Anda di halaman 1dari 11

Muzara’ah dan Musaqah

Di susun oleh
Galih Adji Wicaksono (18230110082)
Herlina Agusyanti Anggraeni (18470210005)
Pengertia
n Muzara’ah

Kata “Muzara’ah”, secara etimologi adalah bentuk


mashdar dari asal kata, “az- zar’u” yang artinya adalah,
al- inbat ( menanam, menumbuhkan ). Sedangkan
menurut terminologi syara’ adalah, sebuah akad
pengolahan dan penanaman (lahan) dengan upah sebagian
dari hasilnya.

Musaqah

Secara syara’, musaqah adalah suatu kesepakatan atau


kontrak kerja berupa pemasrahan pepohonan kepada
seseorang untuk ia sirami dan rawat sedangkan hasil
buahnya dibagi di antara kedua belah pihak. Atau dengan
kata lain, sebuah kontrak kerja dengan upah sebagian dari
hasil pepohonan yang didapatkan.
Dasar hukum
Muzara’ah dan
Musaqah
Muzaraah
Imam abu Hanifah dan Zufar tidak memperbolehkan Muzara’ah. Mereka
berdua mengatakan bahwa akad Muzara’ah adalah faasidah (rusak, tidak
sah). Dengan kata lain, akad Muzara’ah dengan upah sepertiga atau
seperempat dari hasil tanam- tanamannya adalah batal dan tidak sah
menurut pendapat mereka berdua.Begitu juga, imam Asy- Syafi’i tidak
memperbolehkan Muzara’ah. Menurut ulama Syafi’yyah, yang boleh
hanyalah Muzara’ah yang statusnya mengikuti akad Musaaqah
(penyiraman dan perawatan pohon) karena dibutuhkan.[2] Sedangkan
Mukhabarah (Muzara’ah yang benihnya dari pihak pekerja) menurut
ulama Syafi’iyyah hukumnya tidak boleh meskipun statusnya mengikuti
akad Muzaqaah, karena tidak ada dalil yang menunjukkan
pensyari’atannya.Sementara itu, kedua rekan Abu Hanifah (Muhammad
dan Abu Yusuf), Imam Malik, Imam Ahmad, dan Daud Azh-Zhahiri dan
ini merupakan pendapat jumhur fuqaha bahwa Muzara’ah adalah boleh.
Hal ini berdasarkan, . mengolah dan mengerjakan lahan Khaibar dengan
upah dengan separuhdari hasil pohon kurma atau dari hasil panen
pertaniannya. Juga karena itu adalah sebuah bentuk akad kerja sama
(join) antara harta dan pekerjaan, maka oleh menutupi celah- celah
kebutuhan, sebab terkadang ada orang memiliki lahan, namun tidak
memiliki keahlian dan pengalaman di dunia pertanian, sedangkan
dipihak lain, ada orang yang tidak memiliki lahan, namun memiliki
keahlian dan pengalaman di dunia pertanian.
Musaqah menurut ulama Hanafiyah adalah sama seperti muzara’ah baik
dari segi hukumnya, perbedaan pendapat yang ada didalamnya dan
syarat- syarat yang memungkinkan didalamnya. Oleh karena itu musaqah
menurut Imam Abu Hanifah dan Zufar adalah tidak boleh. Akad musaqah
dengan upah sebagian dari buah yang dihasilkan adalah batal dan tidak
sah menurut mereka berdua. Karena itu berarti menyewa atau

1
mempekerjakan dengan upah sebagian dari buah yang dihasilkan, dan

Musaqah
itu adalah dilarang. Rasulullah saw. bersabda,” barang siapa memiliki
suatu lahan, maka hendaklah ia menanaminya janganlah ia
menyewakannya atau mengupah seseorang untuk menanaminya dengan

2
biaya sewa atau dengan upah sepertiga atau seperempat (dari hasilnya)
atau dengan biaya sewa atau upah dalam bentuk makanan yang
disebutkan.

3
Syarat Muzaraah
1. Syarat aqid( orang yang melangsungkan akad)
a. Mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan baligh
b. Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi ulama hanafiyah tidak
mensyaratkannya.
2. Syarat tanaman
Diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat, tetapi kebanyakan menganggap lebih baik jika
diserahkan kepada pekerja.
3. Syarat dengan garapan
a. Memungkinkan untuk digarap, yakni apabila ditanami tanah tersebut akan menghasilkan.
b. Jelas.
c. Ada penyerahan tanah.
4. Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan
a. Jelas ketika akad.
b. Diharuskan atas kerjasama dua orang yang akad.
c. Ditetapkan ukuran diantara keduanya, seperti sepertiga, setengah, dan lain-lain.
d. Hasil dari tanaman harus menyeluruh diantara dua orang yang akan melangsungkan akad.tidak
dibolehkan mensyaratkan bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya mandapakan sekedar
pengganti biji.
Musaqah
Syarat- syarat musaqah sebenarnya tidak berbeda
dengan persyaratan yang ada dalam muzara’ah.
Hanya saja, pada musaqah tidak disyaratkan
untuk menjelaskan jenis benih, pemilik benih,
kelayakan kebun, serta ketetapan waktu.
Beberapa syarat yang ada dalam muzara’ah dan dapat Syarat
Musaqah
diterapkan dalam musaqah adalah:
a. Ahli dalam akad
b. Menjelaskan bagian penggarap
c. Membebaskan pemilik dari pohon
d. Hasil dari pohon di bagi antara dua orang yang
melangsungkan akad
e. Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai
akhir.
Muzara’ah
Rukun muzara’ah menurut ulama Hanafiyah adalah, ijab dan
qabul. Yaitu pemilik lahan berkata kepada pihak
penggarap, “aku serahkan lahan ini kepadamu sebagai
muzara’ah dengan upah sekian.” Lalu pihak penggarap
berkata, “aku terima,” atau “aku setuju,” atau perkataan-
RUKUN
perkataan yang menunjukkan bahwa ia menerima dan
menyetujuinya. Apabila ijab qabul ini sudah terjadi, maka MUZARAH
mberlakulah akad Muzara’ah diantara keduanya.
Sedankan elemen akad Muzara’ah ada tiga, yaitu, pemilik lahan,
pengagarap, dan yang ketiga adalah objek akad yang
memiliki dua kemungkinan, yaitu kemanfaatan lahan atau
pekerjaan penggarap (yang pertam berarti pihak
penggarap menyewa lahan, sedangkan yang kedua berarti
pihak pemilik lahan mempekerjakan atau mengupahnya
untuk menggarap lahannya. Kedua hal ini dalam fiqih
disebut akad
1. Dua oarang yang akad (al- aqidani)
RUKUN MUSAQAH
Al- Aqidani disyaratkan harus baligh dan berakal.
2. Objek Musaqah
objek Musaqah adalah tumbuh- tumbuhan, seperti kacang, pohon yang berbuah dan memiliki akar yang tetap di tanah,
seperti anggur, kurma yang berbuah, dan lain- lain
3. Buah
Disyaratkan menentukan buah ketika akad untuk kedua pihak.
4. Pekerjaan
Disyaratkan penggarap harus bekerja sendiri. Jika disyaratkan harus bekerja atau dikerjakan secara bersama- sama, akad
menjadi tidak sah.
dengan orang khaibar.
5. Shighaat
Menurut ulama Syafi’iyah, tidak dibolehkan menggunakan kata ijarah(sewaan) dalam akad musaqah sebab berlainan akad.
Muzara’ah dan musaqah dilaksanakan setelah akad (ijab qabul) di antara
kedua belah pihak sudah di ucapkan. Dengan adanya kesepakatan itu
maka sipenggarap melaksanakannya dengan memenuhi syarat- syarat
yang telah disepakati diantara kedua belah pihak. Muzara’ah dan
musaqah akan berakhir apabila:
Cara Pelaksanaan a. Jangka waktu yang disepakati berakhir. Akan tetapi, apabila jangka

Muzara’ah dan waktunya sudah habis, sedangkan hasil pertanian itu belum layak
panen, maka akad itu tidak dibatalkan sampai panen dan hasilnya
Musaqah dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama di waktu akad.
b. Apabila salah seorang yang berakad wafat.
c. Adanya uzur salah satu pihak. Uzur dimaksud antara lain:
1) Pemilik tanah terbelit hutang, sehingga tanah pertanian itu harus ia
jual, karena tidak ada harta lain yang dapatmelunasi hutang itu.
Pembatalan ini harus dilaksanakan melalui campur tangan hakim. Akan
tetapi, apabila tumbuh- tumbuhan itu telah berubah, tetapi belum layak
panen, maka tanah itu tidak boleh dijual sampai panen.
2) Adanya uzur petani, seperti sakit atau harus melakukan suatu
perjalanan di luar kota, sehingga ia tidak mampu melaksanakan
pekerjaannya
You could use three columns, why not?

Anda mungkin juga menyukai