DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2 :
1. FADLURRAHMAH
2. AERIN SAFINA
3. M. ABIM
4. MUH. RIZQAHUN AL FAYAD
2. HUKUM MUZARA’AH
Kerja sama dalam bentuk muzara’ah menurut kebanyakan ulama fiqh hukumnya mubah
(boleh). Dasar kebolehannya itu, disamping dapat dipahami dari keumuman firman Allah
yang menyuruh saling menolong, juga secara khusus hadis Nabi dari Ibnu Abbas menurut
riwayat al-Bukhari yang mengatakan:
“Bahwasanya Rasulullah saw.mempekerjakan penduduk khaibar (dalam pertanian)
dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkannya, dalam bentuk tanaman atau buah-
buahan”. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i).
3)Adanya uzur dari salah satu pihak, baik dari pihak pemilik tanah maupun dari
pihak petani yang menyebabkan mereka tidak boleh melanjutkan akad muzara’ah itu.Uzur
dimaksud antara lain adalah:
a.Pemilik tanah terbelit utang, sehingga tanah pertanian itu harus ia jual, karena tidakada
harta lain yang dapat melunasi utang itu. Pembatalan ini harus dilaksanakanmelalui campur
tangan haki. Akan tetapi, apabila tumbuh-tumbuhan itu telah berbuah,tetapi belum layak
panen, maka tanah itu tidak boleh di jual sampai panen.
b.Adanya uzur petani, seperti sakit atau harus melakukan suatu perjalanan ke luar
kota,sehingga ia tidak mampu melaksanakan pekerjaanya
4. PELAKSANAAN MUZARA’AH
Muzara'ah dapat dilaksanakan jika telah ditetapkan jangka waktu pelaksanaannya. Bagian
yang disepakati juga harus diketahui secara jelas. Pembagian hasil tidak ditentukan
oleh luas lahan, melainkan pada hasil panen. Jumlah hasil panen yang diterima harus jelas.
Muzara'ah juga dapat dilakukan jika benih untuk menanam tanaman berasal dari pemilik
lahan. Kegiatan muzara'ah dianggap tidak sah jika pemeilik lahan mengambil benih dari
hasil panen sebelum dibagikan kepada penggarap lahan.
B. MUKHABARAH
1. PENGERTIAN MUKHABARAH
Dalam Fiqih Islami menjelaskan pengertian Mukhabarah adalah paroan sawah atau
ladang, seperdua, sepertiga atau lebih atau kurang,sedangkan benihnya dari petani yang
mengelola/menggarap tanah. Mukhabarah seperti halnya juga muzara’ah, dalam blog
ismutaqwa ulama Syafi’iyah menjelaskan pengertian perbedaan dari keduanya sebagai
berikut:
“Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkandan benihnya
berasal dari pengelola. Adapun muzara’ah sama seperti mukhabarah hanya saja
benihnya berasal dari pemilik tanah”.
Pada umumnya kerja sama mukhabarah ini dilakukan pada perkebunan yang benihnya
relatif murah, seperti padi, jangung dan kacang. Namun, tidak menutup kemungkinan
pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerja sama muzara’ah.
2. HUKUM MUKHABARAH
Hukum mukhabarah sama dengan muzara’ah, yaitu mubah (boleh). Seseorang dapat
melakukannya untuk dapat memberi dan mendapat manfaatnya dari kerjasama muzara’ah
dan mukhabarah ini. Landasan hukum mukhabarah adalah sabda Nabi SAW yang sekira
kira artinya:
“Dari Thawus r.a bahwa ia suka bermukhabarah. Amru berkata: Lalu aku katakana
kepadanya: Ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti
mereka mengatakan bahwa Nabi SAW telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus
berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguhmengetahui
akan hal itu, yaitu Ibn Abbas bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah itu, hanya
beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik dari pada ia
mengambil manfaat itu dengan upah tertentu”. (Hr. Muslim).
C. MUSAQAH
1. PENGERTIAN MUSAQAH
pengertian musaqah secara etimologi yaitu suatu transaksi dalam pengairan oleh
penduduk Madinah yang disebut dengan al-Muamalah. Sedangkan secara terminologi,
musaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan petani penggarap dengan
tujuan supaya kebun tersebut dipelihara dan juga dirawat dengan baik, sehingga nantinya
akan memberikan hasil yang maksimal.
Musaqah juga dapat diartikan sebagai bentuk yang lebih sederhana lagi dari pada
muzara’ah. Dimana para penggarap hanya akan bertanggung jawab atas penyiraman dan
juga pemeliharaan tanaman. Sebagai imbalan, penggarap berhak untuk memperoleh
nisbah tertentu dari hasil panen.
Secara umum, musaqah ini merupakan salah satu bentuk kerja sama antara pemilik
lahan dan juga penggarap, dimana penggarap memiliki tugas untuk merawat tanaman saja.
Adapun kedua pihak tersebut tetap melakukan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dalam
akad.
Para ulama fiqih seperti Abdurrahman al-Jaziri sebagaimana dikutip dari buku Fiqih
Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly mendefinisikan musaqah sebagai akad untuk
pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian), dan yang lainnya dengan syarat-syarat
tertentu.
Sementara itu, ulama Syafi'iyah mengatakan musaqah adalah mempekerjakan petani
penggarap untuk menggarap kurma atau pohon anggur saja dengan cara mengairi dan
merawatnya. Hasil kurma atau anggur itu dibagi bersama antara pemilik dan petani yang
menggarap.
Akan tetapi, kerja sama dalam bentuk musaqah ini berbeda dengan memperkerjakan
tukang kebun, musaqah sendiri merupakan kerja sama untuk mengurus pohon tertentu dan
nantinya imbalan yang akan didapatkan adalah bagian dari pohon tersebut. Atau hasil
yang diterima ukurannya sudah pasti.
2. Dasar Hukum Musaqah
Atas hukum musaqah ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dari Ibnu Hamid ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Memberikan tanah khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buahan
maupun pertanian (tanaman). Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan
tanah khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan
separohnya untuk Nabi Saw”.
b. Syarat musaqah
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun sebagai
berikut:
Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musaqah harus orang yang
cakap bertindak hukum, yakni dewasa (akil balig) dan berakal.
Objek musaqah itu harus terdiri atas pepohonan yang mempunyai buah.
Dalam menentukan objek musaqah ini terdapat perbedaan pendapat
ulama fiqh. Menurut ulama Hanafiyah, yang boleh menjadi objek musaqah
adalah pepohonan yang berbuah (boleh berbuah), seperti kurma, anggur dan
terong. Akann tetapi, ulama Hanafiyah mutaakhkhirin
menyatakan, musaqah juga berlaku pada pepohonan yang tidak mempunyai
buah, jika hal itu dibutuhkan masyarakat. Ulama Malikiyah, menyatakan
bahwa yang menjadi objek musaqah itu adalah tanaman keras dan palawija,
seperti kurma, terong, apel dan anggur dengan syarat bahwa:
1. Akad musaqah itu dilakukan sebelum buah itu layak dipanen.
2. Tenggang waktu yang ditentukan jelas.
3. Akadnya dilakukan setelah tanaman itu tumbuh.
4. Pemilik perkebunan tidak mampu untuk mengolah dan memelihara
tanaman itu.
Jika petani yang wafat, maka ahli warisnya boleh melanjutkan akad itu jika
tanaman itu belum dipanen. Adapun jika pemilik perkebunan yang wafat, maka
pekerjaan petani harus dilanjutkan. Jika kedua belah pihak yang berakad meninggal
dunia, kedua belah pihak ahli waris boleh memilih antara meneruskan atau
menghentikannya.
Akan tetapi, ulama Malikiyah menyatakan bahwa akad musaqah ialah akad yang
boleh diwarisi, jika salah satu pihak meninggal dunia dan tidak boleh dibatalkan hanya
karena ada uzur dari pihak petani. Ulama Syafi’iyah, juga menyatakan bahwa akad
musaqah tidak boleh dibatalkan karena adanya uzur. Jika petani penggarap mempunyai
uzur, maka harus ditunjuk salah seorang yang bertanggung jawab untuk melanjutkan
pekerjaan itu. Menurut ulama Hanabilah, akad musaqah sama dengan akad muzara’ah,
yaitu akad yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh sebab itu, masing-masing
pihak boleh saja membatalkan akad itu. Jika pembatalan akad itu dilakukan setelah
pohon berbuah, maka buah itu dibagi dua antara pemilik kebun dan petani penggarap,
sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.
d. Hikmah Musaqah
Hikmah dari adanya akad musaqah adalah terwujudnya kemaslahatan dan juga
berbagi sarana untuk mencukupi kebutuhan antara dua orang yang melakukan akad.
Sebagian besar orang ada yang mempunyai kebun dan sudah ditanami dengan pohon.
Akan tetapi, karena faktor kesibukan ataupun karena luasnya area perkebunan, mereka
jadi tidak bisa merawat dan mengelolanya sendiri. Maka dari itu, para pemilik kebun
akan melakukan akad musaqah.
Mereka akan mengajak para petani untuk dijadikan sebagai pihak lain yang bertugas
mengelola dan merawat tanaman, akan tetapi penggarap tidak memiliki tanah sendiri.
Kemudian hasil panen dibagi berdua antara dua orang yang melakukan akad tersebut.
Seberapa besar bagian dari masing-masing pihak, bergantung dengan kesepakatan yang
telah dibuat antara keduanya.
Itulah indahnya syariat Islam. Disamping memberikan jalan untuk tolong menolong,
syariat juga menjaga hak dari masing-masing pihak supaya roda kehidupan terus
berputar. Menolong tidak harus dalam bentuk akad tabarru’ atau sukarela, terkadang
menolong juga bisa berbentuk memberi pekerjaan kepada para penggarap yang lemah
secara ekonomi supaya mereka tetap bisa menjaga kehormatannya. Sebagaimana firman
Allah SWT yang berbunyi:
Artinya, “Janganlah kalian jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan
jangan pula kalian terlalu mengulurkannya (sangat pemurah). Nanti kalian bisa
menjadi tercela dan menyesal!?” (Surat Al-Isra ayat 29).
Oleh karena itu, supaya unsur tolong menolong yang bertujuan untuk menjaga
kemaslahatan ini terus bisa dijalankan, syariat memberi tuntunan tentang syarat dan juga
rukun tolong-menolong dalam bentuk mengadakan perjanjian kerja sama atau musaqah.
Syarat dan juga rukun tersebut ditetapkan dengan tujuan agar syariat tetap bisa tercapai
dan kedua belah pihak yang terlibat di dalam perjanjian tidak ada yang merasa
terdzalimi.
Persamaan dan Perbedaan antara Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah
Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah yaitu,
persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian). Sedangkan perbedaannya
adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang
memeliharanya. Di dalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap
dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah . Sedangkan di dalam mukhabarah,
tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya, namun
benihnya dari petani (orang yang menggarap).
Antara muzara’ah dan musaqah terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah
kedua-duanya merupakan akad (perjanjian) bagi hasil. Adapun perbedaannya ialah : didalam
musaqah tanaman telah ada tetapi, memerlukan tenaga kerja untuk memeliharanya. Didalam
muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dahulu oleh
penggarapnya.
DAFTAR PUSTAKA
KSEI forshei, Bertani Itu Indah (Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah), Forshei.org. (2019).
http://www.forshei.org/2019/10/bertani-itu-indah-muzaraah-mukhabarah.html (accessed January
11, 2023).
M. Hardi, Memahami Apa Itu Musaqah: Aturan Kerja Sama dalam Agama Islam, Gramedia
Literasi. (2022). https://www.gramedia.com/literasi/musaqah-adalah/ (accessed January 12,
2023).
Kristina, Apa Itu Musaqah? Begini Akad, Rukun, dan Syaratnya, Detiknews. (2021).
https://news.detik.com/berita/d-5574584/apa-itu-musaqah-begini-akad-rukun-dan-syaratnya/2
(accessed January 12, 2023).