Anda di halaman 1dari 24

TUGAS BESAR II

PERBANKAN SYARIAH
“ANALISIS DAMPAK FENOMENA COVID-19 TERHADAP
PERBANKAN SYARIAH”

Dosen Pengampu :
Dr. Sudjono M.Acc.

DISUSUN OLEH :
Muhammad Rizky Fathurrahman (43120010355)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang telah memberikan berkata
dan rahmatnya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Besar II ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi Tugas Besar II
Perbankan Syariah dari Bapak Dr. Sudjono, M.Acc. Selaku dosen pengampu mata
kuliah Perbankan Syariah Prodi S1 Manajemen. Selain itu, penulisan makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan kepada Pembaca dan juga Penulis.
Walaupun banyak kesulitan yang Penulis harus hadapi ketika menyusun
Makalah ini, namun berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya
tugas ini dapat diselesaikan dengan baik.
Akhir kata, Penulis sadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna,
disebabkan karena berbagai keterbatasan yang Penulis miliki. Untuk itu Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun umtuk menjadi
perbaikan di masa yang akan datang.
Jakarta, 14 November 2023

Muhammad Rizky Fathurrahman

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 4
1.4 Tujuan Makalah 4
1.5 Manfaat Makalah 4
BAB II LANDASAN TEORI 5

2.1 Definisi Covid-19 dan Perbankan Syariah 5


2.2 Review Hasil Penelitian Terdahulu 7
2.3 Hipotesis 8
BAB III PEMBAHASAN 10

3.1 Penerapan 10
3.2 Perbandingan 10
3.3 Pembahasan 11
BAB IV PENUTUP 17

4.1 Kesimpulan 17
4.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


COVID-19 telah menjadi fenomena baru yang melanda seluruh dunia pada
awal tahun 2020. Virus Covid-19 menyebar dengan cepat, menjadi pandemi yang
merambah hampir semua negara, termasuk Indonesia. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada awal tahun tersebut
(Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2020). Dampak dari Covid-19 tidak hanya
dirasakan dalam sektor kesehatan, namun juga menyentuh berbagai sektor
lainnya, termasuk perbankan. Fenomena ini telah memberikan tekanan pada pasar
keuangan global dan sektor perbankan secara keseluruhan. Peran perbankan
menjadi sangat penting dalam menjaga stabilitas sistem kredit, di mana bank-bank
harus memastikan likuiditas yang diperlukan bagi perekonomian riil. Di samping
itu, industri perbankan dihadapkan pada berbagai masalah operasional seperti
penurunan nilai pinjaman yang signifikan, manajemen risiko kredit, upaya
efisiensi operasional, manajemen bisnis yang berkelanjutan, serta aspek
pendanaan dan likuiditas.
Selama masa pandemi Covid-19, dampaknya terasa di sektor perbankan
Indonesia, terutama dalam kinerja perbankan yang berpotensi memengaruhi
stabilitas keuangan bank. Oleh karena itu, menjaga kesehatan finansial bank
menjadi hal yang sangat krusial. Untuk menilai efek Covid-19 terhadap stabilitas
keuangan bank, diperlukan suatu standar yang obyektif dan tepat. Untuk mencapai
obyektivitas tersebut, perbandingan kinerja perbankan sebelum pandemi Covid-19
terjadi dianggap sebagai kondisi acuan yang normal. Pandemi Covid-19 telah
menimbulkan kekhawatiran di sektor keuangan, termasuk pada lembaga
perbankan, baik konvensional maupun syariah. Hal ini terlihat dari penurunan
pendapatan dan penyaluran pembiayaan perbankan.
Peran industri perbankan memiliki dampak yang sangat signifikan pada
ekonomi global. Dalam ranah ekonomi, lembaga keuangan berfungsi dalam
menggerakkan dana simpanan untuk investasi yang bermanfaat serta

1
memperlancar arus modal di berbagai sektor, mengakibatkan peningkatan
investasi dan peningkatan efisiensi. Namun, pertumbuhan industri perbankan juga
menunjukkan variasi antara peningkatan dan penurunan. Konsep perbankan dan
keuangan Islam yang sebelumnya hanya menjadi wacana teoretis, kini telah
menjadi kenyataan yang berpengaruh dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
suatu negara, termasuk di Indonesia.
Di Indonesia, lembaga perbankan dibagi menjadi dua jenis utama, yakni
Bank Syariah dan Bank Konvensional, sebagaimana dijelaskan dalam UU No.10
Tahun 1998. Bank Konvensional adalah lembaga keuangan yang menjalankan
operasinya berdasarkan prinsip-prinsip konvensional, sedangkan Bank Syariah,
sesuai UU No.21 Tahun 2008, merupakan lembaga keuangan yang menerapkan
prinsip-prinsip syariah dalam aktivitasnya, sesuai ketentuan yang telah ditetapkan
oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia. Prinsip-prinsip ini harus mencakup
universalitas, kemaslahatan, keadilan, serta keseimbangan, dan menghindari
unsur-unsur yang dilarang dalam ajaran Islam, seperti riba, zalim, gharar,
pembiayaan objek haram, dan maysir. Sebagai akibatnya, perbedaan prinsip yang
diadopsi oleh masing-masing jenis bank menjadi pembeda utama dalam hal
penghimpunan dana, penyaluran kredit atau pembiayaan, serta cara mencapai
keuntungan.
Di sisi lain, era modern telah menjadikan industri perbankan syariah
sebagai fenomena global yang menjadi topik banyak diskusi dalam ranah
ekonomi, bahkan di negara-negara dengan mayoritas penduduk non-Muslim.
Meskipun selama pandemi Covid-19, kondisi bank syariah menghadapi risiko
yang hampir sejajar dengan bank konvensional. Namun, dalam menghadapi
tantangan pandemi virus corona (Covid-19), sektor perbankan syariah
menunjukkan beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan perbankan
konvensional.
Salah satu keunggulannya yaitu perbankan syariah memiliki kredit yang
didasarkan pada aset yang terprediksi dengan jelas dan menggunakan sistem bagi
hasil daripada bunga dalam sistem keuangannya. Hal ini diharapkan dapat
memberikan ketahanan aset yang lebih kuat daripada perbankan konvensional

2
dalam hal kualitasnya. Di sisi likuiditas, perbankan syariah juga memiliki basis
yang kuat. Para nasabah perbankan syariah menabung, salah satunya karena
keyakinan pada prinsip-prinsip syariah yang sesuai dengan ajaran Islam. Oleh
karena itu, likuiditas perbankan syariah di masa seperti ini diharapkan tidak akan
mengalami kekurangan.
Pada masa pandemi Covid-19 ini, bank syariah menunjukkan fenomena
yang menonjol, yaitu kemampuannya dalam mencatat pertumbuhan positif,
terutama yang tercermin dari pencapaian nilai aset selama periode pandemi
COVID-19. Hal ini mencerminkan kinerja yang kuat dari bank syariah dalam
mengembangkan usahanya, yang pada gilirannya mempertahankan kepercayaan
dan loyalitas masyarakat terhadap institusi tersebut. Aset merupakan kekayaan
yang dimiliki bank yang dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan, dikenal
sebagai profit. Melalui Return On Asset (ROA), kita dapat menilai seberapa
efektif manajemen bank syariah dalam mengelola aset perusahaan untuk mencapai
profit, terutama dalam situasi penurunan ekonomi selama pandemi COVID-19.
Keadaan darurat yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 telah menjadi
faktor yang mendorong minat penelitian, terutama dalam menganalisis kinerja
perbankan terkait respons terhadap kebijakan moneter pemerintah dalam
menanggapi situasi ekonomi, terutama di sektor perbankan syariah. Evaluasi
kinerja keuangan bank syariah sering kali terlihat melalui indikator rasio-rasio
keuangan. Data keuangan tersebut penting untuk memberikan informasi kepada
pemerintah, investor, dan nasabah bank syariah mengenai kondisi keuangan yang
terjadi dalam suatu periode. Rasio-rasio keuangan ini dapat memberikan
gambaran tentang kinerja bank dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
keuangan perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dirumuskan permasalahannya yaitu sebagai berikut:
1. Apakah dampak fenomena covid-19 terhadap perbankan syariah?

1.3 Batasan Makalah

3
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis membatasi makalah ini
hanya pada pembahasan tentang dampak covid-19 terhadap perbankan syariah,
hal ini dikarenakan ingin memfokuskan makalah ini pada pembahasan tersebut.

1.4 Tujuan Makalah


Berdasarkan latar belakang makalah yang telah di uraikan diatas, maka
tujuan penelitian pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis dampak fenomena covid-19 terhadap
perbankan syariah.

1.5 Manfaat Makalah


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut,
dengan pengelompokan manfaat akademis dan manfaat praktis:
1. Manfaat Akademis
Sebagai bahan pembelajaran atau perbandingan yang dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar, selain itu dapat menjadi bahan
refrensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan penambah informasi dan wawasan bagi setiap
pembaca yang ingin mengetahui bagaimana dampak fenomena covid-19
terhadap perbankan syariah.

BAB II

4
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Covid-19 dan Perbankan Syariah


2.1.1 Definisi Covid-19
Covid-19 atau coronavirus merupakan kumpulan virus yang
mengakibatkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia, virus ini sering
menyebabkan infeksi saluran pernapasan, termasuk gejala ringan seperti flu biasa
hingga kondisi yang lebih serius seperti Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS)
dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Covid-19, yang disebabkan oleh
virus SARS-CoV-2, adalah jenis penyakit pandemik terbaru. Awalnya, wabah
Covid-19 berasal dari Wuhan, China, dan sumber asalnya belum diketahui secara
pasti. Menurut Coronavirus Study Group (CSG) dari Komite Internasional
Taksonomi Virus, virus ini secara resmi diakui sebagai saudara dari virus korona
sindrom pernapasan (SARS-CoV-2) dari spesies Coronavirus 2.
Penyebaran virus Covid-19 terjadi melalui kontak fisik yang dapat
mempengaruhi individu melalui percikan pernapasan saat seseorang batuk, bersin,
berbicara, atau bahkan bernapas. Terutama, penularan infeksi terjadi melalui
paparan tetesan pernapasan ketika ada kontak fisik dekat dengan penderita Covid-
19. Tetesan ini dapat mengakibatkan infeksi melalui penyelamatan dan
penyimpanan pada selaput lendir hidung. Gejala yang muncul pada individu yang
terinfeksi virus Covid-19 meliputi demam (suhu tubuh di atas 38° Celsius), batuk,
sesak nafas, pilek, nyeri otot, sakit kepala, kehilangan indera rasa dan penciuman,
hidung tersumbat, sakit tenggorokan, dan diare. Sebagian besar kasus, sekitar
80%, dapat pulih tanpa perawatan khusus, namun sekitar satu dari enam orang
berpotensi mengalami kondisi serius yang meliputi kesulitan bernafas atau
perkembangan pneumonia secara bertahap. Meskipun tingkat kematian akibat
penyakit ini masih rendah, sekitar 3%, namun risiko yang lebih tinggi terjadi pada
populasi lanjut usia dan individu dengan kondisi medis sebelumnya yang telah
ada. Saat ini, lebih dari 50% kasus yang terkonfirmasi telah pulih, dan
diperkirakan angka kesembuhan akan terus meningkat seiring waktu.

5
Menurut analisis Zi Yeu Zu & Meng Di Jiang, pada periode dari
Desember 2019 hingga pertengahan Januari 2020, terjadi peningkatan jumlah
pasien yang terinfeksi Covid-19. Penularan penyakit ini melampaui wilayah
Provinsi Hubei karena adanya pergerakan penduduk menjelang perayaan Tahun
Baru Imlek. Pada bulan Januari 2020, penyebaran virus Covid-19 terus
bertambah, bahkan menjangkau negara-negara lain. Pada akhir Januari 2020,
WHO melaporkan lebih dari 10.000 kasus Covid-19 di China. Pada 19 Februari
2020, jumlah kasus terkonfirmasi mencapai 74.280 di China dan 924 di 25 negara
di luar China. Total kematian global akibat penyakit ini mencapai 2.009 kasus.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengumumkan kasus pertama
Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, yang melibatkan dua kasus
terkonfirmasi. Penyebaran virus ini menjadi semakin cepat; juru bicara
pemerintah, Ahmad Yurianto, melaporkan bahwa jumlah kasus positif Covid-19
di Indonesia pada 30 Maret 2020 telah mencapai 1.285 pasien. Penyebaran virus
ini terus berlanjut dengan tambahan kasus Covid-19 setiap harinya. Gugus Tugas
Penanganan Covid-19 mencatat bahwa hingga 31 Desember 2020, kasus positif
Covid-19 di Indonesia telah bertambah 8.074 kasus menjadi 743.198. Sementara
itu, jumlah pasien yang sembuh meningkat sebanyak 7.356 menjadi 611.097
orang, sedangkan jumlah pasien yang meninggal bertambah 194 menjadi 22.138
orang. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran
Covid-19, termasuk menerapkan prinsip 3M (Memakai masker, Menjaga jarak,
dan Mencuci tangan), kebijakan pembelajaran dari rumah, Work From Home
(WFH), serta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
2.1.2 Definisi Perbankan Syariah
Menurut pasal 1 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang perbankan syariah, bank syariah mengacu pada semua aspek terkait
institusi perbankan syariah dan unit usaha syariah, termasuk struktur organisasi,
aktivitas operasional, serta prosedur yang digunakan dalam menjalankan kegiatan
bisnisnya. Pada intinya, bank syariah memiliki kesamaan dengan bank
konvensional, yaitu sebagai entitas bisnis di sektor keuangan, di mana kegiatan
perbankannya selalu terkait dengan aspek keuangan. Namun, bank syariah

6
berbeda dalam pelaksanaan aktivitasnya karena dalam pengumpulan dan
penyaluran dana, bank ini mengikuti prinsip-prinsip syariah seperti prinsip jual-
beli dan bagi hasil.
Bank syariah beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam.
Dalam bank syariah, konsep bunga tidak digunakan dalam layanan kepada
nasabah baik sebagai penyimpanan maupun peminjaman dana. Sebaliknya,
layanan perbankan disesuaikan dengan ajaran Islam, mengadopsi prinsip-prinsip
seperti bagi hasil (mudharabah), pembiayaan dengan penyertaan modal
(musyarakah), transaksi jual beli dengan prinsip keuntungan (murabahah),
pembiayaan barang modal melalui konsep sewa murni tanpa opsi kepemilikan
(ijarah), dan juga melalui opsi pemindahan kepemilikan barang yang disewa dari
bank kepada pihak lain (ijarah muntahhiyah bittamlik).

2.2 Review Hasil Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Ashinta (2020) mengenai dampak covid-19
terhadap perbankan menunjukkan bahwa meskipun pandemi telah mulai
mempengaruhi sektor riil dan keuangan, kinerja perbankan di negara ini pada
kuartal pertama tetap positif (masih kuat) dari segi pendanaan dan kualitas kredit.
Namun, sektor usaha menghadapi berbagai kendala karena penerapan physical
distancing yang mengakibatkan penurunan produksi dan daya beli masyarakat.
Hal ini berdampak pada pelaku usaha yang memiliki pinjaman bank, menghadapi
kesulitan dalam membayar angsuran yang menyebabkan peningkatan kredit
macet. Meskipun kinerja perbankan masih tergolong baik dan terjaga, prospek
kinerja ekonomi perbankan kemungkinan akan mengalami penurunan atau
perburukan, tergantung pada penanganan covid-19 ke depan.
Sedangkan penelitian Albanjari dan Kurniawan (2020) melakukan riset
tentang penerapan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam upaya
mengurangi Non Performing Finance (NPF) di Bank Syariah. Hasil studi
menunjukkan bahwa bank syariah memberikan kelonggaran dalam fasilitas
pembiayaan kepada pelanggan yang terdampak pandemi COVID-19. Kelonggaran
ini berupa penundaan pembayaran dan pemberian keringanan margin (bagi hasil)

7
yang disesuaikan dengan berbagai indikator sektor ekonomi, kriteria, dan kondisi
nasabah. Kebijakan ini dilaksanakan dengan merujuk pada ketentuan POJK
No.11/PJOK.03/2020 yang mendorong untuk memberikan kelonggaran kepada
nasabah perbankan, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM), termasuk perbankan syariah. Hal ini dilakukan melalui proses
restrukturisasi dan penjadwalan kembali bagi nasabah yang terdampak COVID-
19.
Sedangkan penelitian yang dilaksanakan oleh Rahmawati dan Kholil
(2020) menginvestigasi efek penerapan restrukturisasi pembiayaan terhadap
likuiditas bank syariah dan bank umum selama situasi pandemi COVID-19. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pandemi ini memberikan dampak yang beragam
pada sektor ekonomi, yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020. Peraturan
ini merupakan bagian dari kebijakan Countercyclical untuk mengatasi dampak
penyebaran Coronavirus Disease 2019, yang mengamanatkan restrukturisasi
kredit/pembiayaan, namun juga menimbulkan kekhawatiran terkait likuiditas
bank. Selama periode Maret hingga September 2020, Finansial to Deposit Ratio
(FDR) digunakan untuk mengevaluasi likuiditas bank secara keseluruhan, baik
pada bank umum maupun bank syariah. Evaluasi ini menunjukkan bahwa tingkat
likuiditas secara umum dianggap cukup sehat, menandakan bahwa kemampuan
bank dalam mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan menerapkan manajemen
risiko likuiditas dianggap memadai.

2.3 Hipotesis
Hipotesis dari makalah ini dilihat dari uraian sebelumya dapat berfokus
pada beberapa aspek terkait dampak pandemi terhadap industri keuangan syariah.
Berikut beberapa hipotesisnya yaitu:
1. Hipotesis 1: Dampak Penurunan Penjualan dan Pembiayaan
Dampak pandemi covid-19 menyebabkan penurunan signifikan
dalam aktivitas ekonomi masyarakat, yang berdampak pada penurunan
penjualan dan pembiayaan di sektor perbankan syariah.

8
2. Hipotesis 2: Kesehatan Likuiditas Bank Syariah
Meskipun terjadi penurunan aktivitas ekonomi, perbankan syariah
mampu mempertahankan atau meningkatkan kesehatan likuiditasnya
melalui kebijakan restrukturisasi dan manajemen risiko yang efektif.
3. Hipotesis 3: Perubahan Pola Pengelolaan Keuangan Masyarakat
Adanya perubahan pola pengelolaan keuangan masyarakat dalam
memilih produk keuangan syariah sebagai respons terhadap ketidakpastian
ekonomi akibat pandemi covid-19.
4. Hipotesis 4: Peningkatan Inovasi Produk dan Layanan
Pandemi covid-19 mendorong perbankan syariah untuk
meningkatkan inovasi produk dan layanan guna menjawab kebutuhan baru
dan meningkatkan daya saing di tengah perubahan perilaku konsumen.

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penerapan
Berikut penerapan yang akan saya gunakan dalam bentuk studi kasus fiktif
tentang dampak fenomena covid-19 terhadap perbankan syariah yang dimana
studi kasusnya itu terjadi pada Perbankan Syariah yang saya sebut dengan
Harmoni. Perbankan syariah "Harmoni" merupakan bank syariah skala menengah
yang beroperasi di Indonesia sebelum dan selama pandemi COVID-19. Studi ini
bertujuan untuk menganalisis dampak langsung dan tidak langsung dari pandemi
terhadap kinerja dan strategi bisnis bank ini. Selama puncak pandemi, terjadi
penurunan signifikan dalam permintaan pembiayaan dari masyarakat akibat
ketidakpastian ekonomi, yang mengakibatkan penurunan pendapatan bunga dan
margin bagi bank "Harmoni". Karena kondisi ekonomi yang sulit, terjadi
peningkatan kredit bermasalah dalam portofolio bank, memaksa bank untuk
meningkatkan alokasi untuk cadangan kerugian. Oleh karena itu Bank "Harmoni"
terpaksa menyesuaikan strategi bisnisnya, mengurangi risiko dengan
memfokuskan pembiayaan pada sektor-sektor yang relatif lebih stabil selama
pandemi, seperti pembiayaan mikro dan pertanian. Bank ini mempercepat adopsi
teknologi, meningkatkan layanan perbankan digital, dan memperluas platform
daring untuk memfasilitasi transaksi dan layanan jarak jauh bagi nasabahnya.
Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang signifikan terhadap bank "Harmoni",
memaksa bank untuk menyesuaikan strategi bisnisnya dan meningkatkan
fleksibilitas operasionalnya. Meskipun menghadapi tantangan, bank ini berhasil
mengubah beberapa aspek operasionalnya untuk bertahan dan beradaptasi dengan
kondisi ekonomi yang sulit.

3.2 Perbandingan
Penulis melakukan perbandingan terhadap penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ashinta (2020) mengenai dampak covid-19 terhadap perbankan
menunjukkan bahwa meskipun pandemi telah mulai mempengaruhi sektor riil dan

10
keuangan, kinerja perbankan di negara ini pada kuartal pertama tetap positif
(masih kuat) dari segi pendanaan dan kualitas kredit. Penulis menemukan
beberapa perbandingan yang dimana pada makalah yang ingin penulis buat
dengan penelitian terdahulu tersebut memiliki perbandingan pada hipotesis dan
subjek penelitiannya yang dimana pada subjek penelitian yang dilakukan oleh
saudari Ashinta (2020) berfokus pada perbankan saja sementara itu penulis lebih
terperinci dimana pada penelitian ini berfokus pada perbankan syariah yang
dimana perbankan syariah merupakan sistem keuangan yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip syariah atau hukum Islam. Hal ini bertentangan
dengan perbankan konvensional yang beroperasi dengan menggunakan bunga
sebagai instrumen utama dalam transaksi keuangan yang dimana saat ini industri
perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan yang signifikan di berbagai
negara, dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap produk keuangan yang
sesuai dengan prinsip syariah.

3.3 Pembahasan
Asal usul kata "Syariah" terletak dalam bahasa Arab, berasal dari akar kata
"syara'a", yang mengandung makna jalan, cara, serta peraturan. Penggunaan
istilah "Syariah" memiliki makna yang luas dan juga spesifik. Secara luas, Syariah
merujuk pada keseluruhan ajaran dan norma yang diperkenalkan oleh Nabi
Muhammad saw., yang mengatur beragam aspek kehidupan manusia, baik dalam
hal keyakinan maupun dalam praktik perilaku sehari-hari.
Dengan singkatnya, syariah merujuk pada ajaran-ajaran agama Islam yang
terbagi dalam dua aspek utama, yakni ajaran tentang kepercayaan (akidah) dan
ajaran tentang perilaku (amaliah). Dengan demikian, "Bank Syariah" adalah
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip-
prinsip syariah. UU Perbankan Syariah menjelaskan bahwa kegiatan usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah termasuk yang tidak melibatkan unsur
riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.
Sedangkan Perbankan Syariah melibatkan aspek-aspek terkait bank
syariah dan unit bisnis syariah, termasuk struktur lembaga, aktivitas bisnis, serta

11
metode dan prosedur yang digunakan dalam menjalankan operasional bisnisnya.
Perbankan Syariah juga merupakan suatu lembaga Intermediary dan juga
dapat menjalankan fungsi sosial sebagaimana ditegaskan dalam UU No 21 tahun
2008 pasal 4 tentang Perbankan Syariah yang berbunyi:
1) Bank syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dana dan
menyalurkan dana masyarakat.
2) Bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq,
sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dalam menyalurkannya kepada
organisasi pengelola zakat.
3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazir) sesuai
dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam penjelasan umum UU No 21
tahun 2008 Perbankan syariah bahwa kegiatan usaha yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur
riba, maisir, gharar, haram, dan zalim. Pengertian tersebut sebagaimana
penjelasan pasal 2 undang-undang tersebut, yaitu:
1) Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain
dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,
kuantitas, 3 Ibid., h. 14 17 dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam
transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima
fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman
karena berjalannya waktu (nasi‟ah)
2) Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti yang bersifat untung-untungan.
3) Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, saat
transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
4) Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
5) Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain.

12
Bank Islam atau Bank Syariah berperan sebagai mitra investor dan
pedagang bagi para nasabahnya, berbeda dengan peran umum bank pada
umumnya yang lebih berhubungan sebagai kreditur dan debitur. Dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya, bank Islam menggunakan berbagai teknik dan
metode investasi, yang dikenal sebagai pembiayaan, dalam hubungannya dengan
nasabah. Aktivitas pembiayaan ini melibatkan sejumlah teknik dan metode yang
bervariasi, yang dipilih sesuai dengan tujuan dan kegiatan, seperti kontrak
mudharabah, musyarakah, dan lainnya. Bank Islam juga terlibat dalam kontrak
murabahah. Dalam sistem perbankan Islam yang berbasis pada prinsip kemitraan
usaha, konsep bunga tidak diterapkan. Oleh karena itu, tidak ada pembayaran
bunga kepada para depositor atau penerapan bunga terhadap nasabah dalam
konteks ini.
Pada awal tahun 2020 yang lalu pandemi Covid-19 telah menjadi masalah
serius di hampir semua negara di seluruh dunia pada saat ini. Menurut laporan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kematian yang terkait dengan virus
corona di seluruh dunia telah meningkat menjadi 30.105 orang pada Minggu
(29/3) waktu setempat. Dilansir dari laporan situasi harian WHO oleh kantor
berita Xinhua pada Senin (30/3/2020), jumlah total kasus coronavirus yang
dilaporkan secara global mencapai 638.146 kasus. Akibat dari virus ini, telah
timbul sejumlah dampak yang melibatkan berbagai sektor, seperti kesehatan,
sosial, budaya, pariwisata, dan juga ekonomi. Berikut beberapa dampak di bidang
ekonomi dari virus ini yakni :
1) Pertumbuhan ekonomi indonesia bisa minus 0,4. Menteri Keuangan Sri
Mulyani (2020) mengatakan Indonesia cukup terhantam keras dengan
penyebaran virus Corona. Tidak hanya kesehatan manusia, virus ini juga
mengganggu kesehatan ekonomi di seluruh dunia.
2) Penurunan dalam sektor ekspor dan impor. Kegiatan Ekspor diperkirakan
terkoreksi lebih dalam, mengingat sudah satu tahun belakangan ini
pertumbuhannya negatif. Begitu juga dengan impor juga akan tetap negatif
pertumbuhannya.

13
3) Sektor UMKM Sektor UMKM adalah sektor yang juga terpukul. Padahal,
selama ini biasanya menjadi safety net. Sekarang mengalami pukulan yang
sangat besar, karena adanya restriksi kegiatan ekonomi dan sosial yang
memengaruhi kemampuan UMKM, yang biasanya resilient, bisa
menghadapi kondisi. Tahun 97-98, justru UMKM masih resilience.
Sekarang ini dalam COVID ini, UMKM terpukul paling depan karena
ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh seluruh masyarakat.
4) Nilai tukar Rupiah anjlok terhadap Dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi melemah hingga Rp20.000 per
dolar AS akibat wabah COVID-19. Untuk perkiraan moderatnya berada di
kisaran Rp17.500 per dolar AS. Hal ini menjadi bagian dari salah satu
skenario asumsi makro 2020 yang seluruhnya mengalami perubahan,
seperti pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 2,3 persen hingga minus
0,4 persen.
Pandemi Covid-19 juga diprediksi akan melemahkan sektor perbankan
Indonesia. Dalam sebuah penelitian yang diumumkan pada hari Selasa
(24/3/2020), lembaga peringkat global, Fith Rating, baru-baru ini mengubah
peringkat lingkungan operasional (operating environment mid-point score) bank-
bank di Indonesia dari sebelumnya 'BBB-' menjadi 'BB+'. Revisi skor operasional
Fitch ini mengindikasikan adanya ketidakpastian seputar tingkat keparahan dan
durasi pandemi corona serta dampaknya terhadap operasional bank-bank di
Indonesia.
Menurut J.P Morgan selama pandemi COVID-19, industri perbankan
dihadapkan pada tiga ancaman utama, meliputi penyaluran kredit yang berkurang,
penurunan mutu aset, dan tekanan pada margin bunga bersih. Dalam konteks ini,
penting untuk menganalisis apakah bank syariah memiliki keunggulan yang lebih
baik dalam mengatasi krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19
dibandingkan dengan bank konvensional, atau sebaliknya. Penjelasannya yaitu
sebagai berikut:

14
1) Penyaluran kredit (pembiayaan) akan mengalami situasi serupa baik pada
bank syariah maupun bank konvensional. Keduanya akan menghadapi
penurunan laju penyaluran kredit (pembiayaan) secara sejajar.
2) Terkait penurunan kualitas aset, baik bank syariah maupun bank
konvensional akan sedikit terbantu oleh POJK No.11/POJK.03/2020.
Regulasi ini membantu kedua jenis bank, terutama dalam menyiapkan
cadangan penghapusan aktiva produktif. Namun, bank syariah
diperkirakan memiliki keunggulan, terutama dalam konteks ini.
3) Pengetatan margin bunga bersih terjadi karena bank syariah menerapkan
sistem bagi hasil, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan adopsi
sistem bagi hasil, kondisi neraca bank syariah selama masa krisis pandemi
COVID-19 cenderung lebih fleksibel karena pengeluaran bagi hasil juga
turut menurun seiring penurunan pendapatan bank syariah. Situasi ini
berbeda dengan bank konvensional yang menghadapi masalah serius
ketika pendapatan bunga kredit menurun namun biaya bunga untuk
deposito tetap tinggi.
Dengan faktor-faktor yang sudah dijelaskan, perbankan nasional
diperkirakan akan merasakan dampak yang merugikan akibat pandemi COVID-
19. Di dalam ranah bank syariah, terdapat sejumlah keunggulan dibandingkan
bank konvensional, yang dapat berperan sebagai solusi di tengah pandemi ini.
Sebagai contoh, pada saat perbankan nasional diramalkan mengalami dampak
negatif karena pandemi COVID-19, bank syariah memiliki keunggulan melalui
prinsip bagi hasilnya yang dapat menguatkan posisinya dalam menghadapi krisis.
Kelebihan ini, terutama pada masa sulit ini, menjadi peluang yang baik untuk
memperkuat pangsa pasar bank syariah.
Dengan mempertimbangkan tiga risiko yang telah diungkapkan oleh J.P
Morgan terkait tantangan yang akan dihadapi oleh perbankan, bank syariah perlu
mengambil langkah strategis yang cermat selama pandemi COVID-19. Salah satu
pilihan yang menantang namun cukup berpotensi adalah melakukan ekspansi yang
terencana ke ranah digital. Termasuk juga peraturan WFH yang dimana selama
pandemi COVID-19, situasi kerja dari rumah (Work From Home/WFH) dapat

15
menjadi kesempatan bagi bank-bank syariah untuk memberikan pelatihan kepada
karyawannya dalam bidang pemasaran digital. Kemahiran dalam pemasaran
digital bagi karyawan bank syariah akan menjadi keunggulan tersendiri. Namun,
hal ini juga memerlukan adanya produk-produk digital yang menarik bagi para
pelanggan. Jika bank syariah dapat memanfaatkan potensi karyawan untuk
mengembangkan pemasaran digital yang terkini (pemasaran 4.0) serta didukung
oleh produk perbankan syariah yang inovatif secara digital, maka ada
kemungkinan peningkatan yang signifikan dalam pangsa pasar perbankan syariah
di Indonesia.

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Covid-19 atau coronavirus merupakan kumpulan virus yang
mengakibatkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia, virus ini sering
menyebabkan infeksi saluran pernapasan, termasuk gejala ringan seperti flu biasa
hingga kondisi yang lebih serius seperti Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS)
dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Covid-19, yang disebabkan oleh
virus SARS-CoV-2, adalah jenis penyakit pandemik terbaru.
Menurut pasal 1 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang perbankan syariah, bank syariah mengacu pada semua aspek terkait
institusi perbankan syariah dan unit usaha syariah, termasuk struktur organisasi,
aktivitas operasional, serta prosedur yang digunakan dalam menjalankan kegiatan
bisnisnya. Pada intinya, bank syariah memiliki kesamaan dengan bank
konvensional, yaitu sebagai entitas bisnis di sektor keuangan, di mana kegiatan
perbankannya selalu terkait dengan aspek keuangan. Namun, bank syariah
berbeda dalam pelaksanaan aktivitasnya karena dalam pengumpulan dan
penyaluran dana, bank ini mengikuti prinsip-prinsip syariah seperti prinsip jual-
beli dan bagi hasil.
Pada awal tahun 2020 yang lalu pandemi Covid-19 telah menjadi masalah
serius di hampir semua negara di seluruh dunia pada saat ini. Menurut laporan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kematian yang terkait dengan virus
corona di seluruh dunia telah meningkat menjadi 30.105 orang pada Minggu
(29/3) waktu setempat. Dilansir dari laporan situasi harian WHO oleh kantor
berita Xinhua pada Senin (30/3/2020), jumlah total kasus coronavirus yang
dilaporkan secara global mencapai 638.146 kasus. Akibat dari virus ini, telah
timbul sejumlah dampak yang melibatkan berbagai sektor, seperti kesehatan,
sosial, budaya, pariwisata, dan juga ekonomi. Berikut beberapa dampak di bidang
ekonomi dari virus ini yakni :

17
1) Pertumbuhan ekonomi indonesia bisa minus 0,4. Menteri Keuangan Sri
Mulyani (2020) mengatakan Indonesia cukup terhantam keras dengan
penyebaran virus Corona. Tidak hanya kesehatan manusia, virus ini juga
mengganggu kesehatan ekonomi di seluruh dunia.
2) Penurunan dalam sektor ekspor dan impor. Kegiatan Ekspor diperkirakan
terkoreksi lebih dalam, mengingat sudah satu tahun belakangan ini
pertumbuhannya negatif. Begitu juga dengan impor juga akan tetap negatif
pertumbuhannya.
3) Sektor UMKM Sektor UMKM adalah sektor yang juga terpukul. Padahal,
selama ini biasanya menjadi safety net. Sekarang mengalami pukulan yang
sangat besar, karena adanya restriksi kegiatan ekonomi dan sosial yang
memengaruhi kemampuan UMKM, yang biasanya resilient, bisa
menghadapi kondisi. Tahun 97-98, justru UMKM masih resilience.
Sekarang ini dalam COVID ini, UMKM terpukul paling depan karena
ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh seluruh masyarakat.
4) Nilai tukar Rupiah anjlok terhadap Dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi melemah hingga Rp20.000 per
dolar AS akibat wabah COVID-19. Untuk perkiraan moderatnya berada di
kisaran Rp17.500 per dolar AS. Hal ini menjadi bagian dari salah satu
skenario asumsi makro 2020 yang seluruhnya mengalami perubahan,
seperti pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 2,3 persen hingga minus
0,4 persen.
Pandemi Covid-19 juga diprediksi akan melemahkan sektor perbankan
Indonesia. Dalam sebuah penelitian yang diumumkan pada hari Selasa
(24/3/2020), lembaga peringkat global, Fith Rating, baru-baru ini mengubah
peringkat lingkungan operasional (operating environment mid-point score) bank-
bank di Indonesia dari sebelumnya 'BBB-' menjadi 'BB+'. Revisi skor operasional
Fitch ini mengindikasikan adanya ketidakpastian seputar tingkat keparahan dan
durasi pandemi corona serta dampaknya terhadap operasional bank-bank di
Indonesia.

18
Menurut J.P Morgan selama pandemi COVID-19, industri perbankan
dihadapkan pada tiga ancaman utama, meliputi penyaluran kredit yang berkurang,
penurunan mutu aset, dan tekanan pada margin bunga bersih. Dalam konteks ini,
penting untuk menganalisis apakah bank syariah memiliki keunggulan yang lebih
baik dalam mengatasi krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19
dibandingkan dengan bank konvensional, atau sebaliknya. Penjelasannya yaitu
sebagai berikut:
1) Penyaluran kredit (pembiayaan) akan mengalami situasi serupa baik pada
bank syariah maupun bank konvensional. Keduanya akan menghadapi
penurunan laju penyaluran kredit (pembiayaan) secara sejajar.
2) Terkait penurunan kualitas aset, baik bank syariah maupun bank
konvensional akan sedikit terbantu oleh POJK No.11/POJK.03/2020.
Regulasi ini membantu kedua jenis bank, terutama dalam menyiapkan
cadangan penghapusan aktiva produktif. Namun, bank syariah
diperkirakan memiliki keunggulan, terutama dalam konteks ini.
3) Pengetatan margin bunga bersih terjadi karena bank syariah menerapkan
sistem bagi hasil, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan adopsi
sistem bagi hasil, kondisi neraca bank syariah selama masa krisis pandemi
COVID-19 cenderung lebih fleksibel karena pengeluaran bagi hasil juga
turut menurun seiring penurunan pendapatan bank syariah. Situasi ini
berbeda dengan bank konvensional yang menghadapi masalah serius
ketika pendapatan bunga kredit menurun namun biaya bunga untuk
deposito tetap tinggi.
Dengan faktor-faktor yang sudah dijelaskan, perbankan nasional
diperkirakan akan merasakan dampak yang merugikan akibat pandemi COVID-
19. Di dalam ranah bank syariah, terdapat sejumlah keunggulan dibandingkan
bank konvensional, yang dapat berperan sebagai solusi di tengah pandemi ini.
Sebagai contoh, pada saat perbankan nasional diramalkan mengalami dampak
negatif karena pandemi COVID-19, bank syariah memiliki keunggulan melalui
prinsip bagi hasilnya yang dapat menguatkan posisinya dalam menghadapi krisis.

19
Kelebihan ini, terutama pada masa sulit ini, menjadi peluang yang baik untuk
memperkuat pangsa pasar bank syariah.

4.2 Saran
Dalam konteks dampak pandemi covid-19 terhadap perbankan syariah,
disarankan bagi pelaku industri perbankan syariah untuk menjadi lebih cermat
dalam merumuskan strategi di masa pandemi COVID-19. Salah satu langkahnya
adalah dengan melakukan perluasan usaha dan inovasi yang terukur dalam bidang
digital, yang dapat diadopsi oleh lembaga keuangan syariah. Ini juga menjadi
waktu yang tepat bagi bank syariah untuk melatih karyawan mereka dalam bidang
pemasaran digital agar menjadi lebih kompeten.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aji, H. M., Berakon, I., & Husin, M. M. (2020). Covid-19 and e-wallet usage
intention: A multigroup analysis between Indonesia and Malaysia.
Cogent Business & Management, 7(1). 180-181.
Arifin, Z. (2006). Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka
Alvabet.
Fauziah, H. N., Fakhriyah, A. N., & Rohman, A. (2020). Analisis Risiko
Operasional Bank Syariah Pada Masa Pandemi Covid-19. Al-Intaj:
Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 6(2). 38-45.
Isretno, E. (2011). Pembiayaan Mudharabah Dalam Sistem Perbankan Syariah.
Jakarta: Cintya Press.
Naryono, E. (2020). Impact of National Disaster Covid-19, Indonesia Toward
Economic Recesion.
Ningsih, M. R., & Mahfudz, M. S. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap
Manajemen Industri Perbankan Syariah: Analisa Komparatif. POINT,
2(1).
Peraturan Bank Indonesia No: 7/2/PBI/2005
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 15/POJK.03/2017

21

Anda mungkin juga menyukai