mendukung fungsi manusia menjadi sempurna
sesuai dengan esensi fungsi diciptakannya manusia secara keseluruhan sebagai hamba Allah

19
SWT. Implikasi dari kebijakan upah menurut Islam ini adalah dapat tercapainya pemerataan
perekonomian dan kesejahteraan rakyat yang dituju bagi sebuah negara dapat tercapai.

B. Alokasi Waktu
Becker (1965) dalam karyanya A Theory of the Allocation of Time menyatakan
bahwa setiap individu memiliki waktu yang akan dialokasikan untuk bekerja ataupun untuk
kegiatan lainnya. Pada dasarnya, pengalokasian waktu kerja rumah tangga adalah gambaran
dari upaya rumah tangga untuk mempertahankan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraan
keluarganya yang menyesuaikan dengan kesempatan kerja yang ada serta sumberdaya yang
dimiliki. Hal tersebut mengakibatkan waktu yang dialokasikan dan pendapatan yang diterima
tiap rumah tangga berbeda-beda. Alokasi waktu kerja tersebut berkaitan dengan tingkat
kepuasan.
Menurut Becker (1965) dalam Bellante dan Jackson (1990), teori alokasi waktu
mencerminkan individu dalam mengalokasikan waktunya dalam pasar tenaga kerja untuk
mendapatkan upah dan kepuasan. Kepuasan tersebut dilihat dari waktu dan barang yang
dikonsumsi dan merupakan input dalam menghasilkan suatu komoditi tertentu. Kombinasi
antara barang konsumsi dan waktu senggang akan menghasilkan tingkat kepuasan yang
maksimal seperti gambar berikut.

Gambar 4. Indifference Curve


Sumber: Simanjuntak (1985).

Tingkat utility U2 bisa didapatkan jika mengkonsumsi barang sejumlah OD dan


menikmati waktu senggang sebesar OA (titik E1) atau mengkonsumsi barang sebanyak
OB dan menikmati waktu senggang sebanyak OC (titik E2). Jika ingin berpindah dari E2

20
ke E1, maka keluarga harus menghilangkan waktu senggang AC untuk mendapatkan
tambahan barang konsumsi sebesar BD. Perbandingan antara perubahan barang konsumsi
dengan waktu senggang disebut marginal rate of substitution (MRS) di mana nilai MRS
selalu negatif karena bila yang satu positif maka yang lain negatif. Tingkat utility U2
(titik E2) dapat ditingkatkan menjadi U3 jika terjadi peningkatan pendapatan yang dapat
meningkatkan barang konsumsi dan waktu senggang.

Gambar 5. Kurva Model Alokasi Waktu


Sumber: Becker (1965) dalam Bellante and Jackson, 1990.

Gambar di atas menunjukkan kurva yang menggabungkan pilihan antara


pendapatan dan waktu luang yang memberikan kepuasan yag sama. Kurva IC3
menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih besar dari kurva IC2 dan IC1. Sedangkan
budget constraint pada kurva tersebut adalah tingkat subtitusi marjinal (marginal rate of
substitution atau MRS) dari pilihan antara menggunakan waktu untuk bekerja atau
menikmati waktu luang. Ketika upah mengalami peningkatan, maka seseorang akan
cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati lebih banyak waktu senggang dengan
mengurangi jam kerja yang disebut dengan efek pendapatan. Namun, ketika upah
mengalami kenaikan, maka harga waktu menjadi mahal sehingga seseorang akan
mensubtitusikan waktu senggangnya dengan waktu bekerja dan meningkatkan konsumsi
yang disebut dengan efek subtitusi (Simanjuntak, 1985).
Jika waktu yang digunakan untuk bekerja sebanyak h jam, maka waktu luang
(Leisure) yang dimiliki adalah sebesar (24-h) jam perhari (Sudarsono dalam Marhaeni
dan Manuati, (2004), Tarmizi, (2012).). Waktu luang ini akan digunakan untuk makan,
21
tidur, mengurus rumah, mengasuh anak, rekreasi dan sebagainya. Secara ekonomi dapat
dikatakan orang yang menggunakan waktuya untuk waktu luang dapat disebut
mengkonsumsi waktu luang dan dia akan memperoleh kepuasan atau utilitas, sedangkan
individu yang menggunakan sebagian waktunya utuk bekerja juga akan memperoleh
kepuasan atau utilitas karena dapat mengkonsumsi barang dan jasa dari upah yang
didapat karena bekerja. Keputusan untuk bekerja pada dasarnya adalah sebuah keputusan
tentang bagaimana menggunakan waktu yang dimiliki.
Setiap individu dapat menggunakan waktu yang tersisa untuk aktivitas-aktivitas
leisure seperti aktif dalam kegiatan sosial, budaya, mengurus rumah tangga, mengurus
anak ataupun untuk berlibur sambil menjalankan hobi dari individu tersebut. Adapun hal
lain yang dapat mempengaruhi waktu untuk bekerja antara lain jumlah beban
tanggungan, kepemilikan pendapatan non kerja, bahkan budaya suatu daerah juga dapat
menentukan keterlibatan perempuan dalam pasar kerja (Marhaeni dan Manuati, 2004),
pada kenyataannya tiap individu mencoba menyeimbangkan antara pekerjaan dan
kegiatan rumah (Grant dan Stewart, 2001).
Tenaga kerja merupakan faktor terpenting dalam proses produksi khususnya dan
perekonomian pada umumnya. Sebagai faktor produksi, tenaga kerja memainkan peran
lebih penting dari pada faktor produksi yang lain seperti bahan mentah, tanah, air, dan
sebagainya, karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang berperan penting dalam
menggerakkan facktor produksi lainnya untuk menghasilkan komoditas dalam
perekonomian. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan
atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Penawaran tenaga kerja pada dasarnya memiliki dua dimensi utama (Tarmizi,
2012; Ehrenberg and Smith, 2012) yaitu dimensi jam kerja dan dimensi tingkat
partisipasi. Dimensi jam kerja didasarkan pada Teori penawaran tenaga kerja Neoclasic,
dimana setiap individu dihadapkan pada pilihan Labor-Leasure (Kauffman, 2003), atau
Income-Leasure (Gunderson & Graig, 1993), dalam hal ini setiap individu akan
dihadapkan pada pilihan bekerja atau tidak bekerja dalam memanfaatkan waktunya,
dimensi ini merupakan dimensi mikro. Dimensi jam kerja merupakan permasalahan
penawaran tenaga kerja jangka pendek sedangkan dimensi partisipasi merupakan

22
permasalahan penawaran tenaga kerja jangka panjang. Dalam jangka pendek diasumsikan
setiap individu memiliki tingkat skill yang sama sehingga fokus analisis hanya pada jam
kerja, jika ada perubahan tingkat upah maka setiap individu akan merespon dengan
melakukan perubahan pada berapa lama waktu yang akan digunakan untuk bekerja dan
untuk leisure. Sedangkan dalam jangka panjang, permasalah yang terjadi akan lebih
kompleks dan membutuhkan penyesuaian yang juga semakin kompleks, dimana di dalam
jangka panjang akan terjadi perubahan jumlah, rasio jenis kelamin, dan komposisi
penduduk, serta kondisi sosial, ekonomi dan politik, hal inilah yang nantinya akan
mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja di suatu daerah. Bagi seorang
perempuan yang sudah kawin dan memiliki keluarga, pilihan bekerja untuk mendapatkan
upah atau gaji seringkali berbenturan dengan pekerjaan mengurus rumah tangga dan
keluarga tanpa mendapatkan upah. Bagaimana kondisi angka Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) perempuan dalam suatu masyarakat akan sangat dipengaruhi
oleh aspek sosial budaya dan modernisasi dalam hubungannya dengan hakekat bekerja di
dalam tatanan masyarakat yang bersangkutan.

C. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja


1. Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Single Competitif

Kurva penawaran tenaga kerja menunjukkan jumlah jam kerja dari pekerja
pada berbagai tingkat upah. Sedangkan kurva permintaan tenaga kerja menunjukkan
jumlah jam kerja yang digunakan oleh perusahaan pada berbagai tingkat upah.
Keseimbangan terjadi pada saat penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga
kerja yaitu di titik upah keseimbangan w* dan jumlah jam kerja sebanyak E*. Setelah
tingkat upah keseimbangan tercapai, setiap perusahaan di dalam industri berusaha
mempekerjakan orang sampai pada titik dimana nilai marjinal produk tenaga kerja (value
of marginal product of labor) sama dengan upah di pasar kerja yang kompetitif yaitu di
titik E.

23
Upah Dn kurva penawaran tenaga kerja

w* E

Sn kurva permintaan tenaga kerja

E* kesempatan kerja

Keseimbangan di pasar kerja yang kompetitif

Mengapa upah bisa naik turun? Dalam perekonomian yang modern, terdapat
kendala yang dihadapi berupa gangguan (shock) yang terjadi baik di sisi permintaan
maupun penawaran. Upah dan kesempatan kerja yang selalu berubah merupakan respon
dari perubahan yang terjadi dari sisi ekonomi, politik dan sosial. Ketika pasar kerja
bereaksi terhadap gangguan yang terjadi, upah dan kesempatan kerja akan selalu bergerak
menuju titik keseimbangan yang baru.

2. Keseimbangan Kompetitif antar Pasar Tenaga Kerja

Bagaimana keseimbangan pasar tenaga kerja terjadi bila di daerah utara


mempunyai upah yang lebih tinggi dari daerah selatan? Diasumsikan dua pasar ini
mempekerjakan pekerja yang memiliki ketrampilan yang sama sehingga orang yang
bekerja di daerah Utara memiliki substitusi yang sempurna dengan daerah di Selatan.
Upah keseimbangan di daerah Utara wN melebihi upah keseimbangan di daerah Selatan
wS. Kurva permintaan dan penawaran di masing-masing pasar yaitu SN dan DN untuk
daerah Utara sedangkan SS dan DS untuk daerah Selatan. Pekerja di daerah Selatan
melihat upah di daerah Utara lebih besar, akan berpindah untuk bekerja di Utara.
Penghasilan yang besar menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih besar. Sebaliknya
perusahaan melihat adanya perbedaan upah di kedua daerah, akan berpindah ke daerah
Selatan yang memiliki karakteristik tingkat upah yang lebih rendah dibandingkan di
Utara, sehingga perusahaan memperoleh keuntungan lebih besar dengan mempekerjakan
pekerja yang lebih murah. Jika pekerja berpindah antar daerah dengan bebas,
perpindahan pekerja (migrasi) akan mengubah kurva penawaran baik di daerah Utara
maupun Selatan. Di daerah Selatan, kurva penawaran tenaga kerja akan bergeser ke kiri

24
(ke SS’) sampai sebagian pekerja di daerah Selatan meninggalkan daerahnya menuju
daerah Utara. Akibatnya karena pekerja sangat langka di daerah Selatan, upah pekerja
mengalami kenaikan. Sebaliknya di daerah Utara, kurva penawaran tenaga kerja akan
bergeser ke kanan (ke SN’), sebagai akibat pekerja di daerah Selatan terus berdatangan.
Dampaknya, upah di daerah Utara mengalami penurunan. Jika ada kebebasan bagi
pekerja untuk berpindah dan kebebasan untuk keluar atau masuk ke pasar, maka
dampaknya perekonomian nasional akan menghasilkan tingakat upah tunggal yaitu
sebesar w*.

Tk upah SN Tk upah

wN SN’ SS SS’

w* w*

Dn wS DS

Kesemp Kerja Kesemp Kerja

Pasar tenaga kerja di Utara Pasar tenaga kerja di Selatan

3. Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Monopsoni


Jenis perusahaan monopsoni yaitu: perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni
dan perusahaan monopsoni nondiskriminatif.
a. Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni
Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni dapat mempekerjakan pekerja
pada berbagai tingkat upah. Pada dasarnya perusahaan monopsoni tidak dapat
mempengaruhi harga output di pasar. Keuntungan perusahaan yang diperoleh jika
menambah pekerja sama dengan harga produknya dikalikan dengan marjinal produk
tenaga kerja yang bersifat kompetitif, ditunjukkan oleh kurva nilai marjinal produknya.
Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni akan mempekerjakan orang sampai
kondisi dimana nilai upah pekerja terakhir yang disewanya sama dengan biaya
mempekerjakan pekerja terakhir tersebut. Atau sampai kondisi dimana kontribusi pekerja
terakhir terhadap penerimaan perusahaan sama dengan ongkos marjinal pekerja. Pekerja
terakhir ini merupakan pekerja yang menerima upah sesuai kemampuan tertinggi

25
perusahaan untuk menarik pekerja yang ada di pasar. Apabila setelah ini ada pekerja lain
yang masuk perusahaan tersebut, akan dibayar dengan tingkat upah reservasi.
Keseimbangan pasar terjadi di titik A, dimana penawaran sama dengan permintaannya.
Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni mempekerjakan pekerja sebear E*,
persis sama dengan tingkat kesempatan kerja pada pasar kompetitif. Upah w* bukan
merupakan upah yang kompetitif. Upah itu merupakan tingkat upah yang harus dibayar
oleh perusahaan monopsoni untuk menarik pekerja yang terakhir yang ada di pasar.
Upah
S

w*

w1

w2 VMPE

Kesempatan Kerja

E2 E1 E*

Perusahaan monopsoni diskriminasi murni

b. Perusahaan monopsoni nondiskriminatif

Perusahaan monopsoni nondiskriminasi harus membayar seluruh pekerja pada


tingkat yang sama, tanpa mempedulikan upah reservasi pekerja. Hal ini disebabkan oleh
perusahaan monopsoni nondiskriminasi harus menaikkan upah terhadap seluruh pekerja
karena keinginan perusahaan untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja sehingga kurva
penawaran tenaga kerja tidak lagi menjadi biaya marjinal pekerja. Upah akan meningkat
pada saat perusahaan monopsoni nondiskriminasi mempekerjakan lebih banyak pekerja,
sehingga kurva ongkos marjinal tenaga kerja memiliki slope positif. Ongkos marjinal
pekerja meningkat lebih besar dibandingkan dengan tingkat upah dan berada diatas kurva
penawaran tenaga kerjanya. Perusahaan monopsoni akan memaksimumkan keuntungan
dengan mempekerjakan orang sampai pada tahap dimana ongkos marjinal tenaga kerja
sama dengan nilai marjinal produknya (titik A). Jika perusahaan mempekerjakan pekerja
lebih rendah dari EM, maka nilai produk marjinalnya melebihi ongkos marjinal tenaga

26
kerjanya dan perusahaan akan menambah pekerja. Sebaliknya, jika perusahaan
mempekerjakan lebih dari EM, ongkos marjinalnya melebihi kontribusi pekerja bagi
perusahaan dan perusahaan akan memberhentikan beberapa karyawan. Kondisi
keuntungan maksimum bagi perusahaan monopsoni nondiskriminasi yaitu MCE = VMPE.

Upah

MCE S

VMPE A

w*

wM VMPE

Kesempatan Kerja

EM E*

Perusahaan monopsoni nondiskriminasi

Karakteristik keseimbangan pasar monopsoni dibandingkan dengan pasar


kompetitif. Pertama, perusahaan monopsoni nondiskriminatif mempekerjakan orang lebih
sedikit dibandingkan di pasar kompetitif sehingga pada pasar monopsoni akan terjadi
pengangguran. Kedua, upah pada pasar monopsoni sebesar wM lebih kecil dari upah di
pasar kompetitif w* dan juga lebih kecil dari nilai marjinal produknya yaitu VMPM.

4. Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Monopoli


Perusahaan monopoli mampu dan bebas mempengaruhi harga output di pasar
(harga jual barang). Perusahaan monopoli akan memproduksi barang sampai keuntungan
marjinal sama dengan ongkos. Karena perusahaan monopoli dapat menentukan harga
jual, maka perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja sesuai dengan keinginannya
dan pada upah yang telah ditentukan perusahaan (misal sebesar w). Keuntungan
perusahaan akan maksimal jika pada penggunaan tenaga kerja sebesar E1, yaitu pada saat
W=MRPE (titik A). Jika jumlah pekerja lebih kecil dari E1, dengan adanya tambahan
pekerja, perusahaan akan mendapatkan keuntungan. Hal ini karena ongkos
mempekerjakan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh. Sebaliknya, jika perusahaan

27
mempekerjakan orang yang lebih besar dari E1, pekerja terakhir yang disewa
menghasilkan keuntungan yang lebih kecil dari ongkos mempekerjakannya. Jika
perusahaan berada pada pasar yang kompetitif, maka akan mempekerjakan sampai pada
titik dimana upah sama dengan nilai marjinal produknya yaitu sebesar E2.

upah

w A

MRPE VMPE

E1 E2 Kesempatan kerja

Kurva Permintaan Tenaga kerja pada Perusahaan monopoli

Produksi yang ada, terutama barang modal dan tenaga kerja, tingkat
pemanfaatannya 96 %. Dalam model klasik, produksi merupakan fungsi dari jumlah
barang modal yang tersedia (K) dan jumlah tenaga kerja (L). Y = f (K, L) Keseimbangan
pasar tenaga kerja tercapai ketika permintaan tenaga kerja sama dengan tingkat
penawarannya. Ketika itu, baik produsen maupun tenaga kerja telah mencapai kondisi
optimal. Produsen mencapai keuntungan maksimum, tenaga kerja mencapai utilitas
maksimum. Klasik memandang uang hanya sebagai alat tukar, maka uang tidak dapat
mempengaruhi tingkat output. Uang hanya mempengaruhi permintaan agregat.
Penambahan jumlah uang beredar akan meningkatkan permintaan agregat.

5. Pentingnya analisis sisi penawaran


Konsekuensi dari penjelasan pada butir a dan b di atas adalah tidak ada masalah
dari sisi permintaan. Apa yang diproduksi akan terserap oleh permintaan, sampai pasar
mencapai keseimbangan. Memang ada kemungkinan terjadi kelebihan permi ntaan dan
penawaran, teetapi sifatnya sangat sementara,sampaipasar kembali berada dalam
keseimbangan. Karenanya, yang perlu lebih diperhatikan adalah sisipenawaran. Sebab
jika penawaran terganggu, konsumen dan atau produsen tidak atau belum
mencapaikeseimbangan.Di era modern sekarang ini, analisis sisi penawaran masih cukup
relevan, baik di Negara-negara maju(eropa barat, amerika utara, dan jepang ) maupun di

28
NSB, termasuk Indonesia. Sebab tanpa insentif danstimulasi di sisi penawaran
perekonomian sulit berkembang.

Contoh :
Penawaran Minyak Sawit

Pasar minyak sawit dunia hingga pada tahun 2005 mencapai total produksi lebih
dari 33 juta ton, lebihdari 85% diantaranya diproduksi oleh Malaysia dan Indonesia.
Pertumbuhan produksi minyak sawit oleh Malaysia dan Indonesia terus tumbuh secara
signifikan dalam sepuluh tahun terakhir sejalan dengan ekspansi lahan perkebunan kelapa
sawit yang meningkat dengan tingkat pertumbuhan di atas 7% per tahun (BPS. 2005).

6. Analisis jangka pendek dan jangka panjang


Perbedaan dimensi jangka waktu dalam analisis dalam model keseimbangan
klasik juga mencakuppengertian waktu keronologis. Analisis jangka pendek umumnya
berdimensi waktu < 5 tahun.
Dalam jangka panjang semua input bersifat variabel. Sementara itu, juga dilihat
dari sisi penawaran , dalam jangka panjang perekonomian di anggap berada dalam
kondisi di manfaatkan / dikaryakan secara penuh (full employment). Yang di maksud
dengan full employment adalah kondisi di mana factor-faktor produksi yang ada, terutama
barang modal dan tenaga kerja, tingkat permanfaatannya > 96%.

Perbedaan

Jangka pendek dan jangka panjang

a. Jangka Pendek
Didalam jangka pendek apabila sebagian dari faktor produksi di anggap tetap jumlahnya.
Contoh : Perbandingan perusahaan roti dengan perusahaan pengangkutan udara.

b. Jangka Panjang
Bahwa dalam jangka panjang setiap faktor produksi dapat ditambah jumlahnya kalau
memang hal tersebut diperlukan. Contoh : Jumlah alat-alat produksi dapat di tambah,
penggunaan mesin-mesin dapat di rombak dan dapat dipertinggi efisiensinya, jenis
barang-barang baru dapat diproduksikan. Fungsi Produksi Agregat Model perilaku

29
ekonomi individu atau agregat merupakan suatu penyerdehanaan dari masalah ekonomi
dunia nyata yang lebih kompleks dan rumit. Dalam penyusunan model ini, para ekonom
memusatkan perhatian pada apa yang mereka anggap sebagai determinan penting dari
berbagai fenomena yang dianalisis. Misalnya , dalam menganalisis tingkat output
agregat, perekonomian perlu di bagi menjadi beberapa sektor pengeluaran, yaitu : rumah
tangga, perusahaan, pemerintah, dan sektor internasional, maka ekonom dapat
meramalkan tingkat output agregat.

7. Kesempatan kerja dalam keseimbangan


Yang dimaksud dengan kesempatan kerja adalah jumlah kesempatan kerja yang
tersedia pada pasar tenaga kerja dalam keseimbangan. Kesempatan kerja dalam
keseimbangan tidak mencerminkan kesempatan kerja yang sebenarnya tersedia. Sebab ,
kesempatan kerja dalam keseimbangan merupakan interaksi antara kekuatan permintaan
dengan penawaran tenaga kerja.
1) Permintaan tenaga kerja
Permintaan tenaga kerja dalam keseimbangan adalah jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan perusahaan untuk mencapai laba maksimum. Karena beroperasi dalam pasar
persaingan sempurna, maka posisi perusahaan adalah price taker, dimana haraga tyang
ditetapkan pasar merupakan penerimaan marjinal (marginal revenue, disingkat MR)
perusahaan. Untuk mencapai kondisi laba maksimum, perusahaan harus menyamakan
MR dengan MC (MR=MC).
2) Penawaran Tenaga kerja
Penawaran tenaga kerja adalah jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh individu
(konsumen) pada berbagai tingkat upah (nominal), dalam upaya memaksimumkan utilitas
hidupnya. Jadi, dalam analisis makro klasik, penawaran tenaga kerja merupakan konsep
keseimbangan konsumen.

8. Keseimbangan pasar tenaga kerja dan tingkat input

Kerja bersaing dengan waktu luang (leisure). Jika para pekerja memberi nilai
positif pada waktu luang, terdapat kenaikan manfaat negatif dihubungkan dengan tiap
tambahan jam input tenaga kerja. Kita akan mengansumsikan bahwa kenaikan manfaat
yang negatif dari kerja dapat dibayar dengan kenaikan balas jasa material.

30
D. Modal dan Tingkat Pengembalian Modal
1. Pengertian Modal
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian tentang modal menurut beberapa
ahli. Menurut pendapat Agustin (2006;2) mengartikan modal sebagai kekuasaan untuk
menggunakan barang-barang modal. Dengan demikian modal terdapat didalam neraca
sebelah kredit. Adapun barang - barang modal ialah barang-barang yang ada dalam
perusahaan yang belum digunakan yang terdapat dalam neraca sebelah debet.
Pengertian dan dasar pencatatan modal menurut Akuntansi Indonesia (1996)
mempunyai pengertian:
a) Modal merupakan bagian hak milik perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan
kewajiban yang ada dengan demikian tidak merupakan nilai jual perusahaan.
b) Pada dasarnya modal berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha
perusahaan, modal akan berkurang terutama dengan adanya penarikan
kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian deviden dan kerugian yang
diderita.
c) Penambahan modal disetor lazim dicatat berdasarkan : 1). Jumlah uang yang
diterima; 2). Besarnya kerugian yang ditimbulkan atau hutang yang
dibatalkan.

Sebagaimana diketahui bahwa ROI adalah perbandingan antara laba bersih


dengan total aktiva, maka dari kenyataan ini jelas diketahui bahwa struktur modal akan
mempengaruhi tingkat perolehan laba (profitabilitas) perusahaan. Hal ini terjadi karena
untuk mendapatkan total aktiva dipengaruhi oleh aktiva lancar (modal kerja). Husnan
(2004;283) menyatakan sejauh pembayaran bunga bisa dipergunakan untuk mengurangi
pajak, maka penggunaan hutang dapat memberikan manfaat bagi pemilik perusahaan.
Perusahaan semestinya menggunakan hutang yang akan meminimumkan biaya modal
perusahaan. Tetapi tidak mudah menentukan proporsi ini. Pertama, perusahaan akan
enggan melakukan kebijakan penetapan sumber pendanaan (financing decision) semata-
mata untuk penggantian sumber dana karena adanya biaya penerbitan yang cukup berarti.
Kedua, perusahaan mungkin tidak bisa menaksir besarnya biaya modal sendiri (hal ini
berlaku untuk perusahaan yang tidak menerbitkan sahamnya ke pasar modal). Ketiga,

31
biaya hutang yang ditawarkan oleh pihak yang menyediakan kredit lebih tinggi dari
bunga obligasi.

2. Tingkat Pengembalian Modal


Tingkat pengembalian modal adalah pendapatan bersih (atau penyewaan netto per
tiap rupiah yang diinvestasikan) yang diterima tiap tahun. Tingkat ini dinyatakan dalam
angka, apakah sebagai persentase per tahun atau per unit waktu lainnya (Samuelson &
Nordhaus, 1993: 331). Tingkat pengembalian modal dinyatakan dalam persen, dan ia
menggambarkan tingkat keuntungan rata-rata per tahun dari modal yang diinvestasikan.
Untuk menghitung tingkat pengembalian modal digunakan formula di bawah ini:

𝑌1 𝑌2 𝑌3 𝑌𝑛
M = (1+𝑅) + (1+𝑅)2 + (1+𝑅)3 + ... + (1+𝑅)𝑛

Keterangan:
M = nilai modal yang diinvestasikan.
𝑌1 , 𝑌2 , 𝑌3 hingga 𝑌𝑛 = pendapatan neto (keuntungan) yang diperoleh dari tahun 1
hingga ke tahun n.
R = tingkat pengembalian modal.

Dalam persamaan di atas nilai yang akan dihitung adalah R karena M dan hingga
sudah diketahui nilainya. Sesuatu investasi dipandang menguntungkan apabila nilai R
lebih besar daripada suku bunga. Di dalam suatu waktu tertentu, terdapat banyak individu
dan perusahaan yang mempertimbangkan untuk melakukan investasi. Berbagai proyek
investasi ini mempunyai tingkat pengembalian modal yang berbeda, yaitu sebagian dari
proyek investasi itu akan menghasilkan keuntungan tinggi, dan ada proyek yang
keuntungannya rendah. Berdasarkan kepada jumlah modal yang akan ditanam dan tingkat
pengembalian modal yang diramalkan akan diperoleh, analisis makro ekonomi
membentuk suatu kurva yang dinamakan efisiensi investasi marjinal (marginal efficiency
of investment). Berdasarkan kepada hal-hal yang dihubungkannya, efisiensi investasi
marjinal dapat didefinisikan sebagai: suatu kurva yang menunjukkan hubungan di antara
tingkat pengembalian modal dan jumlah modal yang akan diinvestasikan (Sadono
Sukirno, 2013: 124).

32
BAB III

KESIMPULAN

Tenaga kerja sebagai bagian dari pelaku dalam pasar tenaga kerja. Islam memandang
kesatuan dari kerja dan tenaga kerja untuk mengelola amanah Allah secara bertanggung
jawab dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat atau maslahah. Islam menekankan
keridhoan antara tenaga kerja dan majikan, kedua belah pihak ini patutnya bersinergi dalam
menjaga hubungan sesama muslim, hubungan antara majikan dan tenaga kerja serta
menghasilkan kemaslahatan bagi kedua belah pihak.
Pasar tenaga kerja yang dilihat dari sudut pandang Islam juga diartikan sebagai
penawaran tenaga kerja yang terdiri dari angkatan kerja yang sesuai dengan permintaan
tenaga kerja dengan tingkat upah yang sesuai. Fungsi pasar tenaga kerja sebagai bagian
dalam proses penentuan tingkat upah tentu dipengaruhi beberapa faktor eksternal dan
internal yang terjadi. Hal ini pun dapat disadari bahwa tidak ada yang memiliki pengetahuan
sempurna tentang kondisi di masa depan sehingga fenomena yang terjadi didalam pasar
tenaga kerja dapat digantikan oleh perjanjian dan kontrak di antara perusahaan, manajemen
dan pekerja. Namun ekonomi Islam menjunjung nilai etika dan nilai-nilai moral yang
mampu mendorong terciptanya mekanisme pasar yang lebih efisien.
Islam mendukung umatnya untuk menjadi tenaga kerja yang produktif. Selebihnya
dari jumlah angkatan kerja yang tidak terserap ini dituntun untuk berproduktif dengan
menjadi wirausaha sebagai bentuk ikhtiar dalam mencari karunia Allah. Hal ini membantu
bagi langkah pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait dengan pemerataan penyerapan
tenaga kerja. Penentuan upah dalam Islam bergantung pada kebutuhan si pekerja yang
didasarkan pada keadilan dan kejujuran serta melindungi kepentingan baik majikan maupun
pekerja. Dampak dari berlakunya pasar tenaga kerja dengan esensi ekonomi yang Islami
didalamnya dapat berpotensi untuk menghasilkan pemerataan ekonomi di masyarakat serta
menumbuhkan perekonomian dan kesejahteraan, seperti yang dituju dalam ekonomi Islam
untuk mencapai falah.

33
DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahaman. (2000). Muhammad Sebagai Pedagang. Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy.


Agustin, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabeta Bandung.
Ali, A. J. (1988). Scaling an Islamic work ethic. Journal of Social Psychology. 128(5), 575-583.
Azid, Toseef, et al. (2013). Labor Market In The Environment of Tawhidi methodology.
Humanomics. Vol 29 No 4 2013, hal 276-292.
Becker, Gary S. 1993. Human Capital. Chicago: The University of Chicago Press.
Becker, Garry. S. (1965). A Theory of The Allocation of Time. The Economics Journal, Vol.
75, N0. 299, pp 493-519.
Bellante, Don dan Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: LPFE UI.
Chaudhry, Muhammad Sharif. (2012). Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, terj: Suherman
Rosyidi. Jakarta: Kencana.
Ehrenberg, Ronald G, dan Smith, Robert S, (2012). Modern Labor Economics: Theory and
Public Policy, Eight Edition. Pearson Education, Inc. New York City.
Fauzia, Ika Yunia dan Riyadi, Abdul Kadir. (2014). Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah. Jakarta: Kencana.
Grant, Elisa J. Vallone and Stewart I. Donaldson. (2001). Consequences of work-family
conflict on employee well-being over time, Work & stress, 2001, 15 (3), pp. 214–226.
Huda, Nurul, et al. (2008). Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana.
Husnan, Suad., Enny Pudjiastuti, 2004. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi Keempat,
Yogyakarta, UPP AMP YKPN.
Kaufman, J. M. (2003). Reflections on the field. Education and Treatment of Children, 26 (4),
325-329
Khan, M. Fahim. (2014). Esai-Esai Ekonomi Islam, terj: Suherman Rosyidi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Mankiw et al. (2012). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat.
Marhaeni dan Manuati Dewi. (2004). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana. Denpasar.
Metwally, MM. (1995). Teori dan Model Ekonomi Islam, terj: Husein Sawit. Jakarta: PT.
Bangkit Daya Insana.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). (2011). Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.

34
Rosyada, D., Mufraini, M. A., Suherlan, A., Harmadi, H., & Supriyono, S. (2018). Promoting
Islamic Values to Encourage Labour Performance and Productivity: Evidence From
Some Indonesian Industries. International Journal of Business and Society, Vol. 19 S4,
591-604.
Rosyidi, Suherman. (2014). Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro
dan Makro. Jakarta: Rajawali Pers.
Samuelson, P. A. dan Nordhaus W. D. 1993. Ekonomi (Edisi Terjemahan). Edisi 12. Jilid 2.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI.
Suhendi, Hendi. (2014). Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.
Sukirno, Sadono. 2013. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi 3. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Sulistiawati, Rini. (2012). Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal EKSOS. Vol 8, Nomor 3,
Oktober 2012, hal 195-211.
Suprayitno, Eko. (2005). Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syed, Jawad dan Ali, Abbas J. (2010). Principles of Employment Relations in Islam: A
Normative View. Employee Relations, Vol. 32, Issue: 5, pp.454-469.
Tarmizi, (2012), Ekonomi Ketenagakerjaan, Unsri Press, Palembang.

35

Anda mungkin juga menyukai