Anda di halaman 1dari 5

MUSAQAH, MUZARAAH, DAN MUKHABARAH

A. Musaqah
1. Pengertian
Al musaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena
pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari sumur-sumur. Karena itu
diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).
Menurut Istilah Musaqah adalah penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan
menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu.
Menurut ahli fiqih adalah menyerahkan pohon yang telah atau belum ditanam dengan sebidang
tanah, kepada seseorang yag menanam dan merawatnya di tanah tersebut (seperti menyiram dan
sebagainya hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah disepakati dari buah yang
dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.
2. Dalil
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma:













.










Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap lahan di
Khaibar dengan imbalan separuh dari tanaman atau buah-buahan hasil garapan lahan tersebut. [1]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, ia berkata:

.



:


Orang-orang Anshar berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagilah pohon kurma antara kami
dan sahabat-sahabat kami. Beliau menjawab, Tidak. Maka mereka berkata, Kalian yang merawatnya
dan kami bagi buahnya bersama kalian. Maka, mereka menjawab, Kami mendengar dan kami taat.
3. Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum musaqah adalah:
a. Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar
dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah
buahan maupun dari hasil pertahun (palawija) (H.R Muslim).
b. Dari Ibnu Umar: Bahwa Rasulullah SAW telah menyerahkan pohon kurma dan tanahnya kepada
orang-orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya dari harta mereka, dan Rasulullah SAW
mendapatkan setengah dari buahnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Hukum
Hukum Musaqah:
1) Hukum musaqah sahih
Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah sahih adalah:
a) Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan pohon diserahkan kepada penggarap, sedang
biaya yang diperlukan dalam pemeliharaan dibagi dua,
b) Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan,
c) Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya tidak mendapatkan apa-apa,
d) Akad adalah lazim dari kedua belah pihak,
e) Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada uzur,
f) Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah disepakati,
g) Penggarap tidak memberikan musaqah kepada penggarap lain kecuali jika di izinkan oleh pemilik.
2) Hukum musaqah fasid
Musaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara.

Menurut ulama Hanafiyah, musaqah fasid meliputi:


a) Mensyaratkan hasil musaqah bagi salah seorang dari yang akad,
b) Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad,
c) Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarapan,
d) Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan pada penggarap,
e) Mensyaratkan penjagaan pada penggarap setelah pembagian,
f) Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus bekerja setelah habis wakt akad,
g) Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan,
h) Musaqah digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi kepada penggarap lainnya.
5. Syarat
Syarat-syarat musaqah:
1) Ahli dalam akad
2) Menjelaskan bagian penggarap
3) Membebaskan pemilik dari pohon, dengan artian bagian yang akan dimiliki dari hasil panen
merupakan hasil bersama.
4) Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
5) Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
6. Rukun
Rukun musaqah adalah
1) Shigat,
2) Dua orang yang akad (al-aqidain),
3) Objek musaqah (kebun dan semua pohon yang berbuah),
4) Masa kerja, dan
5) Buah.
7. Macam-macam
Musaqah ada 2 macam, yaitu :
1. Musaqah yang bertitik tolak pada manfaatnya, yaitu pada hasilnya berarti pemilik tanah (tanaman)
sudah menyerahkan kepada yang mengerjakan segala upaya agar tanah (tanaman) itu membawa hasil
yang baik.
2. Musaqah yang bertitik tolak pada asalnya (Cuma mengairi), yaitu mengairi saja, tanpa ada tanggung
jawab untuk mencari air. Maka pemiliknyalah yang berkewajiban mencarikan jalan air, baik dengan
menggali sumur, membuat parit, bendungan, ataupun usaha-usaha yang lain.
8. Hikmah
1.Menghilangkan bahaya kefaqiran dan kemiskinan dan dengan demikian terpenuhi segala kekurangan
dan kebutuhan.
2.Terciptanya saling memberi manfaat antara sesama manusia.
3.Bagi pemilik kebun sudah tentu pepohonannya akan terpelihara dari kerusakan dan akan tumbuh subur
karena dirawat.
B. Muzaraah dan Mukhabarah
1. Pengertian
Menurut etimologi, muzara,ah adalah wazan mufaalatun dari kata az-zara artinya
menumbuhkan. Al-muzaraah memiliki arti yaitu al-muzaraah yang berarti tharhal-zurah (melemparkan
tanaman), maksudnya adalah modal.
Sedangkan menurut istilah muzaraah dan mukhabarah adalah:
a. Ulama Malikiyah; Perkongsian dalam bercocok tanam
b.Ulama Hanabilah: Menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau mengelolanya,
sedangkan tanaman hasilnya tersebut dibagi antara keduanya.
c.
Ulama Syafiiyah: Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkan dan
benuhnya berasal dari pengelola. Adapun muzaraah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya
berasal dari pemilik tanah.

Muzaraah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung pemilik tanah
Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian muzaraah dan mukhabarah dengan tarif yang berbeda tersebut karena
adanya ulama yang membedakan antara arti muzaraah dan mukhabarah, yaitu Imam RafiI berdasar
dhahir nash Imam Syafii. Sedangkan ulama yang menyamakan tarif muzaraah dan mukhabarah
diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji.Mengartikan sama dengan
memberi ketetntuan: usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Muzaraah merupakan asal dari ijarah (mengupah atau
menyewa orang), dikarenakan dalam keduanya masing-masing pihak sama-sama merasakan hasil yang
diperoleh dan menanggung kerugian yang terjadi.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Muzaraah ini lebih jauh dari kezaliman dan kerugian dari pada
ijarah. Karena dalam ijarah, salah satu pihak sudah pasti mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam
muzaraah, apabila tanaman tersebut membuahkan hasil, maka keduanya mendapatkan untung, apabila
tidak menghasilkan buah maka mereka menanggung kerugian bersama.
2. Dalil
Dalil Muzaraah
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

34
Artinya:Dari Ibnu Umar berkata Rasullullah memberikan tanah Khaibar kepada orang-orang Yahudi
dengan syarat mereka mau mengerjakan dan mengolahnya dan mengambil sebagian dari hasilnya.
Hadist yang diriwayatakn oleh Imam Bukhori dari Abdillah

35
Artinya:Dari Abdullah RA berkata: Rasullah telah memberikan tanah kepada orang Yahudi Khaibar
untuk di kelola dan ia mendapatkan bagian (upah) dari apa yang dihasilakn dari padanya.
Hadist-hadist tersebut di atas menunjukan bahwasannya bagi hasil Muzaraah diperbolehkan, karena Nabi
SAW sendiri pernah melakukannya.
Dalil Mukhabarah





















Artinya:

Berkata Rafi bin Khadij: Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka
kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya,
kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah
SAW. Melarang paroan dengan cara demikian.(HR.Bukhari)



( )






















Artinya:
Dari Ibnu Umar: Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar
dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah
buahan maupun dari hasil pertahun (palawija) (H.R Muslim)
3. Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum mukhabarah dan muzaraah adalah:
a. Berkata Rafi bin Khadij: Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka
kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya,
kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah
SAW. Melarang paroan dengan cara demikian (H.R. Bukhari)

b. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nuslim dari Ibnu Abbas r.a. Sesungguhnya Nabi Saw.
menyatakan, tidak mengharamkan muzaraah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian
menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa yang memiliki tanah, maka hendaklah
ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja
tanah itu
c. Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar
dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah
buahan maupun dari hasil pertahun (palawija) (H.R Muslim).
d. Imam Al-Bukhari berkata, Qais bin Muslim telah berkata dari Abu Jafar, Ia berkata, tidaklah di
Madinah ada penghuni rumah hijrah kecuali mereka bercocok tanam dengan memperoleh sepertiga atau
seperempat (dari hasilnya), maka Ali, Saad bin Malik,Abdullah bin Masud ,Umar bin Abdul Aziz, AlQasim bin Urwah , keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali, dan Ibnu Sirin melakukan
Muzaraah (HR.Bukhari).
e. Imam Ibnul Qayyim berkata : kisah Khaibar merupakan dalil kebolehan Muzaraah dan Mukhabarah,
dengan membagi hasil yang diperoleh antar pemilik dan pekerjanya, baik berupa buah buahan maupun
tanaman lainnya. Raulullah sendiri bekerja sama dengan orang-orang Khaibar dalam hal ini. Kerja sama
tersebut berlangsung hingga menjelang wafat Beliau, serta tidak ada nasakh yang menghapus hukum
tersebut. Para Khulafaur rasyidin juga melakukan kerja sama tersebut. Dan ini tidak termasuk dalam jenis
muajarah (mengupah orang untuk bekerja) akan tetapi termasuk dalam musyarakah (kongsi/kerjasama),
dan ini sama seperti bagi hasil.
4. Hukum
Hukum muzaraah dan mukhabarah
1) Hukum muzaraah dan mukhabarah sahih
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzaraah yang sahih adalah sebagai berikut:
a) Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.
b) Pembiayaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.
c) Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu akad.
d) Menyiram atau menjaga tanaman.
e) Dibolehkan menambah penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah ditetapkan.
f)
Jika salah seorang yang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya, penggarap tidak mendapatkan
apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada waktu.
2) Hukum Muzaraah fasid
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzaraah fasid adalah:
a) Penggarap tidak berkewajiban mengelola.
b) Hasil yang keluar merupakan pemilik benih.
c) Jika dari pemilik tanah, penggarap berhak mendapatkan upah dari pekerjaannya
5. Syarat
Syarat Muzaraah dan mukhabarah
Disyaratkan dalam muzaraah dan mukhabarah ini ditentukan kadar bagian pekerja atau bagian pemilik
tanahdan hendaknya bagian tersebut adalah hasil yang diperoleh dari tanah tersebutseperti sepertiga,
seperempat atau lebih dari hasilnya.
6. Rukun
Rukun-rukun dalam Akad Muzaraah
Jumhur ulama yang membolehkan akad Muzaraah menetapkan rukun yang harus dipenuhi, agar akad itu
menjadi sah.
a. Ijab qabul (akad)
b. Penggarap dan pemilik tanah (akid)
c. Adanya obyek (maqud ilaih)
d. Harus ada ketentuan bagi hasil.4152
Dalam akad Muzaraah apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka pelaksanaan akad Muzaraah tersebut
batal.

Rukun-rukun dalam Akad Mukhabarah


1. Akad mukhabarah diperbolehkan,berdasarkan hadist Nabi SAW:


( ): Sesungguhnya Nabi telah menyerahkan tanah
kepada penduduk Khaibar agar ditanami dan diperlihara,dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi
sebagian hasilnya.(HR.Muslim dari Ibnu Umar ra.)
2. Adapun rukun mukhabarah menurut pendapat umum antara lain: Pemilik dan penggarap sawah /
ladang. Sawah / ladang Jenis pekerjaan yang harus dilakukan Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah)
Akad (sighat)
7. Macam-macam
Macam-Macam Muzaraah
Ada empat 4 macam bentuk Muzaraah.
1. Tanah dan bibit berasal dari satu pihak sedangkan pihak lainnya menyediakan alat juga melakukan
pekerjaan. Pada jenis yang pertama ini hukumnya diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa
terhadap penggarap dan benih berasal dari pemilik tanah, sedangkan alatnya berasal dari penggarap .
2. Tanah disediakan satu pihak, sedangkan alat, bibit, dan pekerjaannya disediakan oleh pihak lain.
Hukum pada jenis yang kedua ini juga diperbolehkan. Disini penggarap sebagai penyewa akan
mendapatkan sebagian hasilnya sebagai imbalan.
3. Tanah, alat, dan bibit disediakan pemilik, sedang tenaga dari pihak penggarap. Bentuk ketiga ini
hukumnya juga diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dengan
sebagian hasilnya sebagai imbalan.
4. Tanah dan alat disediakan oleh pemilik, sedangkan benih dan pekerjaan dari pihak penggarap. Pada
bentuk yang keempat ini menurut, Zhahir riwayat, muzaraah menjadi fasid. Ini dikarenakan misal akad
yang dilakukan sebagai menyewa tanah maka alat dari pemilik tanah menyebabkan sewa-menyewa
menjadi fasid, ini disebabkan alat tidak mungkin mengikuti kepada tanah karena ada bedanya manfaat.
Sebaliknya, jika akad yang terjadi menyewa tenaga penggarap maka bibit harus berasal dari penggarap
yang mana akan menyebabkan ijarah menjadi fasid, ini disebabkan bibit tidak mengikuti penggarap
melainkan kepada pemilik.
8. Hikmah
Muzaraah
Adapun manfaat yang lainnya,antara lain: Terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan
antara pemilik tanah dengan petani dan penggarap Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Tertanggulanginya kemiskinan Terbukanya lapangan pekerjaan,terutama bagi petani yang memiliki
kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.
Mukhabarah
Dalam MUKHABARAH, yang wajib zakat adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya
yang menanam, sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari
kdeuanya, maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah mencapai nishab, sebelum pendapatan
dibagi dua.
Adapun hikmah Mukhabarah antara lain:
a. Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
b. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
c. Tertanggulanginya kemiskinan.
d. Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak
memiliki tanah garapan.

Anda mungkin juga menyukai