Anda di halaman 1dari 19

MUSYAQAH / MUAMALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah

Dosen pengampu: Ibu Ida Rahmawati S.Ag. M.Pdi

Oleh: Nurul Qori’ah (2103805111035)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM JEMBER
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 11 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1. Latar Belakang Masalah.........................................................................................4
2. Rumusan Masalah..................................................................................................4
3. Tujuan Penulisan....................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
1. Pengertian Musyaqoh.............................................................................................6
2. Rukun dan Syarat Musyaqoh..................................................................................9
3. Hukum Musyaqoh Sahih dan Fasid( Rusak)........................................................11
4. Habis Waktu Musyaqoh.......................................................................................14
BAB III............................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
b. Saran....................................................................................................................18
4. DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang
berkodrat hidup dalam masyarakat. Sebagai makhluk sosial,
manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang sama-
sama hidup dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat,
mausia saling berhubungan satu sama lain. Disadari atau tidak
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya 1

Musyaqoh ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya


kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang
didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut perjanjian
keduanya sewaktu akad.

Akad semacam ini diperbolehkan oleh agama, sebagai


solusi umat yang perjalanan hidupnya berbeda atau gaya hidupnya
berbeda-beda. Hal semacam ini terjadi karena dipengaruhi oleh
sumber perekonomian yang berbeda.

Maka dengan adanya akad musyaqoh yang diperbolehkan


agama keduanya dapat saling membantu satu sama lain sehingga
tercipta kehidupan yang baik.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Musyaqoh ?
2. Bagaimana rukun dan syarat Musyaqoh ?
3. Bagaiamana dasar hukum Musyaqoh ?
4. Kapan berakhirnya waktu Musyaqoh?

1
Ahamad Azhar, (2000:11)

4
3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dai
penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu musyaqoh
2. Untuk mengetahui bagaimana dan apa saja rukun dan
syarat musyaqoh
3. Untuk megetahui bagaimana dasar hukum musyaqoh
4. Untuk memahami dan megtahui kapan berakhirnya waktu
musyaqoh

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Musyaqoh
Secara sederhana Musaqah diartikan dengan kerjasama dalam
perawatan tanaman dengan imbalan bagian dari hasil yang diperoleh dari
tanaman tersebut.2 Menurut Amir Syarifuddin, yang dimaksud dengan
tanaman dalam muamalah ini adalah tanaman tua, atau tanaman keras
yang berbuah untuk mengharapkan buahnya. Perawatan disini mencakup
mengairi (inilah arti sebenarnya musaqah) menyiangi, merawat dan usaha
lain yang berkenaan dengan buahnya.3

Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorang bekerja


padapohon tamar, anggur (mengurusnya), atau pohon-pohon yang lainnya
supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari
hasil yang diurus sebagai imbalan.4

Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara‟ah


dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan.Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah
tertentu dari hasil panen.5

Secara etimologi, al-musaqah berarti transaksi dalam pengairan,


yang oleh penduduk Madinah disebut dengan al-mu‟amalah. Secara
terminologis fiqh, al-musaqah didefinisikan oleh para ulama fiqh
dengan:

2
Amir Syarifuddin , Garis- Garis Besar Fiqh,Jakarta, Prenada Media, 2003, hal 23
3
Ibid …,hal 124
4
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,Bandung, Gunung Djati Press, 1997, hal. 145
5
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta :Gema Insani, 2001, hal.
100

6
“penyerahan sebidang kebun pada petani untuk digarap dan
dirawat dengan ketentuan bahwa petani mendapatkan bagian dari hasil
kebun itu “

Musaqah, didefinisikan oleh para ulama, sebagaimana

dikemukakan oleh Abdurrahman al-Jaziri, sebagai berikut:

“Akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian), dan

hal lainnya, dengan syarat-syarat tertentu”.6

Menurut Malikiyah, musaqah ialah:

“sesuatu yang tumbuh ditanah”.7

Menurut Malikiyah, sesuatu yang tumbuh ditanah terbagi menjadi lima


macam, yaitu sebagai berikut:8

a. Pohon-pohon tersebut berakar kuat (tetap) dan berbuah.


Buah itu dipetik serta pohon tersebut tetap ada dengan
waktu yang lama, misalnya pohon anggur dan zaitun.

6
Hendi Suhendi…,hal. 145
7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,Bandung, Gunung Djati Press,1997, hal. 145
8
Ibid …, hal. 146

7
b. Pohon-pohon tersebut berakar tetap, tetapi tidak berbuah,
seperti pohon kayu keras, karet dan jati.

c. Pohon-pohon tersebut tidak berakar kuat, tetapi berbuah dan


dapat dipetik seperti padi.

d. Pohon-pohon yang tidak berakar kuat dan tidak ada


buahnya yang dapat dipetik, tetapi memiliki kembang yang
bermanfaat, seperti bunga mawar.

e. Pohon-pohon yang diambil manfaatnya,bukan


buahnya,seperti tanaman hias yang ditanam dihalaman
rumah dan ditempat lainnya.

Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah mendifinisikan


dengan:

“mempekerjakan petani penggarap untuk menggarap kurma


atau pohon anggur saja dengan cara mengairi dan merawatnya
dan hasil kurma atau anggur itu dibagi bersama antara pemilik
dengan petani penggarap”

Dengan demikian, akad al-musaqah adalah sebuah bentuk


kerjasama pemilik kebun dengan petani penggarap dengan tujuan agar
kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga memberikan hasil yang
maksimal. Kemudian segala sesuatu yang dihasilkan pihak kedua berupa
buah adalah merupakan hak bersama antara pemilik dan penggarap
sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.

8
2. Rukun dan Syarat Musyaqoh
A. Rukun Musyaqoh
Rukun musyaqoh seperti rukun akad lainnya, diantaranya adalah
ijab Kabul dan segala bentuknya, baik perkataan,tulisan, isyarat
sepanjang hal itu benar-benar dari orang yang berhak bertindak untuk
itu.9
Jumhur ulama’ menetapkan bahwa rukun musyaqoh ada lima,
yaitu sebagai berikut:
1) Dua orang yang akad (al- aqidani)
Al – Aqidani di syaratkan harus baligh dan berakal
2) Objek musyaqoh
Objek musyaqoh menurut ulama hanafiyah adalah pohon-
pohon yang berbuah, seperti kurma. Akan tetapi, meneurut
sebagian ulama’ hanafiyah lainnya dibolehkan musyaqoh
atas pohon yang tidak berbuah sebab sama-sama
membutuhkan pengurusan dan siraman .
3) Buah
Disyaratkan menentukan buah ketika akad untuk kedua
pihak.
4) Pekerjaan
Disyaratkan penggarap harus bekerja sendiri, jika
disyaratkan bahwa pemilik harus bekerja atau dikerjakan
secara bersama-sama, akad menjadi tidak sah . ulama’
mensyaratkan pengarap harus mengetahui batas
waktu,yaitu kapan maksimal berbuah dan kapan minimal
berbuah.
Ulama’ hanafiah tidak memberikan batasan waktu, baik
dalam muzaraah maupun musyaqoh sebab rasulullah pun
tidak memberi batasan ketika bermuamalah dengan orang
khaibar.

9
Syafi’I Jafri, Fiqh Muamalah, hal. 158

9
5) Sighat
Menurut ulama’ syafi’iayah ,tidak dibolehkan
menggunakan kata ijarah (sewaan) dalam akad musyaqoh
sebab berlainan akad.sedangkan menurut ulama
hanbaliyah membolehkannya sebab yang terpenting adalah
maksudnya.10

Rukun –rukun musyaqoh menurut ulama syafiiyah adalima:

a) Sighat
b) Dua orang atau pihak yang berakad (al-aqidani)
c) Kebun dan semua pohon yang berbuah
d) Masa kerja
e) Buah 11
B. Syarat-Syarat Musyaqoh
Syarat -syarat musyaqoh sebenarnya tidak berbeda dengan
persyaratan yang ada dalam mujaraah. Hanya saja, pada musyaqoh
tidak disyaratkan untuk menjelaskan jenih benih, kelayakan kebun,
serta ketepatan waktu.
Beberapa syarat yang ada dalam mujaraah dan dapat diterapkan
dalam musyaqoh adalah:
a. Ahli dalam akad
b. Menjelaskan bagian penggarap
c. Memebebaskan pemilik dari pohon
d. Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan
akad
e. Sampai batas akhir, yakni meneyeluruh sampai akhir 12

Syarat-syarat lain ialah sebagai berikut :


10
Ibid…, hal. 158
11
http://detik-share.blogspot.com/2013/musaqoh.html
12
Rahmat syafi’I, Fiqh Muamalah, ,Bandung, CV PUSTAKA SETIA,2001, hal.214

10
1) Syarat yang bertalian dengan aqidain,yaitu harus berakal
2) Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yqaitu disyaratkan
adanya penentuan macam apa saja yang akan ditanam .
3) Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman,yaitu:
a. Bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya
(presentase ketika akad)
b. Hasil adalah milik bersama
c. Bagian antara amil dan malik adalah dari satu jenis
barang yang sama.
d. Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui
e. Tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang
ma’lum.
4) Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami
5) Hal yang berkaitan dengan waktu
6) Hal yang berkaitan dengan alat-alat muzara’ah , alat-alat
tersebut disyaratkan berupa hewan atau yang lainnya
dibebankan kepada pemilik tanah.13

3. Hukum Musyaqoh Sahih dan Fasid( Rusak)


a. Hukum Musyaqoh Sahih
Musyaqoh sahih menurut para ulama memiliki beberapa hukum
atau ketetapan yaitu :
1. Menurut ulama Hanafiyah 14 hukum musyaqoh sahih adalah
sebagai berikut :
a. Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan
pohon diserahkan kepada penggarap, sedangkan biaya yang
diperlukan dalam pemeliharaan dibagi menjadi dua.
b. Hasil dari musyaqoh dibagi berdasarkan kesepakatan
c. Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduamya tidak
mendapatkan apa-apa

13
http://detik-share.blogspot.com/2013/musaqoh.html
14
Alaudin Al- Kasyani, Badai’ Ash- Shanai’ fi Tartib Asy-Syarai’, juz V. hal.187

11
d. Akad adalah lazim dari kedua belah pihak. Dengan
demikian, pihak yang berakad tidak dapat membatalkan
akad tanpa izin salah satunya.
e. Pemilik boleh memaksa penggarap untk bekerja, kecuali
udzur
f. Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah disepakati
g. Penggarap tidak memberikan msyaqoh kepada penggarap
lain, kecuali jika diizinkan oleh pemilik. Namun demikian,
penggarap awal tidak mendapat apa-apa dari hasil,
sedangkan penggarap kedua berhak mendapat upah sesuai
dengan pekerjaanya.
2. Ulama Malikiyah15 pada umumnya menyepakati hukum-hukum
yang ditetapkan ulama Hanafiyah diatas. Namun demikian,
mereka berpendapat dalam penggarapan :
a. Sesuatu yang tidak berhubungan dengan buah tidak wajib
dikerjakan dan tidak dan tidak boleh disyaratkan
b. Sesuatu yang berkaitan dengan buah yang memebekas
ditanah, tidak wajib dibenahi oleh penggarap
c. Sesuatu yang berkaitan denga buah, tetapi tidak tetap
adalah kewajiban penggarap, seperti menyiram atau
menyediakan alat Garapan , dan lain-lain
3. Ulama Syafiiyah dan Hanabilah sepakat dengan ulama
Malikiyah dalam membtasi pekerjaan penggarap diatas, dan
menambahkan bahwa segala pekerjaan yang rutin setiap tahun
adalah kewajiban penggarap, sedangkan pekerjaan yang tidak
rutin adalah kewajiban pemilik tanah .16
b. Hukum Dan Dampak Musyaqoh Fasid
Musyaqoh fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan syara’. Beberapa kedaan yang dapat

15
Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa Nihayah Al- Mustashid, juz II, hal.244
16
Muhammad Asy- Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz III, hal. 328

12
dikaterogikan musyaqoh fasidah menurut ulama Hanafiyah17
anatara lain:
1. Mensyratkan hasil musyaqoh bagi salah seorang dari yang akad
2. Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad
3. Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarapan
4. Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan kepada penggarap,
sebab penggarap hanya berkewajiban memelihara tanaman
sebelum dipetik hasilnya. Dengan demikian, pemeriksaan dan
hal-hal tambahan merupakan kewajiban dua orang yang akad
5. Mensyaratkan penjagaan kepada penggarap setelah pembagian
6. Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus bekerja setelah
habis waktu akad
7. Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan
8. Musyaqoh digarap oleh banyak orang swhingga penggarap
membagi lagi kepada penggarap lainnya.

Dampak musyaqoh fasid menurut para ulama’:


1. Dampak musyaqoh fasid menurut ulama Hanafiyah18
a. Pemilik tidak boleh memaksa penggarap untuk bekerja
b. Semua hasil adalah hak pemilik kebun
c. Jika musyaqoh rusak, penggarap berhak mendapatkan upah
2. Menurut ulama’ Malikiyah19 jika musyaqoh rusak sebelum
penggarapan, upah tidak diberikan. Sebaliknya, apabila
musyaqoh rusak setelah penggarap bekerja atau pada
pertengahan musyaaqoh, penggarap berhak mendapatkan upah
atas pekerjaanya, baik sedikit maupun banyak.

Diantara contoh musyaqoh fasidah menurut golongan ini


adalah penggarap mensyaratkan adanya tambahan tertentu dari

17
Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa Nihayah Al- Muqtasid, juz II,hal. 244
18
Alauddin Al-Kasyani, Badai’ Ash-Shanai’ Fi Tartib Asy- Syarai’, juz V, hal.188
19
Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa Nihayah Al- Muqtasid…,hal.248

13
pemilik, seakan-akan penggarap bekerja untuk mendapatkan
upah.

Namun demikian, jika musyaqoh rusak karena kemudaratan


atau ada halangan, masalah musyaqoh tetap diteruskan
sekedarnya (musyaqoh mitsil)

3. Ualama ‘ Syafiiyah dan Hanabilah 20 berependapat bahwa jika


buah yang keluar setelah pemggarapan ternyata bukan milik
orang yang mmelangsungkan akad dengannya, si penggarap
berhak mendapatkan upah atas pekerjaanya sebab dia telah
kehilangan manfaat dari jerih payahnya dalam musyaqoh .
Diantara hal-hal yang menyebabkan musyaqoh rusak,
menurut golongan ini, adalah dua pihak tidak mengetahui
baginya masing-masing, mensyaratkan uang dengan jumlah
yang telah ditentukan, mensyaratkan jumlah buah tertentu,
mensyaratkan pemilik harus bekerja, mensyaratkan mengerjakan
sesuatu selain pohon.

4. Habis Waktu Musyaqoh


A. Menurut Ulama’ Hanafiyah
Ualama ‘ Hanafiyah berpendapat bahwa musyaqoh sebagaimana daam
mujaraah dianggap selesai dengan adanya tiga perkara:
1. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad
Jika waktu telah habis, teteapi belum menghasilkan apa-apa,
penggarap boleh berhenti. Akan tetapi, jika penggarap meneruskan
bekerja diluar waktu yang telah disepakati, ia ridak mendapat upah.
Jika pengarap menolak untuk bekerja, pemilik atau ahli warisnya
dapat melakukan tiga hal berikut :
a. Membagi buah dengan memakai persyaratan tertentu
b. Penggarap memberikan bagiannya kepada pemilik

20
Muhammad Asy- Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II, hal.336-337,331

14
c. Membiayai sampai berbuah, kemudian mengambil bagian
penggarap sekadar pengganti pembiayaan.
2. Meninggalnya salah seorang yang akad
Jika pengarap meninggal, ahli warisnya berkewajiban meneruskan
musyaqoh, walupun pemilik tanah tidak rela. Begitu pula jika pemilik
meninggal, penggarap meneruskan pemeliharaanya walaupun ahli
waris pemilik tidak menghendakinya. Apabila kedua orang yang akad
meninggal, yang paling berhak meneruskan adalah ahli waris
penggarap. Jika ahli waris itu menolak, musyaqoh dierahkan kepada
pemilik tanah.
3. Membatalkan, baik dengan ucapan secara jelas atau adanya udzur.
Diantara uzur yang dapat membatalkan musyaqoh:
a. Penggarap dikenal sebagai pencuri yang dikhawatirkan akan
mencuri buah-buahan yang digarapnya
b. Penggarap sakit sehingga tidak dapat bekerja
B. Menurut Ulama’ Malikiyah
Ulama’ Malikiyah 21
berpendapat bahwa musyaqoh adalah akad yang
dapat diwariskan. Dengan demikian, ahli waris penggarap berhak untuk
meneruskan Garapan. Akan tetapi, jika ahli warisnya menolak, pemilik
harus menggarapnya.

C. Menurut Ulama’ Syafiiyah


Ulama ‘ syafiiyah berpendapat bahwa musyaqoh tidak batal dengan
adanya uzur, walaupun diketahui bahwa penggarap berkhianat. Akan
tetapi, pekerjaan penggarap harus diawasi oleh seorang pengawas sampai
penggarap meyelesaika pekerjaanya. Jika pengawas tidak mampu
mengawasinya, tanggung jawab penggarap dicabut kemudian diberikan
kepada penggarap yang upahnya diambil dari harta penggarap.
D. Menurut Ulama’ Hanabilah

21
Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa Nihayah Al- Muqtasid, hal.247

15
Ualama Hanabilah22 berpendapat bahwa musyaqoh sama dengan mujaraah
yakni termasuk akad yang diperbolehkan, tetapi tidak lazim. Dengan
demikian setiap sisi dari musyaqoh dapat membatalkannya. Jika musyaqoh
rusak setelah tampak buah, buah tersebut dibagikan krpada pmilik d an
penggarap sesuai dengan perjanjian waktu akad..

BAB III

PENUTUP
a. Kesimpulan

Secara sederhana Musaqah diartikan dengan kerjasama dalam


perawatan tanaman dengan imbalan bagian dari hasil yang diperoleh dari
tanaman tersebut.23 Menurut Amir Syarifuddin, yang dimaksud dengan
tanaman dalam muamalah ini adalah tanaman tua, atau tanaman keras
yang berbuah untuk mengharapkan buahnya. Perawatan disini mencakup

22
Al Mugni , juz V , hal 372-377
23
Amir Syarifuddin , Garis- Garis Besar Fiqh,Jakarta, Prenada Media, 2003, hal 23

16
mengairi (inilah arti sebenarnya musaqah) menyiangi, merawat dan usaha
lain yang berkenaan dengan buahnya.

Syarat -syarat musyaqoh sebenarnya tidak berbeda dengan


persyaratan yang ada dalam mujaraah. Hanya saja, pada musyaqoh tidak
disyaratkan untuk menjelaskan jenih benih, kelayakan kebun, serta
ketepatan waktu.

Rukun musyaqoh seperti rukun akad lainnya, diantaranya adalah


ijab Kabul dan segala bentuknya, baik perkataan,tulisan, isyarat sepanjang
hal itu benar-benar dari orang yang berhak bertindak untuk itu.

Ulama Syafiiyah dan Hanabilah sepakat dengan ulama Malikiyah


dalam membtasi pekerjaan penggarap diatas, dan menambahkan bahwa
segala pekerjaan yang rutin setiap tahun adalah kewajiban penggarap,
sedangkan pekerjaan yang tidak rutin adalah kewajiban pemilik tanah.

Ulama ‘ syafiiyaha berpendapat bahwa musyaqoh tidak batal


dengan adanya uzur, walaupun diketahui bahwa penggarap berkhianat.

b. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataanya masih banyak kekurangan
yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan sebagi bahan evaluasi
untuk kedepannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan
karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

17
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin , Garis- Garis Besar Fiqh.(Jakarta, Prenada Media, 2003)

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.(Bandung, Gunung Djati Press, 1997)

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,( Jakarta :Gema
Insani, 2001)

Syafi’I Jafri, Fiqh Muamalah

Rahmat Syafi’I, Fiqh Muamalah, (Bandung, CV PUSTAKA SETIA,2001)

Alaudin Al- Kasyani, Badai’ Ash- Shanai’ fi Tartib Asy-Syarai’, juz V

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa Nihayah Al- Mustashid, juz II

Muhammad Asy- Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz III

18
19

Anda mungkin juga menyukai