Anda di halaman 1dari 5

Fenomena Toleransi Atas Nama Natal

Khutbah Jumat: Natal Dalam Islam, Hukum


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Merayakan & Menyikapinya Saat ini kita di berada di bulan penghujung tahun Masehi yaitu bulan
Desember. Di bulan ini, kaum Nasrani akan merayakan salah satu hari raya
agama mereka.
Biasanya, setiap ada momentum ini, biasanya ada upaya-upaya untuk
menunjukkan sikap toleransi dengan ikut menghadiri acara Natal bersama
atau paling kurang dengan ikut mengucapkan selamat atas hari besar
agama tersebut.
Persoalan ini sebenarnya sudah dijelaskan oleh para ulama tentang status
hukumnya. Hanya saja, mungkin masih ada sebagian orang yang tidak
mengerti sepenuhnya duduk masalah ini.
Para ulama menjelaskan bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk
berbuat baik dan bersikap adil kepada non muslim selama mereka tidak
memerangi kaum Muslimin karena agamanya.
Bahkan dalam masalah bersikap adil, kepada non Muslim yang memusuhi
pun harus tetap adil, tidak boleh melakukan kezhaliman kepadanya.
Sehingga dalam sejarah penaklukan Islam, kaum muslimin diakui oleh
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
sejarawan Barat sebagai penakluk paling santun dan adil di muka bumi.
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Gustave Le Bon, seorang cendekiawan dan filosof Perancis awal abad 20,
Atas rahmat dan karunia-Nya semata kita semua bisa hadir ke tempat yang
mengatakan,”Sejarah tidak pernah mengenal sang penakluk yang lebih adil
paling dicintai Allah Ta’ala di muka bumi ini, untuk melaksanakan
dan lebih santun kecuali Islam.” (Yusuf Qardhawi, Membumikan Syariat
kewajiban kita sebagai muslim yaitu ibadah shalat Jumat.
Islam: 119)[i]
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita yang
TIdak pernah terjadi adanya pemaksaan terhadap penduduk negeri non
mulia Muhammad ‫ﷺ‬, keluarganya, para sahabatnya, dan siapa saja yang
muslim yang dikuasai kaum muslimin untuk masuk Islam.
mengikuti sunnah beliau lahir dan batin dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran hingga akhir zaman. Bahkan saat sahabat Nabi ‫ ﷺ‬yang agung, Abu Ubdaidah Ibnul Jarrah
radhiyallahu ‘anhu mengembalikan jizyah (pajak perlindungan keamanan
Kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan kepada kaum Muslimin
non muslim di negeri islam) kaum Nasrani di Homs, Suriah, karena tidak
sekalian agar senantiasa menguatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu
mampu lagi melindungi mereka dari sebuan tentara Romawi pada tahun
wa Ta’ala di mana saja kita berada.
13 H, mereka takjub dengan sikap kaum Muslimin tersebut.
Di antara caranya adalah dengan menguatkan pegangan kita terhadap
Para pemuka mereka menulis surat kepada Abu Ubaidah, Gubernur Syam
ajaran dan tuntunan Allah dan Rasul-Nya ‫ ﷺ‬dalam kehidupan ini, serta
saat itu,” Wahai kaum Muslimin, kalian lebih kami cintai dari pada Romawi,
menjauhi segala seruan yang bertujuan untuk menjauhkan kaum Muslimin
meskipun mereka sama agamanya dengan kami.
dari berpegang teguh dengan ajarannya.
Kalian lebih memenuhi janji kepada kami. Kalian lebih belas kasih kepada MUI menegaskan bahwa umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama
kami, lebih menjaga diri dari menzhalimi kami dan lebih baik dalam dan bergaul dengan umat – umat agama lain dalam masalah – masalah
memimpin kami.” [Samahatul Islam fi Mu’amalati Ghairil Muslimin, Dr. yang berhubungan dengan masalah keduniaan. Namun demikian umat
Abdullah bin Ibrahim Al-Luhaidan, hal. 17] Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya
Ini bukti tak terbantahkan bahwa kaum Muslimin sejak dahulu kala dikenal dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan surat Al-Kafirun:
sebagai umat yang sangat toleran di muka bumi. 1-6.
Hanya saja, praktek toleransi para leluhur kaum Muslimin yang mulia itu
tidak berbentuk seperti yang dilakukan hari ini, yaitu ikut datang dalam
acara ibadah malam natal, mengucapkan selamat atas hari raya tersebut
dan lain sebagainya yang merupakan kekhususan dalam keyakinan kaum
Nasrani.
Tidak pernah didapatkan riwayat bahwa para khalifah Islam dan Gubernur
wilayah di masa khulafaur rasyidin dan era setelahnya, melakukan hal
seperti itu.
Namun demikian, kaum Nashara sudah merasakan betapa bebas dan
tenangnya hidup di bawah naungan sistem Islam dan kepemimpinan kaum
Muslimin yang konsisten dengan Islam.
Maka dari itu, kami merasa perlu untuk mengingatkan kembali diri kami
sendiri dan Jamaah Jumat sekalian tentang masalah sikap Muslim terhadap
perayaan hari besar agama non Muslim, yang kebetulan saat ini
konteksnya adalah Hari raya Natal.
Hukum Merayakan Natal Dalam Islam
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita mengingat kembali penjelasan Majelis Ulama Indonesia
tentang masalah hukum Merayakan Natal dalam Islam. Dalam fatwa MUI
pusat tahun 1981 disebutkan bahwa MUI menimbang bahwa:
1. Umat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang perayaan Natal
Bersama.
2. Umat Islam agar tidak mencampur adukkan aqidah dan ibadahnya
dengan aqidah dan ibadah agama lain.
3. Umat Islam harus berusaha untuk menambah iman dan takwa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian MUI menyatakan bahwa umat Islam harus mengakui kenabian
4. Tanpa mengurangi usaha umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat dan kerasulan Isa al-Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka
Beragama di Indonesia.
kepada para nabi dan rasul yang lain sebagaimana diterangkan dalam Isa menjawab,” Tidak.” Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah Ta’ala
sejumlah ayat dalam al-Quran. dalam firmannya dalam surat Al-Maidah ayat 116 – 118.
Barang siapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu Islam mengajarkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu hanya satu,
mempunyai anak, Isa Al-Masih itu anaknya, maka orang itu kafir dan berdasarkan surat Qul huwallahu ahad.
musyrik. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 72 – Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-
73. hal yang syubhat dan dari larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta untuk
mendahulukan menolak kerusakan daripada meraih kemaslahatan.
Setelah memaparkan semua dalil dari al-Quran, hadits dan kaidah ushul
fikih yang tidak bisa kami paparkan semuanya di sini, MUI Pusat saat itu
memutuskan memfatwakan:
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan
menghormati Nabi Isa ‘alaihis salam, akan tetapi Natal itu tidak dapat
dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumya haram.
3. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-
kegiatan Natal.
Fatwa Mui ini ditetapkan di Jakarta, 1 Jumadil Awal 1410 H / 7 Maret 1981
M oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dengan ketua komisi KH.
Muhammad Syukri Ghazali dan sekretarisnya Drs. H. Mas’udi.
Fatwa ini sama sekali tidak menyinggung hukum mengucapkan selamat
Natal kepada kaum Nasrani pada hari Natal.
Banyak orang yang salah paham tentang masalah ini. Larangan tentang
ucapan selamat atas hari raya non Muslim tidak berasal dari fatwa MUI ini
di era kepemimpinan Buya Hamka rahimahullah.[ii]
Menyikapi Perayaan Natal
Ma’syiral Muslimin rahimakumullah
Toleransi agama itu artinya bukan ikut dalam acara ritual agama lain atau
terlibat secara langsung dalam ibadah khusus mereka.
Toleransi itu merupakan sikap teguh dengan ajaran Islam, namun tidak
Selanjutnya MUI menerangkan bahwa pada hari kiamat nanti Allah akan memaksakan orang non Muslim untuk masuk Islam atau mengikuti ibadah
bertanya kepada Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya umat Islam.
agar mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan.
Toleransi itu membiarkan penganut agama lain untuk menjalankan
keyakinan mereka, itulah toleransi yang dicontohkan dalam Islam
Menghormati dan bertoleransi terhadap pemeluk agama lain bukan
dengan cara melakukan sesuatu yang dilarang oleh ajaran agama kita
sendiri berdasarkan dalil-dalil yang jelas dan kuat. Ini namanya salah
praktek toleransi.
Kita dilarang menzhalimi diri sendiri dengan melakukan kemaksiatan
kepada Allah Ta’ala, sebagaimana kita dilarang menzhalimi orang lain
termasuk kepada para non Muslim.
Dengan demikian, kita bisa memberikan pensikapan yang baik namun
tegas terhadap kaum non Muslim, dalam konteks saat ini adalah kaum
Jangan Latah Mengucapkan Selamat Natal
Nasrani yang hendak merayakan hari raya Natal. Sikap yang baik berupa
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
tidak menganggu jalannya ibadah mereka dan perayaan mereka.
Kita sering dapati di tengah-tengah masyarakat kita ada orang-orang yang
Namun tegas untuk tidak ikut terlibat dalam ibadah tersebut sama sekali.
karena ingin berbagi kebahagiaan dengan tetangganya yang non Muslim
Tidak perlu sampai melakukan sesuatu yang justru bisa memberikan
di hari Natal, kemudian dia mengucapkan “Selamat Hari Raya Natal”
madharat kepada agama kita sendiri, misalnya dengan menghadiri acara
kepada tetangganya, atau kepada temannya, rekan kerjanya, atasannya dan
Misa Natal, memakai atribut Natal dan segala yang bersifat khas dalam
seterusnya.
ibadah mereka.
Dilihat sekilas, ini menunjukkan sikap yang baik, toleran dan bersahabat.
Semua itu merupakan bentuk pengagungan kepada keyakinan agama
Ucapan selamat terhadap hari raya non Muslim dipandang sebagai sebuah
mereka. Padahal dalam Islam keyakinan agama mereka itu merupakan
ungkapan yang tidak ada implikasi hukumnya dalam Islam.
syirik besar.
Bahkan, justru dinilai akan menunjukkan kemuliaan umat Islam yang begitu
Bagaimana mungkin kita terlibat dalam sebuah ibadah yang dikategorikan
toleran dan peduli dengan non Muslim sehingga diharapkan kohesi sosial
sebagai kezhaliman yang besar oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala menyebut
akan semakin lekat.
kemusyrikan itu kezhaliman yang besar.
Sebagian orang menganggap itu tuntutan bermuamalah yang baik dengan
Zhalim terhadap hak Allah Ta’ala, yaitu tidak mensekutukan sesuatu
tetangga atau kerabat atau teman dan seterusnya.
dengan Allah Ta’ala. Maka, cukuplah kita bertoleransi dengan menghargai
hak mereka, membiarkan kaum Nasrani merayakan Hari Natal dengan Namun, kita harus ingat, Islam merupakan ajaran yang sempurna dan
aman tanpa gangguan sama sekali, bebas tanpa penindasan. lengkap tentang bagaimana kita menjalankan kehidupan ini sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rasul-Nya ‫ﷺ‬.
Inilah yang dilakukukan kaum Muslimin sejak jaman dahulu. Sungguh para
sahabat nabi ‫ ﷺ‬adalah contoh terbaik setelah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dalam Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, bukan hanya masalah ibadah
masalah toleransi. Dengan mengikuti mereka kita tidak akan tersesat. seorang hamba dengan Tuhannya. Termasuk dalam persoalan interaksi
antara kaum muslimin dengan non Muslim yang tidak memusuhi Islam.
Ada prinsip dan kaidah yang menjadi pedoman agar tidak terjadi
pelanggaran terhadap diri kita sendiri atau atau pun kepada non Muslim.
Ajaran Islam dalam toleransi adalah yang terbaik untuk umat Islam dan non dianggap sebagai bentuk intoleransi, karena beda parameter dan
Muslim sekaligus. perspektif yang dipakai.
Aturan Islam selalunya bermaslahat dan menyempurnakan maslahat Hendaknya kita berlapang dada atas tuduhan-tuduhan semacam itu dan
tersebut serta tidak menimbulkan madharat dan bahkan menjauhkan dari terus memohon kepada Allah keteguhan di atas ajaran Islam dan
madharat. keselamatan di dunia dan akhirat.
Dalam persoalan mengucapkan ucapan selamat atas hari raya non Muslim, Doa Penutup
Imam Ibnul Qayim Al-Jauziyyah rahimahullah telah memberikan penegasan Marilah kita tutup khutbah tentang hari natal dalam kacamata
tentang adanya kesepakatan ulama dalam masalah ini. Beliau berkata, Islam dengan berdoa kepada Allah Ta’ala.
“Adapun ucapan selamat terhadap syiar-syiar kekafiran yang merupakan
ciri khasnya, maka itu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.
Misalnya, mengucapkan ucapan selamat pada hari raya mereka dan puasa
mereka dengan ucapan: “Semoga hari raya anda diberkahi.” Atau
mengucapkan selamat atas hari raya tersebut dan seterusnya.
Hal ini, meskipun orang yang mengucapkannya selamat dari kekafiran,
namun hal itu termasuk perkara yang diharamkan.
Ucapan selamat terhadap hari raya non Muslim itu posisinya sebagaimana
mengucapkan selamat atas sujudnya orang non Muslim tadi kepada salib.
Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya non Muslim itu lebih besar
dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai oleh Allah daripada ucapan
selamat terhadap tindakan meminum khamr, membunuh orang, melakukan
zina dan semisalnya.
Banyak orang yang terjerumus dalam perkara ini dari kalangan orang-
orang yang tidak mengagungkan agama Islam.
Banyak yang tidak mengetahui betapa buruknya apa yang telah dia
lakukan. Siapa saja yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena
kemaksiatan yang dia lakukan atau kebid’ahan atau kekafiran, maka dia
akan mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”[iii]
Bila demikian halnya, hendaknya kita tidak perlu mengucapkan selamat
terhadap hari raya agama non Muslim apa pun agar tidak melanggar ijma’
ulama ini.
Hal itu sama sekali bukan bentuk intoleransi, namun bentuk ketaatan
terhadap Allah Ta’ala, walaupun mungkin oleh sebagian kalangan

Anda mungkin juga menyukai