Anda di halaman 1dari 16

MUSAQAH, MUZARA’AH DAN MUKHABARAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

FIQIH MUAMALAH

Dosen Pembimbing : Zayad Abd. Rahman, M.HI

Disusun oleh :

1. Imam Andika (931106117)


2. Riki Wahyudi (931106017)
3. Miftakhul Ulumia (931110817)

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

JURUSAN SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah swt yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-nya kepada kami sehingga karya tulis yang berjudul“MUSAQAH,
MUZARA’AH dan MUKHABARAH“, ini dapat diselesaikan dengan baik.

Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah kami.dalam penulisan dan
penyelesainnya kami memenuhi banyak kesulitan.oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih
kepada Dosen Fiqih Muamalah, Zayad Abd. Rahman, M.HI. Yang telah membimbing dan
membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini. Tak lupa juga kami
sampaikan terima kasih kepada teman-teman dan setiap yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa karya tulis yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna,
namun kami telah berupaya semaksimal mungkin agar mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami dan khususnya kepada para pembaca. Kritik
dan saran, serta masukan yang membangun akan kami terima seluas-luasnya untuk perbaikan
karya ilmiah yang akan kami susun selanjutnya.

Kediri, 01 Mei 2018

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

COVER ..........................................................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................................1

A. Latar Belakang ...................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
C. Tujuan ................................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN ..............................................................................................3

A. MUSAQAH ........................................................................................................3
1. Pengertian Musaqah ......................................................................................3
2. Dasar Hukum Musaqah................................................................................3
3. Syarat dan Rukun Musaqoh ..........................................................................4
4. Ketentuan Musaqah ......................................................................................4
5. Berakhirnya Akad Musaqah .........................................................................5
B. MUZARA’AH ....................................................................................................5
1. Pengertian Muzara’ah ...................................................................................5
2. Landasan Hukum Muzara’ah ........................................................................6
3. Rukun dan Syarat Muzaha’ah .......................................................................7
4. Syarat-syarat akad dalam muzara’ah ............................................................7
C. MUKHOBAROH ...............................................................................................8
1. Pengertian Mukhobaroh ................................................................................8
2. Landasan Hukum Mukhabarah .....................................................................9
3. Rukun dan Syarat Mukhobaroh ....................................................................9
4. Berakhirnya Mukhobaroh .............................................................................10
5. Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah ...........................................................10
D. PERBEDAAN KETIGA MUAMALAH ............................................................10

BAB III : PENUTUP ......................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................12

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuhan menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai seorang khalifah atau
pemimpin untuk diri sendiri maupun orang lain. Meskipun manusia di muka bumi ini
berperan sebagai khalifah, tentunya dia tak akan lupan dari bantuan manusia lainnya,
sehingga antara manusia satu dengan lainnya saling membutuhkan. Di dalam islam
hubungan antar manusia atau Human Relationship sudah diatur sedemikian rupa supaya
tidak terjadi perselisihan yang dapat menimbulkan permusuhan anatar individu satu
dengan yang lain. Misalnya hubungan bisnis ataupun perniagaan antar individu.

Apabila tidak didasari dengan hukum islam, maka kecurangan, kelicikan dan
kekecewaan pasti akan dirasakan oleh salah satu pihak yang terlibat. Dari beberapa
kemumgkinan buruk tersebut, maka dari itu alangkah baiknya sebelum melakukan
perkerjaan atau hubungan bisnis dengan orang lain dilandaskan hukum agama supaya
kedua belah pihak yang melakukan perjanjian bisnis tersebut tidak merasa dirugikan.

Manusia diciptakan oleh ALLAH SWT selain sebagai khalifah namun juga sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan antar individu. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia diharus untuk mencari karunia ALLAH SWT yang ada di muka bumi
ini sebagai sumber ekonomi.Dalam hal kehidupan sosial. Nabi Muhammad mengajarkan
kepada kita semua tentang bermuamalah supaya terjadi kerukunan antar umat serta
memberikan keuntungan bersama.

Dalam pembahasan kali ini, kami akan membahas tiga diantara muamalah yang
dianjurkan Nabi Muhammad SAW yaitu Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah. Karena
didalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah untuk kehidupan sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertin dari al-Musaqah, al-muzara’ah dan mukhabarah?
2. Apa landasan syariah al-musaqah, al-muzara’ah dan mukhabarah?
3. Apa saja syarat dan rukun al-musaqah, al-muzara’ah dan mukhabarah?
4. Bagaimana ketentuan al-musaqah?
5. Bagaimana berakhirnya akad al-musaqah?

1
6. Apa syarat akad dalam al-muzara’ah?
7. Kapan berakhirnya mukhabarah?
8. Bagaimana dengan zakat muzara’ah dan mukhabarah?
9. Apa perbedaan ketiga muamalah tersebut?
10. Apa hikmah muzara’ah dan mukhabarah?
C. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk member wawasan kepada pembaca
tentang muamalah tersebut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. MUSAQAH
1. Pengertian Musaqah

Musaqah dikutip dari kata al–saqa, yaitu seseorang bekerja pada pohon tamar
, anggur (mengurusnya), ataupun pohon yang lainnya agar dapat mendatangkan
kemaslahatan dan mendatangkan bagian tertentu dari sesuatu yang di urus sebagai
suatu imbalan.

Musaqah ialah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si


penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan sebagai
imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.1

Menurut terminologi musaqah ialah berasal dari akar kata “saqyu”


(menyirami). Menurut syara’, berarti penyerahan pohon kurma atau anggur kepada
orang yang merawatnya dengan disirami dan memeliharanya dengan mendapatkan
bagian tertentu dari bagian buahnya.2

2. Landasan Dasar Syariah Al Musaqah

Rasulullah SAW pernah melakukan akad musaqah dengan penduduk Khaibar


sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

‫ج‬
ُ ‫يخ ُر‬ َ ‫سلَّ ََم عَا ََم ََل أ َ ْْه َْل ََخ ْْيَبَ َر ِب‬
ْ َ ‫َش ْْط ِر ََما‬ َ ‫ع َل ْْي ِِه ََو‬
َ ُ‫ص َّلى هللا‬ ُ ‫ أَنَّ َر‬،‫ع ْن ُه َما‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ ُ‫ع َم َر َر ِض َي هللا‬ ِ ْ‫ع َِن ا‬
ُ ‫بن‬

(‫َِم ْنهَا َِم ْن َث َم ٍر أ َ َْو َز ْرعٍ (رَواه َمسلَم‬

Artinya: Dari Ibnu Umar RA, “sesungguhnya Rasulullah SAW


mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah separuh dari hasil (lahan) yang
diperoleh berupa buah-buahan atau tanaman”. (HR. Muslim).3

1
Madani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Media Group, 2012), hlm. 242
2
Syaikh Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Qosim Al-Ghozi, Fathul Qorib,jilid 2, (Kediri:
ZAMZAM Sumber Mata Air Ilmu, 2016). hlm 13
3
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Marom,(Semarang: Dahara Prize, 2014). Hlm. 210

3
Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan praktek
musaqah selama hidup beliau dengan penduduk suku khaibar. Beliau memperkerjakan
mereka untuk merawat lahan pertanian dengan upah separuh dari hasil panen.

Berdasarkan dalil di atas, jumhur ulama sepakat tentang kebolehan


melaksanakan akad musaqah kecuali Abu Hanifah yang tidak memperbolehkan Yusuf
Qadawi menerangkan dalam hal ini.

Ini perkara yang memang benar dan pernah dipraktekkan Rasulullah SAW
hingga wafat, kemudian di lanjutkan oleh khulafaur Rasyidin hingga mereka wafat,
kemudian di teruskan keluarga mereka, tak seorangpun dari ahlul bait yang berada di
Madinah kecuali mengamalkannya. Para istri Nabi juga mempraktekkan
sepeninggalan beliau.

3. Syarat dan Rukun Al Musaqah


Rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Musaqah adalah :
a. Syarat-syarat musaqah.4
 Ahli dalam akad
 Menjelaskan bagian penggarap
 Membebaskan pemilik dari pohon
 Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan
akad
 Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
b. Rukun musaqah.5
 Dua orang yang akad
 Objek musaqah
 Buah
 Pekerjaan
 Shighat
4. Ketentuan Al Musaqah
a. Pemilik lahan wajib menyerahkan tanaman kepada pihak pemelihara.
b. Pemelihara wajib menjaga tanaman yang menjadi tanggung jawabnya.

4
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001). hlm. 214
5
Ibid,

4
c. Pemelihara tanaman di isyaratkan memiliki kemampuan untuk melakukan
pekerjaan.
d. Pembagian hasil dari pemeliharaan tanaman harus dijelaskan secara pasti
dalam akad.
e. Pemelihara tanaman wajib mengganti rugi yang timbul dari pelaksanaan
tugasnya jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaiannya.
5. Berakhirnya Akad Musaqah
a. Kesepakatan waktu yang di sepakati telah habis.
b. Salah satu pihak meninggal dunia.
c. Adanya halangan yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan
akad.
d. Hasil panen sudah menjadi hak pihak ketiga.
e. Akad tidak sah apabila pohon yang sudah berbuah menjadi milik bersama.6
B. MUZARA’AH
1. Pengertian Muzara’ah
Muzara’ah ialah akad yang terjadi antara pemilik tanah dan penggarap,
dengan ketentuan benih dan lahan berasal dari pemilik tanah.
Menurut kitab Al-Fiqhu al-Islamu wa Adilatuh karya Wahbah Zuhaily,
secara etimologi kata muzara’ah berasal dari bahasa arab yaitu al-zar’u, yang
berarti tanaman. Muzara’ah secara bahasa merupakan suatu bentuk kata yang
mengikuti wazan (pola) mufa’alah dari kata dasar al-zar’u yang mempunyai arti
al-inbat (menumbuhkan).7
Secara Etimologi Al Muzara’ah diartikan wajan ‫علَة‬
َ ‫ َُمفَا‬darikata ‫ع‬ َ َ ‫ ا‬yang
ُ ‫لز ْر‬
sama artinya dengan ُ‫اإل ْنَبَات‬
ِ (menumbuhkan). Muzara’ah juga disebut al-qarah
menurut istilah orang irak.8
Adapun pengertian muzara’ah menurut imam madzhab adalah sebagai
berikut:9
a. Imam Hanafi mendefinisikan kata muzara’ahberarti akad bagi hasil atas
pengelolaan lahan untuk pertanian. Imam Malik berpendapat bahwa
muzara’ah mengandung makna kerjasama dalam hal bercocok tanam.

6
Syatha, Sayyid Bakri, I’anah Thalibin juz 3, (Darul Fikr: Beirut, 2004). hlm. 147.
7
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqhu al-Islamu wa Adilatuh, (Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 2005), hlm. 613.
8
Rachmat Syafe’i. hlm. 205.
9
Dr. Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, cet 2, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2008), hlm. 240.

5
b. Imam Syafi’i mendefinisikan kata muzara’ah yaitu suatu pekerjaan atas
suatu lahan dari si pemilik lahan kepada si penggarap dimana benih
tanaman berasal dari si pemilik lahan.
c. Imam Hanbali mengatakan bahwa muzara’ah berarti pengalihan lahan dan
bibit tanaman untuk kemudian ditanam oleh pengelola lahan yang
kemudian hasil dari lahan (persentase) tersebut dihitung untuk
kemudian adanya pembagian hasil antara kedua belah pihak.
2. Landasan Syariah Hukum Muzara’ah
a. Muzaro’ah dibolehkan

Gologan pertama adalah golongan yang membolehkan atau tidak ada


halangan. Pendapat ini dikuatkan oleh Nawawi, Ibnu Munzir, dan Khattabi,
mereka mengambil alasan hadis Abu Hurairah :

‫ قال رسول هللا صلى هللا علْيِه َو سلَم (َمن كانت لِه أرض فلْيزر‬:‫عن أبي ْهريرة رضي هللا عنِه قال‬
(‫عها أَو لْيمنحها أَخاه فإن أبى فلْيمسك أرضِه‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Berkata: Bersabda Rasulullah Saw


(barangsiapa yang memiliki tanah maka hendaklah ditanami atau
diberikan faedahnya kepada saudaranya jika ia tidak mau maka boleh
ditahan saja tanah itu.” (Hadits Riwayat Muslim).

b. Muzaro’ah tidak diperbolehkan

Mereka beralasan pada beberapa hadits yang melarang paroan tersebut.


Hadis itu ada dalam kitab hadis Bukhari dan Muslim, diantaranya :

ُ ‫ نَهَى َر‬:َ‫ع ُمو ََمتُِهُ أَتاَهُ ََو قاَل‬


‫سو ُل‬ ُ َ‫ فَذَك ََر أَنََّبَعض‬,ِ‫سو ُل هللا‬ ُ ‫علَى عَه ِد َر‬ َ ‫ ُك ّنا َ نُ َخا ِب ُر‬:َ‫أَنَّ َرافِع ابنُ ََخدِيج َقال‬
‫ قا َ َل‬:َ‫ ََو َما َ ذَا ِلكَ ؟ قاَل‬:َ‫ قُلنا‬:َ‫سو ِل ِِه أَنفَ ُع لَنا َ ََو أَنفَع قاَل‬ُ ‫ ََو َط َوا ِعْيَةُ هللاِ ََو َر‬,ً‫َمر كا َنَ لَنا َ ناَفِعا‬
ٍ َ ‫هللا عَن أ‬
ٍ ُ‫ ََوالَ ُيكا َ ِريها َ ِبثُل‬,‫زرعها َ أََخا َ ُه‬
‫ث ََو َال ِب ُربُ ٍع ََو َال ِب َْطعا َ ٍم‬ ِ ُ‫زرعها َ أََو َفلْي‬
َ َ‫سو ُل ُلُلِ ” ََمن كاَنَت لَِه أَرض َفلْي‬ ُ ‫َر‬
ُ ‫َخر َجِهُ َُمس ِلَم ََو أَبُو د‬
‫َاَود‬ َ َ‫س َّمى” أ‬َ ‫َُم‬

Artinya: Rafi’ bin Khadis berkata, “diantara anshar yang paling banyak
mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk
kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya. Kadang-kadang
sebagian tanah itu berhasil baik, dan yang lain tidak berhasil. Oleh karena itu

6
Rasulullah melarang paroan dengan cara demikian.” (H.R. Muslim dan Abu
Dawud).

Adapun hadis yang melarang tadi maksdnya hanya “apabila


penghasilan dari sebagian tanah ditentukan mesti kepunyaan salah seorang
diantara mereka. Karena memang di masa dahulu itu mereka memarokan
tanah dengan syarat akan mengambil penghasilan dari sebagian tanah yang
lebih subur, persentase bagian masing-masing pun tidak diketahui. Keadaan
inilah yang dilarang oleh junjungan kita Nabi Saw. Dalam hadis tersebut,
sebab pekerjaan demikian bukanlah dengan cara adil dan insaf. Pendapat
inipun dikuatkan dengan alasan dari segi kemaslahatan dan kebutuhan orang
banyak.
3. Rukun dan syarat muzara’ah
Jumhur ulama’ yang membolehkan akad Muzara’ah menetapkan rukun yang
harus dipenuhi, agar akad itu menjadi sah. Berikut rukun dan syaratnya :
a. Ijab qabul (akad)
b. Penggarap dan pemilik tanah (akid)
c. Adanya obyek (ma’qud ilaih)
d. Harus ada ketentuan bagi hasil.10
4. Syarat-syarat akad dalam muzara’ah
Adapan syarat-syarat dalam akad Muzara’ah menurut Jumhur
ulama’ ada yang berkaitan dengan orang yang berakad, benih yang akanditanam,
lahan yang akan dikerjakan, hasil yang akad dipanen, dari jangka waktu berlaku
akad.

a. Orang yang melakukan akad harus baligh dan berakal


b. Benih yang akan ditanam harus jelas dan menghasilkan,
sehinggapenggarap mengetahui dan dapat melaksanakan apa yang
diinginkanoleh pemilik lahan pertanian
c. Lahan pertanian yang dikerjakan:

10
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Mu’amalah Kontesktual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 76

7
 Menurut adat kebiasaan dikalangan petani, lahan itu bisa diolah dan
menghasilkan. Sebab, ada tanaman yang tidak cocok ditanami pada
daerah tertentu.
 Batas-batas lahan itu jelas.
 Lahan itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk di olah dan
pemilik lahan tidak boleh ikut campur tangan untuk mengolahnya.
d. Hasil yang akan dipanen:
 Pembagian hasil panen harus jelas (prosentasenya).
 Hasil panen itu benar-benar milik bersama orang yang berakad,tanpa
ada pengkhususan seperti disisihkan terlebih dahulu sekian persen.
Persyaratan ini pun sebaiknya dicantumkan dalam perjanjian sehingga
tidak timbul perselisihan dibelakang hari, terutama sekali lahan yang
dikelola sangat luas.
e. Jangka waktu harus jelas dalam akad, sehingga pengelola tidak dirugikan,
seperti membatalkan akad itu sewaktu-waktu. Untuk menentukan jangka
waktu ini biasanya disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat.
f. Obyek akad harus jelas pemanfaatan benihnya, pupuk dan obatnya,
seperti yang berlaku pada daerah setempat.
C. MUKHOBAROH
1. Pengertian Mukhabarah

Mukhabarah adalah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau


ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga, seperempat
tergantung perjanjian). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung
orang yang mengerjakan (penggarap). Dengan adanya praktek mukhabarah
sangat menguntungkan kedua bela pihak. Baik pihak pemilik sawah atau
ladang maupun pihak penggarap tanah. Pemilik tanah lahannya dapat digarap,
sedangkan petani dapat meningkatkan taraf hidupnya.

Mukhabarah menurut Syafi’yah adalah menggarap tanah dengan apa yang


dikeluarkan dari tanah tersebut. Atau mengelola tanah di atas sesuatu yang
dihasilkan dan benihnya berasal dari pengelola.

8
Sedangkan menurut Ibrahim al-Bajuri mukhabarah adalah sesunggunya
pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal dari pengelola.11

2. Landasan Hukum Mukhabarah


‫ع‬ ُ ‫سلَّ ََم عَا ََم ََل أ َ ْْه ََل ََخ ْْيَبَ َر ِبَش َْر ِط ََمايَ ْخ ُر‬
ٍ ‫ج َِم ْنهَا َِم ْن ث َ َم ٍر ا َ َْو َز ْر‬ َ ‫علَ ْْي ِِه ََو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫ع َم َرا َنَّ النَّ َِب ِّي‬
ُ ‫ع َْن اِب ِْن‬
(‫(رَواه َمسلَم‬
Artinya:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada
penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan
diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil
pertahun (palawija)” (H.R Muslim)
Dari hadits Rasulullah diatas dapat disimpulkan bahwa bekerjasama dalam
pertanian diperbolehkan dengan syarat perjanjian sebelumnya adalah pembagian
hasil panen.

3. Rukun dan syarat mukhabarah

Rukun dan syarat mukhabarah sama dengan rukun musaqah dan muzara’ah.
Berikut rukun dan syaratnya :
a. Ijab qabul (akad),
b. Penggarap dan pemilik tanah (akid),
c. Adanya obyek (ma’qud ilaih),
d. Harus ada ketentuan bagi hasil.

Namun ada hal yang berbeda dalam kesepakatan ulama’ tentang akad
mukhabarah. Jika seseorang menyerahkan tanah kepada orang lain untuk ditanami,
dan ia mensyaratkan bagian yang jelas dari hasil panen, maka hukumnya tidak
diperbolehkan. Tapi, imam Nawawi mengikuti pendapat Ibn Mundzir memilih
untuk memperbolehkan akad mukhabarah. Juga akad muzara’ah, yaitu
mempekerjakan seorang pekerja pada tanah dengan upah hasil panenan dan biji
dari pihak pemilih tanah.

11
Muhammad Jawar, Mughniyah Fiqih Imam Ja’far Shodik, (Jakarta: lentera,2009 hlm. 110

9
4. Berakhirnya Mukhabarah

Berakhirnya mukhabarah adalah ketika telah terbaginya hasil panen yang


sebelumnya telah disepakati. Namun jika seseorang menyewakan tanah dengan
upah emas atau perak atau mensyaratkan makanan yang jelas ditanggungkan
pemilik tanah, maka hukumnya diperbolehkan.12

5. Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah

Hikmah muzara’ah dan mukhabarah prinsipnya tidak berbeda dengan hikmah


musaqah, berikut adalah hikmahnya :

• Memberi pertolongan kepada penggarap untuk mempunyai penghasilan

• Harta tidak hanya beredar di antara orang kaya saja

• Mengikuti sunnah Rosulullah.

D. PERBEDAAN KETIGA MUAMALAH


Musaqah, muzara’ah dan mukhabarah memang sebuah muamalah yang
memiliki banyak kesamaan dalam objek dan subjeknya. Namun jika dilihat dari segi
akadnya, maka ketiga muamalah ini memiliki perbedaan yang sangat terlihat.
Pertama, Musaqah memiliki akad yang mana pemilik tanah menyerahkan
garapan tanaman yang telah tumbuh, dan berakhirnya akad musaqah adalalah ketika
dengan sesuai perjanjian awal pemilik tanah dan penggarap.
Kedua, Muzara’ah memiliki akad yang mana si pemilik tanah memberikan
benih dan tanahnya untuk dikerjakan oleh si penggarap. Akad ini berakhir ketika
tanaman berbuah, kemudian pembagian hasilnya sesuai kesepakatan awal.
Ketiga, Mukhabarah memiliki akad yang mana si pemilik tanah hanya
memberikan tanahnya untuk dikerjakan oleh si penggarap. Benih tanaman dari si
penggarap dan dikerjakan hingga akadnya berakhir.

12
Syaikh Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Qosim Al-Ghozi, Fathul Qorib,jilid 2, (Kediri:
ZAMZAM Sumber Mata Air Ilmu, 2016). Hlm. 24

10
BAB III
PENUTUP

Islam telah mengatur segala aspek duniawi umatnya. Terutama dalam hal bekerja,
Allah telah mengatur sedetail mungkin sistematikanya. Sehingga islam dikenal dengan agama
yang mudah dan indah dengan segala tata aturannya. Khususnya pada hal kerjasama dalam
pertanian, islam telah mengaturnya dalam akad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah.
Dalam semua akad tersebut dijelaskan secara detail sehingga mencapai kepuasan yang adil
atau berimbang antara pemilik tanah dengan penggarap. Selain hal itu, semua akad tersebut
dapat membantu seorang penggarap tanah yang bermula pengangguran tanpa mendapatkan
upah menjadi mempunyai pekerjaan dan upah. Hal tersebut secara tidak langsung
mempengaruhi penurunan pertumbuhan penduduk miskin dan pemerataan kesejahteraan
rakyat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Qosim Al-Ghozi. 2016. Fathul
Qorib (jilid 2). Kediri: ZAMZAM Sumber Mata Air Ilmu.
Muhammad Jawar. 2009. Mughniyah Fiqih Imam Ja’far Shodik. Jakarta:
lentera.
Ghufron A. Mas’adi. 2002. Fiqh Mu’amalah Kontesktual. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Dr. Mardani. 2008. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group.
Wahbah Zuhaily. 2005. Al-Fiqhu al-Islamu wa Adilatuh. Beirut Libanon : Dar
al-Fikr.
Sayyid Bakri Syatha. 2004. I’anah Thalibin juz 3. Beirut: Darul Fikr.
Rachmat Syafe’i. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. 2014. Bulughul Marom. Semarang:Dahara
Prize.
Madani. 2012. Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Media Group.

12

Anda mungkin juga menyukai