Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AKAD DALAM KERJASAMA MUZARA’AH DAN MUSAQAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Pengantar Fiqh Muamalah

Disusun Oleh Kelompok 11 :


1. Rio aulia rahman : 20232017
2. Handrodonal : S1. 2.21.043

Dosen Pengampu:
Maisarah Leli, S.H.I, M.A

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH


YAYASAN PERGURUAN TINGGI ISLAM PASAMAN
STAI YAPTIP PASAMAN BARAT
TAHUN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat ALLAH Subhanahu Wa Ta`ala yang telah memberikan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat merangkai kata
dalam menyusun makalah yang berjudul “Akad Dalam Kerja Sama Muzara’ah dan Musaqah.
Terimakasih kami ucapkan kepada Ibuk Maisarah Leli, S.H.I, M.A serta teman satu
prodi yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan juga kepada perpustakaan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan dosen pengampu, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dalam kegiatan belajar mengajar khususnya bagi mahasiswa jurusan Perbankan
Syari’ah.

ii
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... i
KATAPENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Penulis ................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................. 3
A. Pengertian Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah .......... 3
B. Hukum Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah ................ 4
C. Rukun Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah .................. 5
D. Syarat Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah .................. 7
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 8
A. Kesimpulan ....................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia menurut tabiatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup
sendiri, melainkan harus berinteraksi dengan yang lainnya. Ia memerlukan
bantuan orang lain dan ia juga diperlukan oleh yang lainnya.
Manusia sebagai makhluk individu yang memiliki berbagai keperluan
hidup, telah di sediakan oleh Allah SWT, beragam benda yang dapat
memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang beragam
tersebut tidak mungkin dapat diproduksi sendiri oleh individu yang
bersangkutan. Dengan kata lain, ia harus bekerja sama dengan orang lain.
Salah satu bentuk muamalah yang terjadi adalah kerjasama yang
dilakukan antara manusia di satu pihak sebagia penyedia manfaat atau tenaga
yang disebut pekerja (pengelola), di pihak lain yang menyediakan pekerjaan
atau lahan yang disebut pemilik (ketua), Yang dikenal dengan muzaraah.
Muzaraah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen. Al-muzaraah sering kali diidentikkan dengan
mukhabarah.
Adapun persamaan dan perbedaan keduanya, persamaannya ialah
antara mukhabarah dan muzaraah terjadi pada peristiwa yang sama, yaitu
pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola.
Perbedaannnya adalah pada modal, bila modal berasal dari pengelola, disebut
mukhabarah, dan bila modal di keluarkan dari pemilik tanah, disebut
muzara’ah.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah
2. Hukum Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah
3. Rukun Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah
4. Syarat Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian akad dalam kerjasama muzara’ah dan musaqah
1
2. Untuk mengetahui hukum akad dalam kerjasama muzara’ah dan musaqah
3. Untuk mengetahui rukun akad dalam kerjasama muzara’ah dan musaqah
4. Untuk mengetahui syarat akad dalam kerjasama muzara’ah dan musaqah

2
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah
1. Pengertian Muzara’ah
Menurut bahasa, Al-Muzara’ah yang berarti Tharh Al-Zur’ah
(melemparkantanaman). muzara’ah memilki dua arti yang pertama al-muzara’ah yag
berarti tharh al-zur’ah (melemparkan tanaman) maksuudnya adalah modal (al-budzar).
Makna yang pertama adalah makna majaz, makna yang kedu adalah al-inbat makna
hakikimakna kedua ini berarti menumbukan.
Dalam kitab al-umm, Imam Syafi’I menjelaskan bahwa sunnah rosul menunukkan dua
hal tentang makna muzara’ah yakni pertama : kebolehan bermamalah atas pohon kurma
atau diperbolehkan bertransaksi atas tanah dan apa yang dihasilkan. Artinya ialah
bahwa pohon kurma tersebut telah ada baru kemudian diserahkan pada perawat
(pekerja) untuk dirawat sampai berbuah. Namun sebelum kedua belah pihak (pemilik
kebun dan pekerja) harus terlebih dahulu bersepakat tentang pembagian hasil,bahwa
sebagian buah untuk pemilik kebun sedangkan yang lainya untuk pekerja. Kedua :
ketidak bolehan muzara’ah dengan menyerahkan tanah kosong dan tidak ada tanaman
didalamnya kemudian tanah itu ditanami tanaman oleh pengarap dengan tanaman lain.
Muzara’ah adalah akad transaksi kerjasama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian dan
bibit kepada sipenggarap untuk menanami dan memelihara dengan imbalan pembagian
tertenru (persentase) dari hasil panen.
2. Pengertian Musaqah
Musyaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorang bekerja pada pohon tamar,
anggur (mengurusnya), atau pohon-pohon yang lainya supaya mendatangkan
kemaslahatan dan mendatangkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai
imbalan.
Musyaqah adalah betuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana
sipenggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan sebagai
imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Menurut etimologi, musaqah adalah salah satu bentuk penyiraman.Orang
Madinah menyebutnya dengan istilah muamalah, akan tetapi yang lebih dikenal adalah
musyaqah, sedangkan menurut terminologi Islam adalah suatu akad dengan

3
memberikan pohon kepada penggarap agar dikelola dan hasilnyadibagi di antara
keduanya.
B. Hukum Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah
1. Hukum Muzara’ah
Hukum muzara’ah dalam Islam adalah boleh atau mubah, sebagaimana disebutkan
dalam hadits Rasulullah saw berikut:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi saw. telah memberikan kebun kepada penduduk
khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian
dari penghasilan, baik dari buah -buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)”
(H.R. Muslim)
Agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang muzara’ah lengkap dengan rukun
dan syaratnya.
2. Hukum Musaqah
Akad al-musaqah, menurut ulama fiqh adakalanya sahih, jika memenuhi rukun dan
syaratnya, dan adakalanya juga fasid, yaitu apabila salah satu syarat dari akad al-
muasaqah tidak terpenuhi.
• Adapun hukum-hukum yang terkait dengan akad al-musaqah yang sahih adalah:
a. Seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan pemeliharaan tanaman, pengairan kebun,
dan segala yang dibutuhkan untuk kebaikan tanaman itu, merupakan tanggung jawab
petani penggarap.
b. Seluruh hasil panen dari tanaman itu menjadi milik kedua belah pihak (pemilik dan
petani).
c. Jika kebun itu tidak menghasilkan apapun (gagal panen), maka masing-masing pihak
tidak mendapatkan apa-apa.
d. Akad al-musaqah yang telah disepakati mengikat kedua belah pihak, sehingga
masing-masing pihak tidak boleh membatalkan akad itu, kecuali ada uzur (halangan)
yang membuat tidak mungkin untuk melanjutkan akad yang telah disetujui itu. Atas
dasar itu, pemilik perkebunan berhak untuk memaksa petani untuk bekerja, kecuali ada
uzur pada diri petani itu.
e. Petani penggarap tidak boleh melakukan akad al-musaqah lain dengan pihak ketiga,
kecuali atas keizinan dari pemilik perkebunan (pihak pertama).
• Akad musaqah bisa fasid apabila:

4
a. Seluruh hasil panen disyaratkan menjadi milik salah satu pihakyang berakad,
sehingga makna serikat tidak ada dalam akad itu.
b. Mensyaratkan jumlah tertentu dari hasil panen bagi salah satu pihak, misalnya
seperdua dan sebagainya, atau bagian petani,misalnya, dalam bentuk uang, sehingga
makna al-musaqah sebagai serikat dalam hasil panen tidak ada lagi.
c. Disyaratkan pemilik kebun juga ikut bekerja di kebun itu,bukan petani penggarap
saja.
d. Disyaratkan bahwa mencangkul tanah menjadi kewajiban petani penggarap, karena
dalam akad al-musaqah pekerjaan sejenis itu bukan menjadi pekerjaan petani.
e. Mensyaratkan seluruh pekerjaan yang bukan merupakan kewajiban petani atau
pemilik.
f. Melakukan kesepakatan terhadap tenggang waktu, sementara dalam tenggang waktu
yang disepakati tanaman belum boleh dipanen, menurut adat kebiasaan setempat dan
adat kebiasaan tanaman yang dipilih.
C. Rukun Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah
1. Rukun Muzara’ah
• Rukun muzara’ah menurut Hanafiyah adalah akad, yaitu ijab dan kabul antara pemilik
dan pekerja. Secara rinci, jumlah rukun-rukun muzara’ah menurut Hanafiyah ada
empat, yaitu:
a. Tanah,
b. Perbuatan pekerja,
c. Modal, dan
d. Alat-alat untuk menanam.
• Menurut Jumhur Ulama, rukun muzara’ah sebagai berikut:
a. Pemilik tanah
b. Petani penggarap
c. Objek al- muzara’ah, yaitu antara manfaat tanah dan hasil kerja petani.
d. Ijab dan kabul. Contoh ijab dan kabul: “Saya serahkan tanah pertanian saya ini
kepada engkau untuk digarap dan hasilnya nanti kita bagi berdua”. Petani penggarap
menjawab: “Saya terima tanah pertanian ini untuk digarap dengan imbalan hasilnya
dibagi dua.” Jika hal ini telah terlaksana, maka akad ini telah sah dan mengikat, namun,
ulama Hanabilah mengatakan bahwa penerimaan (kabul) akad muzara’ah tidak perlu

5
diungkapkan. Tetapi boleh juga dengan tindakan, yaitu petani langsung menggarap
tanah itu.
2. Rukun Musaqah
• Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam akad adalah ijab dari
pemilik tanah perkebunan dan qabul dari petani penggarap, dan pekerjaan dari pihak
petani penggarap.
• Sedangkan rukun-rukun musaqah menurut ulama Syafi‟iyah ada lima sebagai berikut :
a. Shigat, yang dilakukan kadang-kadang dengan jelas (sharih) dandengan samaran
(kinayah). Disyaratkan shigat dengan lafazh dan tidak cukup dengan perbuatan saja.
b. Dua orang atau pihak yang berakad (al-„aqidani), disyaratkan bagi orang-orang
berakad dengan ahli (mampu) untuk mengelola akad, seperti baligh, berakal, dan tidak
berada dibawah pengampuan.
c. Kebun dan semua pohon yang berbuah, semua pohon yang berbuah boleh diparokan
(bagi hasil), baik yang berbuah tahunan (satu kali dalam setahun) maupun yang
buahnya hanya satu kali kemudian mati, seperti padi, jagung, dan yang lainnya.
d. Masa kerja, hendaklah ditentukan lama waktu yang akan dikerjakan, seperti satu
tahun atau sekurang-kurangnya menurut kebiasaan. Dalam waktu tersebut tanaman atau
pohon yang diurus sudah berbuah, juga yang harus ditentukan ialah pekerjaan yang
harus dilakukan oleh tukang kebun, seperti menyiram, memotongi cabang-cabang
pohon yang akan menghambat kesuburan buah,atau mengawinkannya.
e. Buah, hendaklah ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan bekerja
dikebun), seperti seperdua, sepertiga, seperempat, atau ukuran yang lainnya.
D. Syarat-Syarat Akad Dalam Kerjasama Muzara’ah dan Musaqah
1. Syarat-Syarat Muzara’ah
Adapun syarat-syarat muzara’ah menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:
a. Syarat yang menyangkut orang yang berakad: keduanya harus sudah baligh dan
berakal.
b. Syarat yang menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas, sehingga benih yang
akan ditanam itu jelas dan akan menghasilkan.
c. Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:
1) Menurut adat di kalangan para petani, tanah itu boleh digarap dan
menghasilkan. Jika tanah itu tanah tandus dan kering sehingga tidak

6
memungkinkan untuk dijadikan lahan pertanian, maka akad muzara’ah tidak
sah
2) Batas-batas tanah itu jelas.
3) Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap. Apabila
disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut mengolah pertanian itu maka akad
muzara’ah tidak sah.
d. Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai berikut:
1) Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas.
2) Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa boleh ada
pengkhususan.
3) Pembagian hasil panen itu ditentukan: setengah, sepertiga, atau seperempat,
sejak dari awal akad, sehingga tidak timbul perselisihan di kemudian hari, dan
penentuannya tidak boleh berdasarkan jumlah tertentu secara mutlak, seperti
satu kwintal untuk pekerja, atau satu karung, karena kemungkinan seluruh hasil
panen jauh di bawah itu atau dapat juga jauh melampaui jumlah itu.
e. Syarat yang menyangkut jangka waktu juga harus dijelaskan dalam akad sejak
semula. Karena akad muzara’ah mengandung makna al-ijarah (sewa-menyewa atau
upah-mengupah) dengan imbalan sebagian hasil panen. Oleh sebab itu, jangka
waktunya harus jelas.
2. Syarat-Syarat MusaqahTerdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan musaqah, yakni:
a. Kedua belah pihak melakukan yang melakukan transaksi harus sudah akil balik dan
berakal.
b. Objek musaqah harus terdiri atas pepohonan yang mempunyai buah. Terdapat
perbedaan pendapat dalam menentukan objek musaqah.
• Menurut ulama Hanafiyah, yang boleh menjadi objek musaqah adalah
pepohonan yang berbuah, seperti kurma, anggur, dan terong. Selain itu
musaqah juga berlaku pepohonan yang tak berbuah, jika hal itu dibutuhkan
masyarakat.

• Menurut ulama Malikiyah, yang menjadi objek musaqah adalah tanaman keras
dan palawija, seperti kurma, terong, apel, dan anggur yang dilakukan sebelum
buah itu layak panen, tenggang waktu jelas, akad dilakukan setelah tanaman

7
tumbuh, dan pemilik tidak mampu untuk mengolah dan memelihara tanaman
tersebut.
• Ulama Syafi’iyah yang menjadi objek musaqah adalah kurma dan anggur saja.

c. Tanah tersebut diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap setelah akad


berlangsung untuk digarap tanpa campur tangan pemilik tanah.
d. Hasil (buah) yang dihasilkan dari kebun tersebut merupakan hak bersama, bauk dibagi
dua, tiga, dan sebagainya.
Lamanya perjanjuan harus jelas, karena transaksi ini sama dengan transaksi sewa-
menyewa agar tidak terhindar dari ketidak pastian

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dibolehkan melakukan usaha ekonomi dengan cara musaqah maupun
muzara‟ah, dimana akad musaqah berlaku pada tanaman, sedangkan muzara‟a
berlaku pada tanah. Musaqah maupun muzara‟ah sudah dipraktekkan orang-
orang sejak dahulu kala sampai kini, namun dengan nama yang lain.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat dijadikan referensi tambahan dalam memahami akad
dalam kerkasama muzara’ah dan musaqah dan makalah ini juga dapat berfungsi
sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi kami
sebagai penyusun serta bagi pembacanya

9
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 4, PT. Alma’Arif, Bandung,
1996, hlm. 81
Hadi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, PT, Raja Grofindo Persada,
Jakarta, 2013,hlm.153
Imam Abi Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Safi’I, al-Umm, Juz
III, Dar al-Fikr, Mesir, hlm.12
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah, Kencana Prenada Media Group,
Jln. Tambara Raya, No. 23, Rawa Manggung, Jakarta, 2012, Hlm. 240

10

Anda mungkin juga menyukai