Anda di halaman 1dari 18

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M.

Yasir Nasution

MAKALAH AL-MA’ADIN

Diajukan sebagai Tugas pada Mata Kuliah Filsafat Ekonomi


Program Doktoral pada Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Program Studi Ekonomi Syariah

Disusun Oleh :
NAMA : MAISYARAH SALSABILA
NIM : 4005213054
KELAS : C (Semester I)

PROGRAM DOKTOR EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA UINSU
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah al-ma’adin.
Makalah ini saya susun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Filsafat Ekonomi, untuk itu saya selaku penyusun sangat berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada
Dosen mata kuliah Filsafat Ekonomi Bapak Prof. Dr. H. M. Yasir Nasution yang telah
memberikan bimbingannya sehingga makalah ini dapat saya selesaikan tepat pada
waktunya.
Selaku penyusun saya sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saya menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun sehingga saya bisa melakukan perbaikan makalah ini menjadi makalah yang
baik dan benar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi
saya selaku penyusun.
 

Medan, 15 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
BAB I: PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah....................................................................................................... 1
BAB II: PEMBAHASAN.................................................................................................. 2
A. Pengertian Zakat Tambang...................................................................................... 2
B. Barang Tambang Emas dan Perak........................................................................... 3
C. Barang Tambang Selain Emas dan Perak................................................................ 5
D. Ketentuan atau Syarat Barang Tambang................................................................. 6
E. Syarat Wajib Zakat Tambang.................................................................................. 8
F. Besar Zakat Tambang yang Di keluarkan............................................................... 8
G. Tujuan Zakat Al-Ma’din.......................................................................................... 10
H. Manfaat dan Hikmah Zakat Al-Ma’din................................................................... 12
BAB III: PENUTUP.......................................................................................................... 14
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat menurut arti secara bahasa arab adalah penumbuhan, pensucian, barakah dan
pujian. Dinamakan zakat karena sesuai dengan tujuan dari kewajiban zakat itu sendiri, karena
harta akan tumbuh dan bertambah jika dikeluarkan zakatnya. Dan berkah sebab do’a orang
yang berhak mendapatkan-nya. Serta mensucikannya dari dosa, dan zakat memujinya dengan
penyaksian-nya nanti dihari kiamat akan kebenaran imannya. Dalam masa sekarang ini
banyak orang yang belum mengetahui bahwa manfaat zakat itu sangat besar. Dan
kebanyakan orang yang mampu zakat atau memenuhi syarat berzakat tidak mengetahui
bahkan tidak paham bahwa sebenarnya ia terkena wajib zakat, kebanyakan hanya mengetahui
tentang zakat fitri saja yang rutin dilaksanakan menjelang idul fitri. Hal ini disebabkan
karena pengetahuan mengenai zakat sangat sedikit. Dalam hal ini saya akan membahas zakat
tentang barang tambang atau dalam bahasa arab disebut Al-ma’din.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian zakat tambang?
2. Bagaimana zakat tambang emas dan perak?
3. Bagaimana zakat tambang selain emas dan perak?
4. Bagaimana ketentuan atau syarat tentang zakat barang tambang?
5. Berapa besar zakat yang harus dikeluarkan?
6. Bagaimana tujuan dan manfaat dari zakat tambang?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian zakat tambang.
2. Mengetahui zakat tambang emas dan perak.
3. Mengetahui zakat tambang selain emas dan perak.
4. Mengetahui ketentuan atau syarat tentang zakat barang tambang
5. Mengetahui besar zakat yang harus dikeluarkan.
6. Mengetahui tujuan dan manfaat dari zakat tambang.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat Tambang

Secara bahasa Barang tambang (ma’dan) berasal dari kata ya’danu, ‘adnan yaitu
menetap pada suatu tempat, sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang berasal
dari dalam bumi dan mempunyai nilai berharga. Barang tambang di sini bisa berupa emas,
perak, besi, minyak bumi, aspal dan sebagainya.

‫ر ْي ِه ُم‬F َ ِ‫ذل‬Fٰ F‫ال الَّ ِذي َْن اتَّبَع ُْوا لَ ْو اَ َّن لَنَا َك َّرةً فَنَتَبَ َّراَ ِم ْنهُ ْم ۗ َك َما تَبَ َّر ُء ْوا ِمنَّا ۗ َك‬
ِ Fُ‫ك ي‬ َ َ‫َوق‬
ࣖ ‫ار‬ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬
َ ‫م‬ ‫ْن‬
َ ‫ي‬ ‫ج‬ ‫ر‬ ‫خ‬ٰ ‫ب‬ ‫م‬ ُ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫و‬ ۗ ‫م‬ ‫ه‬ ْ
‫ي‬ َ ‫ل‬‫ع‬َ ‫ت‬
ٍ ‫ر‬ٰ ‫س‬ ‫ح‬ ‫م‬ ُ ‫ه‬َ ‫ل‬‫ا‬ ‫م‬ ْ
‫ع‬ َ ‫ا‬ ُ ‫هّٰللا‬
ِ ِ ِ ِ ِ ْ َ َ ْ ِ َ َ ْ َ
Orang-orang yang mengikuti berkata, “Andaikan saja kami mendapat kesempatan
kembali (ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka sebagaimana mereka
berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal
perbuatan mereka sebagai penyesalan bagi mereka. Mereka sungguh tidak akan keluar dari
neraka (QS. Al Baqarah: 267).

Adapun pengertian barang tambang menurut para ulama adalah sebagai berikut:
1. Mazhab Hanbali mengartikan barang tambang sebagai harta yang dikeluarkan dari
dalam bumi yang diciptakan Allah SWT, yang bukan dari jenis bumi itu sendiri,
bukan pula harta yang sengaja dipendam yang berwujud padat maupun cair.
2. Menurut mazhab Syafi’i barang tambang adalah harta yang dikeluarkan dari suatu
tempat yang diciptakan Allah SWT dan hanya khusus berkaitan dengan emas dan
perak. Barang tambang lainnya tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
3. Menurut mazhab Hanafi barang tambang, rikaz dan harta terpendam adalah sama
yaitu setiap harta yang terpendam di bawah bumi.

2
4. Menurut mazhab Maliki barang tambang adalah harta yang diciptakan oleh Allah
SWT di dalam tanah, baik berupa emas, perak maupun lainnya, dan untuk
mengeluarkan barang tambang diperlukan pekerjaan yang berat dan proses
pembersihan yang terus-menerus.

Menurut beberapa ulama terdapat tiga jenis kepemilikan barang tambang yaitu :

1. Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang tidak dimiliki oleh seseorang. Harta
itu dimiliki oleh pemerintah, harta tersebut dibagikan kepada kaum muslimin atau
disimpan di baitul mal untuk kemaslahatan umat dan bukan untuk kepentingan
pemerintah.
2. Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang dimiliki oleh seseorang. Harta ini
dapat dimiliki pemerintah dan juga pemilik tanah.
3. Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang dimiliki bukan oleh seseorang,
misalnya tanah penaklukan, maka kepemilikannya oleh pemerintah. Jadi yang wajib
zakat adalah pada jenis barang tambang nomor dua.

B. Barang Tambang Emas dan Perak

Barang tambang yang paling utama adalah emas dan perak. Selain nilainya yang
paling berharga jenis tambang ini mungkin merupakan salah satu barang tambang yang
paling lama dimanfaatkan manusia. Emas dan perak dipandang sebagai benda yang
mempunyai nilai tersendiri dalam masyarakat. Emas dan perak dibuat untuk berbagai macam
perhiasan, terutama emas untuk kaum wanita disamping perhiasan yang dipakai sehari-hari,
seperti cincin, kalung, gelang, dan lain-lain, juga dibuat untuk perhiasan lainnya seperti
bejana, ukir-ukiran dan souvenir-souvenir.

Sejak jaman Rasulullah emas dan perak berfungsi sebagai alat tukar menukar barang
sebagaimana fungsi uang di zaman sekarang. Nilai emas yang stabil dan jumlahnya yang
terbatas menjadikan emas sangat cocok untuk menjalankan fungsi uang. Seiring dengan
waktu dan mobilitas manusia yang semakin berkembang, maka uang yang menggunakan
emas pemakaiannya menjadi tidak efisien, oleh karena itu uang emas kemudian sudah tidak
bisa digunakan kembali, sebagai gantinya uang di zaman sekarang menggunakan bahan

3
kertas. Oleh karena itu emas di zaman Rasulullah yang berfungsi sebagai uang, sekarang
hampir sudah tidak berfungsi lagi, walaupun kenyataannya dalam skala makro emas masih
berfungsi sebagai penstabil nilai mata uang nasional. Oleh karena itu ada pergeseran fungsi
emas dan perak pada masyarakat yang pada zaman Rasulullah berfungsi sebagai uang dan
sekarang berfungsi sebagai harta kekayaan biasa.
Dasar hukum zakat emas dan perak disebutkan didalam surat at-Taubah ayat 34 – 35 :

‫ال‬َ ‫و‬F َ F‫ْأ ُكلُ ْو َن اَ ْم‬F َ‫ان لَي‬F


ِ Fَ‫ار َوالرُّ ْهب‬F ٰ
ِ Fَ‫رًا ِّم َن ااْل َحْ ب‬F ‫وا اِ َّن َكثِ ْي‬Fْٓ Fُ‫ا الَّ ِذي َْن ا َمن‬FFَ‫۞ ٰيٓاَيُّه‬
َ‫ة‬F‫ض‬ َّ ِ‫ب َو ْالف‬ َّ ‫ ُز ْو َن‬Fِ‫بِي ِْل هّٰللا ِ َۗوالَّ ِذي َْن يَ ْكن‬F‫ ُّد ْو َن َع ْن َس‬F‫ص‬
َ َ‫ذه‬F‫ال‬ ُ َ‫اط ِل َوي‬ ِ َ‫اس ِب ْالب‬ِ َّ‫الن‬
ِ Fَ‫ا فِ ْي ن‬FFَ‫ب اَلِ ْي ۙ ٍمي َّْو َم يُحْ مٰ ى َعلَ ْيه‬
‫ار‬F ٍ ‫ َذا‬F‫رْ هُ ْم بِ َع‬F‫بِي ِْل هّٰللا ِ ۙفَبَ ِّش‬F‫ا فِ ْي َس‬FFَ‫َواَل يُ ْنفِقُ ْونَه‬
ْ Fَ‫ا َكن‬FF‫ َذا َم‬F‫و ُرهُ ۗ ْم ٰه‬Fْ Fُ‫وبُهُ ْم َوظُه‬Fْ Fُ‫اهُهُ ْم َو ُجن‬FFَ‫ا ِجب‬FFَ‫َجهَنَّ َم فَتُ ْك ٰوى بِه‬
‫ ُك ْم‬F‫زتُ ْم اِل َ ْنفُ ِس‬F
‫ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكنِ ُز ْو َن‬F‫فَ ُذ ْوقُ ْوا‬
34. Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib
benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan
Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di
jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat)
azab yang pedih. 35. pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka
Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya
dikatakan), “Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak
diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan.”

:Ayat tersebut juga diperkuat oleh hadis Rasulullah SAW


Tiada bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya, untuk mengeluarkan “
zakatnya, melainkan pada hari kiamat ia didudukkan di atas padang batu yang lebar dalam
neraka, dibakar di dalam jahannam, disetrika dengannya lambung, kening, dan punggungnya.
Setiap hari padam, maka dipersiapkan lagi baginya (hal serupa) untuk jangka waktu lima puluh
ribu tahun, hingga sesesai pengadilan umat semuanya, kemudian diperlihatkan kepadanya
jalannya, apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Mundzir, Abu Hatim,
dan Mardhawaihi). Ancaman tersebut tertuju kepada orang-orang yang tidak mau mengeluarkan

4
zakat emas dan perak (uang). Setelah melihat dua dasar Al-Quran dan Sunnah diatas, maka para
ulama pun telah ijma’ (sepakat), bahwa emas dan perak sebagai mata uang, wajib dikeluarkan
zakatnya. Demikian juga emas dan perak yang disimpan (bukan perhiasan yang dipakai) wajib
.dikeluarkan zakatnya

C. Barang Tambang selain Emas dan Perak

Mengenai barang tambang non emas dan perak yang wajib dikeluarkan zakatnya
terdapat perbedaan pendapat:

1) Iman Abbu Hanifah berpendapat bahwa barang tambang yang pengolahannya


menggunakan api dikenakan zakatnya.
2) Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya emas dan
perak saja, sedangkan yang lainnya, seperti besi, tembaga, timah, Kristal, batu bara
dan permata-permata lainnya, seperti yakut, akik, firuz zamrud, dan lain-lainnya tidak
wajib dikeluarkan zakatnya.
3) Imam Hambali berpendapat bahwa semua barang tambang wajib dikeluarkakn
zakatnya, dan tidak ada perbedaan antara yang diolah dengan api dan yang tidak
diolah dengan api. Demikian pula pendapat mazhab Zaid bin Ali Baqir dan Shadiq
dari golongan Syi’ah.

Pendapat Imam Hambali dan ulama-ulama yang sependapat dengan dia lebih kuat
bila ditinjau dari dengan perspektif bahwa barang-barang tambang itu adalah merupakan
harta kekayaan. Disamping itu, ihtiyat (Kehati-hatian) dalam soal seperti ini sangat penting,
supaya jangan sampai terjadi, harta yang dimiliki itu belum bersih benar, karena
dikhawatirkan masih ada hak orang lain dalam kekayaan yang diperoleh dari hasil tambang
itu. Pandangan Islam mengenai harta kekayaan, bahwa harta itu milik Allah SWT. Harta
yang merupakan hak milik-Nya itu, kemudian diberikan kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya untuk dibelanjakan pada jalan-Nya.

Islam menetapkan segala yang dimiliki manusia adalah amanah yang dipercayakan
Allah kepada manusia untuk mengolah dan mengembangkannya sehingga dapat memberi
manfaat dan kesejahteraan bersama. Harta dalam dan kepemilikannya dalam syariat Islam
tidak semata sebagai wujud material yang bernilai temporal yang dapat dimiliki dan

5
digunakan secara bebas tanpa batas, tetapi ia mempunyai dimensi moral dan sakral yang
akan dipertanggungjawabkan kepada pemilik mutlaknya, yaitu Allah SWT. Yang telah
menetapkan fungsi-fungsi dan ketentuan-ketentuan yang solid. Oleh karena itu barang
tambang sebagai harta harus dipergunakan dan difungsikan secara optimal dan maksimal
yang mana salah satunya melalui zakat.

D. Ketentuan atau Syarat Barang Tambang

Dalam setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, ajaran Islam selalu
menetapkan standar umum, begitu pun barang tambang menjadi sumber atau obyek zakat
terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila hal tersebut tidak memenuhi salah
satu ketentuan, maka harta tersebut belum menjadi atau obyek yang wajib dizakati. Adapun
persyaratan barang tambang menjadi sumber atau obyek zakat adalah sebagai berikut (Aliy
As’ad, 1976):
1. Barang temuan dan barang tambang tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan
halal. Artinya barang yang haram, baik substansi bendanya maupun cara
mendapatkannya jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat. Sesuai dengan firman
Allah dalam (Q.S An-Nisa: 29) :

ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ F‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن تِ َج‬
‫ارةً َع ْن‬
َ ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك‬
‫ان ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ ٍ ‫تَ َر‬
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di
antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas
harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan
cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya. Dengan demikian zakat tidak
diterima dari barang ghulul yaitu barang yang didapatkan dengan cara menipu, kecuali
dari hasil usaha yang halal dan bersih.
2. Milik penuh, pada hakekatnya kepemilikan mutlak pada harta Allah swt, tetapi Allah swt.
memberikan hak kepemilikan harta kepada manusia secara terbatas. Harta yang dimiliki

6
manusia secara penuh maksudnya bahwa manusia ia berkuasa memiliki dan
memanfaatkannya secara penuh. Artinya barang tersebut di bawah kontrol dan di dalam
kekuasaan pemiliknya secara penuh, sehingga memungkinkan orang tersebut dapat
menggunakan dan mengambil seluruh manfaat dari barang tersebut. Alasan penetapan
syarat ini adalah penetapan kepemilikan yang jelas, seperti dalam firman Allah Q. S Al
Ma’arij 24- 25:

‫ق َّم ْعلُ ْو ۖ ٌملِّلس َّۤا ِٕى ِل َو ْال َمحْ ر ُْو ۖ ِم‬


ٌّ ‫ْن ِف ْٓي اَ ْم َوالِ ِه ْم َح‬Fَ ‫َوالَّ ِذي‬
“Yang di dalam hartanya ada bagian tertentu. Untuk orang (miskin) yang meminta-minta
dan orang (miskin) yang menahan diri dari meminta-minta”
Alasan lain dikemukakan bahwa zakat itu pada hakikatnya adalah pemberian kepemilikan
pada para mustahik dan para muzaki, adalah suatu hal yang tidak mungkin apabila
seorang muzaki memberikan kepada mustahik sementara dia sendiri bukanlah pemilik
sebenarnya.
3. Tidak ditentukan haul, Ulama tabi’in dan fuqaha sepakat tentang ketentuan haul pada
beberapa harta yang wajib dizakati seperti emas, perak, perdagangan, hewan, dan lain-
lain. Dan haul tidak berlaku pada zakat pertanian, rikaz, dan barang tambang. Zakat
barang tambang tidak terkait dengan ketentuan haul, ia harus dikeluarkan pada saat
memetiknya atau memanennya. Seperti disebutkan dalam surat Al An’am ayat 141 :

ٍ F ‫ت َّو َغي َْر َم ْعر ُْو ٰش‬


‫ َّزرْ َع‬F ‫ َل َوال‬F‫ت َّوالنَّ ْخ‬ ٍ ّ‫ي اَ ْن َشا َ َج ٰن‬
ٍ ‫ت َّم ْعر ُْو ٰش‬ ْٓ ‫۞ َوهُ َو الَّ ِذ‬
ِ F‫ ِم ْن ثَ َم‬F‫وا‬Fْ Fُ‫ان ُمتَ َشابِهًا َّو َغي َْر ُمتَ َشابِ ۗ ٍه ُكل‬
‫ر ٖ ٓه اِ َذٓا‬F َ ‫ُم ْختَلِفًا اُ ُكلُهٗ َوال َّز ْيتُ ْو َن َوالرُّ َّم‬
‫ْرفِي ۙ َْن‬
ِ ‫ْرفُ ْوا ۗاِنَّهٗ اَل ي ُِحبُّ ْال ُمس‬ َ ‫اَ ْث َم َر َو ٰاتُ ْوا َحقَّهٗ يَ ْو َم َح‬
ِ ‫صا ِد ٖ ۖه َواَل تُس‬
“Dialah yang menumbuhkan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat,
pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, serta zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia
berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi,
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan”.

7
Berbeda dengan sumber- sumber zakat perdagangan, perternakan, emas dan perak yang
ditentukan waktu satu tahun untuk kepemilikan harta tersebut. Hasil tambang dan temuan
zakatnya wajib dibayar ketika barang itu telah digali. Hal ini mengingat bahwa haul
disyaratkan untuk menjamin perkembangan harta, sedang dalam hal ini perkembangan
tersebut telah terjadi sekaligus, seperti dalam zakat tanaman, jadi zakatnya harus segera
dibayar ketika barang temuan dan barang tambang itu digali dan dibersihkan.

E. Syarat Wajib Zakat Al-Ma’din


Seseorang yang memperoleh barang tambang (yang berupa emas atau perak) wajib
mengeluarkan zakatnya apabila telah menepati syarat sebagai berikut (Abd. Hayi Imam):
1. Islam
2. Merdeka (bukan budak atau hamba sahaya)
3. Hak milik nishob
4. Mencapai nishob
Zakatnya ma'din tidak disyaratkan haul atau genap setahun. Artinya, apabila menemukan
ma'din dan telah menetapi syarat di atas, maka setelah dibersihkan dari kotoran (tanah dan
lain-lain) wajib segera mengeluarkan zakatnya tanpa harus menunggu masa satu tahun.

F. Besar Zakat Tambang yang Dikeluarkan


Selanjutnya berapa besar Zakat barang tambang yang dikeluarkan? Mengenai hal ini
pun terdapat perbedaan pendapat.
1. Imam Abu Hanifa dan ulama-ulama yang sejalan pikirannya dengan beliau
mengatakan, bahwa zakat barang tambang itu sebesar 1/5 (20%). Beliau menyamakan
dengan barang tambang yang disediakan (barang terpendam, harta karun) yang di
simpan atau ditanam oleh manusia. Ulama ulama yang sepakat dengan Abu Hanifa
adalah: Abu Ubaid, Zaid bin Ali, Baqir, Shadiq dan sebagian besar ulama syi’ah baik
syi’ah Zaidiyah maupun syi’ah imamiyah.
2. Imam Ahmad dan Ishaq berpendapat, besar zakat yang dikeluarkan 2,5% berdasarkan
kepada zakat uang, Imam Malik dan Syafi’ih juga sejalan pendapatnya dengan Imam
Ahmad.

8
Kelihatan perbedaan pendapat ini berkisar antara 1/5% (20%) dan 1/40 (2,5%)
dengan argumentasi masing-masing. Perbadaan zakat yang harus dikeluarkan sangat jauh
perbedaannya. Oleh sebab itu Yusuf Qardlawi memilih jalan yang tidak begitu mencolok
perbedaannya yaitu 1/10 (10%)bila tidak memerlukan biaya besar. Jadi sama dengan zakat
hasil pertanian yang sama-sama di hasilkan dari bumi (di atas dan di bawah bumi).
Sebagaimana halnya penentuan zakat hasil tambang yang di keluarkan terjadi perbedaan
pendapat, masa nisab pun terjadi perbedaan pendapat para ulama:
1) Imam Abu Hanifah dan ulama-ulama yang sependapat dengannya, bahwa barang
tambang tidak terikat dengan nisab, berapapun di dapat wajib dikeluarkan zakatnya.
Sebagaimana telah di jelaskan terdahulu, Abu Hanifah memandang sama antara barang
tambang (ma’adin) dan harta terpendam (rikaz).
2) Imam malik, Syafi’iAhmad dan Ishaq, berpendapat bahwa nisab tetap berlaku
sebagaimana emas dan perak, apalagi hasil barang tambang itu berkembang seperti
minyak bumi, tambang emas, batu bara dan sebagainya.
Apakah pengeluaran zakat barang tambang setiap penemuan (panen pada pertanian)
atau setelah menunggu satu tahun?
a) Abu Hanifah dan kawan-kawan berpendapat tidak usah menunggu satu tahun. Harap di
perhatikan bahwa ma’adin dan rikas di pandang sama oleh beliau itu.
b) Imam malik, syafi’i, Ahmad dan Ishaq berpendapat bahwa barang tambang tetap terikat
kepada haul berbeda dengan harta karun. Menurut pendapat penulis sekiranya barang
temuan atau harta terpendam atau disebut harta karun, mereka terikat kepada masa
(menunggu satu tahun atau haul). Berbeda dengan barang tambang seperti minyak bumi,
gas, timah dan sebagainya, terikat pada haul (masa satu tahun) karna hasilnya terus
bertambah atau berkurang. Syaratnya hanya satu yaitu nishab saja.
 Tambang emas nishabnya sama dengan nishab emas yaitu 20 Dinar emas (96 gram)
dan jumlah yang wajib dikeluarkan zakatnya 2.5% atau 1/40.
 Tambang perak nishabnya sama dengan nishab perak yaitu 200 Dirham perak (672
gram) dan jumlah yang wajib dikeluarkan zakatnya 2.5% atau 1/40.
 Harta terpendam nishabnya sama dengan nishab emas dan perak yaitu 20 Dinar emas
(96 gram) emas atau 200 Dirham perak (672 gram) dan jumlah yang wajib
dikeluarkan zakatnya 20% atau 1/5.

9
No. Jenis Nisab Kadar Waktu Keterangan
Tambang Zakat Penyerahan
1. Tambang Senilai 2,5 % Tiap Tahun
emas 91,92 gram
emas murni
2. Tambang Senilai 642 2,5 % Tiap Tahun
perak gram perak
3. Tambang Senilai 2,5 % Ketika Menurut mazhab
selain emas nisab emas memperoleh Hanafi, Maliki, dan
dan perak, Syafi’i, wajib
seperti platina, dizakati apabila
besi, timah, diperdagangkan
tembaga, dsb. (dikategorikan
zakat
perdagangan).
Menurut mazhab
Hanafi, kadar
zakatnya 20 %.
4. Tambang Senilai 2,5 % Ketika Menurut mazhab
batu-batuan, nisab emas memperoleh Hanafi, Maliki, dan
seperti batu Syafi’i, wajib
bara, marmer, dizakati apabila
dsb. diperdagangkan
(dikategorikan
zakat
perdagangan).
5. Tambang Senilai 2,5 % Ketika Sda.
minyak gas nisab emas memperoleh

G. Tujuan Zakat Al-Ma’din


Menurut Monzer Kahf, tujuan utama dari zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial
ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si
kaya untuk dialokasikan kepada si miskin. Terlebih lagi ketika harta itu didapatkan dari hasil
tambang, tentu lebih besar dan lebih dapat bermanfaat untuk banyak orang. Muhammad
Daud Ali menerangkan bahwa tujuan zakat adalah (Khoir, 2010):
1. Mengangkat derajat fakir miskin.
2. Membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil dan mustahik lainnya.

10
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada
umumnya.
4. Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta.
5. Menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.
6. Menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat.
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama yang memiliki
harta.
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaika kewajiban dan menyerahkan hak orang
lain padanya.
9. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui tenang harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu
(Nasroen, 1997):
1. Kepemilikan penuh. Maksudnya, penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan
sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt. mewajibkan zakat
ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. Adapun kepemilikan umum, aset
negara, waqaf khairi dan harta yang tidak ada pemiliknya tidak diambil zakatnya Tidak
wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan cara haram,
seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri, pemalsuan, suap, riba, harta yang
didapatkan dari menimbun untuk memainkan harga, menipu. Cara-cara ini tidak
membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya
yang sah.
2. Berkembang. Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang
berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan
kepada pemilik. Beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan
perabotannya serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu
disiapkan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk dikembangkan.
3. Mencapai nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib
mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang memiliki
kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing, atau kurang dari
dua puluh dinar emas atau dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat

11
mencapai nishab adalah syarat yang disepakati jumhurul ulama. Hikmahnya adalah orang
yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya.
4. Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi
nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang
miskin, juga karena kepemilikan orang berhutang itu lemah dan kurang. Orang yang
berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima zakat, termasuk dalam kelompok
gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya.
5. Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada
pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati
untuk harta seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buahbuahan,
tambang, dan penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib
dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun untuk ternak, uang,
dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang empat, juga berdasarkan hadits
Ibnu Umar dari Nabi saw., Sabda Rasulallah saw: “Tidak wajib zakat pada harta sehingga
ia telah melewati masa satu tahun.” (At-Tirmidzi).

H. Manfaat dan Hikmah Zakat Al-Ma’din


Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya,
menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan
sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan
mensucikan harta yang dimiliki.
Kedua, karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka berfungsi untuk menolong,
membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin, ke arah kehidupan yang
lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran,
sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan
mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya
bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan
tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan
atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.

12
Ketiga, sebagai pilar jama`i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya,
dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga
tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan
keluarganya (QS. 2: 273).
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana
yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial
ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan
diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-Hadits). Zakat mendorong
pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu
instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan
membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, atau yang dikenal
dengan konsep economic growth with equity (AM Saefuddin, 1986). Monzer Kahf (1995)
menyatakan bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta
yang egaliter, dan bahwa sebagai akibat dari zakat, harta akan selalu beredar (Busriyanti,
2010).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga, merupakan salah satu instrumen utama dalam
ajaran Islam, yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan yang punya
kepada yang tidak punya. Ia merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan
pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat
ditingkatkan. Sumber-zumber zakat mencakup berbagai harta dari berbagai aspek kehidupan
yang dimiliki oleh seorang manusia di dunia ini. Manfaat dan hikmah zakat sangat luar biasa
bagi manusia, diantaranya menunjukan keimanan seseorang. Pentingnya Zakat dapat dilihat
dari Al Quran dimana perintah wajib zakat banyak yang berdampingan dengan perintah
sholat wajib. Zakat merupakan ekonomi Islam yang sangat bermanfaat di dunia khususnya di
Indonesia yang dalam masalah krisis moral, karena pengaaruh budaya asing yaitu
individualisme. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin merana.

B. Saran

Umat Islam harus memenuhi kewajiban zakatnya bagi yang mampu dan memenuhi
syarat wajib untuk zakat, dikarenakan sangat pentingnya zakat bagi umat manusia,
khususnya di Indonesia yang masih banyak kemiskinan di mana-mana, ingaatlah bahwa kita
(umat islam) seseungguhnya bersaudara, apakah kita tega membiarkan saudara-saudara kita
dalam kesusahan. Maka dari itu berzakatlah karena zakat merupakan salah satu cara untuk
membantu mereka. Janganlah menjadi orang yang kufur nikmat yang selalu tidak
mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT berikan karena sesungguhnya semua yang ada di
dunia ini hanyalah milik Dia semata dan akan kembali pada-Nya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Hayi Imam, Muhammad Idrus, Fiqih Zakat Al-Hayyu Teori dan Aplikasi Masalah
dan Solusi, (Mitra Pemuda, Cirebon: 2016), Hlm. 66.
Aliy, As’ad. 1976. Terjemah Fathul Muin. Yogyakarta; Menara Kudus.
Busriyanti, Ushul Fiqh, Bengkulu: LP2 STAIN Curup, 2010. Cet. Ke-I, hal 112.
Harun Nasroen, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hal 152.
Khoir, M. Masykur. 2010. Risalah Zakat. Kediri: Duta Karya Mandiri. Hal. 84-85.
https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_hasil_tambang
https://rumaysho.com/2470-zakat-harta-karun-dan-barangtambang.html

15

Anda mungkin juga menyukai