Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

“MANAJEMEN LIKQUIDITAS”

Makalah ini disusun sebagai bukti tugas kelompok

DOSEN PEMBIMBING:

H. Sofian Muhlisin, LLB, LLM.

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Ari Sukmajati 191105040044

Akhsanu Amala 1911050400115

Muhammad Rizki Syahrillah 191105040046

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji serta syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Manajemen Likuiditas”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas dari Dosen Mata Kuliah Manajemen Resiko Lembaga Keuangan Syari’ah.

Kami juga mengucapkaagan terimakasih banyak kepada pihak-pihak yang sudah


membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Sumber-sumber buku bacaan yang sudah
memberikan informasi untuk menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang “Manejemen Likuiditas”
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh
penulis dengan berbagai rintangan baik itu yang datang dari diri penyusun maupun datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan teman-teman
yang telah memberi kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khusunya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah yang
lebih baik. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Bogor 12 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………….1
A. Latar Belakang………………………………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..2
C. Tujuan…………………………………………………………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN.………………………………………………………………………..3

A. Pengertian Likuiditas…………………………………………………………………………..4
B. Pengertian Manejemen Liquiditas……………………………………………………………..6
C. Tujuan Manejemen Liquiditas…………………………………………………………………8
D. Ayat yang berkaitan dengan Liquiditas………………………………………………………11
E. Pengelolaan likuiditas dalam perbankan syariah……………………………………………..15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………….17
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Secara umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-jasa bank
lainnya. Untuk bisa menghimpun dana dari masyarakat, maka bank memiliki keharusan
untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan dijamin keamanannya.
Dengan demikian, agar bisa memberikan keamanan kepada para nasabah, maka bank
tersebut haruslah likuid.
Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan satu keharusan yang
harus dilakukan, baik itu oleh pihak perbankan, praktisi keuangan, ataupun pihak-pihak
ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas
suatu bank, merupakan salah satu cara untuk bisa menentukan apakah bank tersebut
dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Salah satu
penyebab kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi
kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga
tidak mengganggu kebutuhan operasional. Saat dilanda krisis moneter tahun 1998- 1999,
banyak sekali bank yang terlikuidasi. Pada tanggal 13 Maret 1999 saja, setidaknya ada 31
bank yang dilikuidasi oleh pemerintah Hal ini kemudian menyebabkan tingkat
kepercayaan masyarakat menjadi berkurang, atau bisa dikatakan menjadi hilang. Lantas
mereka beramai-ramai menarik dananya dari bank. Yang terjadi kemudian adalah banyak
sekali bank yang gulung tikar, diakuisisi, dimerger dan lain sebagainya. (Merza Gamal,
2004: 5)
Salah satu alat ukur yang utama yang bisa digunakan untuk menentukan kondisi
suatu bank dikenal dengan nama analisis CAMEL. Analisis ini terdiri dari aspek-aspek:
Pertama, Capital, yakni penilaian terhadap kewajiban penyediaan modal minimum yang
dimiliki bank. Kedua, Kualitas Aset, yakni menilai jenis-jenis asset yang dimiliki suatu
bank. Ketiga, Kualitas Manajemen, yakni penilaian terhadap kualitas manusianya dalam
mengelola bank, bisa dilihat dari segi pendidikan, pengalaman para karyawannya, dan
lain-lain. Keempat, Earning, yakni penilaian terhadap kemampuan bank dalam

iv
meningkatkans keuntungan. Kelima, Likuiditas, yakni penilaian atas kemampuan bank
untuk membayar semua utangnya, terutama utang jangka pendek. (Veithzal Rivai, 2009:
819)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah, yaitu:

1. Apa Yang Dimaksud Dengan Liquiditas ?


2. Apa Yang Dimaksud Dengan Pengertian Manejemen Liquiditas?
3. Apa Tujuan Manejemen Liquiditas?
4. Apa Ayat yang berkaitan dengan Liquiditas?
5. Apa Pengelolaan likuiditas dalam perbankan syariah?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat beberapa tujuan, yaitu:

1. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Liquiditas


2. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Manajemen Liquiditas
3. Untuk Mengetahui Tujuan Manejemen Liquiditas.
4. Untuk Mengetahui Ayat yang berkaitan dengan Liquiditas.
5. Umtuk Mengetahui Pengelolaan likuiditas dalam perbankan syariah.

v
BAB 2

A. Pengertian Likuiditas

Secara umum, pengertian likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana
(cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai, dimana fungsi dari likuditas secara
umum untuk:
 Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari
 Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak
 Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman
 Memberikan Fleksibilitas dalm meraih kesempatan investasi menark dan
menguntungkan

Dalam terminologi keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian mengenai


likuiditas, beberapa diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut: “Likuiditas adalah
kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/simpanan oleh
deposan/ penitip”. Dengan kata lain, menurut definisi ini, suatu bank dikatakan likuid apabila
dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari pada penitip dana maupun dari para
peminjam /debitur.
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat
membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang
diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.
Pengertian likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya,
terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan
untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva,
likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan
portofolio liabilitas. (Siamat Dahlan, 2003: 102)

vi
Dalam terminologi yang hampir sama, dapat disebutkan bahwa “likuiditas adalah
kemampuan bank untuk menyediakan saldo kas dan saldo harta likuid yang lain untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya, khususnya untuk:
 Menutup jumlah reserves required.
 Membayar chek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah
yang diuangkan kembali.
 Menyediakan dana kredit yang diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa
mereka tidak menyimpang dari kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit.
 Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya.
 Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan secara singkat
bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Sedangkan pengertian manajemen likuiditas
menurut beberapa pakar perbankan adalah sebagai berikut:  Duane B Graddy: ”Manajemen
likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan
untuk memenuhi semua kebutuhan
Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus
menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan jangka panjang”
Likuiditas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi bank untuk dikelola dengan baik
karena akan berdampak kepada profiitabililitas serta business sustainibility dan continuity.
Hal itu juga ter cermin dari peraturan bank Indonesia yang menetapkan likuiditas sebagai
salah satu dari delapan risiko yang harus dikelola oleh bank
Konsep likuiditas didalam dunia bisnis diartikan sebagai kemampuan menjual asset
dalam waktu singkat dengan kerugian yang paling minimal. Tetapi pengertian likuiditas
dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan dunia bisnis secara umum. Dari
sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk
tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi
kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas. Secara garis besar manajemen
likuiditas terdiri dari dua bagian, yaitu; pertama, memperkirakan kebutuhan dana, yang
berasal dari penghimpunan dana (deposit inflow) dan untuk penyaluran dana (fund out flow)
dan berbagai komitmen pembiayaan (finance commitments).

vii
Bagian kedua dari manajemen likuiditas adalah, bagaimana bank bisa memenuhi
kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu bank harus mampu mengidentifikasi karakteristik
setiap produk bank baik disisi aktiva maupun passiva serta faktorfaktor yang
mempengaruhinya. Kelebihan dan kekurangan likuiditas sama-sama memiliki dampak
kepada bank. Jika bank terlalu konservatif mengelola likuiditas dalam pengertian terlalu
besar memelihara likuiditas akan meng akibatkan profitabilitas bank menjadi rendah
walaupun dari sisi liquidity shortage risk akan aman. Sebaliknya jika bank menganut
pengelolaan likuiditas yang agresif maka cenderung akan dekat dengan liquidity shortage
risk akan tetapi memiliki kesempatan untuk memperoleh profit yang tinggi. Shortage
liquidity risk akan menyebabkan dampak serius terhadap business contuinity dan business
sustainability.

B. Pengertian Manejemen Liquiditas


Likuiditas pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai
untuk memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata lain
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih baik yang dapat diduga
ataupun yang tidak terduga. Sedangkan manajemen liuiditas sendiri memiliki banyak pengertian,
beberapa diantaranya adalah menurut :
 Duane B Graddy : Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh
masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan.
 Oliver G Wood : Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan
kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan
jangka Panjang.
Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat likuid
yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar.

C. Tujuan Manejemen Liquiditas


Tujuan manajemen likuiditas adalah:
a) Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh otoritas
moneter yakni Bank Indonesia.

viii
b) Mengelola alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk
kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
c) Memperkecil terjadinya idle fund (dana yang menganggur).
d) Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi aman, Fungsi dari
manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepada para
penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada saat
jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib mempertahankan
sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.

D. Ayat yang berkaitan dengan Liquiditas


Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana
dari masyarakat kepada masyarakat. Bank Indonesia menyatakan bahwa bank syariah adalah
bank yang menggunakan sistem dan operasi perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam,
yaitu mengikuti tata cara berusaha dan perjanjian berusaha yang dituntun oleh Al-quran dan
Al-hadist, dan mengikuti tata cara berusaha dan perjanjian berusaha yang tidak dilarang oleh
Al-quran dan Al-hadist. Bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat agar dapat
memberikan keuntungan kepada bank baik pada bank syariah maupun konvensional. Dalam
bank syariah keuntungan tersebut dapat diperoleh melalui sistem bagi hasil yang dapat
diambil dari biaya-biaya operasional lainnya, sedangkan konvensional selisih antara
pendapatan atas penanaman modal dan biaya-biaya pada periode tertentu.

‫اس اَ ْن تَحْ ُك ُموْ ا ِب ْال َع ْد ِل ۗ اِ َّن هّٰللا َ نِ ِع َّما‬ ۙ ٓ ‫ا َّن هّٰللا يْأم ُر ُكم اَ ْن تَُؤ ُّدوا ااْل َمٰ ٰن‬
ِ َّ‫ت اِ ٰلى اَ ْهلِهَا َواِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
ِ ْ ُ َ َ ِ
‫هّٰللا‬
ِ َ‫يَ ِعظُ ُك ْم بِ ٖه ۗ اِ َّن َ َكانَ َس ِم ْيع ًۢا ب‬
‫ص ْيرًا‬
Artinya:
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya
dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh,
Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Bank syariah memiliki kewajiban untuk melunasi atau disebut juga dengan likuiditas.
Likuiditas merupakan salah satu faktor penentu sehatnya perbankan syariah dalam melunasi
dana para deposannya yang ingin menarik kembali kredit yang diberikan dengan
menggunakan rasio FDR (Financing to Deposit Ratio). Rasio tersebut berbanding terbalik

ix
dengan rasio profitabilitas karena rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan, sehingga semakin tinggi rasio profitabilitas
maka rasio likuiditas semakin kecil. Hal tersebut disebabkan karena dana yang diperlukan
untuk membiayai kreditnya semakin kecil. Namun semakin kecil rasio likuiditas akan
berpengaruh pada naiknya tingkat profitabilitas. Berdasarkan data statistik perbankan OJK,
per November 2013 rasio Financing To Deposit Ratio (FDR) bank umum syariah mencapai
121,46%.

E. Pengelolaan likuiditas dalam perbankan syariah


Fungsi dari manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan
kepada para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau
pada saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib
mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.
Dalam bank syariah manajemen likuiditas secara konsep tidak jauh berbeda dengan
manajemen bank konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi oleh
bank syariah. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan ketika melakukan
kontrak. Selama ini alat untuk manajemen likuiditas dalam bank syariah adalah PUAS (pasar
uang antar bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah antar bank
syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad wadiah. Apabila suatu
bank kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan meminjam kepada bank lain berupa
PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, dan sebaliknya. Jadi pada prinsipnya manajemen
bank baik konvensional maupun syariah tidak jauh berbeda. Yang membedakan dan yang
ditekankan adalah bagaimana cara mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai dengan
syariah.
Istrumen Likuiditas Bank Syariah Untuk mengatasi masalah likuiditas dalam dunia
perbankan, baik itu bersifat kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak
sekali cara yang bisa digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa
mengatasinya dengan cara menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti sukuk dan
lainnya. Adapun instrumen yang harus dilakukan bank agar senantiasa dapat tetap likuid,
yaitu:

x
1. Memiliki Primary Reserve ( Cadangan Primer ) yaitu dalam kas atau saldo yang ada pada
Bank Indonesia atau Bank lain. Dalam dunia perbankan, primary reserve terdiri dari:
a. Giro pada Bank Sentral atau Giro Wajib Minimum (GWM) Selama ini Giro pada
bank sentral dikenal dengan istilah yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk
menitipkan dananya di BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan BI, maka
besarnya GWM minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK) untuk valuta rupiah
dan 3% dari dana pihak ketiga untuk valuta asing, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama, bagi Bank Umum Syariah yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah
terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat tambahan GWM sebagai berikut: 1) Yang
memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim memelihara GWM tambahan
dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah. 2) Yang memiliki DPK > Rp 10
triliun s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2%
dari DPK dalam rupiah. 3) Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara
GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam rupiah. Sedangkan bagi
yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau lebih;
dan /atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak
dikenakan tambahan GWM.
b. Kas pada valuta. Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk
memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c. Giro pada Bank lain Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk melancarkan
transaksi antar bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan lain-lain).
d. Item-item uang tunai yang masih dalam proses inkaso. Alat likuid ini terdiri dari cek
bank sentral atau bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada
rekening bank pada bank sentral atau bank koresponden. Tujuan dari alat likuid yang
termasuk ke dalam kategori primary reserve ( cadangan primer ) adalah: a. Memenuhi
reserve requirement yang ditempatkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank
Indonesia. b. Memenuhi keperluan operasional bank sehari-hari. c. Penyelesaian
kliring antar bank. d. Memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo. Dapat di
katakana likuid apabila bank syariah dapat memelihara GWB di Bank Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat memelihara giro di Bank Koresponden

xi
dengan besarnya berdasarkan saldo minimum, dapat memelihara sejumlak kas
secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.

2. Memiliki Secondary Reserve Yaitu cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary
Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek. Kalau merujuk pada bank-bank
Islam yang berada di Bahrain ataupun di kawasan timur tengah, maka kita akan melihat
bahwa secondary reserve yang mereka gunakan adalah berupa pembiayaan perdagangan
seperti mudharaba. Dan kebanyakan menggunakan jenjang waktu yang pendek (short
term), berkisar antara 7 hari sampai dengan 12 bulan.
a. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Peraturan Bank Indonesia no
2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti
penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. Adapun ketentuan SWBI
sebagai berikut : 1) Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp 500.000.000
dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50.000.000,. Jangka waktu SWBI satu minggu,
dua minggu, dan satu bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari. 2) Imbalan yang
diterima pada saat jatuh tempo adalah berupa bonus. Besarnya bonus akan dihitung
dengan menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS, yaitu ratarata tertimbang
dari tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA yang terjadi di PUAS pada tanggal
penitipan Peran SWBI dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek bagi Bank Syariah
atau Unit Usaha Syariah yang memilikinya adalah bisa digunakan pada saat terjadi
kekurangan likuiditas ketika tidak tersedianya dana dari Pasar Uang ataupun dari
Bank Pusat untuk Unit Usaha Syariah. Sebagai the lender of last resort, Bank
Indonesia dapat memberikan pembiayaan dalam bentuk Fasilitas Pembiayaan Jangka
Pendek bagi Bank Syariah dan SWBI tersebut dapat dijadikan agunan bagi fasilitas
pembiayaan tersebut.
b. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Berdasarkan Undang-Undang SBSN yang diterbitkan pada Mei 2008, Surat Berharga
Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap
aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah ataupun mata uang asing. Sedangkan Jenis-

xii
jenis sukuk yang banyak beredar di pasaran meliputi : 1) Sukuk ijarah yakni sukuk
yang berdasarkan akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau dapat diwakili
dalam menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga dan periode yang disepakati tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri. 2) Sukuk mudharabah, yakni sukuk yang berdasarkan
akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain menyediakan
tenaga dan keahlian dan keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagikan
berdasarkan perjanjian sebelumnya.3) Sukuk musyarakah, yakni sukuk berdasarkan
akah musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal
untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau
membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung
bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing masing pihak. 4) Sukuk
istisna’, yakni sukuk berdasarkan akad istisna’ dimana pihak menyepakati jual beli
dalam pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan
spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan
3. Mempunyai akses ke pasar uang.
Pasar uang yang dimaksudkan di sini adalah pasar uang antar bank syariah dan pasar
modal syariah.
a. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip
Syariah adalah transaksi keuangan jangka pendek antar bank berdasarkan prinsip
syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. Untuk saat ini, instrument keuangan
untuk Pasar Uang Syariah yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yakni berupa:
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) . Tujuan diberlakukannya
Sertifikat IMA ini adalah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah, terutama untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya. Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank (sertifikat IMA) didefinikan sebagai sertifikat yang
diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang digunakan
sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah.
b. Pasar Modal Syariah Instrument di pasar modal syariah saat ini meliputi saham yang
masuk kategori Jakarta Islamic Index, Sukuk, dan reksadana syariah. Karena Bank
tidak diperbolehkan berinvestasi pada saham, maka sukuk dan reksadana syariahlah

xiii
menjadi secondary reserve dimana instrument ini dapat dijual di secondary market
untuk sukuk dan dicairkan untuk reksadana syariah jika Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah membutuhkan dana jangka pendek.
c. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS) FPJPS merupakan
instrument terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi Bank Syariah atau
Unit Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro negative dan tidak berhasilnya akses
pasar uang syariah untuk menutup kewajiban jangka pendek. Fasilitas Pembiayaan
Jangka Pendek ini, diberikan hanya kepada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah
yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek, namun masih memenuhi
persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan.
d. LPS Sebagai Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan Setiap Bank yang melakukan
kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan
LPS. Jenis Bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional,
bank campuran dan bank asing, serta bank konvensional dan bank Syariah. LPS
adalah badan hukum yang independent yang dibentuk berdasarkan UndangUndang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang
ditetapkan tanggal 22 September 2004. Pendirian dan operasional LPS dimulai sejak
UU LPS berlaku efektif yakni tanggal 22 September 2005. LPS menjamin simpanan
nasabah bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito dan bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu. LPS juga menjamin simpanan di bank Syariah
yang berbentuk giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. LPS hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah tersebut
sampai dengan jumlah Rp 2 milyar sedangkan sisanya akan dibayarkan dari hasil
likuiditasi bank.

xiv
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat


membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang
diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan. Pengertian likuiditas bank adalah
kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek.
Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk
tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi
kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.
 Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh
otoritas moneter yakni Bank Indonesia.
 Mengelola alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk
kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
 Memperkecil terjadinya idle fund (dana yang menganggur).
 Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi aman, Fungsi
dari manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepada
para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada
saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib mempertahankan
sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.

Istrumen Likuiditas Bank Syariah Untuk mengatasi masalah likuiditas dalam dunia
perbankan, baik itu bersifat kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak
sekali cara yang bisa digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa
mengatasinya dengan cara menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti sukuk.

xv
DAFTAR PUSTAKA

(Anto, Manajemen Likuiditas Perbankan Syariah. 2010. Akses: 25 Maret 2010.


http://ekisonline.com/index2.php? option=com_content&do_pdf=1&id= 194)

El-Diwani, Tarek, 2003, The Problem With Interest (Sistem Bunga dan Permasalahannya),
Jakarta: AKBAR Media Eka Sarana

Rivai, Veithzal, dkk, 2009, Bank and Financial Institution Management Konventional and
Syariah Symtem, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Samad, Abdus dan M. Kabir Hasan. (2010). The Performance of Malaysian Islamic Bank during
1984-1997: An Exploratory Study.

Prastowo, Dwi dan Juliaty, Rifka, 2002, Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi,
Yogyakarta : AMP-YKP

xvi
xvii

Anda mungkin juga menyukai