Anda di halaman 1dari 21

TUGAS BESAR 2

PERBANKAN SYARIAH

HAMBATAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-


19

Nama: Albert Elly Syaputra

NIM: 43120010108

Dosen Pengampu: Dr. Sudjono, M.Acc.

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

2023
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga Makalah
dengan judul “Hambatan Perbankan Syariah Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19” ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sudjono.
M.Acc. selaku Dosen mata kuliah Perbankan Syariah yang telah memberikan pengarahan
kepada kami dalam proses pembelajaran di kelas dan juga atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan, baik materi maupun pikiran.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai Tugas Besar 2 mata kuliah
Perbankan Syariah. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam proses penyusunan makalah
ini.

Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan kami berharap nilai Tugas Besar 2 ini
mendapatkan nilai yang memuaskan.

Jakarta, 21 Oktober 2023

Albert Elly Syaputra


iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Batasan Masalah .......................................................................................................... 2

1.3 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.4 Tujuan.......................................................................................................................... 2

1.5 Manfaat........................................................................................................................ 2

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................... 3

2.1 Grand Theory, Middle Theory, dan Operational Theory ............................................. 3

2.2 Studi dan Penelitian Terdahulu.................................................................................... 6

2.3 Hipotesis ...................................................................................................................... 8

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................................... 9

3.1 Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia ..................................................................... 9

3.2 Tantangan dan Kebijakan Perbankan Syariah Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19
10

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 16

4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 16

4.2 Saran .......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17


1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat di negara maju dan berkembang sangat membutuhkan bank sebagai
tempat untuk melakukan transaksi keuangannya. Mereka menganggap bank merupakan
lembaga keuangan yang aman dalam melakukan berbagai macam aktivitas keuangan.
Aktivitas keuangan yang sering dilakukan masyarakat di negara maju dan negara
berkembang antara lain aktivitas penyimpanan dan penyaluran dana.
Di negara maju, bank menjadi lembaga yang sangat strategis dan memiliki
peran penting dalam perkembangan perekonomian negara. Di negara berkembang,
kebutuhan masyarakat terhadap bank tidak hanya terbatas pada penyimpanan dana dan
penyaluran dana saja, akan tetapi juga terhadap jasa yang ditawarkan oleh bank.
Bank syariah di Indonesia lahir sejak 1992. Bank syariah pertama di Indonesia
adalah Bank Muamalat Indonesia. Pada tahun 1992 hingga 1999. Perkembangan Bank
Muamalat Indonesia masih tergolong stagnan. Namun sejak adanya krisis moneter yang
melanda Indonesia pada 1997 dan 1998, maka para bankir melihat bahwa Bank
Muamalat Indonesia (BMI) tidak terlalu terkena dari dampak krisis moneter. Para
bankir berpikir bahwa BMI satu-satunya bank syariah di Indonesia, tahan terhadap
krisis moneter. Pada tahun 1999, berdirilah Bank Syariah Mandiri yang merupakan
konversi dari Bank Susila Bakti. Bank Susila Bakti merupakan bank konvensional yang
dibeli oleh Bank Dagang Negara, kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Mandiri,
Bank syariah kedua di Indonesia.
Dalam masa pandemi, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
memperhatikan tiga sektor, yaitu kesehatan, sektor riil dan perbankan. Pandemi Covid-
19 menjadi permasalahan bagi perbankan, karena bisa menghasilkan permasalahan di
sektor riil atau dunia usaha yang berpotensi menimbulkan persoalan di sektor
perbankan. Hal ini tentu saja bisa terjadi, dikarenakan sektor perbankan merupakan
lembaga intermediasi atau perantara yang mendukung kebutuhan dana investasi bagi
dunia usaha.
Perbankan syariah di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan di tengah
wabah Covid-19. Menurut Pengamat Ekonomi Syariah yang juga pendiri Karim
Consulting, Adi warman Karim menyampaikan kondisi industri Perbankan Syariah bisa
lebih dulu memburuk daripada industri bank konvensional.
2

Di masa pandemi Covid-19 saat ini, perbankan syariah akan menghadapi


beberapa kemungkinan resiko, seperti resiko pembiayaan macet (NPF), resiko pasar
dan resiko likuiditas. Oleh karenanya, resiko tersebut pada akhirnya akan memiliki
dampak terhadap kinerja dan profitabilitas perbankan syariah. (Wahyudi, 2020).

1.2 Batasan Masalah


Dari identifikasi masalah pada latar belakang, agar penulisan makalah dapat
memiliki fokus maka perlu adanya pembatasan masalah yaitu:

1. Hambatan Perbankan Syariah dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Hambatan-hambatan perbankan syariah dalam menghadapi Pandemi
Covid-19

1.4 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan yang
dihadapi oleh perbankan syariah dalam menghadapi pandemic Covid-19.

1.5 Manfaat
1. Bagi Penulis
Peneliti dapat menambah wawasan terkait hambatan-hambatan perbankan syariah
dalam menghadapi Pandemic Covid-19
2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah wawasan terkait apa saja hambatan-hambatan dan
kebijakan perbankan syariah dalam menghadapi pandemic Covid-19, selain itu para
pembaca diharap dapat mengetahui lebih lanjut terkait perbankan syariah yang ada
di Indonesia.
3

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Grand Theory, Middle Theory, dan Operational Theory


a. Grand Theory
Secara khusus, pada bank syariah teori yang menjelaskan pengaruh tingkat bagi
hasil terhadap jumlah tabungan maupun deposito yang ada di bank syariah sulit
ditemukan. Tetapi pada bank konvensional terdapat teori yang menjelaskan pengaruh
tingkat suku bunga terhadap jumlah simpanan yang ada di bank konvensional. Teori
tersebut adalah teori klasik tentang tingkat bunga. Teori ini menjelaskan bahwa
simpanan merupakan fungsi dari tingkat bunga, artinya semakin besar tingkat bunga,
maka akan semakin mendorong keinginan masyarakat untuk berinvestasi pada suatu
bank. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat bunga maka maka akan
menurunkan minat masyarakat untuk menyimpan dananya. Apabila dikaitkan dengan
perilaku konsumen, teori klasik tentang tingkat bunga dapat mewakili teori yang
menjelaskan pengaruh tingkat bagi hasil terhadap penghimpunan deposito mudharabah
yang ada di bank syariah.
Hal ini disebabkan karena konsumen melihat bahwa tingkat suku bunga
simpanan yang diberikan bank konvensional ataupun tingkat bagi hasil yang diberikan
bank syariah adalah sama-sama merupakan imbal jasa yang diberikan pihak bank
kepada nasabah atau deposan atas dana yang disimpankan di bank. Dimana semakin
besar tingkat bagi hasil yang ditawarkan oleh bank syariah, maka akan semakin
mendorong keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya dan berinvestasi pada
bank syariah (Natalia et al., 2014:2) dalam (Alinda, 2016).
Menurut Adiwarman dan Affif dalam Natalia et al., (2014:2) teori Floating
Market menjelaskan tentang segmentasi nasabah yang menyimpan uangnya di bank
lebih disebabkan alasan rasional ekonomi seperti tingkat keuntungan dan kualitas
layanan yang ditawarkan. Salah satu bentuk yang ditawarkan adalah bagi hasil pada
bank syariah dan suku bunga pada bank konvensional. Apabila tingkat suku bunga pada
bank konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat bagi hasil yang ditawarkan
bank syariah, maka tidak menutup kemungkinan nasabah yang semula merupakan
nasabah bank syariah akan beralih menjadi nasabah bank konvensional. Begitupula
sebaliknya, jika tingkat bagi hasil yang ditawarkan bank syariah lebih tinggi
4

dibandingkan tingkat suku bunga di bank konvensional, maka tidak menutup


kemungkinan nasabah yang semula merupakan nasabah bank konvensional akan
beralih menjadi nasabah bank syariah (Alinda, 2016).
Menurut Tarsidin (2010:189) dalam Rismayanti dan Widodo (2012) saat ini
pendapatan bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah terhadap simpanan masyarakat
diindikasikan masih merujuk pada tingkat bunga yang diberikan oleh bank
konvensional. Dari pernyataan tersebut dapat dijabarkan bahwa besarnya return atau
bagi hasil bank syariah masih mengacu pada tingkat bunga yang diberikan oleh bank
konvensional. Hal tersebut dapat diartikan jika tingkat suku bunga pada bank
konvensional naik, maka tingkat bagi hasil pada bank syariah pun akan mengalami
kenaikan. Farikh (2007) menyebutkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan
syariah dipengaruhi oleh tingkat suku bunga deposito konvensional. Apabila suku
bunga deposito konvensional naik, maka deposito mudharabah akan mengalami
penurunan karena masyarakat akan cenderung menyimpan dananya di bank
konvensional. Untuk itu perlunya tingkat bagi hasil yang kompetitif khususnya pada
produk deposito mudharabah agar deposan tetap loyal untuk menyimpan dan
menginvestasikan dananya pada bank syariah (Rismayanti dan Widodo, 2012).

b. Middle Theory
Perilaku konsumen adalah pergerakan konsumen saat mereka mencari,
membeli, menggunakan, menilai, dan membelanjakan uang untuk barang yang dapat
memenuhi kebutuhan mereka. (Viora & Suyanto, 2020). Menurut Philip Kotler, Keller,
& Chernev, n.d. (2022:79) Studi tentang perilaku konsumen berfokus pada bagaimana
orang, kelompok, dan organisasi memilih, memperoleh, memanfaatkan, dan
membuang produk, layanan, konsep, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan mereka. Menurut Engel et al (Sangadji dan Sopiah, 2013 : 7), perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian,
dan penghabisan produk/jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul
tindakan.
Perilaku konsumen merujuk pada tindakan dan keputusan yang diambil oleh
individu atau kelompok dalam memilih, membeli, menggunakan, dan membuang
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perilaku konsumen melibatkan
sejumlah tahapan, dan faktor-faktor yang memengaruhinya bisa sangat bervariasi.
Menurut Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhan Maslow, perilaku konsumen
5

dipahami sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan yang disusun dalam hierarki,
mulai dari kebutuhan dasar (seperti makanan dan tempat tinggal) hingga kebutuhan
psikologis dan self-actualization.

c. Operational Theory
1. Minat
Minat dapat didefinisikan sebagai kecenderungan untuk memusatkan perhatian dan
ingatan seseorang pada suatu topik dalam jangka waktu yang lama, dengan hasil
akhirnya berupa rasa senang dan puas setelah mencapai tujuan seseorang (Suartana
& Witami, 2019). Salah satu penanda yang dapat digunakan untuk mengukur
ketertarikan adalah pengalaman keinginan, penggunaan kompulsif, dan
penggunaan yang berkelanjutan. Minat berkaitan dengan terminology dari aspek
kepribadian yang menggambarkan adanya kemauan dan dorongan yang muncul
pada diri individu untuk memilih objek lain yang sejenis. Minat menurut pendapat
Kotler merupakan suatu hal yang muncul sesudah mendapat rangsangan dari
produk yang dilihatnya, yang selanjutnya memunculkan ketertarikan untuk
mencoba produk tersebut.
2. Produk
Secara umum, produk dapat diartikan sebagai barang atau jasa yang dihasilkan
melalui proses produksi untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen.
Produk bisa berupa barang fisik atau jasa, dan kualitas serta cakupannya dapat
sangat bervariasi. Menurut Kotler dan Armstrong (2017:244), Produk adalah semua
yang dapat ditawarkan ke pasar untuk perhatian, perolehan, pemakaian, atau
konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.
3. Fitur Layanan
Fitur merupakan elemen penting dalam sebuah atribut produk ataupun jasa, fitur
dapat dikatakan aspek sekunder dari suatu produk. Konsumen dapat membedakan
produk yang sejenis dengan cara membandingkan fitur yang dimiliki suatu produk
atau jasa,yaitu perbandingan antara kelengkapan fitur, kecanggihan fitur atau
keistimewaan yang ditonjolkan dari satu fitur dalam sebuah produk atau jasa dengan
produk atau jasa yang lain.
6

2.2 Studi dan Penelitian Terdahulu


No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Ilhammi & Husni Thamrin ANALISIS Dari hasil pengolah data,
DAMPAK COVID menunjukkan Secara keseluruhan
19 TERHADAP dampak Covid-19 terhadap kinerja
KINERJA keuangan perbankan syariah di
KEUANGAN Indonesia yang dilihat dari hasil
PERBANKAN tabel Uji Beda (Uji Paired Sample
SYARIAH DI T-Test) rasio CAR, ROA, NPF dan
INDONESIA FDR menunjukkan tidak
signifikan menunjukan adanya
perbedaan kinerja keuangan.
2 Mardhiyaturrositaningsih DAMPAK Hasil penelitian menunjukkan
& Muhammad Syarqim PANDEMI bahwa pada Desember sampai
Mahfudz COVID-19 Maret 2020 semua bank
TERHADAP mengalami gejolak pada fungsi
MANAJEMEN intermediasinya yang cenderung
INDUSTRI menurun baik dari pembiayaan
PERBANKAN maupunpenghimpunan dana.
SYARIAH: Sementara itu, dalam hal
ANALISIS Manajemen Strategi Bank
KOMPARATIF Syariah menerapkan berbagai
kebijakan diantaranya
pembatasan layanan melalui tatap
muka langsung, memberikan
kebijakan restrukturisasi kepada
nasabah yang tedampak dan
pemanfaatan aplikasi digital.

3 Ihsan Effendi & Prawidya Dampak Covid 19 Hasil menunjukkan bahwa Return
Hariani RS Terhadap Bank on Assets telah menurun secara
Syariah signifikan, sedangkan Non
performing finance dan Financing
7

to deposit ratio masih dalam batas


aman

Pengetahuan adalah sejumlah pengalaman berbagai macam informasi tentang produk


atau jasa tertentu yang dimiliki. (Mowen dan Minor, 2008:106) Pengetahuan konsumen
didefisinikan sebagai semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam
produk, serta pengetahuan lainnya yang terkait dan informasi yang berhubungan dengan
fungsinya sebagai konsumen. (Ningsih, 2010: 98) Pengetahuan seseorang akan menentukan
tindakan atau pengambilan keputusan setelah konsumen mempelajari produk, merk dan
pelayanan yang dianggap memuaskan. Oleh karena itu meskipun jasa bank telah dikemas
secara menarik dan disertai layanan yang professional, namun apabila bank tidak
mengkomunikasikan dengan calon nasabah maka mereka akan raguragu untuk membelinya
karena ketidaktahuannya mengenai produk yang akan digunakannya sehingga hal itu akan
berpengaruh pada keputusan memilih produk yang dibeli.(Ghozali Maski, 2010: 46) Minat beli
tersebut dapat terjadi setelah adanya proses evaluasi alternatif di mana seseorang akan
membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang hendak dibeli atas dasar pengetahuan
yang dimilki. (Kotler, Bowen dan Makens, 1999: 156)

Agama adalah penghayatan seseorang yang menyangkut simbol, keyakinan, nilai dan
perilaku yang didorong oleh kekuatan spiritual. Agama dapat digambarkan sebagai adanya
konsistensi kepercayaan sebagai unsur kognitif dan perasaan beragama sebagai unsur afektif
dan perilaku terhadap agama sebagai unsur psikomotorik. (Rahmat dalam Astogini, 2011).
Agama, menurut Schiffman dan Kanuk (2007) dalam Asih (2015) telah berperan penting dalam
masyarakat muslim di Amerika Serikat dalam mempengaruhi keputusan membeli produk.
Masyarakat muslim di Amerika menganggap masalah halal adalah perkara penting di dalam
memilih suatu produk yang akan dikonsumsinya. Hal serupa juga terdapat di Indonesia
berdasarkan beberapa penelitian yang menemukan kecenderungan konsumen muslim untuk
mempertimbangkan masalah kehalalan dalam memilih produk yang akan dikonsumsi.
Kemudian dalam Schiffman dan Kanuk, agama dimasukkan sebagai sub budaya dalam
kelompok sosio-kultural yang juga memberikan pengaruh eksternal dalam proses memilih
produk perbankan. Kelompok agama cenderung mebuat keputusan pembelian yang
dipengaruhi oleh identitas keagamaan mereka (Schiffman, 2010). Menurut Kotler dan Keller,
perilaku pembelian konsumen akan dipengaruhi oleh subbudaya agama sehingga hal itu akan
mempengaruhi keputusan pembelian suatu produk. (Kotler dan Keller, 2009)
8

2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara sebagai dasar pijakan bagi peneliti
untuk membuktikan kebenarannya jadi masih bersifat praduga dan tentative. Adapun
hipotesis yang penulis rumuskan dalam membuktikan hubungan variable diatas yaitu:
Hipotesis: Covid-19 telah memberikan pengaruh terhadap Perbankan Syariah di
Indonesia
9

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia


Bank Islam, atau bank syariah, adalah lembaga keuangan yang mengikuti ajaran
syariah Islam seperti yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits. Dengan ekspansi yang
tidak merata seiring dengan perkembangan perekonomian negara, industri perbankan
syariah di Indonesia telah berkembang menjadi barometer utama kelangsungan
ekonomi syariah. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah dan
peraturan otoritas perbankan menjadi landasan bagi pertumbuhan sektor perbankan
syariah di Indonesia. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah merupakan salah satu undang-undang yang menjadi landasan awal
berkembangnya perbankan syariah. Ini dirilis pada 16 Juli 2008. Sektor perbankan
syariah nasional akan tumbuh lebih cepat berkat landasan hukum yang kuat dari
undang-undang ini. Sebagai organisasi yang membawahi perbankan, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) terus mendorong pesatnya ekspansi perbankan syariah di Indonesia.
Tujuannya adalah untuk menciptakan sektor perbankan syariah yang tangguh, tahan
lama, dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi berkaliber tinggi. Secara
keseluruhan, perbankan syariah di Indonesia tampaknya memiliki masa depan yang
cerah dan penuh harapan. Ada keyakinan yang semakin besar bahwa bank syariah di
tanah air akan terus berkembang dan berkembang.
Keberadaan perbankan syariah mempunyai arti penting bagi pembangunan
ekonomi yang berorientasi syariah, khususnya dalam memberikan peluang untuk
memberdayakan usaha kecil dan menengah serta menjadi tulang punggung sistem
perekonomian bangsa sekaligus menjadi pusat kekuatan ekonomi kerakyatan. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya peran bank syariah dalam masyarakat karena
merupakan lembaga intermediasi yang mampu menyelesaikan permasalahan mendasar
yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil dan menengah, khususnya yang berkaitan
dengan permodalan. Selain mengelola kegiatan sosial, bank syariah juga mengelola
penyaluran modal.
10

3.2 Tantangan dan Kebijakan Perbankan Syariah Dalam Menghadapi Pandemi


Covid-19
Keberadaan perbankan syariah mempunyai arti penting bagi pembangunan
ekonomi yang berorientasi syariah, khususnya dalam memberikan peluang untuk
memberdayakan usaha kecil dan menengah serta menjadi tulang punggung sistem
perekonomian bangsa sekaligus menjadi pusat kekuatan ekonomi kerakyatan. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya peran bank syariah dalam masyarakat karena
merupakan lembaga intermediasi yang mampu menyelesaikan permasalahan mendasar
yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil dan menengah, khususnya yang berkaitan
dengan permodalan. Selain mengelola kegiatan sosial, bank syariah juga mengelola
penyaluran modal. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan keterpurukan perekonomian
yang berdampak pada seluruh dunia usaha, termasuk sektor perbankan syariah. Karena
bank merupakan lembaga intermediasi, maka operasionalnya sangat diandalkan dalam
menggerakkan roda perekonomian atau pergerakan aktivitas masyarakat. Akibatnya,
bank terpaksa menerima kemungkinan hilangnya pendapatan ketika individu “dipaksa”
untuk tinggal di rumah.
Pandemi ini berdampak besar pada sektor perbankan syariah, mempengaruhi
setidaknya delapan bidang: pertumbuhan pembiayaan, kualitas aset, operasional, rasio
kecukupan modal (CAR), rasio pembiayaan terhadap simpanan (FDR), likuiditas, dan
margin bunga bersih (NIM). Permasalahan utama, menurut pendapat penulis, adalah
pembiayaan karena bank tidak mampu bertumbuh sebagai respons terhadap penurunan
permintaan. Oleh karena itu, fokus utama bank adalah pada strategi selain melakukan
restrukturisasi pembiayaan dan distribusi, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan
di luar bisnis intinya.
Bank syariah menawarkan pembiayaan yang cukup besar kepada sektor usaha,
termasuk perdagangan besar dan eceran, konstruksi, dan industri pengolahan, meskipun
sebagian besar pembiayaan ditujukan kepada sektor non-usaha, seperti pemilik rumah
dan pemilik peralatan rumah tangga lainnya. Akibatnya, bank syariah harus terus
memberikan kredit selama pandemi dengan memantau perputaran perusahaan dan
menyesuaikan tujuan pertumbuhan mereka yang lebih hati-hati untuk menjaga rasio
non-performing financing (NPF).
Pengamat ekonomi Syafiah Azis Setiawan mengatakan, mulai kuartal II-2020,
tekanan diperkirakan akan terjadi pada profitabilitas bank syariah. Hal ini diperkirakan
akan berdampak pada kinerja laba perbankan tahun ini yang diperkirakan menurun
11

dibandingkan tahun lalu. Sektor perbankan syariah terus menerapkan prinsip kehati-
hatian dengan menciptakan kerangka manajemen dan mitigasi risiko yang kuat guna
mendukung kebijakan pemerintah yang menjaga stabilitas perekonomian Indonesia,
meskipun terdapat ketidakpastian mengenai panjangnya pandemi Covid-19.
Akibat pembatasan operasional terkait pandemi Covid-19, seluruh industri—
termasuk perbankan syariah—diharapkan dapat beradaptasi dengan perubahan yang
cepat. Perbankan syariah harus mengubah praktiknya sesuai dengan arahan dan saran
pemerintah, termasuk pembatasan fisik, kebijakan bekerja/belajar dari rumah, dan
pembatasan sosial luas (PSBB). Hal ini sejalan dengan inisiatif pemerintah untuk
menurunkan dan membatasi kemungkinan penyebaran Covid-19.
Menurut Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), tantangan pertama yang
dihadapi sektor perbankan syariah adalah menjaga jarak fisik (Physical Distancing).
Bank syariah harus melayani nasabah dari rumah dan menyesuaikan praktik bisnisnya
dalam merespons pandemi Covid-19. Perbankan syariah juga harus melayani nasabah
melalui digitalisasi layanan bank, termasuk pembiayaan dan penggalangan dana. Sektor
perbankan harus bertindak cepat dan beradaptasi mengingat pergeseran perilaku
konsumen dari transaksi tradisional ke digital dan semakin populernya ponsel pintar.
Layanan perbankan digital menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah
penyelenggaraan perbankan yang dapat dilakukan secara mandiri dan memanfaatkan
fasilitas elektronik atau digital bank serta media digital yang dimiliki oleh nasabah saat
ini atau calon nasabah. Nasabah dan calon nasabah kini dapat secara mandiri
memperoleh layanan perbankan (self-service) tanpa harus mengunjungi bank secara
fisik berkat digitalisasi layanan perbankan.
Cara termudah untuk memahami bagaimana teknologi, seperti perbankan
digital, diterapkan untuk menciptakan layanan baru yang memenuhi kebutuhan nasabah
dan/atau calon nasabah ketika mempertimbangkan emosi alami dan pengalaman
mereka menggunakan layanan tersebut. Melayani pelanggan tidak hanya membutuhkan
penawaran layanan tetapi juga kesadaran menyeluruh akan kebutuhan dan pengalaman
mereka. Akibatnya, tingkat keterlibatan emosional pelanggan—juga disebut sebagai
“berbagi hati”—akan dicapai melalui kualitas layanan. Loyalitas pelanggan terhadap
suatu produk bisa meningkat karena adanya heart and mind share ini, sehingga akan
menguntungkan reputasi perusahaan.
Menyediakan layanan perbankan online dan seluler hanyalah salah satu aspek
dari tantangan dalam mentransformasi penggunaan teknologi digital; Cara lainnya
12

adalah dengan menemukan cara-cara kreatif untuk mengintegrasikannya dengan


interaksi tatap muka dengan pelanggan. Perkembangan teknologi baru di bidang ini
seharusnya memudahkan dan meningkatkan kenyamanan pengguna dalam mengakses
layanan perbankan. Perbankan digital adalah salah satu contoh penggunaannya, karena
menghasilkan prosedur virtual untuk mendukung semua layanan dan dapat
berkontribusi pada perluasan bisnis secara keseluruhan. Agar strategi digitalisasi dapat
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan bisnis secara keseluruhan, strategi
tersebut harus terus berkembang.
Di era disrupsi teknologi, semua industri menurut penulis harus siap
menghadapi perubahan yang cepat. Sektor perbankan syariah harus mengikuti
kemajuan teknologi dan melakukan penyesuaian, terutama dengan beralih ke digital
untuk memperbarui layanan. Peralihan dari perbankan tradisional ke model digital
diperkirakan akan meningkatkan layanan nasabah dan efisiensi proses kerja. Bank
syariah yang menerapkan digitalisasi melakukan investasi jangka panjang, karena
layanan digital diharapkan menjadi faktor utama dalam pertumbuhan industri
perbankan yang berkelanjutan.
Penggunaan teknologi digital sangat penting di dunia saat ini, menurut
penelitian Asti Marlina dan Widi Ario Bimo tentang pengaruh digitalisasi terhadap
layanan nasabah dan kepuasan nasabah bank. Penerapan digitalisasi di bank telah
terbukti meningkatkan kepuasan nasabah melalui layanan nasabah yang lebih baik.
Pemanfaatan teknologi digital memudahkan bank dalam membiayai dan menghimpun
uang. Selain itu, masyarakat juga dapat dengan mudah menyimpan uang di bank syariah
dan melakukan transaksi keuangan.
Sejalan dengan pedoman pemerintah untuk menjaga jarak fisik (Physical
Distancing) dan bekerja dari rumah, digitalisasi memberikan peluang bagi sektor
perbankan syariah untuk memperluas penawarannya kepada nasabah, menawarkan
pengganti pemberian informasi langsung kepada nasabah, dan mengurangi interaksi
tatap muka. Upaya ini sejalan dengan strategi untuk menghentikan penyebaran penyakit
menular seperti Covid-19, seperti menjauhi keramaian dan acara.

Digitalisasi merupakan kebutuhan dan kewajiban bagi industri perbankan,


bukan suatu pilihan. Pelanggan kini mengharapkan kecepatan, kemudahan,
fleksibilitas, kenyamanan, dan layanan 24 jam, itulah alasannya. Digitalisasi perbankan
dipandang sebagai investasi jangka panjang dengan manfaat utama adalah pengurangan
13

biaya operasional. Lembaga keuangan dapat meningkatkan pangsa pasarnya tanpa


mengeluarkan biaya besar untuk membuka cabang dan kantor kas kecil dengan
memanfaatkan digitalisasi.
Tujuan utama perbankan digital adalah untuk mencapai kepuasan klien.
Kepuasan pelanggan sangat penting dalam industri jasa seperti perbankan. Ketika
nasabah tidak puas, mereka mungkin pindah ke bank lain yang memenuhi
kebutuhannya. Pandemi Covid-19 mengharuskan sektor perbankan syariah untuk
bertahan melewati masa-masa sulit, tetap inventif dan kreatif, serta membangun
keunggulan kompetitif. Peningkatan model bisnis berbasis teknologi perlu menjadi
perhatian utama, tidak hanya pada masa pandemi Covid-19 tetapi juga di masa depan.
Rasio likuiditas dan non-performing financing (NPF) menjadi tantangan kedua
bagi sektor perbankan syariah selama pandemi COVID-19, sehingga memerlukan
langkah-langkah restrukturisasi untuk menurunkan tingkat NPF. Dengan menurunkan
suku bunga, memperpanjang jangka waktu, dan mengubah angsuran pokok,
restrukturisasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi tekanan terhadap
kreditur. Restrukturisasi kredit membantu menjaga likuiditas perbankan selain
membantu kreditur, terutama mengingat dampak pandemi Covid-19 terhadap
perekonomian. Hasilnya, nasabah dapat menjalankan komitmennya terhadap bank
syariah.
Restrukturisasi kredit dapat dilakukan dalam berbagai bentuk: menurunkan
suku bunga, memperpanjang jangka waktu, menurunkan tunggakan pokok dan bunga,
menambah fasilitas pembiayaan atau kredit, dan mengubah pembiayaan atau kredit
menjadi penyertaan modal sementara. Tindakan tersebut dapat dilakukan satu per satu
atau sekaligus, tergantung kebutuhan debitur dalam proses restrukturisasi.
Klien pembiayaan biasanya kesulitan melakukan pembayaran cicilan jika
pendapatannya turun. Penerapan kebijakan stimulus perekonomian sebagai respons
terhadap dampak pandemi Covid-19 sangat penting untuk mendukung optimalisasi
kinerja perbankan, khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan,
dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas sistem
keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pemerintah harus
membuat kebijakan program stimulus dan relaksasi.
Dengan menerbitkan peraturan OJK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut aktif
berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Presiden RI dalam jumpa
pers pada Selasa, 24 Maret 2020 menyatakan OJK akan memberikan kelonggaran atau
14

pelonggaran persyaratan pinjaman kepada usaha mikro dan kecil senilai kurang dari Rp
10 miliar. Tunjangan ini mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada
debitur perbankan oleh bank dan lembaga keuangan non bank. Peraturan OJK Nomor
11/POJK.03/2020 yang diterbitkan pada 16 Maret 2020 membahas Stimulus
Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Debitur perbankan berhak mendapatkan penundaan selama satu tahun dan
pengurangan bunga, sesuai ketentuan OJK. Angsuran untuk pembiayaan ditangguhkan
sebagai bagian dari penundaan ini. Melalui mekanisme ini, setiap pembiayaan atau
utang yang direstrukturisasi oleh bank atau perusahaan pembiayaan dan diberikan
kepada debitur yang teridentifikasi terkena dampak pandemi Covid-19 dapat dianggap
lancar.
Debitur yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya kepada
perbankan akibat dampak wabah virus COVID-19 terhadap usaha atau keuangannya,
termasuk debitur UMKM, diberikan perlakuan khusus berdasarkan Peraturan OJK
Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Virus Corona. Kredit atau pembiayaan yang
memenuhi kriteria berikut ini tunduk pada ketentuan Pasal 6 Peraturan OJK Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019:
• Diberikan kepada debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease
2019 (Covid-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil dan menengah
• Direstrukturisasi setelah debitur terkena dampak penyebaran coronavirus
disease 2019 (Covid-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah
Ketentuan OJK tersebut di atas semakin diperkuat dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara
dan Stabilitas Sistem Keuangan Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19
Tahun 2019 dan/atau Dalam Rangka Mengatasi Bahaya Pada Sistem Keuangan dan
/atau Perekonomian Nasional. Sejumlah kebijakan diambil dalam peraturan pemerintah
ini, termasuk alokasi tambahan dana dan belanja dalam APBN 2020 untuk penanganan
Covid-19. Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp450,1 triliun untuk keperluan
tersebut, yang akan disalurkan ke beberapa bidang penanganan, mulai dari sisi
kesehatan hingga dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
15

Peraturan tersebut secara umum mendapat respon positif dari masyarakat dan
tentunya memberikan keringanan yang sangat dibutuhkan bagi mereka yang terkena
dampak pandemi Covid-19 serta memberikan peluang baru bagi sektor perbankan.
Menurut penulis, kebijakan ini sangat mengurangi beban masyarakat yang terkena
dampak pandemi Covid-19 untuk membayar utang usaha dan memungkinkan
masyarakat untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar mereka di atas hal
lainnya. Industri perbankan syariah pun menyambut baik kebijakan ini. Tentu saja
perbankan bisa melakukan restrukturisasi untuk menurunkan NPF.
Menemukan pasar baru dan alternatif—atau setidaknya pasar yang tidak terlalu
terkena dampak pandemi Covid-19—adalah tantangan ketiga. Salah satu pasar tersebut
adalah pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memproduksi
peralatan kesehatan selama pandemi, seperti masker dan alat pelindung diri (APD).
Mengingat tingginya permintaan terhadap produk-produk tersebut di tengah pandemi
Covid-19, maka penting untuk mendukung UMKM yang memproduksi peralatan
kesehatan sekaligus memastikan bahwa mereka tetap layak dan produktif dengan
membiayai fasilitas layanan kesehatan. Hal ini akan mencegah penurunan pasar sektor
perbankan syariah secara signifikan.
Sektor perbankan syariah mematuhi peraturan syariah dan menjaga operasional
perbankan syariah sesuai dengan peraturan terkait agar dapat bertahan dari pandemi
Covid-19. Selain itu, bank syariah harus tetap beroperasi sesuai prinsip syariah dan
menjaga reputasinya sebagai bank syariah, termasuk menjaga manajemen syariah yang
baik, guna mencegah persepsi negatif terhadap pengelolaan bank syariah.
16

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Karena banyaknya permasalahan yang terus bermunculan, virus 2019-nCoV
atau yang dikenal dengan nama virus Covid-19 yang berasal dari Wuhan, China, kini
menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia. Untuk menghentikan penyebaran virus
Covid-19 di seluruh Indonesia, pemerintah telah melakukan sejumlah inisiatif. Selain
berdampak pada kesehatan manusia, pandemi ini juga berdampak pada perekonomian
Indonesia, khususnya sektor perbankan syariah. Dampak pandemi Covid-19 membuat
perbankan syariah semakin rentan terhadap risiko bisnis.

Agar tetap relevan dan mampu melihat peluang dari setiap kendala, sektor
perbankan syariah harus beradaptasi dan menciptakan strategi baru yang sesuai dengan
kondisi saat ini di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Kesulitan
pertama adalah mengubah praktik bisnis untuk memanfaatkan layanan bank digital
untuk pembiayaan dan penggalangan dana. Mengurangi atau meminimalkan
pembayaran Non-Performing Financing (NPF) menjadi tantangan kedua agar
organisasi dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19. Tantangan ketiga adalah
menemukan pasar baru yang tidak terlalu terkena dampak pandemi Covid-19, atau
setidaknya pasar yang memungkinkan sektor perbankan syariah tetap beroperasi
meskipun ada serangan pandemi.

4.2 Saran
Di era modern saat ini kita sebagai masyarakat Indonesia harus bisa bergandeng
tangan bersama agar bias memelihara perekonomian negara kita. Kita tidak boleh egois,
karena negara ini membutuhkan kerjasama kita sehingga permasalahan-permasalahan
yang sedang di alami oleh bangsa ini dapat diselesaikan dengan baik dan bersama-sama.
Covid-19 yang sudah berlalu merupakan bukti bahwa kita sudah bekerja sama dengan
baik dan melalui berbagai macam cobaan dalam perekonomian, dengan adanya
makalah ini diharap dapat menjadi pedoman para masyarakat Indonesia mengenai
betapa pentingnya kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemic Covid-19
khususnya dalam perbankan syariah di Indonesia.
17

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, I., & Rs, P. H. (2020). Dampak Covid 19 Terhadap Bank Syariah.

Tahliani, H. (2020). Tantangan Perbankan Syariah dalam Menghadapi Pandemi Covid-


19. Madani Syari'ah, 3(2), 92-113.

Ningsih, M. R., & Mahfudz, M. S. (2020). Dampak pandemi covid-19 terhadap manajemen industri
perbankan syariah: analisis komparatif. POINT: Jurnal Ekonomi Dan Manajemen, 2(1).

Thamrin, H. (2021). Analisis dampak covid 19 terhadap kinerja keuangan perbankan syariah
di indonesia. Jurnal Tabarru': Islamic Banking and Finance, 4(1), 37-45.

Apriyanti, Hani Werdi, “Perkembangan Indusrti Perbankan Syariah di Indonesia: Analisis


Peluang dan Tantangan”, Jurnal Maksimum, Vol. 1. No. 1, September 2017.

Azwar, Pelaksana Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Solusi Ekonomi dan Keuangan
Islam saat Pandemi Covid-19, dalam website Kementerian Keuangan
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/solusi-ekonomi-dan-
keuangan-islam-saat-pandemi-covid-19/. Diakses 29 Juli 2020.

Hartati, Syafrida Ralang, Bersama Melawan Virus Covid-19 di Indonesia, dalam Jurnal
Sosial & Budaya Syar-i FSH UIN Jakarta, Vol 7, No. 6, 2020.

Hidayat, Sutan Emir, Farooq, Mohammad Omar dkk, “Covid-19 and Its Impact OnThe
Islamic Financial Industry In The OIC Countries”, dalam buku KNEKS, April 2020.

Hudaefi, Fahmi Ali, “Mencegah Covid-19: Apa Peran Organisasi Lembaga Zakat?”,dalam
Policy Brief, Februari 2020.

Marlina, Asti dan Bimo, Widhi Ariyo, Digitalisasi Bank Terhadap Peningkatan Pelayanan dan
Kepuasan Nasabah Bank, Jurnal Ilmiah Inovator, Edisi Maret 2018.

Novinawati, Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal Juris, Vol. 14, No. 2,
Desember 2015.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus


Perekonomian Nasional Sebagai KebijakanCountercyclical Dampak Penyebaran
Coronavirus DiseaseDisease Tahun 2020.
18

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tentang Kebijakan Keuangan


Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Desease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Tahun
2020.

World Bank, “World Bank Group and COVID-19 (coronavirus)”.


https://www.worldbank.org/en/who-we-are/news/coronavirus-covid19.Diakses pada
tanggal 4 Mei 2020.

Yuliana, Corona Virus Diseases (Covid-19) Sebuah Tinjauan Literatur, Jurnal Wellnes and
Healty Magazine, Vol. 2, Nomor 1, February 2020.

Yusif, B., "Adopting a specific innovation type versus composition of different innovation
types: Case study of a Ghanaian bank,"International Journal of Bank Marketing,
Vol. 30, 2012.

Yusif, B., "Adopting a specific innovation type versus composition of different innovation
types: Case study of a Ghanaian bank,"International Journal of Bank Marketing, Vol.
30, 2012.

Anda mungkin juga menyukai