Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MUZARA’AH, MUKHABARAH, DAN MUSAQAH.

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2 :

1. FADLURRAHMAH
2. AERIN SAFINA
3. M. ABIM
4. MUH. RIZQAHUN AL FAYAD

MAN 1 KOTA BIMA

TAHUN AJARAN 2022/2023


DAFTAR ISI
A. MUZARA’AH
1. PENGERTIAN MUZARA’AH
Muzara’ah berasal dari kata “zara’a” yang artinya menanam, atau bertani. Menurut
bahasa, kata muzara’ah adalah kerja sama mengelola tanah dengan mendapatkan sebagian
hasilnya. Sedangkan menurut istilah Fiqh ialah pemilik tanah memberi hak mengelola
tanah kepada seorang petani dengan syarat bagi hasil atau semisalnya.
Dalam pengertian lain ada yang menyebutkan, muzara’ah yaitu paroan sawah atau
ladang, seperdua, sepertiga, atau lebih atau kurang, sedangkan benih (bibit) tanaman
berasal dari pemilik tanah.
Jadi, muzara’ah itu yaitu kerja sama antara pemilik tanah dan penggarap tanah dengan
perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sedangkan benih
(bibit) tanaman berasal dari pemilik tanah. 

2. HUKUM MUZARA’AH
Kerja sama dalam bentuk muzara’ah menurut kebanyakan ulama fiqh hukumnya mubah
(boleh). Dasar kebolehannya itu, disamping dapat dipahami dari keumuman firman Allah
yang menyuruh saling menolong, juga secara khusus hadis Nabi dari Ibnu Abbas menurut
riwayat al-Bukhari yang mengatakan:
“Bahwasanya Rasulullah saw.mempekerjakan  penduduk khaibar (dalam pertanian)
dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkannya, dalam  bentuk tanaman atau buah-
buahan”. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i).

3. RUKUN DAN SYARAT MURAZA’AH


Menurut Hanafiah rukun muzara’ah ialah “akad, yaitu ijab dan kabul antara pemilik dan
pekerja, secara rinci rukun-rukunya yaitu tanah, perbuatan pekerja, modal dan alat-alat
untuk menanam”.
Menurut jumhur ulama ada empat rukun dalam muzara’ah yaitu:
a. Pemilik tanah
b. Petani penggarap
c. Objek al-muzaraah
d. Shighat ( ijab dan qabul ) secara lisan maupun tulisan.

Sedangkan syarat-syarat muzara’ah,ialah:


a. ‘Aqidain harus baligh dan berakal.
b. Adanya penentuan macam apa saja tanaman yang akan ditanam.
c. Perolehan bagi hasil harus disebutkan jumlahnya (presentasenya), hasil adalah milik
bersama tanpa boleh ada pengkhususan.
d. Lokasi dan batas tanah jelas dan  Jika tanahnya tandus dan tidak memungkinkan dapat
ditanami maka akad muzara’ah  tidak sah. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada
petani untuk digarap.Apabila disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut mengolah pertanian
itumaka akad muzara’ah tidak sah.
e. menyangkut jangka waktu yang disesuaikan adat setempat.
f. Alat-alat dalam bercocok tanam. Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau
moderen dengan maksud sebagai konsekuensi atas akad.
Menurut jumhur ulama’ apabila telah memenuhi rukun dan syarat, maka akibat
hukumnya adalah:
 Petani bertanggung jawab mengeluarkan biaya benih dan pemeliharaan pertanian
tersebut.
 Biaya pertanian (pupuk, perairan, pembersihan tanaman) ditanggung bersama sesuai
presentase masing-masing.
 Hasil panen dibagi sesuai kesepakan bersama.
 Apabila salah satu pihak meninggal dunia sebelum panen, maka akad tetap
dilanjutkan sampai panen dan akan diwakili oleh ahli waris. Lebih lanjut, akad itu
dapat dipertimbangkan oleh ahliwaris, apakah akan diteruskan atau tidak.
Berakhirnya Akad Muzara’ah
 
Para ulama fiqh yang membolehkan akad muzara’ah mengatakan bahwa akad iniakan
berakhir apabila:
1)Jangka waktu yang di sepakati berakhir. Akan tetapi, apabila jangka waktunya
sudahhabis, sedangkan hasil pertanian itu belum layak panen, maka akad itu tidak
di batalkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersamadiwaktu
akad. Oleh sebab itu, dalam menunggu panen itu, menurut jumhur
ulama, petani berhak mendapatkan upah sesuai dengan upah minimal yang berlaku bagi pet
ani setempat. Selanjutnya, dalam menunggu masa panen itu biaya tanaman,
seperti pupuk, biaya pemeliharaan, dan pengairan merupakan tanggung jawab bersama pe
milik tanah dan petani, sesuai dengan prosentase pembagian masing-masing
.2)Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, apabila salah seorang yang berakad
wafat,maka akad ini berakhir, karena mereka berpendapat bahwa akad al-ijarah tidak
bolehdi wariskan.
Akan tetapi ulama Malikiyah dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa
akad al-
muzara’ah itu dapat di wariskan. Oleh sebab itu tidak berakhir dengan
wafatnya salah satu pihak yang berakad  

3)Adanya uzur dari salah satu pihak, baik dari pihak pemilik tanah maupun dari
pihak petani yang menyebabkan mereka tidak boleh melanjutkan akad muzara’ah itu.Uzur
dimaksud antara lain adalah:
a.Pemilik tanah terbelit utang, sehingga tanah pertanian itu harus ia jual, karena tidakada
harta lain yang dapat melunasi utang itu. Pembatalan ini harus dilaksanakanmelalui campur
tangan haki. Akan tetapi, apabila tumbuh-tumbuhan itu telah berbuah,tetapi belum layak
panen, maka tanah itu tidak boleh di jual sampai panen.
 b.Adanya uzur petani, seperti sakit atau harus melakukan suatu perjalanan ke luar
kota,sehingga ia tidak mampu melaksanakan pekerjaanya

4. PELAKSANAAN MUZARA’AH
Muzara'ah dapat dilaksanakan jika telah ditetapkan jangka waktu pelaksanaannya. Bagian
yang disepakati juga harus diketahui secara jelas. Pembagian hasil tidak ditentukan
oleh luas lahan, melainkan pada hasil panen. Jumlah hasil panen yang diterima harus jelas.
Muzara'ah juga dapat dilakukan jika benih untuk menanam tanaman berasal dari pemilik
lahan. Kegiatan muzara'ah dianggap tidak sah jika pemeilik lahan mengambil benih dari
hasil panen sebelum dibagikan kepada penggarap lahan.

B. MUKHABARAH
1. PENGERTIAN MUKHABARAH
Dalam Fiqih Islami menjelaskan pengertian Mukhabarah adalah paroan sawah atau
ladang, seperdua, sepertiga atau lebih atau kurang,sedangkan benihnya dari petani yang
mengelola/menggarap tanah. Mukhabarah seperti halnya juga muzara’ah, dalam blog
ismutaqwa ulama Syafi’iyah menjelaskan pengertian perbedaan dari keduanya sebagai
berikut:
“Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkandan benihnya
berasal dari pengelola. Adapun muzara’ah sama seperti mukhabarah hanya saja
benihnya berasal dari pemilik tanah”.
Pada umumnya kerja sama mukhabarah ini dilakukan pada perkebunan yang benihnya
relatif murah, seperti padi, jangung dan kacang. Namun, tidak menutup kemungkinan
pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerja sama muzara’ah.

2. HUKUM MUKHABARAH
Hukum mukhabarah sama dengan muzara’ah, yaitu mubah (boleh). Seseorang dapat
melakukannya untuk dapat memberi dan mendapat manfaatnya dari kerjasama muzara’ah
dan mukhabarah ini. Landasan hukum mukhabarah adalah sabda Nabi SAW yang sekira
kira artinya:
“Dari Thawus r.a bahwa ia suka bermukhabarah. Amru berkata: Lalu aku katakana
kepadanya: Ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti
mereka mengatakan bahwa Nabi SAW telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus
berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguhmengetahui
akan hal itu, yaitu Ibn Abbas bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah itu, hanya
beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik dari pada ia
mengambil manfaat itu dengan upah tertentu”. (Hr. Muslim).

3. RUKUN DAN SYARAT


Layaknya aturan atau adab lain dalam Islam, mukharabah juga mempunyai sejumlah
syarat dan rukun yang harus terpenuhi. Syarat dan rukun menjadi hal yang bersifat wajib
agar mukhabarah yang dijalankan sah di mata agama.
Adapun syarat mukhabarah adalah sebagai berikut.
a. Pemilik tanah dan penggarap harus orang yang sudah baligh dan berakal.
b. Peralatan dibebankan kepada petani penggarap lahan.
c. Lahan harus bisa menghasilkan, jelas batas-batasnya, dan diserahkan sepenuhnya kepada
penggarap.
d. Benih yang akan ditanam harus jelas dan menghasilkan.
e. Jangka waktu harus jelas menurut kebiasaan masa tanam dan masa panen.
f. Pembagian hasil harus jelas dan sesuai dengan ketentuannya.

Sementara itu, adapun rukun-rukun dari mukhabarah adalah sebagai berikut.

a. Adanya pemilik tanah yang sah.


b. Adanya petani atau penggarap tanah.
c. Tanah yang akan digarap.
d. Proses ijab dan qabul membuat kesepakatan dilakukan secara lisan.

4.  Zakat Muzara’ah dan Mukhabarah


 Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat itu dibebankan kepada orang mampu. Dalam
arti telah mempunyai harta hasil pertanian yang wajib dizakati( jika telah sampai batas
nisab). Maka dalam kerja sama seperti ini salah satu atau keduanya (pemilik sawah/lading
dan penggarap) membayar zakat bila telah nisab.
 Jika dipandang dari siapa asal benih tanaman, maka dalam muzara’ah yang wajib
zakat adalah pemilik tanah, karena dialah yang menanam. Sedangkan penggarap hanya
mengambil upah kerja. Dalam mukhabarah, yang wajib zakat adalah penggarap (petani),
karena dialah hakikatnya yang menanam. Sedangkan pemilik tanah seolah-olah
mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari keduanya, maka zakat diwajibkan
kepada keduanya jika sudah senisab sebelum pendapatan dibagi dua.
Menurut Yusuf Qardawi, jika pemilik itu menyerahkan penggarapan tanahnya kepada
orang lain dengan imbalan seperempat, sepertiga atau setengah hasil sesuai dengan
perjanjian, maka zakat dikenakan atas kedua bagian masing-masing bila cukup senisab.
Bila bagian salah seorang cukup senisab, sedangkan yang seorang lagi tidak, maka zakat
wajib bagi atas yang memiliki bagian yang cukukp senisab, sedangkan yang tidak cukup
senisab tidak wajib zakat. Tetapi Imam Syafi’i, berpendapat bahwa keduanya dipandang
satu orang, yang oleh karena itu wajib secara bersama-sama menanggung zakatnya bila
jumlah hasil sampai lima wasaq: masing-masing mengeluarkan 10% dari bagiannya.

 Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah


Manusia banyak yang mempunyai binatang ternak seperti kerbau, sapid an lainnya.
Dia sanggup untuk berladang dan bertani untuk mencukupi keperluan hidupnya, tetapi
tidak memiliki tanah. Sebaliknya, banyak diantara manusia mempunyai sawah, tanah,
lading dan lainnya. Yang layak untuk ditanami (bertani), tetapi ia tidak memiliki binatang
untuk mengelola sawah dan ladangnya tersebut atau ia sendiri tidak sempat untuk
mengerjakan, sehingga banyak tanah yang dibiarkan dan tidak dapat menghasilkan suatu
apapun.
Muzara’ah dan Mukhabarah disyari’atkan untuk menhindari adanya pemilikan hewan
ternak yang kurang bias dimanfaatkan karena tidak ada tanah untuk diolah dan menghidari
tanah yang juga dibiarkan tidak diproduksi karena tidak ada diproduksi karena tidak ada
yang mengolahnya.
Muzara’ah dan Mukhabarah terdapat pembagian hasil. Untuk hal-hal lainnya yang
bersifat teknis disesuaikan dengan syirkah yaitu konsep bekerja sama dalam upaya
menyatuhkan potensi yang ada pada masing-masing pihak dengan tujuan saling
menguntungkan.

C. MUSAQAH
1. PENGERTIAN MUSAQAH
pengertian musaqah secara etimologi yaitu suatu transaksi dalam pengairan oleh
penduduk Madinah yang disebut dengan al-Muamalah. Sedangkan secara terminologi,
musaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan petani penggarap dengan
tujuan supaya kebun tersebut dipelihara dan juga dirawat dengan baik, sehingga nantinya
akan memberikan hasil yang maksimal.
Musaqah juga dapat diartikan sebagai bentuk yang lebih sederhana lagi dari pada
muzara’ah. Dimana para penggarap hanya akan bertanggung jawab atas penyiraman dan
juga pemeliharaan tanaman. Sebagai imbalan, penggarap berhak untuk memperoleh
nisbah tertentu dari hasil panen.
Secara umum, musaqah ini merupakan salah satu bentuk kerja sama antara pemilik
lahan dan juga penggarap, dimana penggarap memiliki tugas untuk merawat tanaman saja.
Adapun kedua pihak tersebut tetap melakukan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dalam
akad.
Para ulama fiqih seperti Abdurrahman al-Jaziri sebagaimana dikutip dari buku Fiqih
Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly mendefinisikan musaqah sebagai akad untuk
pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian), dan yang lainnya dengan syarat-syarat
tertentu.
Sementara itu, ulama Syafi'iyah mengatakan musaqah adalah mempekerjakan petani
penggarap untuk menggarap kurma atau pohon anggur saja dengan cara mengairi dan
merawatnya. Hasil kurma atau anggur itu dibagi bersama antara pemilik dan petani yang
menggarap.
Akan tetapi, kerja sama dalam bentuk musaqah ini berbeda dengan memperkerjakan
tukang kebun, musaqah sendiri merupakan kerja sama untuk mengurus pohon tertentu dan
nantinya imbalan yang akan didapatkan adalah bagian dari pohon tersebut. Atau hasil
yang diterima ukurannya sudah pasti.

2. Dasar Hukum Musaqah
Atas hukum musaqah ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dari Ibnu Hamid ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 “Memberikan tanah khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buahan
maupun pertanian (tanaman). Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan
tanah khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan
separohnya untuk Nabi Saw”.

3. RUKUN DAN SYARAT MUSAQAH


a. Rukun
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam
akad musaqah adalah ijab dari pemilik tanah perkebunan, kabul dari petani penggarap,
dan pekerjaan dari pihak penggarap. Adapun Jumhur ulama fiqh yang terdiri dari ulama
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendirian bahwa rukun musaqah ada lima
yaitu:
 Dua orang/ pihak yang melakukan transaksi.
 Tanah yang dijadikan objek musaqah.
 Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap.
 Ketentuan mengenai pembagian hasil musaqah. 
 Shighat (ungkapan) ijab dan Kabul.

b. Syarat musaqah
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun sebagai
berikut:
 Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musaqah harus orang yang
cakap bertindak hukum, yakni dewasa (akil balig) dan berakal.
 Objek musaqah itu harus terdiri atas pepohonan yang  mempunyai buah.
Dalam menentukan objek musaqah ini terdapat perbedaan pendapat
ulama fiqh. Menurut ulama Hanafiyah, yang boleh menjadi objek musaqah
adalah pepohonan yang berbuah (boleh berbuah), seperti kurma, anggur dan
terong. Akann tetapi, ulama Hanafiyah mutaakhkhirin
menyatakan, musaqah juga berlaku pada pepohonan yang tidak mempunyai
buah, jika hal itu dibutuhkan masyarakat. Ulama Malikiyah, menyatakan
bahwa yang menjadi objek musaqah itu adalah tanaman keras dan palawija,
seperti kurma, terong, apel dan anggur dengan syarat bahwa:
1. Akad musaqah itu dilakukan sebelum buah itu layak dipanen.
2. Tenggang waktu yang ditentukan jelas.
3. Akadnya dilakukan setelah tanaman itu tumbuh.
4. Pemilik perkebunan tidak mampu untuk mengolah dan memelihara
tanaman itu.

Menurut ulama Hanabilah, yang boleh dijadikan objek musaqah adalah terhadap


tanaman yang buahnya boleh dikonsumsi. Oleh sebab itu, musaqah tidak berlaku
terhadap tanaman yang tidak memiliki buah.

Adapun ulama Syafi’i berpendapat bahwa yang boleh dijadikan objek


akad musaqah adalah kurma dan anggur saja, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Rasulullah saw.menyerahkan perkebunan kurma di Khaibar kepada orang


Yahudi dengan ketentuan sebagian dari hasilnya, baik buah-buahan maupun
dari biji-bijian menjadi milik orang Yahudi itu”.

a. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap setelah akad


berlangsung untuk digarap, tanpa campur tangan pemilik tanah.
b. Hasil (buah) yang dihasilkan dari kebun itu merupakan hak mereka bersama,
sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat, baik dibagi dua, tiga dan sebagainya.
Menurut Imam Syafi’i yang terkuat, sah melakukan peerjanjian musaqah pada
kebun yang telah mulai berbuah, tetapi buahnya belum dapat dipastikan akan baik
(belum matang).
c. Lamanya perjanjian harus jelas, karena transaksi ini sama dengan transaksi sewa-
menyewa agar terhindar dari ketidak pastian.
c. Berakhirnya Akad Musaqah
Menurut para ulama fiqh,akad musaqah berakhir apabila:
 Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.
 Salah satu pihak meninggal dunia.
 Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.
Uzur yang mereka maksud dalam hal ini diantaranya adalah petani
penggarap itu terkenal sebagai seorang pencuri hasil tanaman dan petani
penggarap itu sakit yang tidak memungkinkan dai untuk bekerja.

Jika petani yang wafat, maka ahli warisnya boleh melanjutkan akad itu jika
tanaman itu belum dipanen. Adapun jika pemilik perkebunan yang wafat, maka
pekerjaan petani harus dilanjutkan. Jika kedua belah pihak yang berakad meninggal
dunia, kedua belah pihak ahli waris boleh memilih antara meneruskan atau
menghentikannya.

 Akan tetapi, ulama Malikiyah menyatakan bahwa akad musaqah ialah akad yang
boleh diwarisi, jika salah satu pihak meninggal dunia dan tidak boleh dibatalkan hanya
karena ada uzur dari pihak petani. Ulama Syafi’iyah, juga menyatakan bahwa akad
musaqah tidak boleh dibatalkan karena adanya uzur. Jika petani penggarap mempunyai
uzur, maka harus ditunjuk salah seorang yang bertanggung jawab untuk melanjutkan
pekerjaan itu. Menurut ulama Hanabilah, akad musaqah sama dengan akad muzara’ah,
yaitu akad yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh sebab itu, masing-masing
pihak boleh saja membatalkan akad itu. Jika pembatalan akad itu dilakukan setelah
pohon berbuah, maka buah itu dibagi dua antara pemilik kebun dan petani penggarap,
sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.

d. Hikmah Musaqah
Hikmah dari adanya akad musaqah adalah terwujudnya kemaslahatan dan juga
berbagi sarana untuk mencukupi kebutuhan antara dua orang yang melakukan akad.
Sebagian besar orang ada yang mempunyai kebun dan sudah ditanami dengan pohon.
Akan tetapi, karena faktor kesibukan ataupun karena luasnya area perkebunan, mereka
jadi tidak bisa merawat dan mengelolanya sendiri. Maka dari itu, para pemilik kebun
akan melakukan akad musaqah.
Mereka akan mengajak para petani untuk dijadikan sebagai pihak lain yang bertugas
mengelola dan merawat tanaman, akan tetapi penggarap tidak memiliki tanah sendiri.
Kemudian hasil panen dibagi berdua antara dua orang yang melakukan akad tersebut.
Seberapa besar bagian dari masing-masing pihak, bergantung dengan kesepakatan yang
telah dibuat antara keduanya.
Itulah indahnya syariat Islam. Disamping memberikan jalan untuk tolong menolong,
syariat juga menjaga hak dari masing-masing pihak supaya roda kehidupan terus
berputar. Menolong tidak harus dalam bentuk akad tabarru’ atau sukarela, terkadang
menolong juga bisa berbentuk memberi pekerjaan kepada para penggarap yang lemah
secara ekonomi supaya mereka tetap bisa menjaga kehormatannya. Sebagaimana firman
Allah SWT yang berbunyi:
Artinya, “Janganlah kalian jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan
jangan pula kalian terlalu mengulurkannya (sangat pemurah). Nanti kalian bisa
menjadi tercela dan menyesal!?” (Surat Al-Isra ayat 29).
Oleh karena itu, supaya unsur tolong menolong yang bertujuan untuk menjaga
kemaslahatan ini terus bisa dijalankan, syariat memberi tuntunan tentang syarat dan juga
rukun tolong-menolong dalam bentuk mengadakan perjanjian kerja sama atau musaqah.
Syarat dan juga rukun tersebut ditetapkan dengan tujuan agar syariat tetap bisa tercapai
dan kedua belah pihak yang terlibat di dalam perjanjian tidak ada yang merasa
terdzalimi.
 Persamaan dan Perbedaan antara Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah

Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah yaitu,
persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian). Sedangkan perbedaannya
adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang
memeliharanya. Di dalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap
dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah . Sedangkan di dalam mukhabarah,
tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya, namun
benihnya dari petani (orang yang menggarap).

Antara muzara’ah dan musaqah terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah
kedua-duanya merupakan akad (perjanjian) bagi hasil. Adapun perbedaannya ialah : didalam
musaqah tanaman telah ada tetapi, memerlukan tenaga kerja untuk memeliharanya. Didalam
muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dahulu oleh
penggarapnya.
DAFTAR PUSTAKA

KSEI forshei, Bertani Itu Indah (Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah), Forshei.org. (2019).
http://www.forshei.org/2019/10/bertani-itu-indah-muzaraah-mukhabarah.html (accessed January
11, 2023).

zilfaroni, MUSAQQAH, MUZARA’AH, DAN MUKHABARAH, Iain-Padangsidimpuan.ac.id.


(2020). https://zilfaroni.dosen.iain-padangsidimpuan.ac.id/2020/10/musaqah-muzaraah-dan-
mukhabarah.html (accessed January 11, 2023).

‌ ur, MUZARA’AH, MUKHABARAH, DAN MUSAQAH, Academia.edu. (2016).


N
https://www.academia.edu/25561983/MUZARAAH_MUKHABARAH_DAN_MUSAQAH
(accessed January 11, 2023).

Jasmin, Muzara’ah dan Mukhabarah, Academia. edu. (2014).


https://www.academia.edu/8837163/Muzaraah_dan_Mukhabarah (accessed January 11, 2023).

M. Hardi, Memahami Apa Itu Musaqah: Aturan Kerja Sama dalam Agama Islam, Gramedia
Literasi. (2022). https://www.gramedia.com/literasi/musaqah-adalah/ (accessed January 12,
2023).

Kristina, Apa Itu Musaqah? Begini Akad, Rukun, dan Syaratnya, Detiknews. (2021).
https://news.detik.com/berita/d-5574584/apa-itu-musaqah-begini-akad-rukun-dan-syaratnya/2
(accessed January 12, 2023).

Anda mungkin juga menyukai