Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANAJEMEN LIKUIDITAS
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis ALMA Perbankan Syariah
Dosen Pengampu : Ana Zahrotun Nihayah, S.E.,M.A

Disusun Oleh :
1. Choliza Intan Sahputri (2105036010)
2. Salma Zabrina Putri (2105036011)
3. Rinarta Arya Nanda (2105036012)
4. Ahmad Badawi (2105036013)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2023
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI i

KATA PENGANTAR ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

Pengertian Likuiditas 3

Karakteristik Happy Likuidity Bank Syariah 4

Tingkat Tujuan Manajemen Likuiditas 5

Pengelolaan Likuiditas Dalam Bank Syariah 6

Strategi Manajemen Likuiditas 6

A l a t Manajemen Likuiditas Bank Syariah 9

Kont ro ve rsi Manajemen Likuiditas Bank Syariah 10

BAB III

PENUTUP 15

Kesimpulan 15

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas keberadaannya. Shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad SAW, atas segala kekayaan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
struktur dan topik yang jelas. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Ana Zahrotun Nihayah, S.E., M.A., yang telah mengajar Mata Kuliah Analisis
Perbankan Syariah ALMA.
Judul makalah ini adalah "Manajemen Likuiditas". Tujuan dari makalah ini adalah
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman di bidang studi yang kita selidiki.
Makalah ini seharusnya digunakan oleh kami sebagai sumber dan catatan. Dengan
menyebarluaskan karya ini, kami juga bermaksud mengedukasi para pembaca.

Semarang, 14 Juni 2023

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, tanggung jawab utama bank adalah mengumpulkan tabungan
dari masyarakat umum. Uang tersebut kemudian digunakan untuk memberikan
pinjaman (kredit) penduduk setempat dan layanan perbankan lainnya. Untuk
dapat mengambil uang dari masyarakat umum, bank harus meyakinkan
nasabahnya bahwa uang yang mereka setorkan dijamin aman. Oleh karena itu,
bank harus menjaga likuiditasnya agar dapat memberikan rasa aman kepada
nasabah. Studi likuiditas di sektor perbankan harus dilakukan oleh bank, pakar
keuangan, dan pihak lain yang ingin menyimpan uang di bank. Stabilitas bank
mengacu pada kapasitas lembaga untuk memenuhi komitmennya, terutama
yang berkaitan dengan pendanaan jangka pendek.
Likuiditas dalam hal kewajiban mengacu pada kekuatan bank untuk
meningkatkan portofolio kewajibannya untuk memenuhi permintaan
pembiayaan. Likuiditas dalam hal aset mengacu pada kemampuan untuk
mengubah semua aset menjadi uang tunai. 102 Siamat Dahlan 2003 Penting
untuk menilai likuiditas suatu bank untuk menentukan sehat, agak sehat, tidak
sehat, atau tidak sehat. Salah satu penyebab kebangkrutan adalah
ketidakmampuan bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena
itu, harus ada cukup uang tunai untuk menutupi permintaan tanpa menghambat
operasi bisnis.

B. Perumusan Masalah
1. Apa arti kata "likuiditas"?
2. Bagaimana Anda bisa mengetahui apakah sebuah bank syariah dan
memiliki jumlah likuiditas yang wajar?
3. Apa tujuan dari manajemen likuiditas?
4. Bagaimana pengelolaan alat likuid bank syariah?

1
5. Bagaimana pengelolaan likuiditas dilakukan?
6. Instrumen apa yang digunakan untuk mengatur likuiditas bank syariah?
7. Apa masalah manajemen likuiditas bank syariah?

C. Tujuan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan "likuiditas".
2. Mengidentifikasi ciri-ciri bank syariah dengan situasi likuiditas yang
stabil
3. Mengetahui fungsi manajemen likuiditas.
4. Mengenal Manajemen Likuiditas Bank Syariah
5. Waspadai strategi manajemen likuiditas
6. Menjadi akrab dengan alat yang digunakan oleh bank syariah untuk
manajemen likuiditas.
7. Mengidentifikasi Permasalahan Manajemen Likuiditas Bank Syariah

2
BAB II

PEMBHASAN

A. Pengertian Likuiditas
Salah satu arti likuiditas dalam bahasa keuangan dan perbankan adalah
kemampuan bank untuk memenuhi hak potensial deposan untuk mengambil uang
mereka dari rekening. Definisi ini menyatakan bahwa suatu bank dikatakan likuid jika
mampu memenuhi persyaratan untuk menarik uang dari para deposan atau deposan.
Bank memiliki kemampuan untuk membayar semua deposan dan dapat menyetujui
permintaan kredit dari peminjam.
Likuiditas bank didefinisikan sebagai kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban, terutama yang membutuhkan uang jangka pendek. Likuiditas dalam hal
kewajiban mengacu pada kemampuan bank untuk meningkatkan portofolio
kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, sedangkan likuiditas dalam hal
aset mengacu pada kemampuan untuk mengubah semua aset menjadi uang tunai.1
Untuk memenuhi semua kewajiban bank yang mendesak, pengelolaan
likuiditas bank adalah proses pemeliharaan alat likuid yang dapat segera dicairkan. 2
Bank harus mengendalikan likuiditasnya untuk memenuhi kewajiban sekarang dan
yang akan datang dalam hal terjadi penarikan atau penyelesaian suatu kewajiban aktiva
yang sesuai dengan perjanjian atau yang tidak diperjanjikan.3

Bank syariah dianggap likuid apabila :4


1. Bank Indonesia diperbolehkan menyimpan GWM sepanjang memenuhi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Mampu memelihara giro pada bank koresponden. Rekening giro adalah rekening

1
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 2003, p. 102
2
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Bank Dana, Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Hlm. 75.
3
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonesia, 2004, Hlm. 66. Muhammad
4
Muhammad, 2004, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonesia.

3
yang dikelola di bank koresponden dan saldonya ditentukan oleh saldo minimum.
3. Memiliki kapasitas untuk memiliki dana yang cukup untuk menutupi penarikan.

B. Karakteristik Happy Liquidity Bank Syariah


Dengan menggunakan teknik pengelolaan likuiditas, Bank akan mampu menjaga
tingkat likuiditas yang sehat dengan ciri-ciri sebagai berikut:5
1. Memiliki kas dan aset likuid yang memadai untuk memenuhi kebutuhan kas
yang diantisipasi, termasuk kas dan rekening di bank sentral dan lembaga
lainnya.
2. Memiliki likuiditas kurang dari yang diperlukan tetapi memiliki surat berharga
yang dapat segera dikonversi menjadi uang tunai tanpa menderita kerugian
sebelum atau setelah jatuh tempo.
3. Memiliki kemampuan untuk mendapatkan uang tunai, misalnya melalui
penjualan aset yang didukung oleh perjanjian pembelian kembali, untuk
mendapatkan likuiditas.
4. Menetapkan rasio pengukuran likuiditas yang menguntungkan, yaitu :
a. Rasio aset likuid terhadap dana eksternal
1) Akibat pihak ketiga menggunakan alat likuid bank untuk menarik uang
adalah statistik yang digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam
memenuhi kebutuhan likuiditas.
2) Aset likuid meliputi kas, saldo giro di bank sentral, dan bank
koresponden.
3) Semakin baik bank mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
tetapi juga menunjukkan bahwa semakin banyak uang yang beredar,
semakin tinggi rasio ini.

b. FDR, atau rasio keuangan terhadap dana pihak ketiga


1) Finance to deposit ratio (FDR), yang menunjukkan besarnya

5
Nurul Ichsan, “Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah”, Al-Iqtishad, Vol. 6 No. 1, 2014, Hlm. 96.

4
pembiayaan yang diberikan dibandingkan dengan jumlah DPK yang
disalurkan,
2) Rasio ini harus tetap berada dalam kisaran 75 dan 100%. Bank
mengalami kelebihan likuiditas apabila rasionya di bawah 75%; jika di
atas 100%, bank tidak memiliki likuiditas yang cukup.
3) Menurut Bank Indonesia, rasio 115% di atas nilai kesehatan likuiditas
bank dianggap nol.
C. Tingkat Tujuan Manajemen Likuiditas
1. Mematuhi GWM Esensial Bank Sentral, karena kegagalan untuk melakukannya
akan mengakibatkan denda.
2. Mengurangi kas menganggur karena terlalu banyak akan mempengaruhi
profitabilitas bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman untuk mendukung proyeksi arus kas dalam keadaan
yang sangat mendesak, seperti kas keluar pelanggan dan permintaan pinjaman.6

Sementara itu, tujuan manajemen likuiditas, sesuai dengan Leon dan Ericson
adalah7:

1) Menjaga agar situasi likuiditas bank sejalan dengan Bank Indonesia yang
merupakan otoritas moneter setiap saat.
2) Melacak aset likuid untuk memastikan mereka selalu dapat memenuhi
kebutuhan arus kas yang tiba-tiba, termasuk penarikan cepat beberapa giro
atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo.
3) Menyimpan uang yang tidak terpakai seminimal mungkin.
4) Senantiasa menjaga proyeksi arus kas dan posisi likuiditas dalam keadaan
stabil, terutama dalam menghadapi pergeseran suku bunga.

6
Bambang Djinarto, Banking asset liability managemant, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2000,
Hlm. 3-4.
7
Nurul Ichsan, “Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah”, Al-Iqtishad, Vol. 6 No. 1, 2014, Hlm. 86-87.

5
D. Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah
Untuk membayar kewajiban keuangannya, baik bank konvensional maupun syariah
harus mengelola likuiditasnya, karena kewajiban jangka pendek khususnya bergantung
pada manajemen ini. Mengingat bank syariah, produknya, dan usia pertumbuhan bank
syariah masih relatif baru, banyak kesulitan dalam mengatur likuiditas di bank syariah
dibandingkan dengan bank konvensional. Kendala tersebut antara lain:
a) Kurangnya pilihan pembiayaan jangka pendek.
b) Bank syariah hanya mampu menjaga likuiditas kas karena tidak mampu
mengakses pasar uang.
c) Bank syariah memiliki aset yang lebih likuid secara signifikan daripada bank
konvensional biasa karena kendala operasional, kesulitan mengelola
likuiditasnya, seperti kurangnya peluang investasi langsung untuk dana yang
mereka terima, dan kesulitan mencairkan dana investasi yang sedang berjalan.
Mayoritas pengelola bank syariah darurat memilih salah satu solusi berikut untuk
masalah ini:
a) Menggunakan berbagai produk pasar uang yang tersedia di pasar uang untuk
menghimpun dana di pasar uang antar bank sesuai dengan prinsip syariah.
b) Mengembangkan kecintaan terhadap kepedulian sosial dan menggunakannya
sejalan dengan fatwa.
c) Berinvestasi dalam emas dan/atau logam mulia lainnya menggunakan kontrak
berjangka.
d) Menempatkan uang di bank konvensional sebagai pembayaran atas jasa yang
diberikan tanpa menerima bunga8.

E. Strategi Manajemen Likuiditas


Untuk menjaga likuiditas, faktor eksternal harus diperhatikan dan diantisipasi.

8
Elfadhi, Manajemen Likuiditas Perbankan Syariah, JUROIS Volume 11, 1 9Juni 2012), Hal. 55

6
Perlu disadari bahwa perbankan syariah merupakan industri yang sangat baru dan
belum berhasil mengambil alih industri keuangan, khususnya di Indonesia.
Berdasarkan realitas tersebut, persaingan dalam masalah likuiditas ini tidak hanya
terjadi di antara bank syariah tetapi juga di antara bank konvensional yang sudah
mapan. Untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah likuiditas terkait dengan upaya
pengembangan, tuntutan deposan, profesionalisme, tingkat profitabilitas, dan ketaatan
pada sistem syariah, bank syariah harus mengambil tindakan berikut:
a) Meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada bank syariah, khususnya melalui
edukasi kepada masyarakat umum tentang ekonomi dan sistem nilai Islam.
Daerah-daerah berikut ini diharapkan memperoleh keuntungan dari strategi ini:
1) Lebih banyak orang akan mengunjungi bank syariah untuk berinvestasi dan
menyimpan uang. 2) Karena uang segar lebih sering masuk, bank syariah akan
lebih siap untuk mengembangkan operasinya, dan pada akhirnya diharapkan
dapat berdampak pada industri perbankan. 3) Pengembalian non-halal yang
tinggi dari lembaga keuangan tradisional memiliki efek minimal pada deposan.
b) Terus menetapkan standar yang lebih tinggi untuk kinerja bank syariah.
Mengintensifkan dan memfokuskan pada pembiayaan berbasis ekuitas
daripada pembiayaan berbasis utang akan menghasilkan profitabilitas jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih tinggi. Saat ini terdapat peluang untuk
pembiayaan berbasis ekuitas, seperti pembelian sukuk yang diterbitkan oleh
pemerintah atau badan usaha, pembiayaan kerjasama untuk proyek publik dan
swasta, dll. Menawarkan pengembalian yang tinggi dan kompetitif adalah salah
satu cara untuk mempertahankan loyalitas sektor deposan yang rasional dan
menarik deposan baru.
c) Kerja sama, komunikasi, dan persaingan dengan investor, deposan, dan mitra
bisnis semuanya harus ditingkatkan. Tiga komponen penting yang terkait
dengan pendekatan syariah terhadap risiko likuiditas hadir dalam penyaluran
dan mobilisasi dana, yaitu: 1) Pengaruh operasi bank syariah terhadap perilaku
sosial bergantung pada kepercayaan dan pembagian risiko mitra bisnis. 2)

7
Kedua, menjaga keseimbangan harta dan kewajiban. 3) Pelacakan dan
pengukuran uang.
d) Hitung jumlah deposan logis bank. Menghitung jumlah deposan yang
mengambil uangnya dan mentransfernya ke bank syariah ketika suku bunga
yang ditawarkan oleh bank konvensional lebih tinggi dari keuntungan yang
dihasilkan oleh lembaga tersebut adalah salah satu cara untuk mengidentifikasi
deposan yang wajar.
e) Membentuk gugus tugas atau tim spesialis untuk memantau, mengevaluasi, dan
menentukan setiap kemungkinan masalah likuiditas yang dapat berdampak
pada bank. Untuk menemukan kemungkinan ketidakcocokan aset likuiditas, hal
pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa arus uang. Kemudian,
pedoman internal untuk batas kredit mitra bisnis harus ditetapkan, dan
pendekatan untuk mengatasi masalah likuiditas harus diterapkan.
f) Siapkan cadangan kas dan likuiditas untuk skenario tertentu. Bank
membutuhkan likuiditas untuk transaksi yang dapat diprediksi dan tidak dapat
diprediksi. Kegiatan sehari-hari dikategorikan menjadi dua kelompok transaksi
tidak teratur: 1) Tidak biasa tetapi diperkirakan tidak normal 2) Tidak biasa dan
tidak teratur. Salah satu kebutuhan likuiditas yang tidak teratur yang
diantisipasi adalah kewajiban menyediakan dana untuk memenuhi kebutuhan
keuangan yang biasanya sangat besar dari kegiatan pemerintah. Namun,
penarikan yang tiba-tiba dan signifikan oleh deposan sebagai akibat dari
keadaan tertentu diperlukan untuk likuiditas yang tidak dapat diprediksi.
menggunakan aset likuid untuk membangun portofolio bank. Cairan instrumen
selalu tersedia dan siap untuk digunakan sesuai kebutuhan. Pilihan lain adalah
mencari pasar uang syariah untuk likuiditas, atau dalam situasi yang sangat
buruk, bank dapat mencari pusat9.

9
Rifki Ismail, 2010.Islmic Banking Characteristics, Economic Condition and Liquidity Risk Problem
Indonesia Case : 2001-2007, Akses : 3 april 2010

8
F. Alat Manajemen Likuiditas Bank Syariah
Ada tiga metode likuiditas yang dapat digunakan bank syariah untuk memenuhi
kewajiban likuiditasnya: Giro Wajib Minimum (GWM), Kliring, dan Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ketiga mata pelajaran tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
1) Cadangan Legislatif (GWM). Giro Wajib Minimum adalah simpanan minimum
yang harus dilakukan bank umum ke rekening giro Bank Indonesia mereka.
Besaran simpanan ini ditentukan oleh BI berdasarkan proporsi Dana Pihak
Ketiga (DPK) tertentu. Baik GWM dalam rupiah maupun GWM dalam mata
uang lainnya dikenakan perhitungan ini.
2) Dengan memindahkan surat berharga dan surat dagang satu sama lain, kliring
adalah cara menghitung hutang antar bank yang memfasilitasi arus
pembayaran, yang meliputi pengiriman uang, penagihan, dan pembukaan letter
of credit. Bank umum berbasis syariah tunduk pada persyaratan kliring yang
sama dengan bank umum biasa, dengan beberapa tambahan dan perubahan.
Hanya sedikit ketentuan yang berlaku bagi bank berdasarkan prinsip syariah
antara lain mengenai beratnya sanksi bagi pelanggaran ketentuan saldo negatif
dan tata cara pemberian denda kepada bank yang bersaldo negatif.
3) BLBI. Di tengah krisis moneter Indonesia tahun 1998, Bank Indonesia
memberikan pinjaman kepada perbankan sebagai bagian dari program bantuan.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah nama inisiatif ini. Strategi
ini dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan Indonesia dengan IMF untuk
mengatasi masalah krisis. Pada Desember 1998, 48 bank menerima
pembayaran BLBI dari BI sejumlah Rp. 147,7 triliun. PUAB Syariah juga
menyediakan instrumen pengelolaan likuiditas bagi bank syariah selain yang
telah disebutkan di atas: 1) Sertifikat Syariah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia (SBIS) Sertifikat Bank Syariah Indonesia adalah instrumen keuangan
yang mengikuti hukum syariah dan memiliki durasi pendek dan mata uang yang
sesuai syariah. Rupiah dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Berikut ciri-ciri yang

9
termasuk dalam Sertifikat Bank Indonesia Syariah: 1. Satuannya Rp.
1.000.000,- dengan jangka waktu minimal 1 bulan dan maksimal 12 bulan
dengan menggunakan akad Jua'alah. Bulan, diterbitkan tanpa warkat
(scripless), digunakan oleh Bank Indonesia, dan tidak dapat diperdagangkan di
pasar sekunder Istilah "akad jua'alah" adalah gadai atau perjanjian (iltijam)
untuk menawarkan insentif tertentu (iwadh/ju'l) sebagai imbalan untuk
mencapai hasil (Natijah) yang ditentukan oleh suatu tugas. Dalam situasi ini,
Bank Indonesia menekankan kepada bank syariah bahwa mereka perlu
"mencari dana dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu yang lama". Jika saya
berhasil, saya akan memberi Anda hadiah.

G. Kontroversi Manajemen Likuiditas Bank Syariah


Ketidakmampuan untuk mengelola likuiditasnya secara efisien merupakan
kesulitan operasional mendasar bagi perbankan syariah. Ada beberapa tanda dari
masalah ini, seperti:
1) Dana yang diterima tidak serta merta menawarkan alternatif investasi.
Mengumpulkan dan menganggur kas selama beberapa hari menurunkan
pendapatan rata-rata mereka.
2) Ketika aset ditarik dalam keadaan darurat, sulit untuk mendistribusikan uang
tunai untuk melanjutkan investasi. Akibatnya, secara rata-rata, bank syariah
mempertahankan lebih banyak aset likuid daripada bank konvensional.

Tidak seperti bank konvensional, bank syariah seringkali menghadapi dua kendala
yang berbeda: kurangnya akses ke pendanaan jangka pendek, terutama dari BI sebagai
bank sentral, dan kurangnya akses ke pasar uang, yang memaksa bank syariah hanya
menjaga likuiditas. dalam bentuk uang tunai. Manajer bank syariah biasanya
mengambil salah satu dari beberapa tindakan darurat untuk menghindari masalah ini,
termasuk menolak menerima bunga, menerima dana dan menggunakannya untuk
tujuan amal sesuai dengan fatwa, berinvestasi dalam emas dan/atau logam mulia

10
lainnya secara tunai dengan kontrak. berjangka, dan membiarkan diri mereka
kehilangan peluang di pasar uang sambil menyimpan uang mereka di bank
konvensional tanpa menerima bunga sebagai pembayaran atas layanan tersebut.
1) Urutkan sumber utama mata uang bank berdasarkan tingkat sirkulasi pada tahap
pertama. Kelompokkan bersama dana yang nilainya berubah dan yang konstan
atau stabil. Perkirakan proporsi di setiap kategori dana dilihat dari waktu
penarikan. Dengan asumsi ada dua kategori uang, yaitu yang dapat ditarik
sewaktu-waktu seperti tabungan dan giro wadiah, dan yang hanya dapat ditarik
pada saat jatuh tempo, seperti investasi mudharabah. Untuk memprediksi
volume penarikan tabungan wadiah dan giro, bank syariah harus melihat data
masa lalu tentang tren penarikan harian.
2) Pada tahap kedua, mengelompokkan berbagai jenis aset likuid dan non likuid.
Kategorisasi ini digunakan untuk menentukan apakah suatu bank dapat
menghasilkan cukup likuiditas dari asetnya saat ini.
3) Langkah ketiga melibatkan membandingkan semua aset saat ini dengan
investasi yang dianggap tidak stabil. Jika perbandingan tersebut menghasilkan
nilai 1, berarti posisi likuiditas bank seimbang dan jumlah aktiva lancar yang
dimilikinya sama persis dengan posisi kebutuhan likuiditasnya.
4) Langkah keempat adalah kebutuhan likuiditas bank, dan seringkali tergantung
pada faktor-faktor berikut: Pertama, sesuai dengan undang-undang Giro Wajib
Minimum (GWM) Bank Indonesia, bank sentral membutuhkan cadangan. Bank
Indonesia membuat GWM yang dikenal dengan Giro Wajib Minimum (GWM)
dalam bentuk persentase dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Dana pihak ketiga
meliputi seluruh DPK dalam rupiah dan mata uang asing lainnya di seluruh
cabang bank yang relevan di Indonesia. Permintaan untuk anggaran operasional
adalah yang kedua. Ketiga, komitmen bank untuk menyediakan alternatif
pembiayaan kepada nasabah atau melakukan investasi dituangkan dalam
rencana penyaluran pembiayaan. Perbankan merupakan sektor yang berbasis
kepercayaan, maka perbankan syariah harus mengutamakan menjaga

11
kepercayaan tersebut. Keempat, perkiraan penarikan pelanggan umum dan luar
biasa. Item kelima adalah saldo minimum pada bank koresponden. Penting
untuk diingat bahwa perbankan syariah merupakan industri baru dan belum
memantapkan posisinya sebagai pemimpin dalam industri keuangan,
khususnya di Indonesia. Berdasarkan realitas tersebut, persaingan dalam
masalah likuiditas ini tidak hanya terjadi di antara bank syariah tetapi juga di
antara bank konvensional yang sudah mapan. Untuk mengantisipasi dan
mengelola masalah likuiditas terkait dengan upaya pendirian bank syariah,
kebutuhan deposan, profesionalisme, tingkat profitabilitas, dan ketaatan pada
sistem syariah, bank syariah harus menggunakan strategi berikut :
a) Mendorong pendidikan dan sosialisasi kepada bank syariah, terutama
melalui penanaman prinsip-prinsip dan sistem nilai ekonomi Islam
kepada masyarakat umum. Bidang-bidang berikut dianggap mendapat
manfaat dari melakukan hal-hal dengan cara ini:
1) Mengenai perbankan Islam, klaim berikut ini benar: Lebih
banyak orang akan menyimpan uang di sana
2) Lebih banyak bank Islam akan dapat mengembangkan bisnis
mereka, dan deposan
3) Tidak akan terpengaruh oleh keuntungan non-halal yang besar
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan konvensional.
b) Tingkatkan standar kinerja bank syariah secara terus menerus.
Mengintensifkan dan memfokuskan pada pembiayaan berbasis ekuitas
daripada pembiayaan berbasis utang akan menghasilkan profitabilitas
jangka pendek dan jangka panjang yang lebih tinggi. Saat ini terdapat
peluang untuk pembiayaan berbasis ekuitas, seperti pembelian sukuk
yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan usaha, pembiayaan
kerjasama untuk proyek publik dan swasta, dll. Menawarkan
pengembalian yang tinggi dan kompetitif adalah salah satu cara untuk
menjaga loyalitas kategori deposan yang rasional dan menarik klien

12
baru.
c) Meningkatkan kolaborasi, pemahaman, dan dialog dengan investor,
deposan, dan rekan bisnis. Pendekatan syariah terhadap risiko likuiditas
terkait dengan tindakan mobilisasi modal dan proses penyaluran modal,
khususnya yang terdiri dari tiga komponen penting.
1) Perbankan syariah bergantung pada mitra yang dapat berbagi
risiko, oleh karena itu harus ada perilaku masyarakat.
2) keseimbangan aset dan kewajiban.
3) pemantauan dan pengukuran uang.

d) Hitung jumlah deposan logis bank. Salah satu metode untuk


mengidentifikasi deposan yang wajar ketika suku bunga bank
konvensional lebih tinggi dari keuntungan yang dihasilkan oleh bank
syariah adalah dengan menghitung berapa banyak dari mereka yang
mengambil uang mereka dan mentransfernya ke lembaga tersebut.
e) Buat gugus tugas atau tim khusus untuk mengawasi, mengevaluasi, dan
menunjukkan dengan tepat setiap kemungkinan masalah likuiditas yang
mungkin dialami bank. Awalnya diperlukan untuk memeriksa aliran
uang untuk mencegah ketidaksesuaian aset-likuiditas. Penetapan
standar internal yang mengatur standar ukuran mitra perusahaan
merupakan langkah selanjutnya. Terakhir, sistem birokrasi untuk
pengambilan keputusan atas kebutuhan likuiditas yang mendesak harus
disusun bersama dengan strategi untuk mengatasi kesulitan likuiditas.
f) Sisihkan uang dan aset likuid untuk situasi tertentu. Bank membutuhkan
likuiditas untuk transaksi yang dapat diprediksi dan tidak dapat
diprediksi. Kegiatan sehari-hari ditandai dengan dua jenis transaksi
tidak teratur: A) anomali yang mengejutkan tetapi dapat diprediksi b)
Tidak teratur dan tidak dapat diprediksi, Salah satu contoh kebutuhan
likuiditas yang tidak dapat diprediksi yang dapat diantisipasi adalah

13
kebutuhan untuk menyediakan dana untuk permintaan keuangan
pemerintah yang biasanya sangat besar operasi. Namun, penarikan yang
tiba-tiba dan signifikan oleh deposan sebagai akibat dari keadaan
tertentu diperlukan untuk likuiditas yang tidak dapat diprediksi.
g) Buat portofolio aset likuid untuk bank. Cairan untuk instrumen selalu
tersedia dan siap digunakan.

14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan informasi di atas, terlihat jelas bahwa pengelolaan likuiditas bank
difokuskan pada bagaimana bank dapat mengelola dan memenuhi kewajibannya baik
sekarang maupun di masa yang akan datang. Bank syariah dengan likuiditas yang sehat
memenuhi persyaratan rasio pengukuran likuiditas yang sehat seperti yang disebutkan
di atas, memiliki berbagai aset likuid dan kas, memiliki likuiditas kurang dari yang
diperlukan, dan dapat menghasilkan tambahan likuiditas. Tujuan pengelolaan likuiditas
antara lain menjaga posisi likuiditas bank dan proyeksi arus kas, mengelola alat likuid,
dan menurunkan uang menganggur. Pengurus bank syariah diperbolehkan
menggunakan pasar uang antar bank untuk menghimpun dana, mendapatkan bunga dan
menyumbangkan hasilnya sesuai dengan fatwa, berinvestasi dalam emas dan/atau
logam mulia, dan menyimpan uang di bank konvensional tanpa dikompensasi dengan
bunga. Dibutuhkan rencana tindakan bagi seseorang untuk menanganinya dengan
sukses. Menentukan jumlah deposan rasional yang dimiliki bank, mengaktifkan
edukasi dan sosialisasi bank syariah, terus meningkatkan kinerja bank syariah,
meningkatkan koordinasi, komunikasi, dan kesepahaman dengan deposan/investor dan
mitra bisnis, membentuk unit dengan tugas atau tim khusus untuk memantau ,
mengevaluasi, dan mendeteksi potensi kesulitan likuiditas, serta menyiapkan kas dan
cadangan likuiditas. Untuk memenuhi kewajiban likuiditasnya, bank syariah juga dapat
menggunakan Giro Wajib Minimum (GWM), Kliring, dan Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI). Kesulitan untuk mengakses pasar uang dan ketidakmampuan untuk
mendapatkan pendanaan jangka pendek adalah dua masalah yang sering dihadapi bank
syariah untuk sementara waktu, membuat mereka tidak punya pilihan lain kecuali
menjaga likuiditas dalam bentuk uang tunai.

15
Saran
Penulis menyadari adanya kesenjangan pengetahuan, sumber catatan terkait, dan
referensi yang mungkin mempengaruhi kualitas penyusunan karya ini. Oleh karena itu,
kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan sajian dan kekurangan kami.

16
DAFTAR PUSTAKA

Djinarto, Bambang. 2000. Banking asset liability management. Jakara :

Gramedia Pustak utamat.

Elfadhli. Manajemen Likuiditas Perbankan Syariah. JURIS Volume 11,

Nomor 1. Juni 2012

Ichsan, Nurul. Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah. Al-Iqtishad, Vol. 6 No. 1.

2014 Muhammad, 2004, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonesia.

Rifki Ismal, 2010. Islamic Banking Characteristics, Economic Condition and

LiquidityRisk Problem Indonesia Case: 2001 † 2007, akses: 03 April

2010

Siamat, Dahlan, 2003, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Fakultas

Ekonomi UI. Sinungan, Muchdarsyah. 1992. Manajemen Bank Dana. Jakarta :

Bumi Aksara.

17

Anda mungkin juga menyukai