Anda di halaman 1dari 13

Musaqah, Muzaraah,

dan Mukhabaroh
Musaqah
Pengertian
Secara etimologi kalimat musaqah itu
berasal dari kata Al-Saqa yang artinya
seseorang bekerja pada pohon tamar,
anggur (mengurusnya) atau pohon-pohon
yang lainnya supaya mendatangkan
kemashlahatan dan mendapatkan bagian
tertentu dari hasil yang diurus .
Jadi, Musaqah adalah mempergunakan
buruh (orang upahan) untuk menyiram
tanaman, menjaganya, memeliharanya
dengan memperoleh upah dari hasil yang
Dasar Hukum
Jumhur ulama fiqh mengatakan: bahwa akad Al-musaqah
itu dibolehkan.
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam
menetapkan hukum musaqah adalah:
a.Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya Nabi SAW. Telah
memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar
dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan
diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah
buahan maupun dari hasil pertahun (palawija) (H.R
Muslim).
b. Dari Ibnu Umar: Bahwa Rasulullah SAW telah
menyerahkan pohon kurma dan tanahnya kepada orang-
orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya dari
harta mereka, dan Rasulullah SAW mendapatkan
setengah dari buahnya (HR. Bukhari dan Muslim).
c.Bahwa Rasulullah Saw, melakukan kerjasama
perkebunan dengan penduduk Khaibar dengan ketentuan
bahwa mereka mendapatkan sebagian dari hasil kebun
atau pertanian itu. (H.R. Muttafaqun alaih).
Rukun Musaqah
a.Obyek Musaqah
b. Pekerjaan yang berhubungan dengan musaqah
c.Sifat Pekerjaan yang ada dalam musaqah
Para ulama sepakat bahwa musaqah dibolehkan
menggunakan segala sesuatu yang telah disepakati dari
bagian-bagian buah. Mereka juga sepakat bahwa tidak
diperbolehkan dalam musaqah untuk mensyaratkan
adanya manfaat tambahan, seperti salah seorang dari
keduanya mensyaratkan kepada mitranya tambahan
dirham ataupun dinar.
d. Tenggang Waktu
Adapun pensyaratan waktu dalam musaqah ada dua
macam yaitu: waktu yang disyaratkan agar
dibolehkannya musaqah dan waktu yang merupakan
syarat sahnya akad dan hal tersebut terbatas jangka
waktunya.
Adapun waktu yang disyaratkan agar akadnya dibolehkan:
para sahabat sepakat bahwa musaqah dibolehkan
sebelum nampaknya kelayakan buah.
Syarat Musaqah
a.Ahli dalam akad
b.Menjelaskan bagian penggarap
c.Membebaskan pemilik dari
pohon, dengan artian bagian yang
akan dimiliki dari hasil panen
merupakan hasil bersama.
d. Hasil dari pohon dibagi antara
dua orang yang melangsungkan
akad
e.Sampai batas akhir, yakni
menyeluruh sampai akhir.
Berakhirnya Musaqah
Menurut ulama Hanafiyah, musaqah
dianggap selesai apabila:
a.Habis waktu yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak
yang akad
b. Meninggalnya salah seorang
yang akad
c.Membatalkan, baik dengan
ucapan jelas atau adanya uzur.
Ulama Syafiiyah dan Hanabilah
berpendapat musaqah selesai jika
habis waktu.
Muzaraah dan
Mukhabarah
Pengertian Muzaraah
Menurut etimologi, muzaraah adalah wazan
mufaalatun dari kata az-zara artinya
menumbuhkan . Al-muzaraah memiliki arti
yaitu tharhal-zurah (melemparkan
tanaman), maksudnya adalah modal .
Muzaraah ialah mengerjakan tanah (orang
lain) seperti sawah atau ladang dengan
imbalan sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat). Sedangkan
biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung pemilik tanah
Pengertian Mukhabarah
Mukhabarah ialah mengerjakan
tanah (orang lain) seperti sawah
atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat).
Sedangkan biaya pengerjaan dan
benihnya ditanggung orang yang
mengerjakan.
Dasar Hukum Muzaraah dan Mukhabaroh
Dalam menentukan dasar hukum muzaroah
dan mukhobaroh ini para ulama berbeda
pendapat. Sebagian ulama melarang paroan
tanah ataupun ladang. Dasar hukum yang
digunakan adalah:
Berkata Rafi bin Khadij: Diantara Anshar
yang paling banyak mempunyai tanah
adalah kami, maka kami persewakan,
sebagian tanah untuk kami dan sebagian
tanah untuk mereka yang mengerjakannya,
kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan
yang lain tidak berhasil, maka oleh
karenanya Rasulullah SAW. Melarang paroan
dengan cara demikian (H.R. Bukhari)
Ulama yang lain berpendapat tidak ada larangan untuk
melakukan muzaraah ataupun mukhabarah.
Pendapat ini dikuatkan oleh Nawawi, Ibnu Mundzir,
dan Khatabbi, mereka mengambil alasan Hadits Ibnu
Umar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas
Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya Nabi SAW. Telah
memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar
dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka
akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah
buahan maupun dari hasil pertahun (palawija) (H.R
Muslim) .
Adapun Menurut Imam Syafii, Hukum muzaraah adalah
bathil atau tidak sah dikarenakan bibit dari pertanian
tersebut dari pemilik tanah dan pekerjanya
mendapatkan separuh dari hasil panen. Menurut
beliau muzaraah ini bisa sah dengan syarat Pemilik
tanah yang sekaligus pemilik benih tadi
mendapatkan 2/3 dari hasil panen atau lebih dan
pekerjanya mendapatkan 1/3 .
Rukun Muzaraah dan
Mukhabaroh
Rukun muzaraah dan Mukhabaroh
menurut Hanafiah ialah akad,
yaitu ijab dan qabul antara
pemilik dan pekerja. Secara rinci
rukun muzaraah menurut
Hanafiyah adalah;
a.tanah,
b.perbuatan pekerja,
c.modal dan
d.alat-alat untuk menanam.
Syarat Muzaraah dan Mukhabaroh
-. Syarat yang berkaitan dengan aqidain,
yaitu harus berakal
-. Berkaitan dengan tanaman, yaitu adanya
penentuan macam tanaman yang akan
ditanam.
-. Hal yang berkaitan dengan perolehan
hasil tanaman
-. Hal yang berkaitan dengan tanah yang
akan ditanami
-.Hal yang berkaitan dengan waktu
-. Hal yang berkaitan dengan peralatan
yang akan digunakan untuk menanam, alat-
alat tersebut disyaratkan berupa hewan
atau yang lainnya dibebankan pada pemilik
tanah.
Habis Waktu Muzaraah dan Mukhabaroh
Akad al-muzaraah ini bisa berakhir manakala
maksud yang dituju telah dicapai,
yaitu:
1) Jangka waktu yang disepakati pada waktu akad
telah berakhir. Akan tetapi bila waktu habis
namun belum layak panen, maka akad
muzaraah tidak batal melainkan tetap
dilanjutkan sampai panen dan hasilnya dibagi
sesuai dengan kesepakatan bersama.
2) Meninggalnya salah satu dari kedua orang yang
berakad. Menurut ulama Hanafiyah bila salah
satu dari dua unsur tadi wafat maka akad
muzaraah ini dianggap batal, baik sebelum atau
sesudah dimulainya proses penanaman. Namun
Syafiiyah memandangnya tidak batal
3) Adakalanya pula berakhir sebelum maksud atau
tujuannya dicapai dengan adanya berbagai
halangan atau uzur, seperti sakit, jihad dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai