Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“MUSAQAH, MUZARA’AH, DAN MUKHABARA”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah Fiqh Muamalat

Dosen Pengampu : Drs. A. Syathori, M.Ag.

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Ahmad Ramdani Kurniawan (2281010032)

Lani Nuraini (2281010036)

Nurul Wildan Ulyana Putri (2281010043)

Kelas : 2 PAI B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah yang berjudul “Musaqah, Muzara’ah, Dan Mukhabara”
ini berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan sebaik mungkin meski
hasilnya masih jauh dari kata memuaskan.

Solawat serta salam semoga dapat tercurah limpahkan kepada Nabi


terakhir penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun, yakni Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari jaman jahiliah hingga zaman
sekarang ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat


kesalahan dan kekeliruan, yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun
dengan teknik pengetikan. Walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami
sebagai penulis.

Semoga makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu


pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki sebagaimana mestinya

Cirebon, Maret 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara


B. Hukum Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara
C. Rukun dan Syarat Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara
D. Hikmah Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara
E. Zakat Muzara’ah dan Mukhabara

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak lepas dari kegiatan


muamalah. Muamalah dimaksud merupakan suatu kegiatan yang mengatur
perkara yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari

Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling


membutuhkan antara satuu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka
bumi ini sebagai sumber ekonomi.

Dalam kehidupan sosial, Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita


semua tentang bermuamalah agar terjadi kerukunan antar umat serta
memberikan keuntungan bersama.

Dalam pembahasan kali ini, pemakalah ingin membahas tiga diantara


muamalah yang diajarkan Nabi Muhammad yaitu Musaqah, Muzara’ah dan
Mukhabara. Karena di dalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah untuk
kehidupan sosial.

2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara?
2. Bagaimana Hukum Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara?
3. Apa Rukun dan Syarat Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara?
4. Apa Hikmah dari Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara?
5. Bagaimana Zakat Muzara’ah dan Mukhabara?

3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara.
2. Untuk Mengetahui Hukum Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara.
3. Untuk Mengetahui Rukun dan Syarat Musaqah, Muzara’ah dan
Mukhabara.
4. Untuk Mengetahui Hikmah dari Musaqah, Muzara’ah dan
Mukhabara.
5. Untuk Mengetahui Zakat Muzara’ah dan Mukhabara.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara


1. Musaqah

Secara bahasa musaqah berasal dari kata Saqa, arti kata tersebut adalah as-
Saqy yang dimaknai dengan penyiraman atau pengairan untuk mendapatkan
kemaslahatan dan memperoleh imbalan tertentu dari hasil lahan yang dikelola. 1
Menurut syara' musaqah adalah menyerahkan pada orang yang merawat,
menyiram dan menjanjikan bila pohon yang diserahkan untuk dirawat telah siap
panen dan diambil manfaatnya sebagai sebagian dari imbalan pengelolaan.

Sedangkan musaqah menurut ahli fikih adalah menyerahkan pohon yang


telah ditanam atau belum ditanam dengan sebidang tanah kepada seseorang
yang menanam dan merawatnya ditanah tersebut (seperti menyiram dan
sebagainya hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan bagian yang disepakati
dari buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.2

2. Muzara’ah

Muzara’ah dalam pengertian bahasa ialah bentuk kata yang mengikuti


wazan mufaa’alah dari akar kata “az Zar’u”. Lafadz Az Zar’u memiliki dua
macam arti, yaitu : menabur benih di tanah dan menumbuhkan.

Muzara’ah menuruh ahli Fiqih adalah menyerahkan tanah kepada seseorang


yang menanaminya atau menyerahkan tanah dan bibit kepada orang yang

1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Progresif, 2002). Hlm.642
2
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Al-Mulakhkhasul Fiqhi, (Jakarta: Gema Insani, 2006).
Hlm . 476
menanam dan merawatnya di tanah tersebut, dengan memberikan kepadanya
sebagian hasil yang diperoleh, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.3

Dapat disimpulkan muzara'ah adalah kesepakatan antara pemilik lahan


dengan petani penggarap untuk pengelolaan lahan yang apabila hasil panen
telah tiba maka akan berlaku sistem bagi hasil dengan upah atau imbalan
tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Benih yang akan
ditanam oleh penggarap harus disediakan oleh pemilik lahan, sedangkan
pengelolaan sampai masa panen ditujukan kepada penggarap.4

3. Mukhabara

Menurut Syafi‟iyah, mukhabarah yaitu Akad untuk bercocok tanam dengan


sebagian apa-apa yang keluar dari bumi. Sedangkan Syaikh Ibrahim al-Bajuri
berpendapat bahwa sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada
pekerja dan modal dari pengelola.5

Menurut Abdul Rahman Ghazaly, mukhabarah didefinisikan sebagai bentuk


kerjasama antara pemilik sawah/tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa
hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan
bersama. Sedangkan biaya dan benihnya dari penggarap.6

B. Hukum Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabara


1. Musaqah
a. Al-Qur’an

Salah satu ayat dalam al-Qur'an yang didalamnya terkandung dasar


hukum musaqah adalah surah Al-Maidah ayat 2, yang berbunyi :

3
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Al-Mulakhkhasul Fiqhi, (Jakarta: Gema Insani, 2006).
Hlm. 477
4
Abdur Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana, 2010). Hlm . 115.
5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010). Hlm. 154-155.
6
Abdur Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana, 2010). Hlm . 117.
C. Rukun dan Syarat Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara
1. Musaqah
a. Rukun

Jumhur ulama berpendapat bahwa sebelum mengawali musaqah maka


diharuskan memenuhi 5 rukunnya, antara lain :

 Akad atau ijab qabul.


 Pihak yang saling bertransaksi.
 Lahan perkebunan dan tanaman sebagai objek musaqah.
 Kegiatan usaha yang akan dipraktikkan oleh pengelola lahan.
 Kesepakatan tentang persentasi bagian yang didapat dari hasil musaqah.7

b. Syarat

Syarat-syarat sah atau tidaknya musaqah dapat ditinjau dari beberapa


indikator sebagai berikut :

 Sighat ( ijab kabul kedua belah pihak ).


 Harus terpenuhi syarat orang yang bekerjasama dalam akad musaqah
adalah orang yang dapat bertindak sesuai hukum, yaitu telah baligh dan
berakal.
 Objek dari akad musaqah harus berupa pohon yang dapat berbuah,
namun juga diperbolehkan apabila pohon tidak berbuah namun dicari
dan dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat.
 Ketika panen tiba maka hasil panen tersebut adalah milik kedua belah
pihak dan harus dibagi sesuai perjanjian.

7
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 110
2. Muzara’ah
a. Rukun

Adapun rukun Muzara’ah yang sah menurut kesepakatan para ulama yang
membolehkannya adalah :

 Sighat (ijab dan qabul).


 'Aqidain (orang yang berakad)
 Objek akad muzara’ah, yakni tanah yang akan dikelola dan bibit
(buah/tanaman), usaha(pengelolaan tanah), dan laba (hasil
buah/tanaman)

b. Syarat

Sedangkan syarat muzara’ah menurut jumhur ulama’ antara lain :

 Berhubungan dengan orang yang berakad; harus mumayyiz dan mampu


bertindak atas nama hukum. Sedangkan ulama madzhab Hanafiyah
berpendapat adanya penambahan syarat berupa bukan orang yang
murtad. Karena orang murtad dihukumi mauquf, yaitu tidak terkait
hukum. Berbeda dengan pendapat Muhammad Hasan asySyaibani dan
Abu Yusuf, keduanya tidak memperbolehkan tambahan tersebut
dikarenakan akad ini tidak selalu dipraktikkan oleh orang Islam saja
tetapi diperbolehkan pula dilakukan oleh non Islam.
 Berhubungan dengan benih yang disediakan pemilik lahan.
 Berhubungan dengan tanah yang dikelola:
1) Tanah bisa ditanami untuk dipanen sesuai akad serta cocok pada
daerah tersebut
2) Batas-batas tanah harus jelas
3) Pemilik tanah tidak boleh ikut serta dalam pengelolaan tanah
 Berhubungan dengan hasil panen :
1) Pembagian hasil pengelolaan tanah harus sesuai akad
2) Hasil panen harus milik orang yang bersepakat/berakad
3) Pembagian hasil panen sudah diketahui
4) Tidak boleh ada tambahan
 Berhubungan dengan waktu kerjasama harus jelas sehingga tidak ada
pihak yang dirugikan
 Berhubungan dengan alat, disarankan untuk disediakan oleh pemilik
lahan.

3. Mukhabara
a. Rukun

Menurut ulama Hanafiah rukun Mukhabarah ialah ijab dan qabul yang
menunjukkan keridhoan atau kerelaan antara kedua belah pihak. Ulama
terdahulu sudah menetapkan rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam
melakukan perjanjian jika rukun dan syarat tidak dipenuhi maka, perjanjian
tersebut dianggap batal dan perjanjian kerjasama menjadi rusak. Rukun-
rukun tersebut antara lain:

 Pemilik tanah atau lahan dan petani penggarap.


 Benda yang dijadikan obyek.
 Modal.
 Ketentuan bagi hasil harus diberikan sesuai dengan ketentuan akad
Mukhabarah dan perlu memperhatikan aturan bagi hasil seperti setengah
sepertiga, kurang lebih.
 Peralatan untuk bercocok tanam.
 Ijab qabul.8

8
Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: T. Sentosa, 2017). Hlm. 202
Adapun pendapat jumhur ulama terkait rukun Mukhabarah, yaitu:
 Pemilik lahan dan petani penggarap lahan
 Objek Mukhabarah, yang terdiri dari manfaat lahan dan hasil kerja
petani.
 Ijab, penyerahan lahan agar dikelola oleh petani penggarap.9

b. Syarat

Berdasarkan rukun diatas, maka tidak lepas dari syarat-syarat Yang


ditentukan mengenai rukun-rukunnya. Adapun syarat yang harus dipenuhi
ketika melakukan akad Mukhabarah, yaitu:

 aqidain ialah seseorang harus sehat dan baligh ketika melakukan akad
antara pemilk lahan dengan petani penggarap
 Menentukan tanaman yang akan ditanam, yaitu kedua belah pihak
menentukan jenis tanaman
 Berkitan dengan hasil panen, antara lain:
1) Bagian masing-masing harus disebutkan dengan jelas ketika
melakukan perjanjian.
2) Hasil dari panen adalah milik bersama yaitu pemilik lahan dan
petani penggarap lahan
3) Pembagian antara kedua belah pihak sudah diketahui
4) Tidak disyaratkan antara kedua belah pihak penambahan yang
maklum. Sesuatu yang berhubungan dengan tanah yang nantinya
akan ditanami, seperti:
a) Tanah tersebut dapat ditanami
b) Tanah tersebut dapat diketahui batas-batasannya
9
Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam UntukSekolah Menengah Kejuruan, (Bandung:
Grafindo Media Pratama, Cet.1, 2008). Hlm. 42
 Jangka waktu dalam penggarapan
1) Jangka Waktu penggarapan yang sudah ditentukan.
2) Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud.

D. Hikmah Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabara


1. Musaqah
 Menghilangkan bahaya kefakiran dan kemiskinan dengan adanya kerjasama
antara pemilik perkebunan dengan petani penggarap untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi.
 Menciptakan sifat saling tolong-menolong dan member manfaat antara
sesama manusia dan menambah eratnya tali silaturahmi.
 Adanya pihak-pihak yang berakad untuk saling menguntungkan.

2. Muzara’ah
 Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah
dengan petani penggarap.
 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
 Tertanggulanginya kemiskinan.
 Terbukanya lapangan pekerjaaan, terutama bagi petani yang memiliki
kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.

3. Mukhabara
 Munculnya akad kerjasama yaitu saling menguntungkan antara keduanya.
 Meningkatakan silaturrahmi serta menghilangkan kesenjangan antara kaya
dengan yang kurang mampu.
 Lapangan pekerjaan semakin meningkat karena adanya saling tolong
menolong terhadap petani yang tidak memilik lahan.
 Terhidar dari praktik kerjasama yang mengakibatkan penipuan, karena akad
Mukhabarah harus memiliki hubungan yang jelas dan bertanggung jawab
antara kedua belah pihak.
 Menimbulkan rasa keseimbangan dan keadilan.
 Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai