Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EKONOMI BISNIS DAN SYARIAH

MANAJEMEN KEUANGAN SECARA SYARIAH


(MANAJEMEN LIKUIDITAS PADA PERBANKAN SYARIAH)

Di susun oleh :
FITRI APRILLIA SARI
12220016

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, bahwa atas segala rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan
judul MANAJEMEN KEUANGAN SECARA SYARIAH (MANAJEMEN

LIKUIDITAS PADA PERBANKAN SYARIAH)


Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, saya telah berusaha
semaksimal mungkin. Mengumpulkan berbagai materi dan referensi dari buku
penunjang dan internet. Serta dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menumbuhkan proses belajar mandiri, agar kreativitas dan penguasaan materi
dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.
Pada kesempatan ini saya berterimakasih kepada Ibu Dra. Chodidjah, MM
selaku dosen pembimbing Ekonomi & Bisnis Syariah yang telah memberikan
tugas pembuatan makalah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan penulis dimasa yang akan datang.
Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
senantiasa menjadi panduan dalam belajar. Amin.

Penyusun,

DAFTAR ISI
Hal
Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah

4
5

Bab II. Isi

2.1 Pengertian Manajemen Likuiditas


2.2 Tujuan Manajemen Likuiditas dalam Perbankan Syariah
2.3 Pengelolaan Likuiditas dalam Perbankan Syariah
2.4 Instrumen Likuiditas Bank Syariah

6
7
7
9

Bab III. Kesimpulan

12

Daftar Pustaka

13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem
perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah).
Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam
untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga
pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha
berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat
menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam
usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram,
usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Secara umum tugas utama bank termasuk bank syariah adalah
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Kemudian
dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat
dalam bentuk pinjaman ( kredit ), serta memberikan jasa-jasa bank
lainnya. Untuk bisa menghimpun dana dari masyarakat, maka bank
memiliki keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka
titipkan dijamin keamanannya. Dengan demikian, agar bisa memberikan
keamanan kepada para nasabah, maka bank tersebut haruslah likuid.
Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan satu keharusan
yang harus dilakukan, baik itu oleh pihak perbankan, praktisi keuangan,
ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank.
Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank, merupakan salah
satu cara untuk bisa menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang
sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Salah satu penyebab
kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam
memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang
tersedia harus cukup sehingga tidak mengganggu kebutuhan operasional.
Melihat pentingnya masalah likuiditas diperlukan pengelolaan yang serius
oleh pihak perbankan syariah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Apa pengertian manajemen likuiditas ?
2. Apa tujuan manajemen likuiditas dalam perbankan syariah ?
3. Bagaimana perbankan syariah mengelola likuiditasnya ?
4. Instrument apa saja yang digunakan perbankan syariah dalam
mengelola likuiditasnya?

BAB II
ISI

2.1 Pengertian Manajemen Likuiditas


Konsep likuiditas didalam dunia bisnis diartikan sebagai kemampuan
menjual asset dalam waktu singkat dengan kerugian yang paling minimal. Tetapi
pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan

dunia bisnis secara umum. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk
mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva,
likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana

melalui

peningkatan portofolio liabilitas. Manajemen aset dan liabilities dalam dunia


perbankan adalah hal yang utama untuk menjaga kelangsungan tersebut. Beberapa
tujuan dari manajemen aset dan liabilities adalah untuk mencapai pertumbuhan
bank yang wajar, pendapatan yang maksimal, menjaga likuiditas yang memadai,
membentuk cadangan, memelihara dana masyarakat dan memenuhi kebutuhan
masyarakat akan kredit. Berkaitan dengan pencapaian tujuan tersebut, maka
manajemen likuiditas di industri perbankan yang menjadi bagian dari manajemen
aset dan liabilities adalah hal yang harus dilakukan untuk menjaga tingkat
profitabilitas bank dan menjaga kepercayaan masyarakat. Likuiditas pada
umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk
memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata
lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih baik
yang dapat diduga ataupun yang tidak terduga.Menurut beberapa pakar perbankan
pengertian manajemen likuiditas adalah sebagai berikut:
a.

Duane B Graddy : Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan

dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua


kebutuhan
b.
Oliver G Wood: Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan
penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman
atau kebutuhan jangka panjang.
Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian
alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank
yang segera harus di bayar.
2.2 Tujuan Manajemen Likuiditas dalam Perbankan Syariah
Tujuan manajemen likuiditas adalah :
1. Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang
ditentukan oleh otoritas moneter yakni Bank Indonesia.
2. Mengelola alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash
flow termasu kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
3. Memperkecil terjadinya idle fund (dana yang menganggur).

4. Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi
aman.
2.3 Pengelolaan Likuiditas dalam Perbankan Syariah
Fungsi dari manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan
keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktuwaktu dananya atau pada saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena
itu bank wajib mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi
kewajibannya tersebut.
Dalam bank syariah manajemen likuiditas

secara konsep tidak jauh

berbeda dengan manajemen bank konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan
resiko yang akan dihadapi oleh bank syariah. Yang membedakan hanyalah pada
akad yang digunakan ketika melakukan kontrak. Selama ini alat untuk manajemen
likuiditas dalam bank syariah adalah PUAS (pasar uang antar bank syariah)
dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah antar bank syariah) dan SWBI
(surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad wadiah. Semuanya ini adalah
instrument yang likuid untuk menjaga likuiditas bank. Apabila suatu bank
kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan meminjam kepada bank lain
berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, sebaliknya bila kelebihan
likuiditas maka akan ditempatkannya pada bank lain (PUAS) atau dengan
membeli SWBI atau SIMA. Sedikitnya alat likuiditas bank syariah, membuat para
praktisi memutar otak untuk mencari solusi yang dapat memperluas instrument
likuiditas bank syariah. Maka dari itu untuk mengakomodir permintaan akan
instrument likuiditas yang lain, dibuatlah instrument derivative future kontrak ini
dengan salah akad yang digunakan adalah murabahah yang akan menjadi focus
kajian kali ini. Jadi pada prinsipnya manajemen bank baik konvensional maupun
syariah tidak jauh berbeda. Yang membedakan dan yang ditekankan adalah
bagaimana cara mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai dengan syariah.
Kewajiban Bank syariah dalam mengelola likuiditasnya, karena
pengelolaan likuditas tersebut diperlukan untuk memenuhi kewajiban bank
terutama kewajiban jangka pendek. Namun demikian terdapat beberapa kendala
dalam pengelolaan likuiditas dalam Bank dengan berbasis Syariah (bank islam),
mengingat bank dengan berbasis syariah, produk-produknya masih dibilang baru,

seiring dengan usia berkembangnya bank syariah. Adapun kendala-kendala


tersebut antara lain yaitu:
a. Kurangnya akses untuk memperoleh pendanaan jangka pendek
b. Kurangnya akses ke pasar uang sehingga bank syariah hanya dapat
memelihara likuiditas dalam bentuk kas
c. Kendala operasional, kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara
efisien, sebagai contoh tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas
dana-dana yang diterimanya, kesulitan mencairkan dana investasi yang
sedang berjalan sehingga berakibat bank-bank Islam menahan alat
likuidnya dalam jumlah besar dibandingkan dengan rata-rata perbankan
konvensional.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut, ada beberapa pilihan yang
kebanyakan dilakukan oleh pengelola bank-bank Islam yang bersifat darurat yaitu:
a. Mengupayakan dana di pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah
dengan menggunakan berbagai instrumen pasar uang yang tersedia di
pasar uang
b. Mengambil bunga dan menggunakannya untuk tujuan sosial berdasarkan
fatwa
c. Menginvestasikan dalam bentuk emas dan/atau logam mulia lainnya
secara tunai dengan kontrak berjangka
d. Menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga sebagai
imbangan dari servis yang diperolehnya.
2.4 Instrumen Likuiditas Bank Syariah.
Untuk mengatasi masalah likuiditas dalam dunia perbankan, baik itu
bersifat kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak sekali
cara yang bisa digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa
mengatasinya dengan cara menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti
sukuk dan lainnya. Selain itu juga, untuk mengatasi masalah likuiditas antar bank,
maka BI dan Perhimpunan Bank Umum Nasional (PERBENAS) bekerja sama
membentuk pooling fund, yang berfungsi sebagai wadah untuk penyimpanan dana
bagi bank yang kelebihan likuiditas serta tempat untuk meminjam dana bagi bank
yang mengalami kesulitan likuiditas. Kunci yang harus dilakukan bank agar
senantiasa dapat tetap likuid adalah:

1.

Memiliki Primary Reserve

Dalam dunia perbankan, primary reserve terdiri dari:


a. Giro pada Bank Sentral
Selama ini Giro pada bank sentral dikenal dengan istilah Giro Wajib
Minimum (GWM), yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk
menitipkan dananya di BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan
BI, maka besarnya GWM minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK)
untuk valuta rupiah dan 3% dari dana pihak ketiga untuk valuta asing,
dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama, bagi Bank Umum Syariah yang memiliki rasio pembiayaan
dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat tambahan GWM
sebagai berikut:
*Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim memelihara
GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah.
* Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun s/d Rp 50 triliun wajib memelihara
GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK dalam rupiah.
* Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan
dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam rupiah.
Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap
DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK dalam rupiah
sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan GWM
b. Kas pada valuta.
Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk
memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c. Giro pada Bank lain
Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk melancarkan transaksi antar
bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan lain-lain)
d. Item-item uang tunai yang masih dalam proses inkaso.
Alat likuid ini terdiri dari cek bank sentral atau bank koresponden yang
belum secara efektif dikreditkan pada rekening bank pada bank sentral
atau bank koresponden.
Tujuan dari alat likuid yang termasuk ke dalam kategori primary reserve
(cadangan primer)adalah:
1. Memenuhi reserve requirement yang ditempatkan dalam bentuk Giro
Wajib Minimum di Bank Indonesia.
2. Memenuhi keperluan operasional bank sehari-hari.
3. Penyelesaian kliring antar bank.

4. Memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.


2.

Memiliki Secondary Reserve


Secondary Reserve merupakan cadangan yang berfungsi sebagai
penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka
pendek dan tetap current. Baik dalam kondisi normal apalagi kondisi
krisis atau pasar sedang ketat, kebutuhal likuiditas sulit untuk diantisipasi
dan dipenuhi segera terutama jika terjadi rush, sehubungan dengan hal
tersbut Cadangan Sekunder yang ditempatkan dalam bentuk surat-surat
berharga

(Marketable

Securities)

dilakukan

dalam

rangka

memaksimalisasi penempatan dana setiap saat dan harus menghasilkan.


Oleh karena itu, Marketable Securities tersebut harus memenuhi criteria
Short Term, High Quality, Marketable. Kalau merujuk pada bank-bank
Islam yang berada di Bahrain ataupun di kawasan timur tengah, maka
kita akan melihat bahwa secondary reserve yang mereka gunakan adalah
berupa pembiayaan perdagangan seperti mudharaba dan sukuk. Dan
kebanyakan menggunakan jenjang waktu yang pendek (short term),
berkisar antara 7 hari sampai dengan 12 bulan .
3.

Mempunyai akses ke pasar uang


Pasar uang yang dimaksudkan di sini adalah pasar uang antar bank
syariah dan pasar modal syariah. Pasar Uang Antar Bank Syariah
merupakan pasar bagi instrument keuangan jangka pendek (kurang dari 1
tahun). Instrument di pasar modal syariah saat ini meliputi saham yang
masuk kategori Jakarta Islamic Index, Sukuk, dan reksadana syariah
Jika terjadi kekurangan likuiditas, maka Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah perlu mengupayakan dana dari Pasar Uang Antar Bank
Syariah (PUAS) dan jika tidak mencukupi, maka Bank Indonesia akan
memberi Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) dengan
agunan berupa Sertifikat WadiahBank Indonesia (SWBI).
Pada dasarnya keberhasilan bank dalam manajemen likuiditas ,dapat
diketahui dari:
1. kemampuan dalam memprediksi kebutuhan dana di waktu yang
akan datang

10

2. kemampuan untuk memenuhi permintaan akan cash dengan


menukarkan harta lancarnya
3. kemampuan memperoleh cash secara mudah dengan biaya
yang sedikit
4. kemampuan pendataan pergerakan cash indan cash outdana
(cash flow)
5. kemampuan untuk memenuhi kewajiban tanpa harus mencairkan
aktiva tetap apapun kedalam cash
BAB III
KESIMPULAN
Likuiditas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi bank untuk
dikelola dengan baik karena akan berdampak kepada profiitabililitas serta
business sustainibility dan continuity. Manajemen likuiditas merupakan perkiraan
terhadap permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk
memenuhi semua kebutuhan.
Tujuan manajemen likuiditas adalah :
1. Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yan
ditentukan oleh otoritas moneter yakni Bank Indonesia.
2. Mengelola alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan
casflow termasuk kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
3. Memperkecil terjadinya idle fund (dana yang menganggur).
4. Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi
aman
Instrumen likuiditas yang biasa digunakan dalam bank syariah bisa berupa :
1. Primary reserves, yang terdiri dari alat likuid (kas, giro pada bank sentral
atau bank koresponden, dan inkaso).
2. Secondary reserves, yang terdiri dari instrument keuangan syariah.
3. Jika terjadi kekurangan likuiditas, maka Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah perlu mengupayakan dana dari Pasar Uang Antar Bank Syariah
(PUAS) dan jika tidak mencukupi, maka Bank Indonesia akan memberi
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) dengan agunan
berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Dengan didirikankan Lembaga Penjamin Simpanan, maka masyarakat
yang menyimpan dananya di bank tidak perlu khawatir ketika suatu bank
11

mengalami masalah kesulitan likuiditas. Simpanan setiap nasabah dijamin


sampai batas maksimum yang telah ditentukan serta bunga/bagi hasil
untuk nasabah akan dibayarkan oleh LPS.

DAFTAR PUSTAKA

SyafiI Antoniio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta : Gema Insani
Sofiniyah Ghufron, Sofiniyah. 2005. Konsep dan Implementasi Bank Syariah .
Jakarta : Renaisan.
Selamet Riyadi. 2006. Banking Assets and Liability Management. Jakarta : UI
Press.
Zainul Arifin. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah,Cetakan 4.
http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen-likuiditas-perbankansyariah.html
http://mudharabah-ekonomisyariah.blogspot.com/2010/05/manajemen-likuiditasbank syariah.html
http://risaariani6.blogspot.com/2012/06/manajemen-likuiditas-perbankansyariah.html
http://yogierfis.blogspot.com/2014/06/manajemen-likuiditas-bank-syariah.html
http://indridwipertiwi.blogspot.com/2014/03/manajemen-likuiditas-perbankansyariah.html

12

Anda mungkin juga menyukai