Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MANAJEMEN LIKUIDITAS
Mata Kuliah : Aset Liabilitas Manajemen Bank Syariah
Dosen Pengampu : Yuliana, SH.i, ME

DISUSUN :

NAMA : MUHAMMAD FEBRIANTO

SEMESTER : IV (Empat)

NIRM : 1202 19 4005

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HUBBULWATHAN DURI
TAHUN 2021

KATA PENGANTAR
1
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan
Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Likuiditas” ini.
Makalah ini saya susun untuk memenuhi salah satu syarat tugas Mata Kuliah Aset
Liabilitas Manajemen Bank Syariah pada  Program Studi Perbankan Syariah, di Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI) Hubbul Wathan Duri Tahun 2021. Saya menyadari sepenuhnya bahwa,
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat di harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, saya tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan.
Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak, makalah ini tidak mungkin terwujud. Oleh
karena itu, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga kepada dosen pembimbing
dan rekan-rekan serta semua pihak yang ikut serta membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat 
khususnya bagi penulis dan umunya bagi pembaca. Amin.

Simpang Benar, Maret 2021


Penulis

Muhammad Febrianto

i
DAFTAR ISI
2
Daftar isi................................................................................................................................... i
Kata pengantar.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah.................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 2
A. Defenisi dan Konsep Manajemen Likuiditas...................................................................... 2
B. Tujuan Manajemen Likuiditas............................................................................................. 3
C. Pengelolaan Likuiditas Pada Bank Syariah......................................................................... 3
D. Instrumen Likuiditas Bank Syariah..................................................................................... 7
E. Cara Mengantisipasi Risiko Likuiditas................................................................................ 9

BAB III PENUTUP................................................................................................................ 10


A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 10
B. Saran.................................................................................................................................... 10

Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
A.   Latar Belakang
Secara umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat
dalam bentuk pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Untuk bisa menghimpun
dana dari masyarakat, maka bank memiliki keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang
mereka titipkan dijamin keamanannya. Dengan demikian, agar bisa memberikan keamanan kepada
para nasabah, maka bank tersebut haruslah likuid.  
Manajemen likuiditas merupakan bagian dari kerangka manajemen risiko industri keuangan
yang lebih besar, yang berhubungan dengan seluruh lembaga keuangan baik konvensional maupun
syariah. Kegagalan dalam manajemen risiko memiliki konsekuensi yang mengerikan, termasuk
kolapsnya bank dan pada gilirannya menyebabkan ketidakstabilan sistem keuangan. Pada
kenyataannya, sebagian besar kegagalan bank disebabkan kesulitan mengelola masalah-masalah
likuiditasnya.
Ini juga yang menjadi alasan mengapa regulator sangat menaruh perhatian dengan posisi
likuiditas suatu lembaga keuangan dan pemikiran regulator saat ini berpusat pada seputar penguatan
kerangka kerja likuiditas. Likuiditas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi bank untuk
dikelola karena akan berdampak kepada profitabililitas serta keberlanjutan dan kelangsungan
usahasuatu bank. Begitu pentingnya likuiditas ini, sehingga ditetapkan sebagai salah satu risiko yang
harus dikelola dengan baik oleh bank.
Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan satu keharusan yang harus
dilakukan, baik itu oleh pihak perbankan, praktisi keuangan, ataupun pihak-pihak ketiga yang
berencana menitipkan dananya di bank.
Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank, merupakan salah satu cara untuk bisa
menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak
sehat. Salah  satu penyebab kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam
memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga
tidak mengganggu kebutuhan operasional.

B.  Rumusan Masalah


1. Apa Definisi dan Konsep Manajemen Likuiditas ?
2. Apa saja Tujuan dari Manajemen Likuiditas ?
3. Apa dan bagaimana Pengelolaan Likuiditas pada Bank Syariah Di Indonesia ?
4. Apa dan bagaimana Instrumen Likuiditas Bank Syariah ?
5. Apa dan bagaimana Cara Mengatasi Resiko Manajemen Likuiditas ?

C.  Tujuan Makalah


1. Mengetahui dan memahami apa Definisi dan Konsep Manajemen Likuiditas.
2. Mengetahui dan memahami Tujuan dari Manajemen Likuiditas.
3. Mengetahui dan memahami Pengelolaan Likuiditas pada Bank Syariah Di Indonesia.
4. Mengetahui dan memahami Instrumen Likuiditas Bank Syariah.
5. Mengetahui, memahami apa dan bagaimana Cara Mengatasi Resiko Manajemen Likuiditas.

1
BAB II
4
PEMBAHASAN
A.    Definisi dan Konsep Manajemen Likuiditas
Likuiditas pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk
memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata lain kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih  baik yang dapat diduga ataupun yang tidak
terduga.[1]
Sedangkan manajemen likuiditas sendiri memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya adalah
menurut :[2]
1. Duane B Graddy : “Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan
penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan”
2. Oliver G Wood : “Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara
terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan jangka panjang”.
Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid
yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar.[3]
Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid yang
mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar.[4] Menurut teori
intermediasi keuangan, dua alasan yang paling penting terhadap keberadaan lembaga keuangan,
khususnya bank, adalah penyediaan likuiditas dan jasa keuangan. Mengenai penyediaan likuiditas, bank
menerimadana dari deposan dan menyalurkannya ke sektor riil, dan pada saat yang sama menyediakan
likuiditas untuk setiap penarikan dana simpanan. Namun peran bank dalam mentransformasikan
simpanan jangka pendek menjadi pinjaman jangka panjangmembuat mereka rentan secara inheren
terhadap risikolikuiditas (Bank For International Settlement (BIS), 2008 b:1) Likuiditas adalah
kemampuan menjual asset dalam waktusingkat dengan kerugian yang paling minimal. Asset-asset
likuidadalah asset yang dipegang dalam bentuk tunai atau yangdiinvestasikan dalam suatu instrumen
yang dapat diubah menjadi bentuk tunai seperti simpanan berupa giro, dan deposito.
Pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan dunia bisnis secara
umum. Darisudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi kas/tunai
(cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana
melalui peningkatan portofolio liabilitas. Risiko likuiditas muncul sebagai salah satu risiko yangpaling
penting dimana bank perlu menanganinya untuk menghindari kerugian jika tidak dikelola dengan dengan
baik. Risiko likuiditas didefinisikan secara luas sebagai potensi kehilangan bagi bank yang muncul dari
ketidak mampuan mereka untuk memenuhi kewajiban atau untuk mendanai kenaikan asset saat jatuh
tempo tanpa menimbulkan biaya atau kerugian yang tidak dapat diterima (Greuning and
Bratanovic,1999).
[1] Sofiniyah Ghufron, Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah (Jakarta: Renaisan, 2005),  hlm. 67
[2] Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(Jakarta:Kencana,2005) hal. 140.
[3] Riyanto Bambang.Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. (Yogyakarta: BPFE,2001).  hal.25 2
[4] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah.(Yogyakarta: UPP AMP YKPN,2005). hal.399 5
Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif memutuskan untuk menarik dana mereka dalam
jumlah yang lebih besar dari pada dana yang dimiliki bank (Hubbard,2002:323), atau ketika peminjam
gagal untuk memenuhi kewajiban keuangan kepada bank. Dengan kata lain, risiko likuiditas terjadi
dalam dua kasus. Pertama, muncul secara simetris kepada debitur dalam hubungannya dengan bank,
misalnya ketika bank memutuskan untuk menghentikan kredit namun debitur tidak mampu membelinya.
Kedua, muncul dalam konteks hubungan bank dengan deposan, misalnya ketika deposan memutuskan
untuk menarik simpanan mereka tetapi pihak bank tidak mampu memenuhinya (Greenbaum dan Thakor,
1995:137). Dalam prakteknya, bank menemui ketidakseimbangan).

B.     Tujuan Manajemen Likuiditas


Tujuan manajemen likuiditas adalah sebagai berikut[5]:
1. Mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalu tidak
dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral.
2. Memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang menganggur akan mengurangi
profitabilitas bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat
mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.

C.    Pengelolaan Likuiditas Pada Bank Syariah di Indonesia


Pengelolaan likuiditas pada sebuah bank merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan agar
dapat berjalan secara optial dan menguntungkan. Memerlukan instrumen dalam pasar keuangan, yang
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Di Indonesia, untuk penempatan dan pemenuhan jangka
pendek bagi perbankan Syariah telah tersedia instrumen sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank
(IMA) berdasarkan fatwa DSN MUI No. 38/DSN-MUI/X/2002 dan merupakan satu-satunya piranti yang
digunakan dalam dalam operasional Pasar Keuangan Antarbank dengan Prinsip Syariah (PUAS) dan
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sebelum aturan tersebut dikeluarkan, untuk mengatasi
ketidakseimbangan likuiditas pada pendirian awal bank Syariah, maka pemegang otoritas moneter pada
tahun 1995 membantu mencari altrnatif yang tidak bertentangan denga prinsip Syariah, yaitu dengan
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Mudharabah.[6]
Untuk mengatasi kesukaran dana bila saat terjadi di bank Syariah, disebabkan arus dana yang
masuk lebih kecil berbanding arus dana yang keluar pada masa kliring (pengiraan), maka Bank Indonesia
mengeluarkan ketentuan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS).
Untuk pengelolaan likuiditas jangka panjang, dapat dilakukan dalam aktivitas pasar modal Syariah yang
baru dikembangkan pada Maret 2003. Dengan demikian, bank Syariah telah dapat mengeluarkan obligasi
Syariah dan dapat menjual sahamnya atau menginvestasikan modalnya pada reksadana syariah.

[5] Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank Syariah, Edisi II (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm.114
[6] Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah (Cet.1; Bandung: CV Pustaka Setia,2013), h. 184 63
1. Permasalahan Likuiditas Bank
a. Pengertian Likuiditas Bank
Likuiditas alam pengertian umum adalah berkenaan dengan posisi uangcadangan (tunai) suatu
perusahaan dan kemampuannya untuk membayarkan semua hutang yang telah jatuh tempo tepat pada
masanya. Jika dihubungkan dengan lembaga perbankan, likuiditas dimaksudkan sebagai kemampuan
bank pada saat untuk membayar hutang jangka pendek dan sekitarnya diminta oleh penabung atau pihak-
pihak yang terkait dengannya. Oleh sebab itu, yang dimaksudkan dengan likuiditas disini ialah
kemudahan bank dalam mengubah aset menjadi uang tunai.
Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal, yaitu :
1) Posisi seimbang (square), dimana persediaan dana sama dengan keperluan dana yang tersedia.
2) Posisi lebih (long), dimana persediaan dana lebih dari keperluan dana yang tersedia.
3) Posisi kurang (short), dimana persediaan dana kurang dari keperluan.
Apabila bank mengalami kelebihan likuiditas, maka hal itu dianggap sebagai keuntungan bank.
Sebaliknya jika terjadi kekurangan, maka bank memerlukan bantuan untuk menutupi kekurangan
tersebut.
b. Mekanisme Pengelolaan Likuiditas
Transaksi pembayarandalam aktivitas perbankan  dilakukan mengikuti mekanisme kliring (pengiraan)
dengan membebankan giro bank yang terkait dengan Bank Indonesia (BI). Apabila ketersediaan dana
bank kurang dari Giro Wajib Minimum (GWM) dalam pelaksanaannya, maka bank atau kantor cabang
harus membayarnya. Ketentuan mengenai kadar mata uang dan mekanisme GWM bagi Bank Umum
Syariah, kini telah ada pengaturan yang terpisah yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib
Minimum dalam rupiah dalam valuta asing bgi bank umum yang melaksanakan aktivitas usaha
berdasarkan prinsip Syariah. Bank Syariah yang mengalami kekurangan dana boleh menerbitkan
sertifikat Investasi Mudharabah Antar bank bank Syariah maupun bank konvensional yang memiliki Unit
Usaha Syariah. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PBI No. 2/8/PBI/2000, sertifikat IMA ialah satu-satunya
piranti yang boleh digunakan dalam operasional Pasar Uang Abtarbank berdasarkan prinsip Syariah
(PUAS). Sedangkan untuk menjaga kestabilan moneter bagi bank-bank Syariah melalui penerbitan
Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI) yang berdasrkan pada prinsip wadi’ah (titipan) atau saat ini
diidtilahkan dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI Syariah). 
2. Pasaran Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS)
Ketentuaan mengenai PUAS diatur dalam PBI No. 2//8/PBI/2000 tentang Pasaran Uang Anarbank
bedasarkan prinsipSyariah pada tanggal 23 Pebruari 2000 jo PBI No. 7/26/PBI/2005 tanggal 8 Agustus
2005 tentang perubahan atas PBI No. 2/8/2000. Disamping itu juga ada fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 37/DSN-MUI/X/2002 tanggal 23 Oktober 2002.

74
a. Pengertian dan Tujuan PUAS
Pengertian PUAS dalam fatwa DSN No. 37 ialah aktivitas transaksi keuangan jangka pendek antar
peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip Syariah. Menurut PBI No. 2/8/PBI/2000, pengertian PUAS
terlihat lebih khusus yaitu aktivitas investasi jangka pendek dalam bentuk rupiah antara peserta pasar
berdasarkan prinsip mudharabah. Terdapat sedikit perbedaan pengertia PUAS dalam PBI No.
9/5/PBI/2007, sebagai pengganti PBI No. 2/8/PBI/2000 mengenai PUAS yaitu aktivitas transaksi
keuangan jangka pendek Antarbank berdasarkan prinsip Syariah baik dalam bentuk rupiah maupun mata
uang asing. Dengan adanya apola PUAS ini brarti persoalan likuiditas bank Syariah dapat diatasi dalam
bentuk investasi antara bank Syariah selagi dapat dihindari investasi dana pada bank konvensional.
Walaupun berdasrkan fatwa DSN, PUAS tidak dibenarkan melaksanakan transaksi berdasarkan bunga,
namun tidak masalah bagi pihak bank konvensional untuk melakukan invetasi pada bank Syariah
walaupun hanya terbatas sebagai pemodal saja. Sesuatu hal yang perlu dipersoalkan lebih jauh tentan
kebolehan bank knvensional dalam melakukan investasi pada bank Syariah, sebagaimana fatwa DSN,
yaitu persoalan sumber dana yang secara jelas (sharih) berasal dari pengolahan dana yang bercampur
dengan sistem bunga sedangkan bunga itu sudah jelas haram. Hal ini menyebabkan terjadinya
percampuran antara dana haram dengan halal yang dikelola oleh bank Syariah.
b. Perbandingan antara PUAS dan PUAK
Pasaran Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS) yang berlaku di Indonesia dapat
dibandingkn dengan Pasaran Uang Antarbank secara Konvensional (PUAK), baik dari aspek persamaan
maupun perbedaan antara keduanya.
1) Diantara prinsip persamaan yang ada pada kedua-dua pasaran uang Antarbank tersebut, ialah :
a) Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang berfungsi untuk memudahkan perbankan yang
mengalami kasus likuiditas, baik berupa kekurangan maupun kelebihan likuiditas.
b) Keduanya sama-sama memiliki jangka masa paling lama 90 hari atau merupakan jenis investasi
jangka pendek.
c) Dapat dipakaikan untuk pembayaran nota kredit, melalui kliring, bilyet giro BI atau pemindahan
dana secara elektronik.
2) Prinsip perbedaan pada PUAS dan PUAK itu ialah :
a) Transaksi PUAS tidak berdasarkan kepada suku bunga,melainkan bagi hasil, sedangkan pada
PUAK sepenuhnya berdasarkan kepada suku bunga.
b) Peserta PUAS meliputi bank Syariah dan bank konvensional sedangkan peserta PUAK hanya
pada bank konvensional.
c) Piranti yang digunakan PUAS ialah sertifikat IMA, sedangkan PUAK menggunakan promes atau
promissory notes (janji tertulis untuk menjelaskan semua hutang).

85
d) Sertifikat IMA hanya dapat dialihkan sekali saja karena hanya berfungsisebagai tanda bukti
penyertaan saja. Sedangkan promes pada PUAK dapat dipindah tangan berulang kali selagi
belum jatuh tempo karena ia merupakan suatu negotable instrument.
3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Ketentuan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) ini adalah berdasarkan kepada Peraturan Bank
Indonesia No. 2/9/PBI/2000 yang telah diperbaharui dengan PBI No. 6/7/PBI/2004 mengenai Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia dan Fatwa DSN-MUI No.36/DSN-MUI/X?2002 yang dikeluarkan pada 23
Oktober 2002.
Pengertian tentang SWBI sebagai mana yang terdapat dalam PBI No. 2/9/PBI/2000 adalah sertifikat
yang di terbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip
wadi’ah (pasal 1 ayat 4). Sedangkan yang di maksud dengan wadiah ialah perjanjian penitipan dana
antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercayai untuk menjaga dana tersebut (pasal 1
ayat 3). Setelah di ubah menjadi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Syariah, memakai akad Ju’alah.
Tujuan diterbitkan sertifikat ini adalah sebagai instrument kebijakan moneter dalam mengatasi masalah
kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Beberapa karaktek sertifikat
tersebut adalah seperti berikut :
a. Diterbitkan oleh Bank Indonesia.
b. Merupakan instrument kebijakan moneter dan sarana penitipan dana sementara.
c. Sebagai tanda bukti penitipan dana jangka pendek.
d. Ada bonus atas transaksi penitipan dana.
Persyaratan SWBI yang di gariskan adalah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesi No. 36/DSN-MUI/X/2002 yaitu :
a. Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrument moneter berdasarkan prinsip
Syariah yang dinamakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang dapat dipergunakan oleh
bank Syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditas.
b. Akad yang digunakan untuk instrument SWBI ialah akad wadi’ah sebagai mana yang di atur dalam
fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Giro dan fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000
mengenai tabungan.
c. Dalam SWBI tidak dibenarkan imbalan yang di syaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya)
yang bersifat suka rela dari pihak Bank Indonesia.
d. SWBI tidak boleh diperjual belikan.
4.  Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
Landasan aturan dalam pelaksanaan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi bank Syariah (FPJPS)
ialah PBI No. 5/3/PBI/2003 dan PBI No. 7/23/PBI/2005. Persyaratan yang berdasarkan kepada fatwa
DSN masih belum ada.

9
6
Pengertian FPJPS ialah kemudahan pembiayaan dari Bank Indonesia kepada bank Syariah yang dapat di
gunakan untuk megatasi masalah pendanaan jangka pendek saja. Masalah pendanaan jangka pendek
ialah keadaan yang disebbkan oleh berlakunya arus dana masuk lebih kecil berbanding dengan arus dana
keluar (mismatch).
Diantara karakter FPJPS adalah seperti berikut :
a. Merupakan perlaksanaan fungsi Bank Indonesia sebagai the leader of last resort.
b. Di berikan FPJPS kepada bank Syariah atau unit usaha Syariah bank konvensional yang mengalami
kasus pendanaan jangka pendek karena sistem kliring dan atau karena penggunaan kemudahan
pendanaan dalam rangka real time gross settlemet (RTGTS) Bank Indonesia.
c. Bank yang menjadi pemohon harus memenuhi tahap kesehatan secara keseluruhan “Cukup Sehat”
(CS) sekurang-kurangnya dalam 3 (tiga) bulan terakhir dan “Sehat” (S) dalam permodalan.
d. Bersifat tetap dan kualitas agunan yang tinggi, mudah di cairkan, dan tidak bertentangan dengan
prinsip Syariah, dan tercatat di Bank Indonesia.
e. Agunan yang dapat dijadikan jaminan ialah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan surat
berharga tangguh yang lain.
f. Kadar imbalan FPJPS yang diperhitungkan adalah berdasarkan nilai nominal investasi, tingkat
realisasi imbalan, nisbah bagi hasil Bank Indonesia serta jumlah penggunaan kemudahan tersebut.[7]

D.   Instrumen Likuiditas Bank Syariah


Adapun instrumen yang harus dilakukan bank agar senantiasa dapat tetap likuid adalah :
1. Memiliki Primary Reserve ( Cadangan Primer )
yaitu dalam kas atau saldo yang ada pada Bank Indonesia atau Bank lain. Dalam dunia perbankan,
primary reserve terdiri dari:
a. Giro pada Bank Sentral atau Giro Wajib Minimum (GWM)
Selama ini Giro pada bank sentral dikenal dengan istilah yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk
menitipkan dananya di BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan BI, maka besarnya GWM
minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK) untuk valuta rupiah dan 3% dari dana pihak ketiga untuk
valuta asing, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama, bagi Bank Umum Syariah yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang
dari 80%, mendapat tambahan GWM sebagai berikut:
1) Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim memelihara GWM tambahan dalam
rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah.
2) Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam
rupiah sebesar 2% dari DPK dalam rupiah.
3) Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3%
dari DPK dalam rupiah.  Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap
107
 Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah (Cet.1; Bandung: CV Pustaka Setia,2013), h. 195
DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun
tidak dikenakan tambahan GWM.
b. Kas pada valuta.
Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi.
c. Giro pada Bank lain
Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk melancarkan transaksi antar bank (transfer, inkaso,
transaks L/C, dan lain-lain)
d. Item-item uang tunai yang masih dalam proses inkaso.
Tujuan dari alat likuid yang termasuk ke dalam kategori primary reserve (cadangan primer) adalah:
 Memenuhi reserve requirement yang ditempatkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank
Indonesia.
 Memenuhi keperluan operasional bank sehari-hari.
 Penyelesaian kliring antar bank.
 Memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.
Dapat di katakana likuid apabila bank syariah dapat memelihara GWB di Bank Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, dapat memelihara giro di Bank Koresponden dengan besarnya berdasarkan saldo
minimum, dapat memelihara sejumlak kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.
2. Memiliki Secondary Reserve
Yaitu cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi
jangka pendek.
Adapun cadangan sekunder berupa surat-surat berharga bisa berupa:
a. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Peraturan Bank Indonesia no 2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti
penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
b. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Berdasarkan Undang-Undang SBSN yang diterbitkan pada Mei 2008, Surat Berharga Syariah Negara
atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah ataupun
mata uang asing.
3. Mempunyai akses ke pasar uang.
Pasar uang yang dimaksudkan di sini adalah pasar uang antar bank syariah dan pasar modal syariah.
a. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah transaksi keuangan jangka pendek antar bank
berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.

118
b. Pasar Modal Syariah
Instrument di pasar modal syariah saat ini meliputi saham yang masuk kategori Jakarta Islamic Index,
Sukuk, dan reksadana syariah. Karena Bank tidak diperbolehkan berinvestasi pada saham, maka sukuk
dan reksadana syariahlah menjadi secondary reserve dimana instrument ini dapat dijual di secondary
market untuk sukuk dan dicairkan untuk reksadana syariah jika Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah
membutuhkan dana jangka pendek.
c. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
FPJPS merupakan instrument terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro negative dan tidak berhasilnya akses pasar uang syariah
untuk menutup kewajiban jangka pendek. 
Tujuan dari diberlakukan FPBJS ini, adalah untuk membantu Bank Syariah yang mengalami kesulitan
pendanaan jangka pendek, namun memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan (illiquid but
solvent).[8]
d. LPS Sebagai Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan
LPS adalah badan hukum yang independent yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang ditetapkan tanggal 22 September
2004. LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat
deposito dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. LPS juga menjamin simpanan di bank Syariah
yang berbentuk giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.[10]

E.     Cara Mengantisipasi Risiko Likuiditas


Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya
ditetapkan oleh Bank antara lain adalah[9]:
1. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah
baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer
maupun setoran tunai nasabah.
3. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan
pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan
membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat
diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
4. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain
menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
5. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi
ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya.
6. Meningkatkan atau menurunkan sumber dana tertentu.

 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: IIIT, 2003), hlm. 53
12 9
 Kasmir,  Bank  dan  Lembaga  Keuangan    Lainnya(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.194
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Manajemen
likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid yang mudah
ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar. Adapun tujuan
manajemen likuiditas adalah sebagai berikut:
1. Mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalu tidak
dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral.
2. Memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang nganggur akan
mengurangi profitabilitas bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat
mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.
Didalam menajemen likuiditas juga terdapat resiko-resiko, adapun untuk mengatasi resiko tersebut
ialah sebagai berikut:
1. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh
nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer
maupun setoran tunai nasabah.
3. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan
pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan
membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini.
4. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank.
5. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan
fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya.
6. Meningkatkan atau menurunkan sumber dana tertentu.

B. Saran
Saya sebagai pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, karena terebatasan refereensi dan keterbatsan ilmu yang kami miliki. Untuk itu
saya selaku penulis menerima kritik dan saran dari peserta diskusi maupun dosen pembimbing
untuk demi baiknya tulisan saya ini di masa yang akan datang.

10
13
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Muhamad. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Syukri Laka. 2012. Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press.
Ibnudin. 2016. Prinsip Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah. Jurnal Risalah. Vol. 1, No. 1
Sulistyowati. 2015. Manajemen Likuiditas Bank Syariah. Jurnal Universum. Vol. 9, No. 1
Djinarto,Bambang. Banking asset liability management. 2000, Jakarta : Gramedia Pustak utama  .
Rusyamsi, Imam. Asset Liability Managemen : Strategi pengelolaan Aktiva Pasiva Bank. 1999
Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 1999.

Anda mungkin juga menyukai