Anda di halaman 1dari 16

AL MUKHABARAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas


Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu : Abdul Salam, M.A.

Disusun oleh :
1. M. Fadhlan Shiddiq
2. Muhammad Darmadi Lukman

Ekonomi Syari’ah
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA
ALMA ATA YOGYAKARTA
2015

1
Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullah hiwabarokatuh

Alhamdulilah, segala puji baigi Allah SWT Tuhan pencipta langit dan
bumi, segala sesuatu bergantung padanNYA, Tuhan yang dapat memberikan
manfaat dan mudharat, selayaknya kita sebagai manusia yang berbudi pekerti
untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT, karena dengan bersyukurlah kita
akan diberi lebih dan dirahmati.

Kedua tak lupa kita kirimkan salam kepada Nabi kita Muhammad SAW,
pemuda yang sangat luar biasa, manusia spesial, Manusia yang paling
berpengaruh di muka bumi ini. Berkenaan dengan pembahasan tentang
mukhabarah atau muzaraah ini, kami mengharapkan adanya respon dari kawan
kawan yang membaca untuk memberikan masukan dan dukungan jika ada
kesalahan yang kami tidak sadari, saya harap dengan adanya sikap saling
memberitahu dan menasehati dalam kebaikan ini, apa yang kami tulis ini akan
menjadi lebih baik lagi, kami sadari sepenuhnya bahwa apa yang kami tulis ini
masih sangat jauh dari kata bagus, karenya sekali lagi mohon kritik dan saranya
sebagai nasehat yang akan membantu kami sebagai penulis dari makalah ini.

Wasalammualaikum warahmatullah hiwabarokatuh

Yogyakarta, 01 Oktober 2015

Penulis

2
Daftar isi

Kata pengantar.....................................................................................2
Daftar isi..............................................................................................3

Bab 1 pendahuluan...............................................................................4
a. Latar belakang masalah...............................................................4
b. Rumusan masalah.......................................................................4
c. Tujuan penulisan.........................................................................5

Bab 2 Pembahasan................................................................................6
a. Pengertian Mukhabarah...............................................................6
b. Dasar Hukum Mukhabarah..........................................................7
c. Hadis sebagai landasan Hukum Mukhabarah..............................9
d. Rukun dan Syarat Mukhabarah.................................................10
e. Berakhirnya Mukhabarah..........................................................13
f. Eksistensi Mukhabarah..............................................................13
g. Himkmah Muzara’ah dan Mukhabarah.....................................14

Bab 3 Penutup.....................................................................................15
Kesimpulan dan Saran........................................................................15
Daftar Pustaka.....................................................................................16

Bab 1
3
Pendahuluan

A. Latar belakang

Mukahabarah yaitu kerja sama antara pemilik tanah dan si pengarap


dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama.
Sedang benih tanaman berasal dari pemilik tanah. Apabila dalam kerja sama ini
bibit disediakan oleh penggarap maka secara khusus kerja sama ini disebut Al
Mukhabarah.
Dalam Muzara’ah, Mukhabarah dan Musyaqoh biasanya terjadi dikalangan
masyarakat saat ini, meskipun syarat dan ketentuan sudah ada tapi masih saja
sering terjadi kesalah pahaman antara pemilik tanah dengan si penggarap
terutama dari segi hasilnya yang harus dibagi tetapi perolehan panen tidak
sesuai dengan harapan kita. Dan juga mengenai benih yang akan ditanam oleh si
penggarap.
Dari permasalahan inilah penulis bertujuan menjelaskan hal – hal yang
berkaitan dengan masalah di atas dan menjadikan hal ini sebuah karya tulis
untuk meluruskan dari kesalah pahaman atau ketidak tahuan kita. dan juga
nantinya bisa menjawab kepada masyarakat apabila terdapat kasus yang sama
dan kita dapat menyelesaikannya.

B. Rumusan masalah

a. Pengertian Mukhabarah
b. Dasar hukum
c. Hadis yang melandasi praktek ini
d. Rukun dan Syarat nya
e. Berakhirnya mukhabarah
f. Eksistensi mukhabarah
g. Hikmah adanya praktek mukhabarah

C. Tujuan penulisan

4
a. Memenuhi tugas Fiqh muamalah
b. Dapat menjdi wawasan yang sangat berguna demi upaya kita
mensyariahkan ekonomi masyarakat

Bab 2
5
Pembahasan

A. Pengertian Mukhabarah

Dalam kamus Mukhabarah ialah kerjasama pengolahan pertanian antara


pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian
kepada sipenggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu
(persentase) dari hasil penen yang benihnya berasal dari penggarap. Bentuk
kerja sama antara pemilik tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa
hasilnya akan dibagi menurut kesepakatan, Biaya dan benih dari pemilik tanah.

Ulama’ Syafi’iyah membedakan antara Muzara’ah dan Mukhabarah :

‫الُم َخ َبَر ُة ِهَي َع َم ُل َآلْر ِض ِبَبْع ِض َم ا َيْخ ُرُج ِم ْنَه ا َو الَب ْذ ُر ِم ْن الَع اَم ِل‬
‫َو الُم َز اَر َع ُة ِهَي الُم َخ اَبَر ُة َو َلِكَّن الَبْذ َر ِفْيَها َيُك ْو ُن ِم َن الَم اِلِك‬
“Mukhabarah adalah tanah diatas sesuatu yang dihasilkannya dan benihnya
berasal dari pengelola. Adapun Muzara’ah sama seperti Mukhabarah, hanya
saja benihnya berasal dari pemilik tanah”.

Dapat dipahami dari pemaparan di atas bahwa Mukhabarah dan


Mujara’ah ada kesamaan dan ada pula perbedaan. Persamaannya ialah antara
Mukhabarah dan Muzara’ah terjadi pada peristiwa yang sama, yaitu pemilik
tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola. Perbedaannya
ialah pada modal, bila modal berasal dari pengelola disebut Mukhabarah, dan
bila modal dikeluarkan dari pemilik disebut Muzara’ah.

6
Pada umumnya, kerja sama Mukhabarah ini dilakukan pada perkebunan
yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung dan kacang. Namun tidak
tertutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah juga
dilakukan kerja sama Muzara’ah.1

B. Dasar Hukum

a. Hukum muzara’ah sahih menurut Hanafiah

Menurut ulama Hanafiah, hukum Muzara’ah yang sahih adalah sebagai berikut :

1. Segala kepeluan untuk memelihara tanama diserahkan kepada penggarap’


2. Pembiyayaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.
3. Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesempatan waktu akad.

Antara lain didasarkan pada hadis.

)‫الُم ْس ِلُم ْو َن ِع ْنَد ُش ُر ْو ِط ِهْم (رواه الحاكم أنس و عاءشه‬

Artinya :

“kaum muslimin berdasarkan syarat di antara mereka.”

(HR. Hakim dari Anas dan Siti Aisyah)

4. Menyiram atau menjaga tanaman, jika disyaratkan akan dilakuan


bersama, hal itu harus dipenuhi. Akan tetapi, jika ada kesepakatan,
penggaraplah yang paling bertanggung jawab menyiram atau menjaga tanaman.

1
Lisa jasmin, hlm : 4

7
5. Dibolehkan menambah penghasilan dari kesepakatan waktu yang telah
ditetapkan.
6. Jika salah seorang yang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya,
penggarap tidak mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada
waktu.

b. Waktu Muzara’ah fasid menurut Hanafiah

Telah disinggung bahwa ulama Syafi’iyah melarang Muzara’ah jika benih dari
pemilik, kecuali jika dianggap sebagai Muysaqoh. Begitu pula jika benih dari
penggarap, hal itu tidak boleh sebagaimana dalam Musyaqoh.

Dengan demikian, hasil dari pemeliharaan tanah diberikan semuanya untuk


pemilik, sedangkan penggarap hanya diberi upah.

c. Hukum Muzara’ah menurut Hanafiah


di antara hukum - hukum yang terdapat dalam Mujara’ah fasid adalah :
1. Penggarap tidak berkewajiban mengelola.
2. Hasil yang keluar merupakan pemilik benih.
3. Jika dari pemilik tanah, penggarap berhak mendapatkan upah dari
pekerjaannya.2

2
Racmat Syafei, hlm : 210-211

8
C. Hadis dalam landasan Hukum Mukhabarah

Landasan hukum yang membolehkan Mukhabarah dan Muzara’ah, dari


sabda Nabi saw :

‫ َقاَل َع ْم ٌر َو َفُقْلُت َلُه َيا َأَبا َع ْبُد الَّرْح َمِن َلْو‬,‫َع ْن َطاُو ِس َأَّنُه َك اَن َيْخ ِبُر‬
‫َتَر ْك َت َهِذِه الُم َخ اَبَر َة َفاِء َّنُهْم َيْز ُع ُم ْو َن َأَّن الَّنِبُي صل هللا عليه وسلم‬
‫ َأْخ ِبْر ِنى َأْع َلُم ُهْم ِبَذ اِلَك َيْع ِنى ِأْبَن‬: ‫َنَهى َع ِّن الُم َخ اَبَرِة َفَقاَل َاْي َع ْم ٌرو‬
‫َع َّباٍس َّأَّن الَّنِبِى صل هللا عليه وسلم َلْم َيْنَه َع ْنَها ِإَّنَم ا َقاَل َيْم َنُح َأَح ُد ُك ْم‬
)‫َأَخ اُه َخ ْيٌر َلُه ِم ْن َأْن َيْأُخَذ َع َلْيَها َخ َر ًجا َم ْع ُلْو ًم ا (رواه مسلم‬

Artinya ;

“dari thawus ra bahwa ia suka bermukhabarah. Amru berkata : lalul aku


katakana kepadanya : ya abu abdurahman, kalau engkau tinggalkan
mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi saw telah melarang
Mukhabarah. Lantas thwaus berkata : hai amr. Telah menceritakan kepadaku
orang yang sungguh – sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu ibnu abbas
bahwa Nabi saw tidak melarang Mukhabarah itu, hanya beliau berkata :
seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik daripada ia
mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu”. (HR.Muslim)

Jadi, hukum Mukhabrah sama seperti Muzara’ah yaitu Mubah atau boleh dan
seseorang dapat melakukannya untuk dapat memberikan dan mendapat
manfaatnya dari kerjasama Muzara’ah dan Mukhabarah ini.3

3
Liasa Jasmin, hlm : 6

9
D. Rukun dan Syarat Mukhabarah

Ulama’ Hanifah berpendapat bahwa rukun Muzara’ah adalah Ijab dan


Kabul yang menunjukan keridhaan diantara keduanya dan secara rinci yakni
tanah, perbuatan perkerja, modal. Alat – alat untuk menanam.

Ulama’ Anabila berpendapat bahwa Muzara’ah dan Musyaqoh tidak


memerlukan qabul secara lafazh, tetapi cukup dengan mengerjakan tanah. Hal
ini sudah dianggap Qobul.

Tentang sifat Muzara’ah, menurut ulama Hanafiah merupakan sifat – sifat


perkongsian yang tidak lazim. Adapun menurut ulama Malikiah, diharuskan
menaburkan benih diatas tanah supaya tumbuh tanaman atau dengan
menambahkan tumbuhan diatas tanah yang tidak ada gizinya. Menurut pendapat
paling kuat perkongsian harta termasuk Muzara’ah dan harus menggunakan
Shigat.

Adapun syaratnya ;

1. Syarat yang menyangkut orang berakal ialah keduanya harus sudah baligh dan
berakal.
2. Syarat menyangkut benih yang akan ditanam harus dan dapat menghasilkan.
3. Syarat yang menyangkut tanah ;
a. Menurut adat dikalangan petani, tanah itu boleh digarap dan
mengahasilkan.
b. Jika tanahnya dan tidak memungkinkan dapat ditanami maka akad
Muzara’ah tidak sah.
c. Batas – batas tanah itu jelas.
d. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap.

10
e. Apabila disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut mengolah pertanian itu
maka akad Muzara’ah tidak sah.

4. Syarat menyangkut hasil panen ;


a. Pembagian panen masing – masing pihak harus jelas
b. Hasil itu benar – benar milik bersama orang yang berakad tanpa boleh
ada pengkhusan
c. Pembagian hasil panen itu ditentukan, misalnya ½, 1/3 atau ¼, sejak dari
awal akad, sehingga tidak timbul perselisihan dikemudian hari, dan
penentuannya tidak boleh berdasarkan jumlah tertentu secara mutlak, seperti 1
kwintal untuk pekerka, atau 1 karung, karena kemungkinan hasil panen jauh
dibawah itu atau melampaui itu.

5. Syarat menyangkut jangka waktu yang disesuaikan adat setempat.

Menurut Abu yusuf dan Muhammad (sahabat abu hanifah), berpendapat bahwa
Muzara’ah memilikil beberapa syarat yang berkaitan dengan Aqid (orang yang
melangsungkan akaq), tanaman, tanah yang ditanami, sesuatu yang dikeluarkan
dari tanah, tempat akad, alat berconcok tanam, dan waktu bercocok tanam.

a. Syarat Aqid (orang yang melaksanakan akad)


 Mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan baligh.
 Imam abu hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi ulama
hanafiah tidak mensyaratkan.
b. Syarat tanaman

11
Diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat, tetapi kebnyakan menganggap
lebih baik jika diserahkan kepada pekerja.

c. Syarat dengan garapan


 Memungkinkan untuk digarap, yakni pabila ditanami tanah tersebut akan
menghasilkan.
 Jelas
 Ada penyerahan tanah.
d. Syarat – syarat tanaman yang dihasilkan

 Jelas ketika akad


 Diharuskan atas kerja sama dua orang yang akad
 Ditetapkan ukuran diantara keduanya, seperti 1/3, ½ dan lain – lain.
 Hasil dari tanaman harus menyentuh diantara dua orang yang akan
melangsungkan akad. Tidak dibolehkan mensyaratkan bagi salah satu yang
melangsungkan akad hanya mendapatkan sekedar pengganti biji.

e. tujuan akad

Akad dalam Muzara’ah harus didasarkan pada tujuan syara’ yaitu untuk
memanfaatkan tanah.

f. Syarat alat bercocok tanam


Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern dengan maksud sabagai
konsekuensi atas akad. Jika hanya bermaksud menggunakan alat dan tidak
dikaitkan dangan akad, Muzara’ah dipandang rusak.

g. Syarat Muzara’ah

12
dalam muzaraah harus menetapkan waktu. Jika waktu tidak ditetapkan,
Muzara’ah dipandang tidak sah.4

E. Berakhirnya Mukhabarah

Beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya Muzara’ah dan


Mukhabarah :

a. Habis masa Muzara’ah dan Mukhabarah


b. Salah seorang yang akad meninggal
c. Adanya uzur. Menurut ulama Hanafiah, diantara uzur yang menyebabkan
batalnya Muzara’ah antara lain ;
1. Tanah garapan terpaksa dijual, misalnya untuk membayar hutang
2. Si penggarap tidak dapat mengelola tanah, separti sakit, jihad di jalan Allah swt
dan lain – lain.5

F. Eksistensi Muzara’ah/Mukhabarah

Menurut Abu yahya dan Muhammad (dua sahabat abu hanafiah),


Muzara’ah mempunyai empat keadaan, tiga sahih dan satu batal.

a. Dibolehkan Muzara’ah jika tanah dan benih berasal dari pemilik. Sedangkan
pekerjaan dan alat penggarap berasal dari penggarap.
b. Dibolehkan Muzara’ah jika tanah dari seseorang, sedangkan benih, alat
penggarap. Dan alat pekerjaan dari penggarap.

4
Lisa jasmin, hlm : 6-9
5
Lisa Jasmin, hlm : 9

13
c. Dibolehkan Muzara’ah jika tanah, benih, dan alat penggarap berasal dari
pemilik. Sedangkan pekerjaan berasal dari penggarap.
d. Muzara’ah tidak boleh jika tanah dan hewan berasal dari pemilik tanah,
sedangkan benih dan pekerjaan dari penggarap.6

G.Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah

Manusia banyak yang mempunyai binatang ternak seperti kerbau, sapi,


dan yang lainnya. Dia sanggup untuk berladang dan bertani untuk mencukupi
keperluan hidupnya, tetapi tidak memiliki tanah. Sebaliknya, banyak di antara
manusia mempunyai sawah, tanah, ladang, dan lainnya. Yang layak untuk
ditanami (bertani), tetapi ia tidak memiliki binatang untuk mengelola sawah dan
ladangnya tersebut atau ia sendiri tidak sempat untuk mengerjakannya, sehingga
banyak tanah yang dibiarkan dan tidak dapat menghasilkan suatu apa pun.

Muzara’ah dan Mukhabarh disyari’atkan untuk menghindari adanya pemilikan


hewan ternak yang kurang bisa dimanfaatkan karena tidak ada tanah untuk
diolah dan menghindari tanah yang juga dibiarkan tidak diproduksi karena tidak
ada yang yang mengolahnya.

Muzara’ah dan Mukhabarah terdapat pembagian hasil. Untuk hal – hal lainnya
yang bersifat teknis disesuaikan dengan Syirkah yaitu konsep berkerja sama
dalam upaya menyatukan potensi yang ada pada masing – masing pihak dengan
tujuan saling menguntungkan.7

Bab 3
Penutup
6
Rachmat Syafei, hlm : 210
7
H. Hendi Suhendi, hlm : 159-160

14
Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwasanya


Mukahabarah memiliki makna yang sangat dekat sekali dengan Muzara’ah,
karena hal itu pula, baik hukum maupun syarat dan rukunnya juga sama dengan
Muzara’ah. Adapun pengertian dari Mukhbarah adalah usaha kerja sama antara
pemilik tanah dan penggarap, dimana hasilnya akan dibagi sesuai dari
kesepaktan kedua belah pihak dalam aqad, namun benih (bibit) nya dari
penggarap.
Berkenaan dengan hikmahnya, adanya praktek dari Mukhabarah ini
akan sangat membantu bagi kedua belah pihak, sebagaimana kita lihat pada
realitanya, banyak orang yang memiliki lahan, namun tidak memiliki tenaga
ataupun keahlian dalam mengelolanya, sehingga apa yang mereka miliki
menjadi terbengkalai, sedangkan realitanya kita juga dapat melihat banyak
orang yang sangat bertenaga dan ahli dalam pengelolaan lahan, namun tidak
memiliki lahan untuk digarap, hal ini tentu akan menjadikan tenaga atau pun
lahan tadi menjadi sia – sia belaka, dengan adanya praktek dari Mukhabarah ini,
maka kesia-siaan ini akan teratasi.

Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, maka semakin banyak orang
yang paham akan cara pengelolaan lahan yang baik, dengan adanya makalah ini
semakin membuat kita sebagai mahasiswa khususnya dengan jurusan Ekonomi
Syariah ataupun Perbangkan Syariah menjadi sangat terbantu dalam persoalan
yang kita akan hadapi di kemudian hari, semoga dengan hadirnya makalah ini
akan sangat membantu kita sebagai mahasiswa yang memiliki visi untuk
mensyariahkan ekonomi masyarakat menjadi terwujud, bukan saja theori,
namun juga sudah menjadi prektik yang sudah teramalkan disegenap masrakat
dunia.

Daftar pustaka

15
Dr. Suhendi, H. Hendi. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta : PT RAJAGRAFINDO
PERSADA

Dr. Syafei, H. Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Babdung : Pusta Setia

Jasmin, Lisa. Muzara’ah dan Mukhabarah. 01 Oktober 2015. Jam 09.00.


https://www.academia.edu/8837163/Muzara’ah_dan_Mukhabarah

16

Anda mungkin juga menyukai