Anda di halaman 1dari 20

Manajemen Likuiditas

Dosen Pengampu :

Eris Tri Kurniawati, SE.,MM.Ak.,CA

Nama Penulis :

Eka Mya Auddina (201410510311052)

EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikan
bumi beserta isinya dengan begitu sempurna serta hidayah Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan dengan mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul Manajemen
Likuiditas untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Dana Bank. Ucapan terima
kasih dan rasa hormat Penulis kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.Akhir kata, Penulis sampaikan bahwa tiada makalah
yang sempurna tanpa uluran tangan pemerhatinya. Oleh karena itu, kritik serta saran sangat
Penulis harapkan dari pembaca sekalian yang bersifat membangun, agar demi lebih baiknya
kinerja kami yang akan mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu
pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 12 April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang.............................................................................................................1

Rumusan Masalah........................................................................................................1

Tujuan Penulisan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

Manajemen Likuiditas dan Kosepnya .........................................................................3

Manajemen Likuiditas di bank Syariah..................................................................... 5

Instrumen Likuiditas Bank Syariah ........................................................................... 8

Perhitungan Rasio Likuiditas .................................................................................... 12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...................................................................................................................
13

Saran.............................................................................................................................
13

Daftar Pustaka..........................................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan pokok industri perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana kepada masyarakat. Dana yang dikumpulkan oleh bank masuk ke
dalam pasiva, sementara dana yang disalurkan kepada masyarakat masuk dalam aktiva.
Aktiva dan pasiva adalah dua sisi dari pos keuangan bank, baik dalam bentuk kekayaan
ataupun menggambarkan posisi utang, kewajiban dan moal bank. Keduanya harus mencapai
keseimbangan, dimana faktor yang dapata menyeimbangkan diantara keduanya, dalam
bentuk Rugi dan Laba bank yang bersangkutan.

Manajemen aktiva dan pasiva yang disebut pula dengan Assets and Liability
Management (ALMA) sudah dipastikan ada pada setiap bank. Kedua sisi neraca, yaitu sisi
pasiva yang mengambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang mengambarkan penggunaan
(alokasi) dana harus dikelola secara efisien, efektif, produktif, dan seoptimal mungkin karena
merupakan bisnis utama bagi setiap bank. Pengelolaan aset dan liabilitas tersebut juga disebut
dengan Manajemen Aset dan Liabilitas yang dikenal dengan ALMA (Asset and Liability
Management). Aset dan liabilitas pada setiap bank ini dikelola oleh Assets and Liability
Committee (ALCO) yang secara organisasi .

Manajemen likuiditas merupakan bagian dari kerangka manajemen risiko industri


keuangan yang lebih besar, yang berhubungan dengan seluruh lembaga keuangan baik
konvensional maupun syariah. Kegagalan dalam manajemen risiko memiliki konsekuensi
yang mengerikan, termasuk kolapsnya bank dan pada gilirannya menyebabkan
ketidakstabilan sistem keuangan. Pada kenyataannya, sebagian besar kegagalan bank
disebabkan kesulitan mengelola masalah-masalah likuiditasnya. Ini juga yang menjadi alasan
mengapa regulator sangat menaruh perhatian dengan posisi likuiditas suatu lembaga
keuangan dan pemikiran regulator saat ini berpusat pada seputar penguatan kerangka kerja
likuiditas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Likuiditas dan Bagaimana konsep dari
Manajemen Likuiditas?
2. Bagaimana Manajemen Likuiditas di Bank Syariah?
3. Bagaimana Instrumen Likuiditas Bank Syariah?
1
4. Bagaimana perhitungan rasio likuiditas?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Manajemen Likuiditas dan Bagaimana konsep dari Manajemen
Likuiditas.
2. Untuk mengetahui Manajemen Likuiditas di Bank Syariah

3. Untuk mengetahui Instrumen Likuiditas Bank Syariah

4. Untuk mengetahui Bagaimana perhitungan rasio Likuiditas

2
BAB II

PEMBAHASAN

Manajemen Likuiditas dan Konsepnya

Menurut teori intermediasi keuangan, dua alasan yang paling penting terhadap
keberadaan lembaga keuangan, khususnya bank, adalah penyediaan likuiditas dan jasa
keuangan. Mengenai penyediaan likuiditas, bank menerima dana dari deposan dan
menyalurkannya ke sektor riil, dan pada saat yang sama menyediakan likuiditas untuk setiap
penarikan dana simpanan. Namun peran bank dalam mentransformasikan simpanan jangka
pendek menjadi pinjaman jangka panjang membuat mereka rentan secara inheren terhadap
risiko likuiditas (Bank For International Settlement (BIS), 2008 b:1)

Likuiditas adalah kemampuan menjual asset dalam waktu singkat dengan kerugian
yang paling minimal. Asset-asset likuid adalah asset yang dipegang dalam bentuk tunai atau
yang diinvestasikan dalam suatu instrumen yang dapat diubah menjadi bentuk tunai seperti
simpanan berupa giro, deposito dan investasi pada sekuritas pemerintah yang likuid
berjangka pendek1.

Pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan dunia
bisnis secara umum. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah
seluruh asset menjadi kas/tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah
kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.

Risiko likuiditas muncul sebagai salah satu risiko yang paling penting dimana bank
perlu menanganinya untuk menghindari kerugian jika tidak dikelola dengan dengan baik.
Risiko likuiditas didefinisikan secara luas sebagai potensi kehilangan bagi bank yang muncul
dari ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kewajiban atau untuk mendanai kenaikan
asset saat jatuh tempo tanpa menimbulkan biaya atau kerugian yang tidak dapat diterima
(Greuning and Bratanovic, 1999).

Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif memutuskan untuk menarik dana
mereka dalam jumlah yang lebih besar daripada dana yang dimiliki bank (Hubbard,
2002:323), atau ketika peminjam gagal untuk memenuhi kewajiban keuangan kepada bank.
Dengan kata lain, risiko likuiditas terjadi dalam dua kasus. Pertama, muncul secara simetris

1
Yahia Abdul-Rahman, ISLAMIC INSTRUMENTS FOR MANAGING LIQUIDITY , International
Journal of Islamic Financial Services Vol. 1 No.1
3
kepada debitur dalam hubungannya dengan bank, misalnya ketika bank memutuskan untuk
menghentikan kredit namun debitur tidak mampu membelinya. Kedua, muncul dalam
konteks hubungan bank dengan deposan, misalnya ketika deposan memutuskan untuk
menarik simpanan mereka tetapi pihak bank tidak mampu memenuhinya (Greenbaum dan
Thakor, 1995:137).

Dalam prakteknya, bank menemui ketidakseimbangan (gap) antara sisi asset dan
liabilitas yang perlu diseimbangkan karena secara nature bank menerima liabilitas dalam
bentuk likuid tetapi menginvestasikannya dalam bentuk asset tidak likuid (Zhu, 2001). Jika
bank gagal untuk menyeimbangkan gap tersebut terjadilah risiko likuiditas, yang diikuti
dengan beberapa konsekuensi yang tidak diinginkan seperti risiko kepailitan (insolvency) ,
risiko bail out pemerintah, dan risiko reputasi. Kegagalan manajemen likuiditas disebabkan
oleh kuatnya tekanan likuiditas, penyiapan instrumen likuid bagi bank, kondisi bank pada
saat tekanan likuiditas, dan ketidakmampuan bank untuk menemukan sumber likuid internal
mapun eksternal.

Likuiditas dapat dibagi ke dalam dua jenis: likuiditas asset, yakni ketidakmampuan
untuk menjual asset pada harga pasar saat itu, dan instabilitas likuiditas dari suatu liabilitas
(LIL), yang mengacu kepada ketidakmampuan untuk menilai kecukupan dana untuk
memenuhi kewajiban bayar secara tepat waktu (instabilitas simpanan dasar dalam periode
yang lama).

Manajer bank harus berusaha untuk memaksimalkan return bank dari asset total yang
diinvestasikan. Akan tetapi manajemen bank juga dihadapkan pada kebutuhan untuk
memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi jika terjadi mismatch maturitas dari asset
dan liabilitas. Risiko likuiditas bank syariah terutama sebagian besar berasal dari kekurangan
karena pendanaan jangka panjang.

Bank dengan profil likuiditas yang kuat harus mampu bertahan. Sebagian besar dana
lembaga keuangan islami berasal dari rekening investasi melalui kontrak profit loss sharing
(PLS) tanpa kewajiban tetap yang melekat padanya. Sebaliknya masalah adalah kelebihan
likuiditas. Bank syariah harus berhati-hati mengenai struktur maturitas asset mereka. Agar
tetap solven, bank perlu untuk memelihara asset bersifat jangka pendek.

Sebagai lembaga keuangan, bank harus mengelola penawaran dan permintaan


likuiditas dengan tepat agar dapat menjalankan usahanya secara aman, menjaga hubungan
baik dengan pemangku kepentingan dan menghindari masalah risiko likuiditas. Risiko
4
likuiditas biasanya terjadi karena kegagalan dalam pengelolaan dana atau kondisi ekonomi
yang kurang kondusif yang menyebabkan likuiditas tak terduga karena penarikan dana oleh
para nasabah. Manajemen likuiditas yang kuat (robust) merupakan tantangan tersendiri dan
juga sulit dalam sistem ekonomi yang kompetitif dan terbuka dengan pengaruh eksternal
yang kuat serta pelaku pasar yang sensitif (lihat Gambar 1). Pada dasarnya kegagalan bank
dalam lingkungan keuangan global saat ini terjadi karena kurang memadainya sistem
manajemen likuiditas dalam memecahkan situasi yang merugikan (Goldman, 2007)2.

Manajemen likuiditas di bank syariah

Dua penyebab utama risiko likuiditas adalah ketidakseimbangan asset dan liabilitas
dan mismatch maturitas yang dapat terjadi karena dua kondisi (Helmen et.al, 1994:164-165):
(a) aktiva lancar yang tersedia dalam porsi yang lebih besar daripada liabilitas volatile yang
dikenal sebagai gap likuiditas, atau (b) jumlah dana perkiraan yang diperlukan pada sisi

2
Rifki Ismal, Managing the Demand and Supply of Liquidity in Islamic Banking (case of
Indonesia )access on June 1st 2011, http://www.iefpedia.com/english/wp-
content/uploads/2010/03/Managing-the-demand-and-supply-of-liquidity-in-islamic-
banking-Case-of-Indonesia-Dr.-Rifki-Ismal.pdf
5
aktiva lebih tinggi dari jumlah dana perkiraan yang tersedia pada sisi liabilitas, yang dikenal
sebagai kebutuhan likuiditas (lihat gambar 2)3

Pengelolaan risiko likuiditas merupakan salah satu tantangan paling penting bagi
bank-bank islam karena dilarangnya instrumen-instrumen berbasis riba. Hanya sedikit
instrumen refinancing tanpa riba yang dapat digunakan, seperti pasar uang antarbank.
Dalam kondisi ini bank-bank islam tidak memiliki kemungkinan yang komprehensif yang
dapat dilakukan, khususnya dalam hal transformasi jangka waktu dan risiko sebagai dua
fungsi utama dari lembaga intermediasi keuangan (lihat Bitz 2005, Oehler 2006)4. Fungsi-
fungi intermediasi ini juga mengimplikasikan transformasi likuiditas. Langkah-langkah
rintisan untuk mengatasi batasan pengelolaan likuiditas bank-bank islam dengan
3
ISMAL, RIFKI (2010) THE MANAGEMENT OF LIQUIDITY RISK IN ISLAMIC BANKS: THE CASE
OF INDONESIA. Doctoral thesis, Durham University. Available at Durham E-Theses Online:
http://etheses.dur.ac.uk/550/
4
Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical
Analysis, November 2010

6
memasukkan pasar modal dan pasar uang yang sesuai dengan ketentuan syariah telah
dilakukan di Malaysia, Bahrain dan Arab Saudi. Akan tetapi, sektor keuangan islam perlu
melanjutkan inovasinya pada tingkat portofolio produk, pada tingkat kelembagaan dan
peraturan untuk memecahkan masalah keterbatasan dalam refinancing bank.

Meskipun profit dan loss sharing merupakan prinsip utama syariah, kontrak
pendapatan tetap jangka pendek umumnya masih mendominasi portofolio produk bank-bank
islam. Bagi hasilnya bisa melebihi 80% dari seluruh portofolio produk pada sisi asset,
sehingga portofolio memperlihatkan diversifikasi dan struktur risiko yang rendah. Hal ini
umumnya terjadi karena kebanyakan bank-bank islam memediasi di negara-negara dengan
lingkungan hukum, kelembagaan dan keuangan yang rendah. Hal ini biasanya menyebabkan
tingkat asimetri informasi yang tinggi dan perilaku oportunistik (moral hazard, hidden action)
dari para pelaku pasar serta kendala likuiditas dan tingginya biaya modal bagi lembaga-
lembaga perantara keuangan yang disebabkan oleh segmentasi pasar
(lihat Aggarwal dan Yousef 2000, Chong dan Liu 2007, Akacem 2008, Visser 2009, Al-
Hasan et al. 2010, Choudury dan Hoque 2006)5. Sebagai akibatnya, preferensi terhadap bank-
bank islam bersifat rasional dan reaksi optimal, bahkan terhadap alternatif kontrak
pembiayaan ekuitas dengan sistem keuangan ganda (dual system) dengan kemungkinan buruk
pemilihan diantara keduanya. Tetapi dengan instrumen mark-up yang digunakan dalam
prakteknya yang sering dikritisi oleh pakar syariah dan pakar ekonomi karena dianggap dekat
dengan instrumen berbasis-bunga sehingga dianggap tidak berbeda dari perspektif fungsional
(lihat khan dan Ahmed, 2001, El_Gamal, 2001, Rosly 2005, Sundararajan 2007, Chapra,
2007, Cihak dan Hesse, 2008)6. Bank-bank islam biasanya memiliki rata-rata rasio ekuitas
yang lebih tinggi. Jadi, rata-rata rasio ekuitas yang tinggi merupakan respon terhadap
terbatasnya sumber pembiayaan yang kemudian membentuk cadangan modal tambahan
sebagai antisipasi terhadap terjadinya default.

Penggunaan murabahah yang dijamin dengan komoditi dan pembiayaan dagang


jangka pendek memungkinan bank-bank syariah untuk menginvestasikan surplus kas jangka
pendek. Bank syariah harus mencoba untuk tidak tergantung kepada beberapa depositor
besar, sebaliknya mereka harus mencoba untuk memobilisasi simpanan mereka dari depositor
lainnya, melakuan diversifikasi sumber-sumber simpanan. Kelebihan likuiditas bank syariah
tidak dapat dengan mudah ditransfer ke bank konvensional karena bank syariah tidak
5
Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical
Analysis, November 2010
6
ibid
7
menerima konsep tentang riba; akan tetapi di sini ada suatu ruang untuk pertukaran surplus
dana diantara bank syariah. Semakin besar jumlah bank syariah dan semakin lebar
aktivitasnya, akan semakin besar pula lingkup kerjasama dalam bidang ini.

Maturitas investasi bank-bank harus dipelajari dengan baik melalui identifikasi


kekurangan likuiditas di masa depan dengan menyusun ladder maturitas berdasarkan waktu
yang tepat. Bank syariah mengklasifikasikan arus-arus kas termasuk di dalamnya metode
perilaku, dan dapat mempertimbangkan dengan membedakan jenis arus kas sebagai arus kas
yang telah diketahui maturitasnya dan jumlahnya telah diketahui sebelumnya. Kategori ini
mencakup piutang dari murabahah, ijarah, piutang dan berkurangnya musyarakah.
Bank syariah harus membuat analisa arus kas secara periodik pada berbagai skenario
dan kondisi pasar. Skenario dapat divariasi tergantung pada kondisi pasar lokal, dan dapat
berdasar (a) lingkungan operasi normal, (b) skenario terburuk. Analisa harus memasukkan
asumsi mengenai pembayaran kembali modal yang telah diinvestasikan kepada pemegang
deposito PLS. Bank syariah harus menilai pengaruh tingkat ketergantungan mereka terhadap
dana dari pemegang rekening.

Instrumen Likuiditas Bank Syariah


Untuk mengatasi masalah likuiditas dalam dunia perbankan, baik itu bersifat
kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak sekali cara yang bisa
digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa mengatasinya dengan cara
menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti sukuk dan lainnya. Selain itu juga, untuk
mengatasi masalah likuiditas antar bank, maka BI dan Perhimpunan Bank Umum Nasional
(PERBENAS) bekerja sama membentuk pooling fund, yang berfungsi sebagai wadah untuk
penyimpanan dana bagi bank yang kelebihan likuiditas serta tempat untuk meminjam dana
bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas.
Adapun instrumen-instrumen likuiditas yang dapat dijalankan bank syariah dalam
rangka memenuhi kewajiban likuiditas, yaitu;
a. Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum
bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan olah
BankIndonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro Wajib
Minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip

8
kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrument moneter untuk mengendalikan
jumlah uang beredar.
Perhitungan GWM
Dengan kebijakan moneter contohnya seperti penetapan besarnya Giro Wajib Minimum
(GWM) yang semula 8% menjadi 6,5% ini untuk GWM Primer, sedangkan GWM sekunder
semula 4,5% menjadi 5%.

Dalam perhitungan GWM LFR Bank Indonesia menetapkan besaran dan parameter yang
digunakan (PBI No.18/14/PBI/2016) sebagai berikut:

1. Batas bawah LFR Target sebesar 80% .


2. Batas atas LFR Target sebesar 92%.
3. KPMM Insentif sebesar 14%
4. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu)
5. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua).
Selain itu juga insentif diberikan kepada Bank, jika rasio Kredit UMKM lebih cepat dari
waktu tahapan yang telah ditetapkan, maka baras atas LFR menjadi 94%.

Contoh perhitungan GWM LFR dalam Rupiah (LFR diatas 80%):


Total DPK dalam Rupiah (rata-rata harian) dalam masa laporan sejak tanggal 8 November
sampai dengan tanggal 15 November 2016 yang dimiliki Bank ABFII sebesar
Rp.100.000.000.000.000,00 dan LFR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8 November
sampai dengan tanggal 15 November 2016 sebesar 90%.Berdasarkan data tersebut diatas
maka besarnya GWM dalam Rupiah harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 November
sampai dengan tanggal 30 November 2016 yang wajib dipenuhi Bank adalah:

a. GWM Primer sebesar 6,5% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp.6.500.000.000.000,-


dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

b. GWM Sekunder sebesar 4% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp. 4.000.000.000.000,-


dipenuhi dalam bentuk SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve.

c. GWM LFR sebesar 0% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp. 0,- (karena LFR pada kisaran
batas bawah 80% dan batas atas 92%).

Contoh perhitungan GWM LFR dalam Rupiah (LFR dibawah 80%):


Total DPK rata-rata harian yang dimiliki Bank ABFII dalam Rupiah dalam masa laporan
sejak tanggal 8 November sampai dengan tanggal 15 November 2016 sebesar
Rp.100.000.000.000.000,- dan LFR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8 November
sampai dengan tanggal 15 November 2016 sebesar 78%.

Berdasarkan pada data selama periode tersebut, maka besarnya GWM dalam Rupiah harian
untuk masa laporan sejak tanggal 24 November sampai dengan tanggal 30 November 2016
yang wajib dipenuhi Bank adalah:

a. GWM Primer sebesar 6,5% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp. 6.500.000.000.000,- wajib


dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

b. GWM Sekunder sebesar 4% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp4.000.000.000.000,- dapat


dipenuhi dalam bentuk SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve.
9
c. GWM LFR sebesar 0,2% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp.200.000.000.000,- harus
dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

Contoh perhitungan GWM LFR dalam Rupiah (LFR diatas 92% ):


Total DPK rata-rata harian yang dimiliki Bank ABFII dalam Rupiah dalam masa laporan
sejak tanggal 8 Novembersampai dengan tanggal 15 November 2016 sebesar
Rp100.000.000.000.000,- sementara LFR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8
November sampai dengan tanggal 15 November 2016 sebesar 97% dan KPMM Bank
posisi akhir bulan Juni 2016 sebesar 12%.

Berdasarkan data diatas, maka parameter disinsentif atas dapat dihitung sebagai berikut :

Parameter Disinsentif Atas x (LFR Bank batas atas LFR Target) x DPK dalam Rupiah

= 0,2 x (97% 92%) x DPK dalam Rupiah

= 0,2 x 5% x DPK dalam Rupiah

= 1% x DPK dalam Rupiah

Dengan demikian besarnya GWM dalam Rupiah harian untuk masa laporan sejak tanggal 24
November sampai dengan tanggal 30 November 2016 yang wajib dipenuhi Bank adalah:

a. GWM Primer sebesar 6,5% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp.6.500.000.000.000,- wajib


dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

b. GWM Sekunder sebesar 4% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp.4.000.000.000.000- dapat


dipenuhi dalam bentuk SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve.

c. GWM LFR sebesar 1% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp.1.000.000.000.000,- harus


dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

Contoh perhitungan GWM LFR dalam Rupiah (LFR100% dan KPMM 15%) ::
Total DPK rata-rata harian yang dimiliki Bank ABFII dalam Rupiah dalam masa laporan
sejak tanggal 8 November sampai dengan tanggal 15 November 2016 sebesar
Rp.100.000.000.000.000,- dan LFR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8 November
sampai dengan tanggal 15 November 2016 sebesar 100% dan KPMM Bank posisi akhir
bulan Juni 2016 sebesar 15%.

KPMM Insentif ditetapkan sebesar 14% (empat belas persen). LFR Bank lebih besar dari
batas atas LFR Target dan KPMM Bank lebih besar dari KPMM Insentif, sehingga GWM
LFR dalam Rupiah harian Bank ABFII untuk masa laporan sejak tanggal 24 November
sampai dengan tanggal 30 November 2016 adalah sebesar 0% dari DPK dalam Rupiah

Berdasarkan data tersebut maka perhitungan GWM dalam Rupiah harian untuk masa laporan
sejak tanggal 24 November sampai dengan tanggal 30 November 2016 yang wajib
dipenuhi adalah :

a. GWM Primer sebesar 6,5% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp.6.500.000.000.000,- wajib


dipenuhi dalam bentuksaldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

10
b. GWM Sekunder sebesar 4% X Rp. 100.000.000.000.000,- = Rp4.000.000.000.000,00
dapat dipenuhi dalam bentuk SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve.

c. GWM LFR sebesar 0% X Rp. 100.000.000.000.000,- Rp. 0,-

Dana Pihak Ketiga bank yang dimaksudkan disini meliputi seluruh DPK dalam
Rupiah Maupun Valuta Asing pada kantor bank yang bersangkutan di Indonesia. DPK dalam
rupiah meliputi kewajiban kepada pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari:
Giro wadiah
Tabungan mudharabah
Deposito investasi mudharabah, dan
Kewajiban lainnya
DPK bank dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank
Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat
DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga
termasuk bank dan Bank Indonesia, yang terdiri dari:
Giro wadiah
Devosito investasi mudharabah, dan
Kewajiban lainnya
b. Kliring
Kliring adalah sarana perhitungan utang-piutang antar bank dengan cara saling
menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang guna memperlancar lalu lintas
pembayaran yang terdiri dari pengiriman uang, inkaso, dan pembukaan letter of kredit.
Ketentuan mengenai kliring yang berlaku bagi bank umum konvensional berlaku pula
bagi bank umum yng berdasarkan prinsip syariah, dengan beberapa perbedaan dan tambahan.
Ketentuan yang berlaku bagi bank berdasarkan prinsip syariah antara lain meliputi ukuran
besarnya sanksi pelanggaran saldo giro negatif dan tatacara pengenaan sanksi untuk bank-
bank bersaldo negatif.
1. Cara dan persyaratan opeserta kliring
Pada dasarnya persyaratan dan tata cara peserta kliring untuk kantor cabang syariah
dan bank umum konvensional diperlakukan sama dengan bank umum. Untuk menjadi peserta
kliring , kantor cabang syariah dapat berstatus sebagai peseta langsung (PL) atau peserta
tidak langsung. Peserta langsung adalah peserta kliring yang dalam pelaksanaan kliring lokal
dapat memperhitungkan warkat-warkat kliring dengan menggunakan identitas sendiri.

11
Sedangkan peserta tidak langsung adalah peserta yang yang turut serta dalam pelaksanaa
melalui peserta langsung yang menjadi induknya dari bank yang sama.
c. Pasar Uang Antar-Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS)
Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara pemilik dan pengguna dana
dapat berpotensi mengalami kekurangan atau kelebihan likuiditas. Kekurangan likuiditas
umumnya disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana,
sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat
tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan.

Dalam rangka peningkatan pengelolaan dana bank, yaitu pengelolaan kelebihan dan
kekurangan dana, perlu diselenggarakan Pasar Uang Antarbank. Agar bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan kegiatan syariah dapat juga mengelola kelebihan dan kekurangan
dana secara efisien, maka perlu Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS),
dan menggunakan piranti yang sesuai dengan prinsip syariah. Untuk saat ini, instrumen
keuangan untuk Pasar Uang Syariah yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yakni berupa:
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (Sertifikat IMA).
Berlakunya instrumen keuangan syariah IMA ini berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007. Tujuan diberlakukannya Sertifikat IMA ini
adalah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk
mengatur kebutuhan likuiditasnya. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifikat
IMA) didefinikan sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad
mudharabah.
Mudharabah, sesuai definisi pada Surat Edaran tersebut, adalah penanaman dana dari
pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss
sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang disepakat sebelumnya. Adapun karakteristik Sertifikat IMA :
1. Diterbitkan dengan akad mudharabah
2. Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing
3. Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat.
4. Mencantumkan informasi sedikitnya : nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka
waktu investasi, indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan
terakhir.
12
5. Berjangka waktu 1 hari sampai dengan 365 hari
6. Dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo.

d. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)


Selama ini kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian uang yang beredar ditempuh dengan pelaksanaan operasi pasar terbuka, yaitu
menambah atau mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat melalui bank-bank
konvensional. Dengan makin berkembangnya bank-bank yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah maka pengendalian uang dapat diperluas melalui bank-bank
tersebut.
Agar pelaksanaan operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat berjalan
dengan baik, maka perlu diciptakan suatu piranti pengendalian uang beredar yang sesuai
prinsip syariah dalam bentuk sertipikat wadiah bank Indonesia (swbi). Piranti tersebut dapat
dijadikan sarana penitipan jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan
likuiditas.
Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Jangka
waktu SWBI adalah satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang dinyatakan dalam jumlah
hari.7

PERHITUNGAN RASIO LIKUIDITAS


Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka
pendek. Dengan catatan semakin besar rasio likuiditas maka semakin likuid. Perhitungan
rasio likuiditas dengan cara:
1. Quick Ratio (mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya pada para
deposan (pemilik giro, tabungan dan deposito) dengan harta yang paling likuid.

Rumus : QR = (Cash asset) / (Total Deposit) x 100%


2. Investing Policy Ratio (mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajibannya
kepada para deposannya dengan cara melikuidasi SB)

Rumus : IPR = (Securities) / (Total deposit) x 100%


3. Banking Ratio ( mengukur tingkat likuiditas bank dengan membandingkan jumlah
kredit yang disalurkan dengan jumlah deposit yang dimilki).

Catatan: semakin tinggi rasio ini maka semakin rendah tingkat likuiditas bank.
7
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, 2002
13
Rumus : BR = (Total Loans) / (total deposit) x 100%
4. Assets to Loan Ratio ( mengukur jumlah kredit yang disalurkan dengan harta yang
dimiliki bank

Catatan: semakin tinggi rasio ini semakin rendah tingkat likuiditas bank.
Rumus : ALR = (Total Loans) / (Total Assets) x 100%
5. Cash Ratio (mengukur kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera
dibayar dengan harta likuid bank.

Rumus : CR = (liquid assets) / (short term borrowing) x 100%


6. Loan to Deposit Ratio (mengukur komposisi kredit yang diberikan dibandingkan
dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri.

Catatan :Besarnya LDR menurut aturan pemerintah maksimum 110%


Rumus : LDR = (total Loans) / (total deposit + equity) x 100%

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Manajemen likuiditas di bank syariah merupakan bagian dari asset dan liability
management yang secara umum bertujuan untuk menjaga likuiditas suatu Bank Syariah agar
kegiatan operasional tetap berjalan dan kepercayaan masyarakat terjaga.

Pengelolaan likuiditas bertujuan untuk mengoptimalisasi penggunaan dana agar tidak


terjadi idle fund yang besar dan tidak terjebak dalam kesulitan likuiditas. Untuk itu estimasi
kebutuhan dana likuiditas yang diperoleh melalui proyeksi arus kas menjadi sangat penting.

Instrumen keuangan yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas


seperti (i) menjual instrumen jangka pendek untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek, (ii)
menjual instrumen jangka panjang untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek, dan (iii)
meminjam dana jangka pendek. berkenaan dengan opsi pertama, ada beberapa alternatif
seperti sertifikat deposito (NCD), pembelian kembali sertifikat deposito (CD), banks
acceptance (BA), treasury bills (T-bills), sertifikat bank sentral, dan penempatan antar bank.

Saran
Dalam penulisan serta pembahasan makalah ini masih banyak kekurangan di
dalamnya . Oleh sebab itu kami membutuhkan saran pembaca terkait makalah kami . Agar
kami dapat memperbaikinya dalam makalah kami selanjutnya .

15
Daftar Pustaka

Yahia Abdul-Rahman, ISLAMIC INSTRUMENTS FOR MANAGING LIQUIDITY ,


International Journal of Islamic Financial Services Vol. 1 No.1

Rifki Ismal, Managing the Demand and Supply of Liquidity in Islamic Banking (case of
Indonesia )access on June 1st 2011, http://www.iefpedia.com/english/wp-
content/uploads/2010/03/Managing-the-demand-and-supply-of-liquidity-in-islamic-banking-
Case-of-Indonesia-Dr.-Rifki-Ismal.pdf

Ismal, Rifki (2010) The Management Of Liquidity Risk In Islamic Banks: The Case Of
Indonesia. Doctoral thesis, Durham University. Available at Durham E-Theses Online:
http://etheses.dur.ac.uk/550/

Mahir Alman, Liquidity Transformation Factors of Islamic anks: An Empirical Analysis,


November 2010

Drs. Muhammad, M.Ag.,2002, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Veitzal Rivai, dkk. Bank And Financial Institution Management (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2007) hal 54

iii

Anda mungkin juga menyukai