Anda di halaman 1dari 13

FIQH

MUAMALAH
Dosen Pengampu: Marsud, M.Pd.I

Perbankan Syariah 3A
Kelompok IX:
1. Rezqi Choiriyatin (12007081)
2. Waldi (12007141)
Muzara’ah
Mukhabarah
Musyaqah
Muzara’ah
atau
Mukhabarah
Definisi Muzara’ah atau Mukhabarah
Muzara’ah secara bahasa berarti tanam, menanam atau menumbuhkan.
Sedangkan secara istilah Muzara’ah berarti kerjasama pengolahan, pertanian antara pemilik tanah
dengan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama,
tetapi pada umumnya paroan sawah atau fifty-fifty untuk pemilik tanah dan penggarap tanah.
Mukhabarah secara bahasa berarti tanah gembur, lunak.
Sedangkan secara istilah Mukhabarah yaitu suatu transaksi pengolahan bumi dengan (upah) sebagian
hasil yang keluar dari padanya.
Dalam hukum Islam, bagi hasil dalam usaha pertanian dinamakan Muzara’ah atau Mukhabarah.
Kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang hampir sama, hanya dibedakan dari benih dan
bibit tanaman. Apabila benih atau bibit tanaman tersebut dari pemilik tanah, maka disebut
Muzara’ah. Sedangkan benih atau bibit tanaman tersebut dari penggarap atau pengelola tanah, maka
disebut Mukhabarah.
Rukun, Syarat-syarat Muzara’ah

Syarat Muzara’ah
• Aqid harus berakal dan baligh
Rukun Muzara’ah • Bibit yang akan ditanam harus
• Ijab Qabul: Akad jelas dan menghasilkan
• Aqid: pemilik • Lahan pertanian yang
menghasilkan
tanah dan • Pembagian hasil panen harus
penggarap jelas
• Ma’qud ilaih: • Obyek akad dan manfaat benih,
adanya obyek pupuk, dan obatnya harus jelas
• Alat yang digunakan untuk
bercocok tanam
Dasar Hukum Muzara’ah
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berkata:
“Rasullullah memberikan tanah Khaibar kepada orang-orang
Yahudi dengan syarat mereka mau mengerjakan dan
mengolahnya dan mengambil sebagian dari hasilnya”.

Hukum Muzara’ah dan Mukhabarah yang sahih menurut ulama hanafiyah


antara lain:
• Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap
• Biaya atas tanaman dibagi antara penggarap dengan pemilik
• Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan akad
• Menyiram atau menjaga tanaman
• Dibolehkan menambah penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah
ditetapkan.
Akhir Muzara’ah
Berakhirnya suatu akad terjadi apabila
• Meninggalnya salah satu pihak, namun dapat
diteruskan oleh ahli waris
• Jangka waktu yang telah disepakati berakhir
• Jika banjir merusak dan melanda tanah
sewa sehingga kondisi tanah dan tanaman
rusak, maka perjanjian berakhir. Ketika waktu
berakhir maka pemilik dilarang mencabut
tanaman sampai pembayaran diberikan dan
hasil panen dihitung
Musyaqah
Definisi Musyaqah

Secara bahasa, Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorang


bekerja pada pohon tamar, anggur (mengurusnya), atau pohon-
pohon yang lainnya supaya mendatangkan kemaslahatan dan
mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalan.
Secara istilah, Musyaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari
muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas
penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap
berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Rukun, Syarat-syarat Musyaqah
Rukun Musyaqah:
• Shigat, yang dilakukan kadang-kadang dengan jelas (sharih) dan dengan samaran (kinayah).
Disyaratkan shigat dengan lafazh.
• Pihak yang berakad, mampu untuk mengelola akad, seperti baligh, berakal, dan tidak berada dibawah
pengampuan.
• Kebun dan semua pohon yang berbuah, semua pohon yang berbuah boleh diparokan (bagi hasil.
• Lama waktu yang akan dikerjakan, seperti satu tahun atau sekurang-kurangnya menurut kebiasaan.
• Buah, menentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan bekerja dikebun), seperti seperdua,
sepertiga, seperempat, atau ukuran yang lainnya.
Syarat Musyaqah:
• Pohon-pohon yang ditetapkan dalam harus diketahui dengan penglihatan nyata atau deskripsi
yang disepakati, karena transaksi terkait sesuatu yang tidak diketahui hukumnya tidak sah.
• Batas waktu harus diketahui.
• Kerja sama musyaqah dilakukan sebelum tampak buahnya yang layak
• Pihak yang merawat berhak mendapatkan bagian dari keseluruhan buah yang tercakup dalam
kerjasama musyaqah
Muzara’ah:
• Kerja sama pengelolaan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap.
Perbedaan • Jika pihak yang mengeluarkan modal benih
antara tidak bersedia melanjutkan akad sebelumnya
Muzara’ah benihnya itu ditaburkan dan ditanam, maka ia
tidak bisa dipaksa untuk melanjutkan akad al-
& muzara’ah tersebut.
Musyaqah Musyaqah:
• Pemilik lahan memberikan lahan pertanian
kepada penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen.
• Jika salah satu pihak menolak untuk
meneruskan dan melanjutkan akad, maka ia
harus dipaksa untuk melanjutkannya, karena
kelanjutan akad tidak akan menimpakan
kerugian sama sekali terhadapnya.
Muzara’ah:
• Jika jangka waktu yang ditetapkan telah berakhir,
sementara tanaman yang ada belum siap panen maka
Perbedaan pihak penggarap tetap melanjutkan aktivitasnya.
• Jika lahan yang ada ternyata statusnya hak milik
antara orang lain bukan hak milik orang yang
Muzara’ah mempekerjakannya dan hal itu terjadi setelah

& penanaman, maka pihak penggarap berhak meminta


ganti rugi atau kompensasi berupa nilai bagiannya
Musyaqah dari tanaman yang ada.
Musyaqah:
• Jika jangka waktu telah habis, sementara pohonnya
belum siap panen, maka akadnya tetap dibiarkan
berlanjut tanpa ada kompensasi apa-apa dan pihak
penggarap juga tetap melanjutkan pekerjaannya, tanpa
dirinya harus membayar sewa pohon kepada pemilik
pohon.
• Jika pohon kurma yang telah berbuah, ternyata hak
milik orang lain bukan hak milik si pemilik kebun itu
sendiri (mustahaqq), maka pihak penggarap berhak
mendapatkan upah. Dan juga sebaliknya.
Thanks!

Semoga dapat membawa manfaat


bagi semuanya

Anda mungkin juga menyukai