Anda di halaman 1dari 24

Manajemen Likuiditas dan Manajemen ALMA

Dosen Pengampu :

Eris Tri Kurniawati, SE.,MM.Ak.,CA

Nama Penulis :

Eka Mya Auddina (201410510311052)

EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikan
bumi beserta isinya dengan begitu sempurna serta hidayah Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan dengan mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul Manajemen
Likuiditas untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Dana Bank. Ucapan terima
kasih dan rasa hormat Penulis kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.Akhir kata, Penulis sampaikan bahwa tiada makalah
yang sempurna tanpa uluran tangan pemerhatinya. Oleh karena itu, kritik serta saran sangat
Penulis harapkan dari pembaca sekalian yang bersifat membangun, agar demi lebih baiknya
kinerja kami yang akan mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu
pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 12 April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang.............................................................................................................1

Rumusan Masalah........................................................................................................1

Tujuan Penulisan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

Manajemen Likuiditas dan Kosepnya .........................................................................3

Manajemen Likuiditas di bank Syariah..................................................................... 5

Instrumen Likuiditas Bank Syariah ........................................................................... 8

Manajemen Aset dan Liabilitas ................................................................................. 12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...................................................................................................................
13

Saran.............................................................................................................................
13

Daftar Pustaka..........................................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan pokok industri perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana kepada masyarakat. Dana yang dikumpulkan oleh bank masuk ke
dalam pasiva, sementara dana yang disalurkan kepada masyarakat masuk dalam aktiva.
Aktiva dan pasiva adalah dua sisi dari pos keuangan bank, baik dalam bentuk kekayaan
ataupun menggambarkan posisi utang, kewajiban dan moal bank. Keduanya harus mencapai
keseimbangan, dimana faktor yang dapata menyeimbangkan diantara keduanya, dalam
bentuk Rugi dan Laba bank yang bersangkutan.

Manajemen aktiva dan pasiva yang disebut pula dengan Assets and Liability
Management (ALMA) sudah dipastikan ada pada setiap bank. Kedua sisi neraca, yaitu sisi
pasiva yang mengambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang mengambarkan penggunaan
(alokasi) dana harus dikelola secara efisien, efektif, produktif, dan seoptimal mungkin karena
merupakan bisnis utama bagi setiap bank. Pengelolaan aset dan liabilitas tersebut juga disebut
dengan Manajemen Aset dan Liabilitas yang dikenal dengan ALMA (Asset and Liability
Management). Aset dan liabilitas pada setiap bank ini dikelola oleh Assets and Liability
Committee (ALCO) yang secara organisasi .

Manajemen likuiditas merupakan bagian dari kerangka manajemen risiko industri


keuangan yang lebih besar, yang berhubungan dengan seluruh lembaga keuangan baik
konvensional maupun syariah. Kegagalan dalam manajemen risiko memiliki konsekuensi
yang mengerikan, termasuk kolapsnya bank dan pada gilirannya menyebabkan
ketidakstabilan sistem keuangan. Pada kenyataannya, sebagian besar kegagalan bank
disebabkan kesulitan mengelola masalah-masalah likuiditasnya. Ini juga yang menjadi alasan
mengapa regulator sangat menaruh perhatian dengan posisi likuiditas suatu lembaga
keuangan dan pemikiran regulator saat ini berpusat pada seputar penguatan kerangka kerja
likuiditas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Likuiditas dan Bagaimana konsep dari
Manajemen Likuiditas?
2. Bagaimana Manajemen Likuiditas di Bank Syariah?
3. Bagaimana Instrumen Likuiditas Bank Syariah?
1
4. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Aset dan Liablitas?
5. Bagaimanakah Ruang Lingkup Manajemen asset dan Liabilitas?
6. Bagaimanakah Aplikasi ALMA pada Bank Syariah?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Manajemen Likuiditas dan Bagaimana konsep dari Manajemen
Likuiditas.
2. Untuk mengetahui Manajemen Likuiditas di Bank Syariah

3. Untuk mengetahui Instrumen Likuiditas Bank Syariah

4. Untuk mengetahui Manajemen Aset dan Liabilitas

5. Untuk mengetahui ruang lingkup Manajemen Aset dan Liabilitas

6. Untuk Mengetahui aplikasi ALMA pada Bank Syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

Manajemen Likuiditas dan Konsepnya

Menurut teori intermediasi keuangan, dua alasan yang paling penting terhadap
keberadaan lembaga keuangan, khususnya bank, adalah penyediaan likuiditas dan jasa
keuangan. Mengenai penyediaan likuiditas, bank menerima dana dari deposan dan
menyalurkannya ke sektor riil, dan pada saat yang sama menyediakan likuiditas untuk setiap
penarikan dana simpanan. Namun peran bank dalam mentransformasikan simpanan jangka
pendek menjadi pinjaman jangka panjang membuat mereka rentan secara inheren terhadap
risiko likuiditas (Bank For International Settlement (BIS), 2008 b:1)

Likuiditas adalah kemampuan menjual asset dalam waktu singkat dengan kerugian
yang paling minimal. Asset-asset likuid adalah asset yang dipegang dalam bentuk tunai atau
yang diinvestasikan dalam suatu instrumen yang dapat diubah menjadi bentuk tunai seperti
simpanan berupa giro, deposito dan investasi pada sekuritas pemerintah yang likuid
berjangka pendek1.

Pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan dunia
bisnis secara umum. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah
seluruh asset menjadi kas/tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah
kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.

Risiko likuiditas muncul sebagai salah satu risiko yang paling penting dimana bank
perlu menanganinya untuk menghindari kerugian jika tidak dikelola dengan dengan baik.
Risiko likuiditas didefinisikan secara luas sebagai potensi kehilangan bagi bank yang muncul
dari ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kewajiban atau untuk mendanai kenaikan
asset saat jatuh tempo tanpa menimbulkan biaya atau kerugian yang tidak dapat diterima
(Greuning and Bratanovic, 1999).

Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif memutuskan untuk menarik dana
mereka dalam jumlah yang lebih besar daripada dana yang dimiliki bank (Hubbard,
2002:323), atau ketika peminjam gagal untuk memenuhi kewajiban keuangan kepada bank.
Dengan kata lain, risiko likuiditas terjadi dalam dua kasus. Pertama, muncul secara simetris

1
Yahia Abdul-Rahman, ISLAMIC INSTRUMENTS FOR MANAGING LIQUIDITY , International
Journal of Islamic Financial Services Vol. 1 No.1
3
kepada debitur dalam hubungannya dengan bank, misalnya ketika bank memutuskan untuk
menghentikan kredit namun debitur tidak mampu membelinya. Kedua, muncul dalam
konteks hubungan bank dengan deposan, misalnya ketika deposan memutuskan untuk
menarik simpanan mereka tetapi pihak bank tidak mampu memenuhinya (Greenbaum dan
Thakor, 1995:137).

Dalam prakteknya, bank menemui ketidakseimbangan (gap) antara sisi asset dan
liabilitas yang perlu diseimbangkan karena secara nature bank menerima liabilitas dalam
bentuk likuid tetapi menginvestasikannya dalam bentuk asset tidak likuid (Zhu, 2001). Jika
bank gagal untuk menyeimbangkan gap tersebut terjadilah risiko likuiditas, yang diikuti
dengan beberapa konsekuensi yang tidak diinginkan seperti risiko kepailitan (insolvency) ,
risiko bail out pemerintah, dan risiko reputasi. Kegagalan manajemen likuiditas disebabkan
oleh kuatnya tekanan likuiditas, penyiapan instrumen likuid bagi bank, kondisi bank pada
saat tekanan likuiditas, dan ketidakmampuan bank untuk menemukan sumber likuid internal
mapun eksternal.

Likuiditas dapat dibagi ke dalam dua jenis: likuiditas asset, yakni ketidakmampuan
untuk menjual asset pada harga pasar saat itu, dan instabilitas likuiditas dari suatu liabilitas
(LIL), yang mengacu kepada ketidakmampuan untuk menilai kecukupan dana untuk
memenuhi kewajiban bayar secara tepat waktu (instabilitas simpanan dasar dalam periode
yang lama).

Manajer bank harus berusaha untuk memaksimalkan return bank dari asset total yang
diinvestasikan. Akan tetapi manajemen bank juga dihadapkan pada kebutuhan untuk
memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi jika terjadi mismatch maturitas dari asset
dan liabilitas. Risiko likuiditas bank syariah terutama sebagian besar berasal dari kekurangan
karena pendanaan jangka panjang.

Bank dengan profil likuiditas yang kuat harus mampu bertahan. Sebagian besar dana
lembaga keuangan islami berasal dari rekening investasi melalui kontrak profit loss sharing
(PLS) tanpa kewajiban tetap yang melekat padanya. Sebaliknya masalah adalah kelebihan
likuiditas. Bank syariah harus berhati-hati mengenai struktur maturitas asset mereka. Agar
tetap solven, bank perlu untuk memelihara asset bersifat jangka pendek.

Sebagai lembaga keuangan, bank harus mengelola penawaran dan permintaan


likuiditas dengan tepat agar dapat menjalankan usahanya secara aman, menjaga hubungan
baik dengan pemangku kepentingan dan menghindari masalah risiko likuiditas. Risiko
4
likuiditas biasanya terjadi karena kegagalan dalam pengelolaan dana atau kondisi ekonomi
yang kurang kondusif yang menyebabkan likuiditas tak terduga karena penarikan dana oleh
para nasabah. Manajemen likuiditas yang kuat (robust) merupakan tantangan tersendiri dan
juga sulit dalam sistem ekonomi yang kompetitif dan terbuka dengan pengaruh eksternal
yang kuat serta pelaku pasar yang sensitif (lihat Gambar 1). Pada dasarnya kegagalan bank
dalam lingkungan keuangan global saat ini terjadi karena kurang memadainya sistem
manajemen likuiditas dalam memecahkan situasi yang merugikan (Goldman, 2007)2.

Manajemen likuiditas di bank syariah

Dua penyebab utama risiko likuiditas adalah ketidakseimbangan asset dan liabilitas
dan mismatch maturitas yang dapat terjadi karena dua kondisi (Helmen et.al, 1994:164-165):
(a) aktiva lancar yang tersedia dalam porsi yang lebih besar daripada liabilitas volatile yang
dikenal sebagai gap likuiditas, atau (b) jumlah dana perkiraan yang diperlukan pada sisi

2
Rifki Ismal, Managing the Demand and Supply of Liquidity in Islamic Banking (case of
Indonesia )access on June 1st 2011, http://www.iefpedia.com/english/wp-
content/uploads/2010/03/Managing-the-demand-and-supply-of-liquidity-in-islamic-
banking-Case-of-Indonesia-Dr.-Rifki-Ismal.pdf
5
aktiva lebih tinggi dari jumlah dana perkiraan yang tersedia pada sisi liabilitas, yang dikenal
sebagai kebutuhan likuiditas (lihat gambar 2)3

Pengelolaan risiko likuiditas merupakan salah satu tantangan paling penting bagi
bank-bank islam karena dilarangnya instrumen-instrumen berbasis riba. Hanya sedikit
instrumen refinancing tanpa riba yang dapat digunakan, seperti pasar uang antarbank.
Dalam kondisi ini bank-bank islam tidak memiliki kemungkinan yang komprehensif yang
dapat dilakukan, khususnya dalam hal transformasi jangka waktu dan risiko sebagai dua
fungsi utama dari lembaga intermediasi keuangan (lihat Bitz 2005, Oehler 2006)4. Fungsi-
fungi intermediasi ini juga mengimplikasikan transformasi likuiditas. Langkah-langkah
rintisan untuk mengatasi batasan pengelolaan likuiditas bank-bank islam dengan
3
ISMAL, RIFKI (2010) THE MANAGEMENT OF LIQUIDITY RISK IN ISLAMIC BANKS: THE CASE
OF INDONESIA. Doctoral thesis, Durham University. Available at Durham E-Theses Online:
http://etheses.dur.ac.uk/550/
4
Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical
Analysis, November 2010

6
memasukkan pasar modal dan pasar uang yang sesuai dengan ketentuan syariah telah
dilakukan di Malaysia, Bahrain dan Arab Saudi. Akan tetapi, sektor keuangan islam perlu
melanjutkan inovasinya pada tingkat portofolio produk, pada tingkat kelembagaan dan
peraturan untuk memecahkan masalah keterbatasan dalam refinancing bank.

Meskipun profit dan loss sharing merupakan prinsip utama syariah, kontrak
pendapatan tetap jangka pendek umumnya masih mendominasi portofolio produk bank-bank
islam. Bagi hasilnya bisa melebihi 80% dari seluruh portofolio produk pada sisi asset,
sehingga portofolio memperlihatkan diversifikasi dan struktur risiko yang rendah. Hal ini
umumnya terjadi karena kebanyakan bank-bank islam memediasi di negara-negara dengan
lingkungan hukum, kelembagaan dan keuangan yang rendah. Hal ini biasanya menyebabkan
tingkat asimetri informasi yang tinggi dan perilaku oportunistik (moral hazard, hidden action)
dari para pelaku pasar serta kendala likuiditas dan tingginya biaya modal bagi lembaga-
lembaga perantara keuangan yang disebabkan oleh segmentasi pasar
(lihat Aggarwal dan Yousef 2000, Chong dan Liu 2007, Akacem 2008, Visser 2009, Al-
Hasan et al. 2010, Choudury dan Hoque 2006)5. Sebagai akibatnya, preferensi terhadap bank-
bank islam bersifat rasional dan reaksi optimal, bahkan terhadap alternatif kontrak
pembiayaan ekuitas dengan sistem keuangan ganda (dual system) dengan kemungkinan buruk
pemilihan diantara keduanya. Tetapi dengan instrumen mark-up yang digunakan dalam
prakteknya yang sering dikritisi oleh pakar syariah dan pakar ekonomi karena dianggap dekat
dengan instrumen berbasis-bunga sehingga dianggap tidak berbeda dari perspektif fungsional
(lihat khan dan Ahmed, 2001, El_Gamal, 2001, Rosly 2005, Sundararajan 2007, Chapra,
2007, Cihak dan Hesse, 2008)6. Bank-bank islam biasanya memiliki rata-rata rasio ekuitas
yang lebih tinggi. Jadi, rata-rata rasio ekuitas yang tinggi merupakan respon terhadap
terbatasnya sumber pembiayaan yang kemudian membentuk cadangan modal tambahan
sebagai antisipasi terhadap terjadinya default.

Penggunaan murabahah yang dijamin dengan komoditi dan pembiayaan dagang


jangka pendek memungkinan bank-bank syariah untuk menginvestasikan surplus kas jangka
pendek. Bank syariah harus mencoba untuk tidak tergantung kepada beberapa depositor
besar, sebaliknya mereka harus mencoba untuk memobilisasi simpanan mereka dari depositor
lainnya, melakuan diversifikasi sumber-sumber simpanan. Kelebihan likuiditas bank syariah
tidak dapat dengan mudah ditransfer ke bank konvensional karena bank syariah tidak
5
Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical
Analysis, November 2010
6
ibid
7
menerima konsep tentang riba; akan tetapi di sini ada suatu ruang untuk pertukaran surplus
dana diantara bank syariah. Semakin besar jumlah bank syariah dan semakin lebar
aktivitasnya, akan semakin besar pula lingkup kerjasama dalam bidang ini.

Maturitas investasi bank-bank harus dipelajari dengan baik melalui identifikasi


kekurangan likuiditas di masa depan dengan menyusun ladder maturitas berdasarkan waktu
yang tepat. Bank syariah mengklasifikasikan arus-arus kas termasuk di dalamnya metode
perilaku, dan dapat mempertimbangkan dengan membedakan jenis arus kas sebagai arus kas
yang telah diketahui maturitasnya dan jumlahnya telah diketahui sebelumnya. Kategori ini
mencakup piutang dari murabahah, ijarah, piutang dan berkurangnya musyarakah.
Bank syariah harus membuat analisa arus kas secara periodik pada berbagai skenario
dan kondisi pasar. Skenario dapat divariasi tergantung pada kondisi pasar lokal, dan dapat
berdasar (a) lingkungan operasi normal, (b) skenario terburuk. Analisa harus memasukkan
asumsi mengenai pembayaran kembali modal yang telah diinvestasikan kepada pemegang
deposito PLS. Bank syariah harus menilai pengaruh tingkat ketergantungan mereka terhadap
dana dari pemegang rekening.

Instrumen Likuiditas Bank Syariah


Untuk mengatasi masalah likuiditas dalam dunia perbankan, baik itu bersifat
kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak sekali cara yang bisa
digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa mengatasinya dengan cara
menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti sukuk dan lainnya. Selain itu juga, untuk
mengatasi masalah likuiditas antar bank, maka BI dan Perhimpunan Bank Umum Nasional
(PERBENAS) bekerja sama membentuk pooling fund, yang berfungsi sebagai wadah untuk
penyimpanan dana bagi bank yang kelebihan likuiditas serta tempat untuk meminjam dana
bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas.
Adapun instrumen-instrumen likuiditas yang dapat dijalankan bank syariah dalam
rangka memenuhi kewajiban likuiditas, yaitu;
a. Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum
bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan olah
BankIndonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro Wajib
Minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip

8
kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrument moneter untuk mengendalikan
jumlah uang beredar.
Perhitungan GWM
Giro wajib minimum merupakan rasio antara saldo giro dari seluruh kanto Bank yang
tercatat pada Bank Indonesia setiap hari dengan rata-rata harian jumlah DPK
Bank . Perhitungan ini berlaku baik untuk GWM dalam rupiah maupun valuta asing:
Rumus perhitungan GWM:
GWMRupiah = 5 % x DPKt-2
GWMValas = 3 % x DPKt-2
Keterangan:
GWM = Giro Wajib Minimum
DPKt-2 = Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam satu masa laporan untuk periode
dua masa laporan sebelumnya.
Perhitungan persentase GWM dilakukan berdasarkan jumlah harian saldo giro pada
Bank Indonesia dan rata-rata harian jumlah DPK sebagai berikut:

Persentase GWM Jumlah Harian Saldo Giro Rata-rata DPK


Tanggal Tanggal Tanggal
1 s.d 7 1 s.d 7 16-23 bulan sebelumnya
8 s.d 15 8 s.d 15 24 s.d akhir bulan sebelumnya
16 s.d 23 16 s.d 23 1-7 bulan sebelumnya
24 s.d akhirbulan 24 s.d akhir bulan 8-15 bulan sebelumnya

Dana Pihak Ketiga bank yang dimaksudkan disini meliputi seluruh DPK dalam
Rupiah Maupun Valuta Asing pada kantor bank yang bersangkutan di Indonesia. DPK dalam
rupiah meliputi kewajiban kepada pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari:
Giro wadiah
Tabungan mudharabah
Deposito investasi mudharabah, dan
Kewajiban lainnya
DPK bank dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank
Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat
DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga
termasuk bank dan Bank Indonesia, yang terdiri dari:

9
Giro wadiah
Devosito investasi mudharabah, dan
Kewajiban lainnya
b. Kliring
Kliring adalah sarana perhitungan utang-piutang antar bank dengan cara saling
menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang guna memperlancar lalu lintas
pembayaran yang terdiri dari pengiriman uang, inkaso, dan pembukaan letter of kredit.
Ketentuan mengenai kliring yang berlaku bagi bank umum konvensional berlaku pula
bagi bank umum yng berdasarkan prinsip syariah, dengan beberapa perbedaan dan tambahan.
Ketentuan yang berlaku bagi bank berdasarkan prinsip syariah antara lain meliputi ukuran
besarnya sanksi pelanggaran saldo giro negatif dan tatacara pengenaan sanksi untuk bank-
bank bersaldo negatif.
1. Cara dan persyaratan opeserta kliring
Pada dasarnya persyaratan dan tata cara peserta kliring untuk kantor cabang syariah
dan bank umum konvensional diperlakukan sama dengan bank umum. Untuk menjadi peserta
kliring , kantor cabang syariah dapat berstatus sebagai peseta langsung (PL) atau peserta
tidak langsung. Peserta langsung adalah peserta kliring yang dalam pelaksanaan kliring lokal
dapat memperhitungkan warkat-warkat kliring dengan menggunakan identitas sendiri.
Sedangkan peserta tidak langsung adalah peserta yang yang turut serta dalam pelaksanaa
melalui peserta langsung yang menjadi induknya dari bank yang sama.
c. Pasar Uang Antar-Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS)
Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara pemilik dan pengguna dana
dapat berpotensi mengalami kekurangan atau kelebihan likuiditas. Kekurangan likuiditas
umumnya disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana,
sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat
tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan.

Dalam rangka peningkatan pengelolaan dana bank, yaitu pengelolaan kelebihan dan
kekurangan dana, perlu diselenggarakan Pasar Uang Antarbank. Agar bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan kegiatan syariah dapat juga mengelola kelebihan dan kekurangan
dana secara efisien, maka perlu Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS),
dan menggunakan piranti yang sesuai dengan prinsip syariah. Untuk saat ini, instrumen
keuangan untuk Pasar Uang Syariah yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yakni berupa:
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (Sertifikat IMA).
10
Berlakunya instrumen keuangan syariah IMA ini berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007. Tujuan diberlakukannya Sertifikat IMA ini
adalah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk
mengatur kebutuhan likuiditasnya. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifikat
IMA) didefinikan sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad
mudharabah.
Mudharabah, sesuai definisi pada Surat Edaran tersebut, adalah penanaman dana dari
pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss
sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang disepakat sebelumnya. Adapun karakteristik Sertifikat IMA :
1. Diterbitkan dengan akad mudharabah
2. Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing
3. Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat.
4. Mencantumkan informasi sedikitnya : nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka
waktu investasi, indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan
terakhir.
5. Berjangka waktu 1 hari sampai dengan 365 hari
6. Dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo.

d. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)


Selama ini kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian uang yang beredar ditempuh dengan pelaksanaan operasi pasar terbuka, yaitu
menambah atau mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat melalui bank-bank
konvensional. Dengan makin berkembangnya bank-bank yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah maka pengendalian uang dapat diperluas melalui bank-bank
tersebut.
Agar pelaksanaan operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat berjalan
dengan baik, maka perlu diciptakan suatu piranti pengendalian uang beredar yang sesuai
prinsip syariah dalam bentuk sertipikat wadiah bank Indonesia (swbi). Piranti tersebut dapat
dijadikan sarana penitipan jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan
likuiditas.

11
Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Jangka
waktu SWBI adalah satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang dinyatakan dalam jumlah
hari.7

PENGERTIAN MANAJEMEN ASET DAN LIABILITAS

Manajemen aset dan liabilitas adalah mengkoordinasikan portofolio asset atau


liabilitas bank guna memaksimalkan struktur neraca bank dan hasil yang dibagikan kepada
para pemegang saham dalam jangka panjang dengan memperhatikan kebutuhan likuiditas dan
prinsip kehati-hatian. Strategi manajemen asset dan liabilitas meliputi koordinasi karakteristik
keuntungan (return) dan resiko atas portofolio asset dan liabilitas bank. Risiko pada bank
tidak hanya tergantung pada karakteristik asset, melainkan juga pada karakteristik liabilitas
yang digunakan untuk mendanai asset tersebut.

Manajemen aktiva dan pasiva biasa disebut dengan Assets and Liability Management
(ALMA) sudah dapat dipastikan ada pada setiap bank. Kedua sisi neraca , yaitu sisi pasiva
yang menggambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang menggambarkan penggunaan
(alokasi) dan harus dikelola secara efisien, efektif, produktif dan liabilitas tersebut dengan
Management Asset dan Liabilitas yang di kenal dengan ALMA (Assets and Liability
Management)8.

Asset dan liabilitas pada setiap bank ini dikelola oleh Asset and Liability Committee
(ALCO) yang secara organisasi tidak terlihat dalam struktur organisasi, namun kegiatannya
ada dan dikelola dalam team work serta secara operasional umumnya berada di dalam di
dalam divisi treasury, yang dipimipin oleh wakil direktur utama atau direksi yang
membidangi divisi treasury dan kepala devisi treasury umumnya sebagai ketua pelaksana
dengan anggota yang berasal dari devisi treasury dan kepala divisi treasury umumnya sebagai
ketua pelaksana dengan anggota yang berasal dari devisi treasury, divisi kredit, devisi
reseachdan development, devisi pusat administrasi.

Keberadaan ALMA ini adalah untuk mengelola resiko-resiko yang mungkin timbul
dalam kegiatan bisnis sehari-hari yang dirancang sedemiian rupa sehingga dapat
memaksimumkan pendapatan sekaligus membatasi resiko asset dan liabilitas dengan

7
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, 2002
8
Veitzal Rivai, dkk. Bank And Financial Institution Management (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2007) hal 54
12
mematuhi ketentuan kebijakan moneter dan pengawasan bank melalui suatu organisasi yang
disebut ALMA.

Dalam pelaksanaanya, untuk menetapkan suatu kebijakan, ALMA membutuhkan


informasi yang cukup dan hasil analisis yang tepat. Informasi yang diperlukan terdiri dari
data eksternal dan internal.

ALMA ini berfungsi memberikan rekomendasi pada management bank agar dapat
memaksimalkan risiko yang dihadapi dan mengoptimalkan keuntungan serta tetap berada
dalam koridor sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, ALMA yang kuat dan
berkualitas akan memberikan landasan kuat dan jelas dalam menetapkan strategi bisnis bank.
Melalui ALMA ini diharapkan :

1. Adanya penerapan kebijakan bisnis yang jelas, terarah, dan teratur


2. Adanya arah dan tujuan yang jelas bagi management dalam proses pelaksanaan tugas
serta cara dalam menetapkan standar-standar operasional bank
3. Diperolehnya data yang akurat serta menjamin bahwa data tersebut dapat menunjang
keputusan ALMA
4. Berkualitasnya analisis yang dilakukan dalam memberikan berbagai alternative
srategi ALMAsebelum management mengambil keputusan
5. Memudahkan dalam manajemen likuiditas sehingga dana dapat dikelola dengan baik
pada suatu tingkat suku bunga tertentu agar senantiasa dapat memenuhi kewajiban
dan dapat memnfaatkan setiap peluang yang ada
6. Mampu meminimalkan gap sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan dan
memperkecil risiko
7. Mampu mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola valuta asing (terutama
ketika terjadi fruktuasi yang tinggi) dan mengelola gap untuk tiap-tiap mata uang dan
antar mata uang untuk menghasilkan keuntungan yang optimal dengan tetap
memerhatikan kemungkinan resiko yang terjadi
8. Mampu melakukan manajemen pricing secara tepat sebagai langkah strategi dalam
menetapkan tingkat suku bunga (kredit dan dana) dengan tetap memerhatikan gap dan
tidak mengganggu likuiditas

Management Asset

Management asset merupakan kaitan dari likuiditas, dimana memerlukan


pembangunan asset-aset sedemikian rupa sehingga aliran keluar dana (outflow of funds) dapat
diakomodasikan tanpa membuat penyesuaian dalam liabilitas. Likuditas suatu asset berasal
dari salah satu dari dua sumber yaitu :
13
1. Daya cair dari asset itu sendiri (self contained liquidity)
2. Daya jualnya (marketability)

Self contained liquidity menggambarkan tanggal jatuh temponya asset, sedangkan


marketability adalah kemampuan untuk menukarkan asset menjadi uang melalui penjualan
asset tersebut kepada investor lain di secondary market. Jadi likuiditas asset tergantung pada
tingkat kemudahannya untuk dikonversikan menjadi kas guna memperoleh dana yang
dibutuhkan.

Ditinjau dari segi perencanaan likuiditas, adalah penting untuk menyadari bahwa
tidak seua asset dalam segala kategori adalah likuid dalam arti bahwa bank dapat dengan
leluasa menggunakan asset tersebut untuk memenuhi kebutuhan dananya. Misalnya saldo
pada bank koresponden bisa likuid, tetapi juga bisa tidak likuid bila saldo tersebut merupakan
saldo minimum yang harus dipelihara untuk mengkompensasi layanan yang diberikan oleh
bank koresponden tersebut. Jadi saldo yang likuid adalah saldo di atas saldo minimum yang
harus dipenuhi seperti dipersyaratkan oleh bank koresponden.

Management Liabilitas

Selama dasawarsa 1960-an dan 1970-an terjadi perubahan dalam perencanaan


likuiditas, yang meninggalkan tekanan utama pada manajemen aset menuju ke tekanan pada
kedua sisi yaitu manajemen aset dan liabilitas. Para bankir melihat bahwa potensi sumber
likuiditas lainnya dapat dipakai, dana dapat dipinjam melalui peningkatan liabilitas seperti
halnya likuidasi aset.

Manajamen liabilitas merupakan kemampuan bank dalam menyediakan dana yang


cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan
kepada nasabah.

Sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan tentang manajemen aset, bank


harus mengurangi profibilitasnya untuk memenuhi likuiditas yang lebih besar pada portofolio
asetnya, juga ada biaya untuk memastikan likuiditas melalui portofolio liabilitas.
Ketergantungan pada dana pinjaman untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank berarti bank
cenderung harus membayar bunga yang lebih tinggi pada dana pinjaman (dibandingkan
dengan giro dan tabungan) dan juga akan mengalami variasi yang lebih besar dalam biaya
dana-dana.
14
Untuk menilai dampak manajemen liabiltas pada profibilitas bank, selisih antara
meningkatnya pendapatan pada portofolio aset dengan peningkatan biaya dana pinjaman dari
pasar terbuka harus dianalisis. Meningkatnya pendapatan dari portofolio aset terjadi karena
meningkatnya konsentrasi aset pada pinjaman dengan yeild tinggi. Meningkatnya biaya untuk
menjamin likuiditas melalui pinjaman dana diakibatkan oleh bunga pasar yang harus dibayar
atas dana tersebut.

Suatu bank yang memastikan dana dengan pinjaman harus membayar tingkat bunga
pasar. Dampak pemakaian manajemen liabilitas terhadap keuntungan bank tergantung pada
karakteristik aset yang didanai dengan dana-dana pinjaman. Bila bank menggunakan dana-
dana pinjaman untuk mendukung pinjaman jangka panjang dengan tingkat bunga tetap, maka
keuntungan bank akan bervariasi sesuai dengan variasi yang terdapat pada tingkat bunga
pasar. Bila bank menggunakan dana pinjaman untuk mendanai aset yang pendapatannya juga
berfluktuasi sesuai dengan tingkat bunga pasar, maka tidak berdampak pada keuntungan.

Meningkatnya kepercayaan pada manajemen liabilitas telah mengurangi tekanan


likuiditas dan memungkinkan bank untuk menggunakan dana-dana dengan persentase yang
lebih besar untuk aset mereka dengan yield yang lebih tinggi. Pada saat yang sama
meningkatnya penggunaan dana-dana pinjaman telha berkompilikasi pada proses pengelolaan
portofolio bank. Untuk memastikan profitabilitas dan meminimalkan risiko, bank harus
secara simultan mengelola jangka waktu (maturity), tingkat pendapatan/biaya (rate) dan
karakteristik volume dalam portofolio aset dan liabilitas. Hal ini mendorong pengembangan
strategi pengelolaan interest margin, yang didesain untuk mengkoordinasikan dan
karakteristik volume dari portofolio aset dan liabilitas.

Menurut tingkat kepekaannya ALMA dibagi menjadi dua jenis :

1. Rate sensitivee asset-liabilities


Asset yang digolongkan sebagai rate sensitive asset (RSA) adalah semua asset,
termasuk asset dengan bunga tetap (fixed rate), yang mempunyai jatuh tempo kurang
dari 1bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau asset dengan bunga mengambang yang harus
diperbarui setiap 1,3 atau 6 bulan
2. Fixed rate asset liabilities
Fixed rate asset liabilities adalah semua asset dan liabilitas yang mempunyai jatuh
tempo atau dapat diperbarui tingkat bunganya lebih dari 6 bulan dan tidak termasuk
dalam golongan RSA dan RSL
15
Dalam mengelola asset dan liabilitas bank ada dua pendekatan yang sering
digunakan, yaitu :

1. Pool of funds approach


Pendekataan ALMA ini didasarkan pada asumsi bahwa dana bank yang diperoleh dari
berbagai sumber diperlukan sebagai dana bank yang diperoleh dari berbagai sumber
diperlukan sebagai dana tunggal sehinga sumber dana tidak lagi dapat diidentifikasi
secara individual. Oleh karena itu, dana yang dikelola bank menurut pendekatan ini
tidak lagi dibedakan jenis dan sifat sumber dana, jangka waktu serta biaya dan
masing-masing bank. Selanjutnya dana tersebut dialokasikan ke dalam berbagai
bentuk berdasarkan prioritas dan strategi penggunaan dana bank
2. Aset Allocation Apporoach
Asset allocation approach merupakan koreksi atas konsep pendekatan asset-liabilitas
yang sebelumnya, konsep ini sering sering disebut dengan conversion of funds
approach, pada dasarnya konsep ini menyatakan bahwa tidaklah realistis menganggap
total dana yang dihimpun bank merupakan suatu sumber dana tunggal, karena dalam
kenyataanya masing-masing sumber dana memiliki sifat sendiri, oleh karena itu,
dalam prioritas pengalokasiannya, sumber-sumber dana harus diperlakukan secara
induvidu dengan mempertimbangkan karakteristik masinng-masing sumber dana.
Dana yang dimiliki sifat perputaran cukup tinggi hendaknya penggunaannya
diprioritaskan dalam cadangan primer dan sekunder. Sedangkan dana yang
perputarannya relative rendah pengalokasiannya dapat diprioritaskan pada pemberian
kredit dan aktiva jangka panjang lainnya.

RUANG LINGKUP MANAJEMEN ASET DAN LIABILITAS

Manajemen dana mencakup semua kegiatan bank yang dapat dilihat dalam pos-pos
sisi aktiva maupun pasiva. Pengelolaan dana dari sisi asset ataupun aktiva lazm di kenal
dengan Aset Management. Sementara itu, pengelolaan sumber dana secara keseluruhan
adalah Liability Management ini yang terbagi tiga bagian, yaitu :

1. Pengelolaan sumber dana yang berasal dari pihak ketiga yang disebut Deposit
Management
2. Dana yang berasal dari pihak kedua disebut Borrowing
3. Pengelolaan dana yang berasal dari modal sendiri yang disebut Capital
Management

16
Perkembangan ekonomi dan moneter yang berfruktuasi serta persaingan bisnis
antarbank yang sangat ketat berpengaruh langsng terhadap manajemen asset dan liabilitas.
Keadaan tersebut menyebabkan timbulnya dilema dalam pengelolaannya pada bank, yaitu
antara mengutamakan pofitabilitas di satu sisi dan likuiditas atau keamanan disisi lain.
Beberapa alasan perlunya asset dan liabiltas dikelola ;

1. Tingkat suku bunga


2. Perubahan struktur sumber dana
3. Meningkatnya kebutuhan modal
4. Persaingan yang ketat antar bank
5. Perkembangan sistem informasi
6. Meningkatnya peran pemerintah
7. Ketersediaan dana di pasar uang
8. Perubahan komposisi aktiva
9. Bermunculannya berbagai lembaga keuangan

APLIKASI ALMA PADA BANK ISLAM

Sebagaimana bank konvensional, bank syariah pun merupakan lembaga intermediasi


antara penabung dan investor. Perbedaan pokok antara bank Syariah dan bank Konvensional
terletak pada dominasi prinsip bagi hasil dan berbagi risiko (profil and loss sharing) yang
melandasi sistem operasionalnya. Hal ini antara lain tercermin pada beberapa karakteristik
berikut :

1. Berbeda dengan bank konvensional, bank Islam hanya menjamin pembayaran


kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan(wadiah), tetapi tidak
menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito
(investment/mudharabah deposit). Bank islam juga tidak menjamin keuntungan
atas deposito. Mekanisme pengaturan realisasi pembagian keuntungan final atas
deposito pada bank Syariah tergantung pada kinerja bank, tidak sebagaimana bank
konvensional yang menjamin pembayaran keuntungan atas deposito berdasarkan
tingkat bunga tertentu.

2. Sistem operasional bank Islam berdasarkan pada sistem equity di mana setiap
modal adalah berisiko. Oleh karena itu hubungan kerja sama antara bank Islam
dengan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko
(profit and loss sharing/LPS).

17
3. Hasil akhirdari manajemen aset/liabilitas itu akan bermuara pada kemampuan
untuk menutup kerugian dan penyediaan kecukupan modal, trend pendapatan
yang semakin baik, komposisi pendapatan bersih (net income) yang semakin baik.

4. Assets/liability management bank Islam lebih banyak bertumpu pada kualitas aset,
dan hal itu akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan daya tariknya
kepada nasabah untuk menginvestasikan dananya melalui bank tersebut, yang
berarti meningkatkan kualitas pengelolaan liabilitasnya. Kemampuan manajemen
untuk melaksanakan fungsinya sebagai professional investment manager akan
sangat menentukan kualitas aset yang dikelolanya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Manajemen likuiditas di bank syariah merupakan bagian dari asset dan liability
management yang secara umum bertujuan untuk menjaga likuiditas suatu Bank Syariah agar
kegiatan operasional tetap berjalan dan kepercayaan masyarakat terjaga.

Pengelolaan likuiditas bertujuan untuk mengoptimalisasi penggunaan dana agar tidak


terjadi idle fund yang besar dan tidak terjebak dalam kesulitan likuiditas. Untuk itu estimasi
kebutuhan dana likuiditas yang diperoleh melalui proyeksi arus kas menjadi sangat penting.

Instrumen keuangan yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas


seperti (i) menjual instrumen jangka pendek untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek, (ii)
menjual instrumen jangka panjang untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek, dan (iii)
meminjam dana jangka pendek. berkenaan dengan opsi pertama, ada beberapa alternatif
seperti sertifikat deposito (NCD), pembelian kembali sertifikat deposito (CD), banks
acceptance (BA), treasury bills (T-bills), sertifikat bank sentral, dan penempatan antar bank.

Asset dan liability manajemen adalah proses pengendalian aktiva dan pasiva secara
terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank. Asset dan liability
manajemen merupakan kebijakan dan strategi jangka pendek dalam pencapaian rencana
tahunan. Dilihat dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa Asset dan
Liability Manajemen (ALMA) adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan melalui pengumpulan, proses, analisa, laporan, dan menetapkan strategi terhadap
asset dan liability guna mengeliminasi risiko antara lain risiko likuiditas, risiko bunga bank,
18
risiko nilai tukar, risiiko portepel atau risiko operasional dalam menunjang pencapaian
keuntungan bank.

ALMA ini berfungsi memberikan rekomendasi pada manajemen bank agar dapat
meminimalkan risiko yang dihadapi dan mengoptimalkan keuntungan serta tetap dalam
koridor sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, ALMA yang kuat dan berkualitas
akan memberikan landasan kuat dan jelas dalam menetapkan strategi bisnis bank.

Dengan adanya ALMA ini, semakin disadari betapa pentingnya suatu bank mengelola
likuiditas secara baik, terutama untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh
adanya kekurangan dana seingga dalam memenuhi kewajibannya, bank terpaksa harus
mencari dana dengan suku bunga yang lebih inggi dari suku bunga pasar, atau bank terpaksa
menjual sebagian asetnya dengan risiko menderita rugi yang relatif besar.

Saran
Dalam penulisan serta pembahasan makalah ini masih banyak kekurangan di
dalamnya . Oleh sebab itu kami membutuhkan saran pembaca terkait makalah kami . Agar
kami dapat memperbaikinya dalam makalah kami selanjutnya .

19
Daftar Pustaka

Yahia Abdul-Rahman, ISLAMIC INSTRUMENTS FOR MANAGING LIQUIDITY ,


International Journal of Islamic Financial Services Vol. 1 No.1

Rifki Ismal, Managing the Demand and Supply of Liquidity in Islamic Banking (case of
Indonesia )access on June 1st 2011, http://www.iefpedia.com/english/wp-
content/uploads/2010/03/Managing-the-demand-and-supply-of-liquidity-in-islamic-banking-
Case-of-Indonesia-Dr.-Rifki-Ismal.pdf

Ismal, Rifki (2010) The Management Of Liquidity Risk In Islamic Banks: The Case Of
Indonesia. Doctoral thesis, Durham University. Available at Durham E-Theses Online:
http://etheses.dur.ac.uk/550/

Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical Analysis,


November 2010

Drs. Muhammad, M.Ag.,2002, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Veitzal Rivai, dkk. Bank And Financial Institution Management (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2007) hal 54

iii

Anda mungkin juga menyukai