Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH


" PENGELOLAAN LIKUIDITAS BANK SYARIAH "

Disusun Oleh :
Kelompok 9
1. Emelia Putri Mulyani (1911140110)
2. Fadly fajar Juliansyah (1911140114)

Dosen pengampuh :
Dra. Yusmaneri Arifin, MHI

PRODI PERBANKAN SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayahNya, sehingga kami selaku penyusun makalah ini diberi kekuatan dan kemampuan
dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah ".
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Perbankan
Syariah . Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran
terselesaikannya makalah ini. Semoga amal baik yang telah diberikan oleh semua pihak
mendapatkan imbalan pahala dari Allah SWT.

Kami berharap semoga apa yang ditulis di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu , 18 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii

A. BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang .................................................................................................... 1
2. Rumusan masalah................................................................................................ 2
3. Tujuan penulisan................................................................................................ 2
B. BAB II PEMBAHASAN
1. Manajemen Likuiditas Bank Syariah.................................................................... 3
2. Pengelolaan Likuidutas Dalam Perbankan Syariah.............................................. 4
3. Trade Off Likuiditas Dan Profitabilitas .............................................................. 6
4. Rasio Keuangan Likuiditas................................................................................... 8
C. BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan........................................................................................................... 12
2. Saran .................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Persoalan likuiditas bagi bank adalah persoalan yang sangat penting dan berkaitan
erat dengan kepercayaan masyarakat, nasabah, dan pemerintah. Bank harus selalu
mengamati, mengikuti, dan terjun dalam usaha-usaha langsung agar posisi likuiditas
terjaga setiap hari.
Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan merupakan suatu keharusan yang harus
dilakukan, baik oleh pihak perbankan, praktisi keuangan ataupun pihak-pihak ketiga
yang berencana menitipkan dananya di Bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu
Bank merupakan salah satu cara untuk bisa menentukan Bank tersebut dalam kondisi
yang sehat, cukup sehat dan tidak sehat. Salah satu penyebab kebangkrutan suatu Bank
adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Dalam
manajemen likuiditas bank berusaha untuk mempertahankan rasio likuiditas,
memperkecil dana yang menganggur guna meningkatkan pendapatan dengan resiko
sekecil mungkin serta memenuhi kebutuhan cashflow nya.
Dalam usaha mempertahankan likuiditas pada posisi yang ideal, Bank dituntut
untuk selalu menjaga penarikan dana dari sumber dana yang dititipkannya dalam bentuk
Giro, Tabungan dan Deposito. Namun disisi lain bank berkewajiban menjaga penarikan
permintaan dana seperti pembiayaan yang diberikan. Keadaan seperti ini menunjukkan
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara likuiditas dan profitabilitas yang
umumnya terjadi Trade off yaitu, Jika likuiditas tinggi, maka profitabilitas bank akan
rendah dan sebaliknya, Jika likuiditas rendah maka profitabilitas bank akan tinggi.
Kondisi tersebut membutuhkan instrumen atau alat liquid yang mudah ditunaikan guna
memenuhi semua kewajiban bank yang segera dibayar dengan menjaga efisiensi bank
yang akan berdampak pada meningkatnya profitabilitas bank. Jika tidak, maka akan
terjadi resiko liquiditas yang akhirnya akan mengganggu kegiatan operasional bank.

2. Rumusan masalah

1
Berdasarkan Latar belakang diatas maka terdapat permasalahan yang akan dibahas
dalam kelompok kami, yaitu :

1. Apa itu Manajemen Likuiditas Bank syariah ?


2. Bagaimana prinsip pengelolaan Likuiditas dalam Perbankan Syariah?
3. Bagaimana hubungan Trade off Likuiditas dan Profitabilitas?
4. Apa saja Komponen Rasio Keuangan Likuiditas?

3. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui Manajemen Likuiditas Bank Syariah
2. Untuk mengetahui prinsip Pengelolaan Likuiditas dalam Perbankan Syariah
3. Untuk mengetahui Hubungan Trade off Likuiditas dan Profitabilitas
4. Untuk mengetahui Komponen Rasio Keuangan Likuiditas

BAB II

2
PEMBAHASAN

1. Manajemen Likuiditas Bank Syariah


Likuiditas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan suatu persediaan
uang tunai dan asset lain yang dengan mudah dijadikan uang tunai. Likuiditas adalah
kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah, deposan,
kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa penundaan.
Bank dianggap likuid apabila bank tersebut mempunyai cukup uang tunai atau asset
likuid lainya, disertai kemampuan untuk meningkatkan jumlah dana dengan cepat dari
sumber lainya, memungkinkanya memenuhi kewajiban pembayaran dan komitmen
keuangan lain pada saat yang tepat. Dari sudut Aktiva, Likuiditas adalah kemampuan
untuk mengubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedanglan dari sudut passiva,
Likuiditas adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio
liabilitas.
Manajemen likuiditas bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian
alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang
segera harus di bayar. Fungsi dari manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk
memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik
sewaktu-waktu dananya atau pada saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh
karena itu bank wajib mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi
kewajibannya tersebut.
Tujuan manajemen likuiditas diantaranya adalah :
a. Menjaga posisi likuiditas agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh otoritas
moneter.
b. Mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow
termasuk kebutuhan yang tidak dipekirakan.
c. Memperkecil terjadinya dana menganggur (idle fund)
d. Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi cash flow selalu dalam posisi aman terutama
dalam tingkat bunga yang berfluktuasi.
Keberhasilan bank dalam manajemen likuiditas dapat diketahui pada:
a. Kemampuan memprediksi kebutuhan dana di waktu yang akan datang.
b. Kemampuan untuk memenuhi permintaan akan cash dengan menukarkan harta
lancarnya.

3
c. Kemampuan memperoleh cash secara mudah dengan biaya yang sedikit.
d. Kemampuan pendapatan pergerakan cash in dan cash out dana (cash flow)
e. Kemampuan untuk memenuhi kewajibanya tanpa harus mencairkan aktiva tetap
apapun kedalam cash.

2. Prinsip Pengelolaan Likuiditas Perbankan Syariah

Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang sangat kompleks dalam kegiatan


operasi bank. Hal ini karena menyangkut dana pihak ke tiga (DPK) yang sebagian besar
sifatnya jangka pendek dan tak terduga. Pengelola bank harus memperhatikan seakurat
mungkin kebutuhan likuiditas untuk jangka waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan
likuiditas dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang
dikelola bank.
Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal dibawah ini :
1. Posisi seimbang (squere), di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan dana yang
tersedia
2. Posisi lebih (long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang tersedia.
3. Posisi kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan.

Operasional bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas.Apabila terjadi


kelebihan, maka hal tersebut dianggap sebagai keuntungan bank.Sedangkan jika terjadi
kekurangan likuiditas, maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan
tersebut. Dengan demikian dibutuhkan ketentuan-ketentuan perbankan yang dan fasilitas
bank sentral yang sesuai dengan prinsip syariah. Karena kegiatan usaha bak syariah
memiliki perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan bank konvensional. Usaha ini
dibutuhkan agar perbankan syariah dapat beroperasi secara sehat serta dapat menjalankan
prinsip-prinsip syariah secara benar.

Dalam bank syariah manajemen likuiditas secara konsep tidak jauh berbeda dengan
manajemen bank konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi
oleh bank syariah. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan ketika
melakukan kontrak. Selama ini alat untuk manajemen likuiditas dalam bank syariah
adalah PUAS (pasar uang antar bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat
mudharabah antar bank syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga dengan

4
akad wadiah. Apabila suatu bank kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan
meminjam kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, dan
sebaliknya. Jadi pada prinsipnya manajemen bank baik konvensional maupun syariah
tidak jauh berbeda. Yang membedakan dan yang ditekankan adalah bagaimana cara
mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai dengan syariah.
Suatu bank syariah dapat dikatakan Likuid apabila Bank syariah dapat memelihara Giro
wajib minimum (GWB) di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat
memelihara giro di Bank Koresponden dengan besarnya berdasarkan saldo minimum,
dapat memelihara sejumlah kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.

Adapun instrumen Likuiditas yang harus dilakukan Bank syariah agar senantiasa dapat
tetap likuid adalah :
a. Giro pada Bank Sentral atau Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro pada bank sentral merupakan kewajiban setiap bank untuk menitipkan dananya di
BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Bank indonesia besarnya GWM
minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK) untuk valuta rupiah dan 3% dari dana
pihak ketiga untuk valuta asing. Dana Pihak Ketiga bank yang dimaksudkan di sini
meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada kantor bank yang
bersangkutan di Indonesia. DPK bank dalam rupiah meliputi kewajiban kepada pihak
ketiga bukan bank yang terdiri dari Giro wadi’ah, Tabungan mudharabah, Deposito
investasi mudharabah, dan Kewajiban lainnya.

b. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)


Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah transaksi keuangan jangka
pendek antar bank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.
Untuk saat ini, instrument keuangan untuk Pasar Uang Syariah yang telah ditetapkan
oleh Bank Indonesia yakni berupa: Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA).
Tujuan diberlakukannya Sertifikat IMA ini adalah untuk sarana investasi bagi Bank
Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya.
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifikat IMA) didefinikan sebagai
sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang
digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah.

c. Kliring

5
Dalam rangka mendukung kelancaran lalu lintas pembayaran antar bank serta
pelaksanaan kegiatan PUAS, transaksi pembayaran dilakukan melalui mekanisme kliring
dengan memberbankan rekening giro bank pada bank Indonesia.

d. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)

Peran SWBI dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek bagi Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah yang memilikinya adalah bisa digunakan pada saat terjadi kekurangan
likuiditas ketika tidak tersedianya dana dari Pasar Uang ataupun dari Bank Pusat untuk
Unit Usaha Syariah. Sebagai the lender of last resort, Bank Indonesia dapat memberikan
pembiayaan dalam bentuk Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah dan
SWBI tersebut dapat dijadikan agunan bagi fasilitas pembiayaan tersebut.

3. Trade Off Likuiditas dan Profitabilitas

Bank selalu dihadapkan pada dua pilihan yang saling bertentangan yaitu likuiditas dan
profitabilitas. Jika bank lebih mengutamakan likuiditasnya guna memelihara
kepercayaan nasabah, bank akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba yang
diperoleh dari penyaluran dana ke aktiva produktif. Jika bank lebih mengutamakan
profitabilitasnya berupa penyaluran dana pada aktiva produktif dan kurang
memperhatikan likuiditas, maka bank tidak dapat memenuhi kewajiban penyediaan dana
untuk penarikan dana nasabah sehari hari. Untuk itu bank perlu menerapkan strategi
tetentu dalam menggunakan dananya agar kepentinganya terpenuhi. Berdasarkan
kenyataan tersebut, maka bank harus mempetimbangkan trade-off antara likuiditas dan
profitabilitasnya. Gambaran di atas menunjukkan, hubungan antara likuiditas dan
profitabilitas merupakan hubungan yang saling mempengaruhi, dan biasanya terjadi
trade-off (tarik ulur). Dengan kata lain, jika likuiditas tinggi maka profitabilitas bank
akan rendah, namun jika likuiditas rendah maka profitabilitas bank akan tinggi.

Adanya trade-off antara likuiditas dengan profitabilitas, didasarkan pada argumen bahwa
investasi pada pendanaan jangka pendek memberi efek yanng berlawanan terhadap
likuiditas dan profitabilitas. Investasi pada aset lancar (liquid assets) walaupun akan
meningkatkan likuiditas, namun tidak dapat menghasilkan keuntungan (profit) sebanyak
investasi pada aset tetap. Pendanaan yang berasal dari kewajiban lancar walaupun lebih
murah dan lebih menjanjikan dari segi laba, namun lebih berisiko.

6
Keadaan ini merupakan dilema yang dihadapi oleh perbankan, karena antara kebutuhan
likuiditas dan tingkat keuntungan yang akan dicapai mempunyai sisi yang bertolak
belakang. Semakin tinggi likuiditas berarti semakin banyak uang yang menganggur,
berarti pemasaran uang tidak maksimal dan artinya bank tidak bisa memaksimalkan
keuntunganya. Ada dua strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi trade off
likuiditas dan profitabilitas yaitu

a. pool of fund approach

Strategi pool of fund dilakukan dengan memperlakukan semua kewajiban bank yang
berasal dari berbagai sumber sebagai dana tunggal tanpa membedakan sumber, bentuk
dana maupun jangka waktu dan karakteristik-karakteristik lain dari dana tersebut secara
individual. Dana ini kemudian dialokasikan berdasarkan prioritas penggunaan sesuai
kebijakan dan strategi manajemen.

b. asset allocation approach

strategi asset allocation approach ialah pengalokasian dana bank harus diperlakukan
secara individu dengan mempertimbangkan karakteristik sendiri-sendiri. Dana dengan
sifat perputaan tinggi diprioritaskan dalam cadangan primer dan sekunder, sedangkan
yang perputaranya rendah dapat diprioritaskan pada penyaluran kredit atau aktiva jangka
panjang lainya.

Kelebihan konsep asset allocation approach adalah pengalihan penekanan likuiditas dan
profitabilitas. Pendekatan ini menjadikan jumlah rata-rata cadangan likuiditas yang
dimiliki bank mengalami penurunan sehingga pengalokasian dana dapat dialihkan lebih
besar pada penyaluran pembiayaan dan penanaman surat-surat berharga yang memiliki
keuntungan lebih tinggi.

4. Rasio Keuangan Likuiditas


Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya secara tepat. Tujuannya adalah untuk mengetahui
seberapa besar aktiva lancar dapat menutupi kewajiban yang segera akan jatuh tempo.
Perhitungan rasio diperoleh dari aktiva lancar dibandingkan dengan kewajiban lancar.
Semakin tinggi rasio ini semakin baik artinya aktiva lancar dapat menutupi kewajiban

7
lancar yang disebut likuid. Akan tetapi terlalu tinggi rasio ini juga tidak baik, karena
perusahaan tidak dapat mengelola aktiva lancar dengn efektif. Rasio likuiditas terdiri
dari :

a. Current Ratio
merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan
kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka
pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk
mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Besar current ratio
yang ideal belum ada suatu patokan yang apsti, namun standar umum yang digunakan
200% atau 2:1 yang berarti nilai aktiva lancar adalah dua kali dari hutang lancar atau
setiap satu rupiah hutang lancar harus dapat dijamin sedikitnya dengan dua rupiah
aktiva lancar.

Current ratio =

b. Quick Ratio (Acit Test Ratio)


merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi atau membayar
kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan nilai persediaan (inventory). Artinya, nilai persediaan kita abaikan,
dengan cara dikurangi dari nilai total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena persediaan
dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan
membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva
lancar lainnya.
Rasio ini menunjukan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi
hutang lancar. Semaki besar rasio ini semakin baik. Untuk quick rasio ukuran
berdasarkan prinsaip hati-hati adalah 100% atau 1:1 dianggap cukup memuaskan
didalam perusahaan apabila kurang maka dianggap kurang baik.

8
Quick ratio =

c. Cash Ratio
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia
untuk membayar utang. Rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi
perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Kegunaan dari rasio ini
adalah untuk mengetahui bahwa setiap hutang lancar Rp. 1, 00 di jaminkan oleh kas
dan efek sebesar hasil yang diperoleh dari cash rationya, tidak terdapat standar khusus
pada cash ratio sehingga penilaianya tergantung kebijakan perusahaan.

Cash Ratio =

Dibawah ini kami berikan contoh perhitungan Rasio likuiditas

PT. ICE CREAM, Tbk.


NERACA
Per 31 Desember 2019

Aktiva Lancar Utang lancar


Kas 3.000.000 Utang wesel 500.000
Bank 2.500.000 Utang dagang 2.500.000
Surat-surat berharga 1.000.000 Utang bank 2.750.000
Piutang 3.500.000 Utang pajak 250.000
Persediaan 2.000.000
Total aktiva lancar 12.000.000 Total utang lancar 6.000.000
Aktiva Tetap Utang Jangka Panjang
Tanah 1.000.000 Obligasi 2.000.000
Bangunan 2.500.000 Hipotek 1.500.000
Mesin-mesin 2.000.000 Utang bank 3 tahun 3.000.000
Peralatan 1.500.000 Total utang jangka panjang 6.500.000
Total aktiva tetap 7.000.000 Ekuitas
Aktiva lainnya Modal 6.500.000
Gedung dalam proses 1.000.000 Laba ditahan 1.000.000

9
Total Aktiva lainnya 1.000.000 Total ekuitas 7.500.000
Total aktiva 20.000.000 Total Pasiva 20.000.000

1. Current ratio =
= x 100%
= 200%

Nilai rasio 200% menunjukkan bahwa setiap utang lancar Rp. 1000 di jaminkan oleh
aktiva sebesar Rp. 2.000

2. Quick ratio = 100%

= 100%
= 166%

Quick ratio tahun 2020 sebesar 166% artinya setiap hutang lancar Rp 1000
di jaminkan oleh aktiva lancar setelah dikurangi persediaan sebesar Rp 1066.

3. Cash Ratio =
=
= 0,5 atau 50%

Cash ratio tahun 2020 sebesar 50% artinya setiap utang lancar Rp 1000 di jaminkan
oleh kas sebesar Rp 500.
Artinya adalah bahwa kas dari PT Ice cream Tbk saat ini hanya mampu menutup
50% dari kewajiban lancarnya. Maksudnya, jika seandainya PT Ice cream Tbk
diharuskan melunasi utang jangka pendeknya pada waktu itu, maka ia hanya bisa
membayar 50% saja dari totalnya.

Terdapat dua hasil penilaian terhadap pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila perusahaan
mampu memenuhi kewajibanya, dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan likuid.

10
Sebaliknya, apabila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, dikatakan
perusahaan dalam keadaan ilikuid.

Dari contoh diatas Pt Ice cream Tbk sudah termasuk Likuid karena telah mampu dan tidak
kekurangan memenuhi kewajibannya Namun Bisa kita katakan kalau PT ice creamTbk masih
tergolong beresiko dan kurang baik untuk ukuran likuiditas yang sehat dan seharusnya.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa manajemen likuiditas bank adalah kemampuan dari suatu bank
untuk membiayai peningkatan aset yang sesuai dengan kewajibannya pada saat jatuh
tempo. Pengelolaan likuiditas adalah kegiatan yang rutin dalam operasi bank dimana
dana yang dikelola sebagian besar adalah dana pihak ketiga yang sifatnya sangat
berfluktuasi. Bank harus memperhitungkan dengan cermat kebutuhan likuiditas untuk
suatu jangka waktu tertentu karena kebutuhan likuiditas sangat dipengaruhi oleh perilaku
nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola bank. Selain itu Likuiditas merupakan
suatu hal yang sangat penting bagi bank untuk dikelola dengan baik karena akan
berdampak kepada profiitabililitas .

Pengelolaan likuiditas dilakukan tidak saja untuk mengukur posisi likuiditas pada bank
sedang berjalan, tetapi juga dipergunakan untuk memeriksa kebutuhan dana jika terjadi
kondisi yang berbeda. Secara garis besar manajemen likuiditas terdiri dari dua bagian,
yaitu; pertama, memperkirakan kebutuhan dana, yang berasal dari penghimpunan dana
(deposit inflow) dan untuk penyaluran dana (fund out flow) dan berbagai komitmen
pembiayaan (finance commitments). Ruang lingkup dalam pengelolaan likuiditas adalah
mengoptimalisasi penggunaan dana agar tidak terjadi idle fund yang besar dan tidak
terjebak dalam kesulitan likuiditas. Untuk itu estimasi kebutuhan dana likuiditas yang
diperoleh melalui proyeksi arus kas menjadi sangat penting.

2. Saran

11
1. Agar operasional perusahaan terus membaik gunakan manajemen dan pengelolaan
yang efektif untuk menghindari permasalahan yang serius dikemudian
2. Untuk perusahaan khususnya perusahaan keuangan agar memperhatikan dan
menyeimbangkan antara aktiva dan kewajiban agar perusahaan tidak mengalami
iliquid
3. Kelola antara likuiditas dan profitabilitas dengan baik agar tidak terjadi trade off ,
4. Untuk perbankan yang bingung antara memprioritaskan likuiditas atau profitabilitas,
kami menyarankan ada baiknya menggunakan strategi asset allocation approach
yang dimana telah dijelaskan dimakalah.

12
DAFTAR PUSTAKA

andrianto, a. f. (2019). "manajemen bank syariah". surabaya: Cv. Qiara media.

andriyanto, m. (2014). "trade off likuiditas dan profitabilitas". jurnal bisnis dan manajemen islam,
107.

ardy, m. (2016). "urgensi manajemen likuiditas bank". jurnal iqtishoduna, 114.

danupranata,Gita . (2013). "manajemen perbankan syariah". Jakarta: Selemba empat.

darmawi,Herman. (2011). "manajemen perbankan". Jakarta: Bumi aksara.

hidayat, w. w. (2018). "dasar dasar analisa laporan keuangan". jakarta: uwais inspirasi indonesia.

ibnudin. (2016). "prinsip pengelolaan likuiditas bank syariah". Jurnal risalah, 72.

muzawida, a. d. (2014). "trade off likuiditas dan profitabilitas" . Jurnal bisnis dan manajemen islam,
112-115.

sulistyowati. (2015). "manajemen likuiditas bank syariah". jurnal universum, 37.

zaini, m. a. (2016). "urgensi manajemen likuiditas bank" . jurnal iqtishoduna, 117-118.

13

Anda mungkin juga menyukai