PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjanjian merupakan hal yang lumrah dalam bermuamalah. Sebagai mahluk social,
manusia tidak bias lepas dari kewajiban memenuhi kebutuhannya. Dalam memenuhi
kebutuhan, manusia tidak dapat memenuhinya secara pribadi sehingga menuntut untuk
berhubungan dengan orang lain yang dibatasi oleh hakdan kewajiban masing-masing
sesuai dengan kesepakatan. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal
sehingga diaturlah mengenai akd-akad yang cukup jelas aturannya sehingga dapat
diimplementasikan setiap saat.
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang digunakan dalam bertransaksi
sangat beragam sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Seperti
contoh akad kerja sama dalam bidang pertanian yang dalam pelaksanaannya terdiri dari
macam-macam istilah. Dalam akad kerja sama dalam bidang pertanian terdiri atas
Musaqah, Muzaraah dan Mukhabara. Maka dari itu dalam makalah ini kami akan
mencoba menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad kerja sama dalam
bidang pertanian dan hubungan-hubungan antara pemilik tanah dan pengelola.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan diatas, maka penulias akan
memberikan pemaparan rumusan masalah yang akan dibahas dan diteliti serta
dirumuskan dalam pernyataan tersebut.
1.
2.
3.
4.
5.
Mukhabarah?
6. Jelaskan apa saja yang dapat mempengaruhi berakhirnya Akad Musaqah,
Muzaraah dan Mukhabarah?
7. Bagaimana Aplikasi Lembaga Keuangan Syariah pada saat ini dalam Akad
Musaqah, Muzaraah dan Mukhabarah?
1
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan permasalahan yang akan diteliti diatas, tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu :
1. Untuk memahamai penerapan, dasar hokum, rukun dan syarat Musaqah,
Muzaraah dan Mukhabarah
2. Untuk mengetahui macam-macam, ketentuan yang terkait dengan musaqah,
muzaraah, dan mukhabarah
3. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi berakhirnya kerja sama atas lahan
pertanian di akad musaqah, muzaraah, dan mukhabarah
4. Untuk mengetahui pengaplikasiannya di Lembaga keuangan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akad Musaqah
1. Pengertian Akad Musaqah
Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorang bekerja pada
pohon tama, anggur(mengurusnya), atau pohon-pohon yang lainnya
supaya
mendatangkan
kemaslahatan
dan
mendapatkan
bagian
Akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian) dan
yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu
Menurut Malikiyah, al-musaqah ialah:
Sesuatu yang tumbuh ditanah
Menurut Syafiiyah, yang dimaksud al-musaqah ialah:
Memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar, dan anggur
kepada orang lain untuk kesenangan keduanya denagan menyiram,
3
Memperkerjakan manusia untuk mengurus pohon dengan menyiram
dan memeliharanya dan hasil yang dirizkikan Allah dari pohon itu untuk
mereka berdua.
Setelah diketahui definisi-definisi yang dikemukakan oleh para
ahli diatas, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan almusaqah ialah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara
pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya.
2. Dasar hukum Musaqah
Menurut kebanyakan Ulama, hukum dari musaqat ini adalah
mubah atau boleh. Dasar hukum mubahnya adalah hadits Nabi yang
memperkerjakan penduduk Khaibar seperti yang disebutkan dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibn Amr r.a.,
baha Rasulullah Saw bersabda:
Memberikan tanah Khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan,
baik buah-buahan maupun pertanian(tanaman). Pada riwayat lain
dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah Khaibar itu kepada
Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya
untuk Nabi.
4
berpendapat
bahwa
Qabul
dalam
Musaqah
tidak
yakni:
a. Aqidani, yaitu dua pihak yang melakukan akad Musaqah
b. Obyek musaqah, yakni lahan yang akan digarap
c. Jenis tanaman atau buah-buahan
d. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan dan jangka waktu
pekerjaan
e. Shighat, (ungkapan ijab dan qabul baik tertulis maupum lisan)
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. Kedua pihak yang melakukan akad musaqah harus orang yang
cakap dalam melakukan tindakan hukum , yaitu harus berakal
dan baligh
b. Obyek musaqah harus berupa pepohonan yan berbuah dan
harus pula jelas sifatnya
c. Dapat
diserahkan
sepenuhnya
kepada
pihak
penggarap
ada
tanggung
jawab
untuk
mencari
air
maka
wajib
memelihara
tanaman
yang
menjadi
tanggungjawabnya
c. Pemelihara tanaman disyaratkan memiliki keterampilan untuk
melakukan pekerjaan
d. Pembagian hasil dari pemeliharaan tanaman harus dinyatakan
secara pasti dalam akad.
e. Pemeliharaan tanaman wajib mengganti kerugain yang timbul
dari pelaksanaan tugasnya jika kerugian tersebut disebabkan
oleh kelalaiannya
6. Berakhirnya akad Musaqah
Menurut golongan Hanafiyah berpendapat bahwa, berakhirnya
akad musaqah disebabkan karena tiga hal:
a. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis
b. Salah satu pihak yang akad meninggal dunia
c. Ada udzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh
melanjutkan akad
Mengenai udzur, para ulama berbeda pendapat tentang apakah
akad musaqah itu dapat diwarisi atau tidak :
1 Dr.Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta:Kencana,201) hal. 243
6
mempunyai
halangan,
maka
wajib
petani
Hanabilah,
berpendapat
bahwa
akad
etimologi,
Muzaraah
merupakan
bentuk
wazan
arti
al
inbatu
(menumbuhkan).
Dengan kata
lain,
muzaraah yaitu akad atas tanaman dengan beberapa pihak yang lain.
Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi dari
para ulama, yaitu:
a. Ulama golongan Malikiyah mendefinisikan muzaraah dengan:
Kerja sama dalam pertanian.
b. Ulama golongan Hanabilah mendefiniskan muzaraah dengan:
Penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk
digarap dan hasilnya dibagi berdua(paroan).
c. Ulama golongan Syafiiyah mendefinisikan muzaraah dengan:
Pengolahan
tanah
oleh
petani
dengan
imbalan
hasil
hukum
yang
ditetapkan
oleh
para
ulama
dalam
( )
Sesungguhnya
Nabi
Saw.
Menyatakan
tidak
mengharamkan
dan
Dauh
Adh-Dahiri,
berpendapat
bahwa
muzaraah
dapat
juga
berupa
tindakan
langsung
dari
si
penggarap.
Sedangkan syarat-syarat yang berkaitan dengan muzaraah,
ada yang berkaitan dengan Aqid(orang yang berakad), benih yang
ditanam, tanah pertanian, hasil yang akan dipanen, tanah yang akan
diolah,
tempat
terjadinya
akad,
alat
yang
digunakan
untuk
setengah,
yakni
haruslah
berupa
hewan
yang
bisa
yang
menetapkan
jumlah,
dan
pembagian
dari
hasil
tersebut
harus
bila
pengelolaan
yang
dilakukan
menghasilkan
keuntungan.
d. Akad muzaraah dapat dilakukan secara mutlak atau terbatas
dilakukan
penggarap
dalam
akad
akad
muzaraah
jika
bila
penggarap
meninggal
untuk
dengan
dunia,
cara
sampai
meneruskan
atau
Namun,
bila
jangka
waktunya
sudah
habis,
dikarenakan
jauh
yang
sakit
atau
menyebabkan
sedang
dia
tidak
dalam
dapat
pihak
yang
bersangkutan
boleh
dipaksa
untuk
adalah
akad
ghairu
lazim
(tidak
mengikat).
tanpa
upah,
dan
penggarap
menunaikan
menghasilkan
sesuatu,
penggarap
tidak
mendapatkan apa-apa.
d. Dalam musaqah lebih baik jika tidak disebutkan masa
akadnya, cukup hanya dengan mengetahui waktunya menurut
adat kebiasaan. Berbeda dengan menanam, karena wktu
panennya bisa lebih awal juga bisa terlambat dari perkiraan.
Sedangkan muzaraah, hal itu justru disyaratkan menurut asal
mazhab Hanafi. Ualama lain tidak mensyaratkan hal ini.
C. Aplikasi akad Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah dalam LKS
Kondisi masyarakat sekarang dapat memungkinkan tidak adanya
keadilan dan distribusi bagi hasil dikarenakan sifat dasar manusia yang
mencari untung yang sebesar-besarnya tanpa diimbangi dengan usaha
yang maksimal pula. Dibutuhkan kepercayaan antar pemillik modal
dan penggarap juga kejujuran, keadilan, agar tidak terjadi diskriminasi
antara pemilik lahan dan penggarap. Kejujuran dalam hal ini adanya
keterbukaan cara pengelolaan, jenis tanaman yang ditanam, dan
jumlah hasil yang didapat dan tidak saling menyalahkan.
14
awal akad. Dalam hal ini akad yang diterpkan yaitu akad mudharabah
karena pemodal tidak ikut campur tangan dalam pengelolaan lahan.
BAB III
KESIMPULAN
16