Dosen pengampu:
Dr.Aziz Zakiruddin,M.H
Disusun oleh:
Nopran Patu Rahman
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh
Muamalah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah bagi para pembaca pada umumnya, dan juga bagi
penulis pada khususnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Aziz Zakiruddin,M.H selaku dosen mata
kuliah Fiqh Muamalah yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
2|Musaqah,Muzara’ah&Mukhabarah
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................................................................1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A.Al-Muzara’ah / al-Mukhabrah....................................................................2
1.Hukum Akad Al-Muzara’ah..................................................................3
2.RukunalMuzara’ah............................................................................. 4
3.Syarat-syarat al-Muzara’ah.................................................................. 4
4.Akibat Akad al-muzara’ah................................................................... 6
5.Berakhirnya Akad al-Muzara’ah.......................................................... 7
B.Musyaqah............................................................................................. 8
1.Arti, Landasan, Rukun dan Perbedaan dengan Mujaro’ah.................. 8
2.Syarat-Syarat Musyaqoh...................................................................... 9
3.Rukun Musyaqoh................................................................................. 9
4.Hukum Musyaqah Shahih dan fasid (Rusak).......................................10
5.Habis Waktu Musyaqah........................................................................ 11
Daftar Pustaka……………………………………………………………...... 12
3|Musaqah,Muzara’ah&Mukhabarah
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuhan menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah atau pemimpin
untuk diri sendiri maupun orang lain. Meskipun manusia berperan sebagai khalifah,
tentu tak luput dari bantuan manusia lainnya, sehingga antara manusia satu dengan
yang lainnya saling membutuhkan satu sama lain. Di dalam Islam hubungan antar
manusia telah diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi perselisihan yang mampu
menimbulkan permusuhan antara individu satu dengan lainnya. Seperti halnya
hubungan bisnis ataupun perniagaan antar individu. Apabila tidak dilandaskan hukum
islam, maka kecurangan dan kekecewaan pasti akan dirasakan oleh salah satu pihak
yang terlibat. Dari beberapa kemungkinan buruk tersebut, maka hendaklah setiap
melakukan pekerjaan ataupun hubungan bisnis dengan orang lain dilandaskan hukum
agama agar kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai
sumber ekonomi. Dalam kehidupan sosial, Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita
semua tentang bermuamalah agar terjadi kerukunan antar umat serta memberikan
keuntungan bersama.
Dalam pembahasan kali ini, penyusun ingin membahas tiga diantara
muamalah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yaitu Musaqah, Muzara’ah dan
Mukhabarah.
Karena didalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah untuk kehidupan sosial.
B. Rumusan Masalah
4|Musaqah,Muzara’ah&Mukhabarah
6. Apa yang dimaksud dengan al-Muzara’ah?
7. Apa landasan syariah Muzara’ah?
8. Apa saja rukun dan syarat-syarat Muzara’ah?
C. Tujuan
5|Musaqah,Muzara’ah&Mukhabarah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al Musaqah
Al-musaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena pepohonan
penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari sumur-sumur. Karena
itu diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).
Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai
imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
2. Pemeliharaan tanaman
6|Musaqah,Muzara’ah&Mukhabarah
Sedangkan syarat musaqah adalah sebagai berikut:
4. Hasil dari pohon dibagi dua antara pihak-pihak yang melangsungkan akad sampai
batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
Tidak disyaratkan untuk menjelaskan mengenai jenis benih, pemilik benih, kelayakan
kebun, serta ketetapan waktu.
D. Ketentuan Al Musaqah
Ketentuan Al-Musaqah adalah sebagai berikut:
3. Ada udzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.
Dalam udzur, disini para ulama berbeda pendapat tentang apakah akad
almusaqah itu dapat diwarisi atau tidak. Ulama Malikiyah berpendapat, bahwa
almusaqah adalah akad yang boleh diwarisi, jika salah satu meninggal dunia dan tidak
boleh dibatalkan hanya karena ada udzur dari pihak petani. Ulama Syafi’iyah
7|Musaqah,Muzara’ah&Mukhabarah
berpendapat bahwa akad al-musaqah tidak boleh tidak boleh dibatalkan meskipun ada
udzur, dan apabila petani penggarap mempunyai halangan, maka wajib petani
penggarap itu menunjuk salah seorang untuk melanjutkan pekerjaan itu.
8|Musaqah,Muzara’ah&Mukhabarah
Hanabilah berpendapat bahwa akad al-musaqah sama dengan akad al-muzara’ah, yaitu akad
yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak. Maka dari itu masing-masing pihak boleh
membatalkan akad itu. Jika pembatalan itu dilakukan setelah pohon berbuah, dan buah itu
dibagi dua antara pemilik dan penggarap sesuai dengan kesepakatan yang telah
ada.4
F. Pengertian Al Muzara’ah
ٌُ َز ْرBَ الyang
Menurut bahasa, al-muzara’ah diartikan wajan ٌ ُمفا َ َعلَةdari kata ع
ٌُ َ اBBB( اِإل ْنبmenumbuhkan). Muzara’ah dinamai pula dengan
sama artinya dengan ت
mukhabarah dan muhaqalah. Orang Irak memberikan istilah muzara’ah dengan istilah
al-qarah.5
Dalam kamus istilah ekonomi muzara’ah ialah akad kerja sama pengelolaan
pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan menyerahkan
lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan
tertentu (nisbah) dari hasil panen yang benihnya berasal dari pemilik lahan; pemilik
tanah menyerahkan sekaligus memberikan modal untuk mengelola tanah kepada pihak
lain. Sedangkan mukhabarah adalah pemilik tanah menyerahkan kepada pihak orang
yang mengelola tanah, tetapi modalnya ditanggung oleh pengelola tanah dengan
pembayaran 1/3 atau ¼ hasil panen.6
Ulama Malikiyah mendefenisikan:
ع ُّ ٌٌِش ٌٌْر َكةٌٌفى
ٌِ الز ْر َِ أ
“perserikatan dalam pertanian”7
Menurut Hanabilah, muzara’ah ialah:
ض ٌهٌلِل َعاٌٌمِاٌٌِل لَّ ِذيٌْيقَ ُْو ٌُم ي َِز ْر ِع َها ٌٌ َوبَ ٌْدفَعٌٌُلَ ٌهٌا ْل ُح ٌَّب َ صاٌٌلِ َح ِةا ْل َُز
ْْ ار َع ِة
َ ار َ ٌٌَانٌَْي ٌٌَْدفَع
ٌِ صا ٌ ِحبٌُاْال َء ٌٌْر
َّ ضال
“pemilik tanah yang sebenarnya menyerahkan tanahnya untuk di tanami
yangbekerja di beri bibit.”
Menurut Hanafiyah, muzara’ah ialah:
ض َْ ْلخا ِر ٌِج ِمنٌَا
ٌِ ألر ٌِ ق د ٌ َ َعلَىٌٌال َّز ْر ٌٌِعببَِ ْع
َ ْضا ْ َ َع
7|
9 Abdul Rahman Ghazali, dkk., op. cit., hal. 114.
10 Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), hal. 242.
11 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 99 (lihat juga fiqh sunnah III, hlm. 173).
12
Ibid. 13
Ibid.
10 | M u s a q a h , M u z a r a ’ a h & M u k h a b a r a h
Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji. Mengartikan sama dengan memberi ketetntuan:
usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.
2. Ijma
Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “tidak ada satu rumah pun
di madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara’ah dengan pembagian
hasil 1/3 dan 1/4 . Hal ini telah dilakukan oleh Sayyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash,
Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga
Ali.”
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzaraah yang sahih adalah sebagai berikut:
c. Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan wakyu akad. Antara lain
didasarkan pada hadis :
ٌَ
(نس و عاٌٌءشه ُ سلِ ُم ْونٌ ِع ْن ٌٌَد
ٌ ش ُر ْو ِط ِه ٌْم )رواهٌ الحاك ٌم عنٌ ٌأ ْ ا ْلَ ُم
Artinya : kaum muslimin berdasarkan syarat diantara mereka (HR.Hakim
dari Anas dan Siti Aisyah)
f. Jika salah seorang yang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya, penggarap tidak
mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada
waktu.15
Oleh Syekhul Islam Ibni Taimiyyah berkata; Muzara’ah merupakan asal dari
alijarah (mengupah atau menyewa orang), dikarenakan dalam kedu masing-masing
pihak sama-sama merasakan hasil yang diperoleh dan menanggung kerugian yang
terjadi.14
2. perbuatan pekerja,
3. modal,
14 Saleh al Fauzan, Fiqh Sehari-hari, (Jakarta: Gema Indah Press, 2005), hal.
480. 17 Dr. H. Hendi Suhendi, M. Si., op. cit., hal. 158.
15 Prof. Dr. Rachmat Syafe’I, op. cit., hal. 207-208.
12 | M u s a q a h , M u z a r a ’ a h & M u k h a b a r a h
1. Syarat yang menyangkut orang yang berakad ialah keduanya harus sudah
baligh dan berakal.
2. Syarat menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas dan dapat
menghasilkan.
3. Syarat yang menyangkut tanah;
b. Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad tanpa boleh ada
pengkhususan
4) Hasil dari tanaman harus menyeluruh diantara dua orang yang akan
melangsungkan akad. Tidak dibolehkan mensyaratkan bagi salah satu yang
melangsungkan akad hanya mendapatkan sekadar pengganti biji.
e. Tujuan akad
Akad dalam muzara’ah harus didasarkan pada tujuan syara’ yaitu untuk
memanfaatkan tanah.
f. Syarat alat bercocok tanam
Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau moderen dengan
maksud sebagai konsekuensi atas akad. Jika hanya bermaksud
menggunakan alat dan tidak dikaitkan dengan akad, muzara’ah
dipandang rusak.
g. Syarat muzara’ah
Dalam muzara’ah harus menetapkan waktu. Jika waktu tidak
ditetapkan,
muzara’ah dipandang tidak sah.17
I. Pengertian Mukhabarah
Dalam kamus, mukhabarah ialah kerja sama pengolahan pertanian antara lahan
dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
21 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensido, September 2012), hal.
302. 25 Abdul Rahman Ghazali, dkk., op. cit., hal. 118.
16 | M u s a q a h , M u z a r a ’ a h & M u k h a b a r a h
ٌََّ ٌَ ٌٌَ
ٌهB ّل عَليBل ٌى ٌالBص َ ٌَِّ ِذ ٌِها ْل ُم َخابَ َرةٌَفَا ِءنهَُّ ٌٌْميَ ْز ُع ُم ْونٌَ أنالنبَّىBٌقَا ٌَل َ َع ْم ر ٌٌوفقَ ْلُتٌُلَ ٌهياأبَا ٌ َ َع ْب ٌٌِدال َّر ْح َمنٌٌلَ ٌْوت َر ْكتٌ َه,يخب ُِر
َُ ٌَسأنََّ ٌهٌ َكان
ٌِ َ َعنٌٌْطَا ُو
ٌَل ٌٌملَ ٌٌْمي ْنَهBBهٌ وسB ٌّل عليBل ٌى ٌالBس أنَنٌَّالنبَّ ٌَّي ص ٌَ أٌٌَل
ٌٍ َّ اBذاَلِ ٌكي َْعنِىٌٌابْنَ ٌ َعَبBٌِ Bَأ ْ َْعلَ ُم ُه ٌْمبBٌٌٌأخب ْ ِرنِى َْ :ي َ َع ْم رو ٌو ٌَْ ةٌِفَقَاBٌٌوسل ٌٌمنَ َه ٌى َ َعنٌٌِا ْل ُم َخاب
ٌٌَأ ٌٌُ َ َ َع ْنهاٌٌإنَِّماٌٌقاَلٌَيمنَ ٌُحٌٌأح ُُد ُكم
ُْ أخاه َخ ْي ٌرلَ ٌهٌ ِمنٌٌْأنٌٌَْي ُخ ُذ ٌ َعَليَْ َها ٌ َخ ْر ًجا ٌٌ َم ْع
لو ًما ٌْ َ َْ َ َ
)ٌ)روا ٌهٌمسلم
“Dari Thawus ra. bahwa ia suka bermukhabarah. Umar berkata: lalu aku
katakan kepadanya: ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan
mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi saw telah melarang
mukhabarah. Lantas Thawus berkata : hai Amr, telah menceritakan kepadaku
orang yang sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibnu Abbas
bahwa Nabi saw tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata:
seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik daripada ia
mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu”. (HR.Muslim)25
Jadi, hukum mukhabarah sama seperti muzara’ah yaitu mubah atau boleh dan
seseorang dapat melakukannya untuk dapat memberi dan mendapat manfaatnya dari
kerjasama muzara’ah dan mukhabarah ini.
1. Pemilik kebun dan penggarap harus orang yang baligh dan berakal.
22 H. Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hal. 162-164.
17 | M u s a q a h , M u z a r a ’ a h & M u k h a b a r a h
L. Berakhirnya Muzara’ah dan Mukhabarah
Beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya muzara’ah dan mukhabarah:
1. Habis masa muzara’ah dan mukhabarah
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari pembahasan diatas mengenai Musaqah, muzara’ah,
mukhabarah ialah dimana suatu akad kerja sama yang dilakukan antara dua orang atau
lebih dalam pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan si penggarap. Dalam
Musaqah, penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Berbeda
dengan Musaqah, dalam muzara’ah pemilik lahan menyerahkan lahan pada si
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (nisbah) dari hasil
panen yang benihnya dari pemilik lahan.
25 Dr. A. Hamid Sarong, dkk., Fiqh, (Banda Aceh: Bandar Publishing, Januari 2009), hal. 114.
19 | M u s a q a h , M u z a r a ’ a h & M u k h a b a r a h
Dalam muzara’ah dan mukhabarah terdapat kesamaan dari pembagian
kerjasama tersebut dan yang membedakannya adalah apabila modal berasal dari
pemilik lahan maka disebut muzara’ah dan pabila modal berasal dari si penggarap itu
sendiri maka disebut mukhabarah. Dan untuk pembagian hasil sesuai kesepakatan
masing-masing yang melakukan kerja sama tersebut. Demikian pula hukum musaqah,
muzara’ah dan mukhabarah ini diperbolehkan dikarenakan bentuk kerja sama ini
samasama memberi manfaat berupa keuntungan hasil perolehannya dapat dibagi
bersama sesuai kesepakatan diawal.
B. Saran
Demikian yang dapat penyusun paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan pada makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penyusun berharap kepada para pembaca yang budiman agar dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi kesempurnaan
makalah ini serta penulisan makalah di kesempatan–kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penyusun pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
20 | M u s a q a h , M u z a r a ’ a h & M u k h a b a r a h
Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Syarifudin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqh. Bogor: Kencana.
http://blog.umy.ac.id/sapto/2013/05/10/muzaraah-dan-mukhabarah/
https://shonz512.wordpress.com/musaqah/
21 | M u s a q a h , M u z a r a ’ a h & M u k h a b a r a h