EKONOMI SYARIAH
DI SUSUN OLEH
DR. ISKANDAR, S.AG.,M.SH
ْأ
ِ ۗ ۙ َوقَالُوْ ا َما ِل ٰه َذا ال َّرسُوْ ِل يَ ُك ُل الطَّ َعا َم َويَ ْم ِش ْي فِى ااْل َس َْو
ٌ َاق لَوْ ٓاَل اُ ْن ِز َل اِلَ ْي ِه َمل
ك فَيَ ُكوْ نَ َم َعهٗ نَ ِذ ْيرًا
Artinya: “Dan mereka berkata: “mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan
di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar
malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia.”(QS. Al-Furqan:7)
Islam tidak menghendaki adanya koalisi antara para penawar dan permintaan, tetapi
tidak mengesampingkan kemungkinan adanya akumulasi atau konsentrasi produksi
selama tidak ada cara yang tidak jujur digunakan dalam proses tersebut, dan kedua
hal tersebut tidak melanggar prinsip- prinsip kebebasan dan kerjasama. Untuk itu
pada takaran dalam praktisnya nanti, adanya akumulasi dan atau konsentrasi harta
itu bisa mengundang campur tangan pemerintah. Campur tangan ini bisa berbentuk
pengambilalihan produksi yang dimonopoli (oleh perorangan atau perusahaan
tertentu) atau pengawasan atau penetapan harga oleh pemerintah. Jika pasar dapat
mengakomodasi bentuk-bentuk kebebasan di atas, hal ini berarti pasar sudah
berperan sebagai instrumen terstruktur untuk pendistribusian income. Adapun
penjelasan dari ketiga peran pasar tersebut, sebagai berikut:
Peran pasar dalam distribusi barang dan jasa Distribusi pendapatan atau
pembagian kekayaan akan menjamin terjadinya keadilan distribusi barang dan
jasa di pasar. Karena dalam pasar terbuka dan persaingan sempurna setiap
individu akan selalu tinggi dari setiap cadangan pengeluarannya. Hal ini serta
merta akan rusak apabila sistem monopolistik diterapkan di pasar, di mana para
konsumen tidak mempunyai daya beli yang selevel antara satu dengan lainnya.
Hal ini di sinyalir oleh Ibnu Taimiyah bahwa: “penjual dilarang dengan sengaja
untuk tidak menjual sesuatu kecuali dengan harga yang mereka tentukan
sendiri”.
Sebagaimana disampaikan dalam Al-Qur’an dengan jelas bahwa
transaksi perdagangan harus dilakukan atas dasar “taradin” yaitu dari sisi harga
ditentukan oleh adanya kerelaan antara penjual dan pembeli. Pasar Islam tidak
bisa menerima adanya kepentingan relatif hanya pada sejumlah barang tertentu,
hal ini dikarenakan kekayaan dan pendapatan harus terdistribusikan secara
normal dan optimal antara setiap anggota komunitas, instrumen harga kemudian
akan menggiring pengelompokan atau pengklasifikasian konsumen dari
kemampuan belinya. Dari sinilah seharusnya penumpukan dan pendistribusian
barang dan jasa akan dibatasi besaranya oleh instrumen harga. Namun demikian,
ada hal yang menarik dari apa yang pernah disampaikan Abu Yusuf dalam kitab
Al-Kharaj bahwa mahal atau murahnya suatu komoditas tidak bisa ditentukan
secara pasti, dimana murah bukan hanya karena melimpahnya barang tersebut
dan mahal bukan hanya karena kelangkaannya. Hal ini dinyatakan melalui
statement beliau: “mahal dan murah merupakan ketentuan Allah, terkadang
makanan melimpah tetapi harga mahal dan terkadang makanan sedikit tetapi
tetap murah”.
Peran Pasar dalam Efisiensi Produksi Kontrol dan pembatasan faktor-
faktor produksi dalam tatanan nilai Islam dilakukan dengan memanfaatkan sekali
lagi instrumen harga di pasar. Instrument harga akan mengarahkan efisiensi
bahan baku produksi dari berbagai macam hasil produk yang dibayarkan oleh
konsumen di pasar. Konsep ini menegaskan bahwa setiap harga produk yang
dibayarkan oleh konsumen mewakili atau men-cover besar ongkos produk yang
diperlukan. Dengan demikian, keputusan para produsen dan investor dalam
memproduksi barang dan jasa akan selalu dikaitkan (bergantung) kepada
expented return (prediksi keuntungan) yang akan didapat. Karena kenaikan harga
produk ditentukan oleh volume permintaan pasar, secara otomatis akan
merangsang para produsen untuk menambah jumlah produknya di pasar.
Sedangkan disisi lain, bila terjadi penurunan harga, para produsen dengan serta
merta mengurangi jatah produksinya, baik dalam kuantitas ataupun kualitas
(dengan mengubah bahan baku produk kepada kualitas yang lebih rendah).
Peran pasar dalam distribusi pendapatan Hukum permintaan dan
penawaran di pasar sangat berperan dalam menentukan pendapatan. Hal ini
karena pendapatan di pasar direpresentasikan oleh harga (price) yang berlaku
sebagai alat tukar atas penggunaan jasa ataupun aneka ragam produk. Konsep
kemudian memanfaatkan instrumen harga untuk menentukan nilai barang
maupun jasa yang ditawarkan di pasar. Dengan demikian setiap pendapatan yang
diterima berlaku sebagai insentif dari kepemilikan faktor-faktor produksi.
Dalam menetapkan harga jual perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain:
Harga pokok barang.
Harga jenis barang.
Daya beli masyarakat.
Jangka waktu perputaran modal.
Peraturan-peraturan .
Harga keseimbangan adalah harga pada saat jumlah barang yang diminta sama
dengan jumlah barang yang ditawarkan. Kualitas keseimbangan dicapai apabila
jumlah barang yang dibeli atau dijual adalah sama, pada harga keseimbangan.
Faktor-faktor penghambat keseimbangan adalah:
Hanya ada satu produsen di pasar, sehingga memungkinkan terjadinya
monopoli, yaitu produsen dapat mempermainkan harga pasar.
Adanya kolusi, korupsi, dan nepotisme diantara produsen atau konsumen
yang dapat menghilangkan kompetisi dan persaingan diantara pereka secara
sehat
Adanya persetujuan, baik formal maupun tidak formal, diantara
produsen yang bertujuan untuk membatasi untuk kompetisi yang diantara
mereka.
Konsumen tidak mempunyai informasi yang rinci mengenai kualitas dan
indentifikasi lain dari barang-barang yang ditawarkan di pasar sehingga terjadi
kesalahan dalam pembayaran harga dan jumlah barang.
Campur tangan pemerintah yang berlebihandalam penetapan upah atau
harga di pasar dapat menghalangi mekanisme pasar menuju arah
keseimbangan pasar secara otomatis.
KEBIJAKAN FISKAL
Dalam Islam, kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara dan menjadi
hak rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai suatu
kebutuhan untuk perbaikan ekonomi maupun untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat saja, akan tetapi lebih pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi
yang adil. Karena hakikat permasalahan ekonomi yang melanda umat manusia
adalah berasal dari bagaimana distribusi harta di tengah- tengah masyarakat
terjadi. Jadi uang publik dipandang sebagai amanah di tangan penguasa dan
harus diarahkan pertama-tama pada lapisan masyarakat yang lemah dan orang-
orang miskin, sehingga tercipta keamanan masyarakat dan kesejahteraan umum.
Dari rekaman historis sejarah Islam awal, ditemukan bahwa para perancang
keuangan dan pembuat kebijakan mencoba memahami masalah-masalah
keuangan yang ada di wilayah taklukan dan menilainya berdasarkan al-Quran
dan sunnah.
Di Sisi lain, tidak benar mengatakan bahwa konsep ekonomi Islam yang
telah ada Sejak pemerintahan Islam Madinah merupakan konsep siap pakai yang
tinggal Dijadikan alternatif pengganti sistem fiskal modern. Penerimaan begitu
saja dari Konsep klasik fiskal Islam tanpa mereformulasikan dalam konteks
kontemporer Hanya akan memutar waktu ke zaman primitif. Bila hanya
menerima zakat Sebagai tulang punggung fiskal Islam, lalu menolak pajak,
maka hal itu hanya Akan berujung pada konsep fiskal Islam yang utopis. Hal
yang perlu dilakukan Untuk masing-masing sistem fiskal adalah mengambil
kelebihan di masingmasing sistem, lalu mengombinasikannya. Dalam artian,
fiskal modern Menerima gagasan-gagasan etika dan fiskal Islam mengadopsi
gagasan-gagasan Teoritis dan aplikatif fiskal modern
Dalam Islam, kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai
tujuan syariah yang menurut imam al-Ghazali termasuk peningkatan
kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas,
kekayaan dan kepemilikan.4 Pada dasarnya kebijakan fiskal telah lama dikenal
dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak
Ibnu Khaldun (1404) mengajukan obat untuk resesi berupa mengecilkan pajak
dan meningkatkan pengeluaran pemerintah, pemerintah adalah pasar terbesar,
ibu dari semua pasar, dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. 2
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan dari Reformulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 2 3
Muana Nanga,Makro Ekonomi, teori, masalah dan kebijakan,(Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 179-180 4 Mustafa Edwin Nasution, dkk.,
Sementara itu, di antara beberapa kebijakan fiskal di dalam Islam antara lain meliputi:
a. Pendapatan negara
Di antara instrumen kebijakan fiskal yang termasuk kedalam kebijakan
anggaran pendapatan negara antara lain :
1) ZISWA
Zakat menurut istilah agama Islam adalah kadar harta yang tertentu yang
diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.
Zakat merupakan sedekah wajib bagi seorang muslim yang dikumpulkan
kepada amil zakat yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Zakat sebagai
salah satu pendapatan negara Islam yang digunakan sebagai pemerataan,
walaupun hasil zakat tergolong kecil dibandingkan dengan pajak, tetapi
zakat cukup membantu dalam perekonomian karena akan membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Zakat membantu mendekatkan hubungan antara si kaya dan si Miskin dan
menghindari kesenjangan yang terjadi antara keduanya Ataupun golongan
golongan lain yang membutuhkan. Tujuan zakat Dipandang dari sudut
pandang ekonomi pasar adalah menciptakan Distribusi pendapatan yang
lebih merata.Infaq menjadi salah satu Pendapatan negara sebagai suatu
pemerataan terhadap distribusi Pendapatan, namun
infaq bukanlah sebuah kewajiban, namun merupakan sebuah anjuran,
semenetara itu, sedekah adalah salah satu Komponen penting dalam metode
penanggulangan kesejahteraan Rakyat.Sedekah ialah segala pemberian yang
dengan kita Mengharapkan pahala dari Allah SWT. Pemberian yag
dimaksud Dapat diartikan secara luas, baik itu pemberian yang berupa harta
Maupun pemberian yang berupa perbuatan atau sikap baik.
Wakaf adalah suatu distribusi kekayaan kepada suatu instansi Atau lembaga
untuk keperluan bersama dan tidak dimiliki secara Pribadi. Selain untuk
tujuan distribusi, maka analisis kebijakan fiskal Dalam sistem ekonomi
pasar dilakukan untuk melihat bagaimana Dampak dari zakat terhadap
kegiatan alokasi sumber daya ekonomi Dan stabilitas kegiatan ekonomi.
2) Ghanīmah
Ghanīmah adalah harta hasil rampasan perang yang berasal dari Hasil
memerangi orang kafir atau yang memusuhi Islam.
secara khusus, distribusi ghaimah sudah diatur dalam QS : Al- Anfāl :
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul,
Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan Yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dalam konteks
perekonomian modern, ghanimah juga bisa berasal dari barang sitaan
pemerintah akibat dari pelanggaran hukum, 9 Muhammad Saddam,
Ekonomi Islam: Sitem Ekonomi Menurut Islam, (Jakarta: Taramedia, 2003),
hlm. 18 80 barang temuan dan barang tambang. Dalam istilah lain
Ghanimah dikenal dengan khums10
3) Jizyah
Jizyah adalah pajak perlindungan dari negara muslim terhadap Warganya
yang non muslim yang mampu. Perlindungan yang Dimaksud baik dalam
maupun gangguan-gangguan dari pihak luar. Dan ini sejalan secara adil
dengan penduduk Muslim sendiri, yang Telah dibebani beberapa instrumen
biaya yang harus
dikeluarkan ke Negara, seperti zakat. Selain itu, pemerintah juga harus
memenuhi Kebutuhan pendidikan maupun kesehatan non muslim tersebut.
4) Kharraj
Kharâj merupakan pajak khusus yang diberlakukan negara atas Tanah-tanah
yang produktif yang dimiliki rakyat. Pada era awal Islam, Kharâj sebagai
pajak tanah dipungut dari non-Muslim ketika Khaybar Ditaklukkan.
Tanahnya diambil alih oleh orang Muslim dan pemilik Menawarkan untuk
mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa Tanah dan bersedia
memberikan sebagian hasil produksi kepada Negara. Jumlah dari kharâj
bersifat tetap, yaitu setengah dari hasil Produksi. Kharraj merupakan
kebijakan pertama yang dikeluarkan Oleh Rasulullah saw. Di Indonesia,
kharraj sama dengan PBB. Perbedaan yang paling mendasar antara sistem
pkharraj dengan PBB Adalah bahwa kharraj ditentukan berdasarkan tingkat
produktivitas Dari tanah, bukan zoning. Hal ini berarti tanah yang
bersebalahan Dengan jenis tanaman atau produktivitas yang berbeda maka
akan Terjadi perbedaan juga dalam jumlah pajaknya. Kharraj dibayarkan
Oleh seluruh anggota masyarakat, baik muslim maupun non-muslim.
5) ‘Ushur
Ushur merupakan pajak khusus yang dikenakan atas barang Niaga yang
masuk ke Negara Islam (impor). Menurut Umar bin Khattab, ketentuan ini
berlaku sepanjang ekspor Negara Islam kepada Negara yang sama juga
dikenakan pajak ini. Di indonesia, istilah ini Lebih dikenal dengan cukai.
6) Pendapatan lain
Pendapatan lain dapat berupa kaffarat (denda) atau juga orang Yang
meninggal yang tidak mempunyai pewaris.
b. Pengeluaran Negara
Secara umum, pengeluaran negara di dalam islam dibagi menjadi :
1. Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin. Kebijakan
Belanja rutin pemerintah harus sesuai dengan azas maslahat umum, Tidak boleh
dikaitkan dengan kemaslahatan seseorang terlebih pada Kepentingan pribadi.
2. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber
Dananya tersedia.
3. Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh
Masyarakat beserta pendanaannya. Seperti pembangunan jalan, Jembatan,
lembaga pendidikan dan lain sebagainya.
c. utang Negara
Setiap perubahan mengenai pendaptan ataupun penerimaan negara Memberikan
dampak terhadap anggatan pemerintah, selayaknya Anggaran pemerintah
disesuaikan dengan kemampuan negara.Ketika terjadi defisit anggaran maka
akan berusaha untuk memenuhi Defisit atau kekurangan tersebut. Untuk
menutupi kekurangan tersebut, cara yang paling umum digunakan adalah
meningkatkan pendapatan melalui pajak ataupun dengan meminjam dana
(utang).Utang negara dapat berasal dari dalam negri maupun luar negeri. Utang
saat ini tidak lagi sebagai pemenuh anggaran, tetapi sebagai instrumen
kebijakan fiskal guna menstimulasi perekonomian suatu negara.
a)Sukuk
Sukuk berdasarkan Fatwa Dewan Syariah (DSN) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002
menjelaskan, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah sebuah surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
b) Pinjaman dalam negeri
Pinjaman dalam negeri bisa berasal dari pinjaman kepada bank sentral
maupun bank lain didalam negeri.
c) Pinjaman luar negeri
Pinjaman luar negeri bisa berasal dari pinjaman kepada bank dunia mapun
negara negara lain yang bersedia memberi piutang.Seperti yang pernah
dilakukan Indonesia untuk menanggulangi krisis pada tahun 1998 dengan
meminjam kepada IMF (International Monetery Found).
Sisi-sisi modernisasi ekonomi Islam dewasa ini terlihat jelas mencuat dalam
pandangan para ekonomi muslim terhadap riba. Sekalipun Ijma’ ulama telah
memutuskan baik riba nasiah maupun riba Fadhil hukumnya adalah haram 18,
namun ekonomi muslim melihat bahwa riba fadhal tidak bisa diharamkan
karena riba fahdal adalah sama dengan “interest” dan “usery”
(jasa/kemantangan).
Dalam sitem ekonomi modern dikenal adalah “interest”, kedua sistem keuangan
ini adalah para ulama menyamakan dengan riba yang dikenal pengharamannya
dalam
Islam, dengan demikian, karena riba diharapkan, maka haram pulalah, terhadap
interest dan usury, sedangkan simple interest adalah tidak termasuk dalam
katagori riba. Lebih lanjut, Muhammad Kamal Azhar19, menjelaskan bahwa
interest yang diambil dari pinjaman produktif bukanlah riba, tapi merupakan
keuntungan, sedangkan interest yang yang diambil dari pinjaman komsumtif,
tidak kecuali berapapun jumlahnya adalah termasuk dalam kategori riba.
Ada sebagian, dari golongan ilmuan Islam berpendapat bahwa Islam melarang
ummatnya memakan usury dan tidak dilarang mengambil faedah, karena faedah
yang diterima melalui pinjaman yang dikeluarkan untuk kepentingan produktif
tidak bertentangan dengan Al- 18 Syed Nawab Haidar. 19 Muhammad Kamal
Azhar, Bank Islam Teori dan Praktis, Fajar, K. Lumpur, hal. 57. 20 Sudin
Harun, Prinsip dan Operasi Perbankan Islam, Bangi, K. Lumpur, 1996,hal. 189.
JURNAL AL-IJTIMAIYYAH/VOL.4, NO.2, JULI – DESEMBER 2017 77
Qur’an, sebab riba yang dimaksudkan Al-Qur’an adalah faedah terhadap
pinjaman konsumtif. Jadi pada riba fadhal yang bila diqiaskan sama dengan
“Usury” tampaknya bisa dipraktekkan Islam sekarang ini karena bila tidak, bank
dan investor akan merugi.
terhadap keutuhan nilai mata uang baik karena pengaruh inflasi dan defaluasi
yang terjadi secara berjangka dalam masa tertentu.
NPV menurut ahli moniter, suatu upaya untuk menjaga nilai waktu dari
uang (time value of money). Memang tidak dapat dipungkiri, hukum alam
membuktikan bahwa nilai uang tetap berubah mengikuti masa, artinya sejumlah
uang sekarang tidak sama dari segi nilainya dibandingkan dengan nilai uang
tertentu dalam satu tahun akan datang dan demikian juga tetap berubah untuk
tahun-tahun selanjutnya. Tingkat 21 Saiful Bahri Sutar, Finansial Management,
Penerbit Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur, 1995, hal. 170. 78
JURNAL AL-IJTIMAIYYAH/VOL.4, NO.2, JULI – DESEMBER 2017
perubahan nilai mata uang sangat tergantung pada jumlah suku bunga tertentu
pada setiap tahunnya.
Jadi dari teori diatas dapat dipahami bahwa murabahah itu suatu transaksi jual
beli antara pedagang dan pembeli secara kontan/cash terhadap suatu barang,
dimana pembeli mengetahui persis berupa modal dan keuntungan pengusaha/
pedagang dalam jual beli barang itu.
Setelah peneliti telusuri data dan terapan sistem murabahah pada Bank Syariah
Mandiri, maka menemukan suatu teori baru (modern) tentang murabahah antara
lain
Jadi bank membiayai pembelian produk antara barang yang dibutuhkan nasabah
dengan cara membeli barang itu dari pemasok barang. Setelah itu pihak
perbsnksn menjual barang tersebut kepada nasabah dengan menambahkan suatu
profit/ keuntungan lalu atas dasar suatu kesepakatan dan suatu kerelaan,
ditetapkan harga yang harus dibayar nasabah secara bertahap baik satu bulan,
satu tahun dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa murabahah yang konsep awalnya
berupa transaksi jual beli dalam bentuk tunai/cash, kini telah diaplikasikan
dalam bentuk kredit. Pengeseran dari bentuk cash/tunai ke bentuk kredit/utang,
ini merupakan mutu bentuk baru (modern). Namun substansi murabahah tetap
terjaga, dimana tetap pada 22 Dr. Ali Abdar Rasul, Op. Cit. 23 Perwata
Atmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Dhana Bakti Wakaf, Yogyakarta,
1992, hal. 25. 80 JURNAL AL-IJTIMAIYYAH/VOL.4, NO.2, JULI –
DESEMBER 2017 suatu bentuk jual beli terhadap suatu barang atas dasar
kerelaan antara nasabah dengan perbankan. Modernisasi yang ditunjukkan
perbankan syari’ah ini, tampaknya cukup moderat dan bisa diterima (rasional)
diera/zaman modrrn sekarang ini
BAB IV
KONSUMEN DALAM EKONOMI KONVENSIONAL
2. Karakteristik Keinginan
a) Keinginan tidak terbatas: Keinginan muncul dari pengalaman dan
pilihan yang tersedia. Karenanya, mereka bisa tidak terbatas.
b) Mereka muncul dari kebutuhan: Keinginan biasanya berasal dari
kebutuhan dasar. Misalnya, keinginan untuk membeli merek sepatu muncul dari
kebutuhan untuk memiliki sepatu.
c) Ingin bersaing satu sama lain: Tidak seperti kebutuhan, keinginan tidak
berfungsi dalam hierarki. Mereka bersaing satu sama lain untuk memperebutkan
sumber daya individu yang terbatas.
d) Keinginan tidak universal: Setiap individu mungkin memiliki keinginan
yang berbeda tergantung pada pengalaman mereka, pilihan yang tersedia, dan
faktor lainnya.
Kebutuhan Keinginan
Islam mementingkan keseimbangan kebutuhan fisik dan non fisik yang didasarkan
atas nilai-nilai dasar syariah yang minimal memiliki 3 unsur, yaitu:
1. Kepatuhan Syariah (halal)
2. Bermanfaat
3. Membawa kebaikan dalam semua aspek
Pada dasarnya islam memang tidak memperbolehkan hidup bermewah-mewahan
bagi setiap muslim. Kesederhanaan hidup adalah prinsip islam umum yang tidak
boleh hilang dari ingatan dalam memilih suatu gaya hidup. Dalam kegiatan
konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumsi cenderung untuk memilih barang
dan jasa yang memberikan maslahah maksimum.
Kebutuhan dan keinginan berbeda antara sistem ekonomi konvensional dan islam.
Kebutuhan itu berasal dari fitrah manusia, bersifat objektif, serta, mendatangkan
manfaat dan kemslahatan disampping kepuasan. Sementara itu keinginan berasal
dari hasrat manusia yang bersifat subjektif. Bila keinginan terpenuhi, hasil yang
diperoleh adalah dalam bentuk kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat
lainnya
٣١ َُوا َواَل تُ ۡس ِرفُ ٓو ۚ ْا ِإنَّ ۥهُ اَل يُ ِحبُّ ۡٱل ُم ۡس ِرفِين ۡ وا َو
ْ ٱش َرب ْ ُوا ِزينَتَ ُكمۡ ِعن َد ُك ِّل َم ۡس ِج ٖد َو ُكل
ْ ۞ ٰيَبَنِ ٓي َءا َد َم ُخ ُذ
Dalam Islam terdapat beberapa etika yang harus ditaati oleh tiap konsumen muslim
dalam aktifitas konsumsinya agar aktifitas konsumsi yang dilakukan tidak
merugikan. Berikut etika konsumsi dalam Islam (Nur Rianto, 2010:86)
1. Tauhid (Kesatuan)
Dalam perspektif Islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah
kepada Allah SWT, sehingga senantiasa berada dalam hukum Allah. Karena itu,
orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah-Nya dan
memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah yang dicipta
Allah untuk umat manusia. Allah SWT berfirman dalam QS. Adz-Dzariyaat: 56:
َ ت ۡٱل ِج َّن َوٱِإۡل
٥٦ نس ِإاَّل لِيَ ۡعبُدُو ِ©ن ُ َو َما خَ لَ ۡق
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
2. Adil (Keaadilan)
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai karunia kehidupan
dunia yang disediakan Allah SWT. Pemanfaatan atas karunia Allah tersebut
harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah, sehingga di samping
mendapatkan keuntungan materiil, ia juga sekaligus merasakan kepuasan
spiritual. Al-Qur’an secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-
hal yang bersifat materiil maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan
yang berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karenanya, dalam
Islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang bersifat duniawi semata,
namun juga untuk kepentingan dijalan Allah (fisabilillah). Allah SWT
berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 168:
١٦٨ ينٌ ِ ّو ُّمبٞ ت ٱل َّش ۡي ٰطَ ۚ ِن ِإنَّهۥُ لَ ُكمۡ َع ُد َ ض َح ٰلَاٗل
ْ طيِّبٗ ا َواَل تَتَّبِع
ِ ُوا ُخطُ ٰ َو ْ ُٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ ُكل
ِ وا ِم َّما فِي ٱَأۡل ۡر
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.”
3. Kehendak Bebas
Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-
banyaknya sesuai dengan kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah.
Atas segala karunia yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak
bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha
dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat yang didasarkan pada
pengetahuan dan kehendak Allah. Sehingga kebebasan dalam melakukan
aktifitas haruslah tetap memiliki batasan agar jangan sampai menzalimi pihak
lain. Hal inilah yang tidak terdapat dalam ekonomi konvensional, sehingga yang
terjadi kebebasan yang dapat mengakibatkan pihak lain menjadi menderita.
5. Halal
Dalam Islam, barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang
yang menunjukkan nilai-nilai kebaikan, kesucian, keindahan, serta akan
menimbulkan kemaslahatan untuk umat baik secara materiil maupun spiritual.
Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak
dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi
dalam Islam serta dapat menimbulkan kemudaratan apabila dikonsumsi akan
dilarang.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah:173:
©اد فَٓاَل ِإ ۡث َم َعلَ ۡي© ۚ ِه ُ ۡ ير َو َمٓا ُأ ِه َّل بِ ِهۦ لِغ َۡي ِر ٱهَّلل ۖ ِ فَ َم ِن
ٖ َٱضط َّر غ َۡي َر ب
ٖ ©اغ َواَل َع ۡ ۡ
ِ ِإنَّ َما َح َّر َم َعلَ ۡي ُك ُم ٱل َم ۡيتَةَ َوٱل َّد َم َولَ ۡح َم ٱل ِخ
ِ نز
١٧٣ ور َّر ِحي ٌم ٞ ُِإ َّن ٱهَّلل َ َغف
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih)
disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
6. Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf), termasuk
pemborosan dan berlebih-lebihan (bermewah-mewah), yaitu membuang-buang
harta dan menghambur-hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya
mempertaruhkan nafsu semata. Allah akan sangat mengecam setiap perbuatan
yang melampaui batas.
Allah SWT berfirman dalam QS. Almaidah: 87:
٨٧ َت َمٓا َأ َح َّل ٱهَّلل ُ لَ ُكمۡ َواَل ت َۡعتَد ُٓو ۚ ْا ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يُ ِحبُّ ۡٱل ُم ۡعتَ ِدين ْ ُٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
ْ وا اَل تُ َح ِّر ُم
ِ َوا طَيِّ ٰب
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.”
4. Prinsip Sosial
Yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta
keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:
a) Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong sehingga
Islam mewajibkan zakat bagi yang mampu juga menganjurkan shadaqah, infaq
dan wakaf.
b) Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi
baik dalam keluarga atau masyarakat.
c) Tidak membahayakan/merugikan dirinya sendiri dan orang lain dalam
mengkonsumsi sehingga tidak menimbulkan kemudharatan seperti mabuk-
mabukan, merokok, dan sebagainya.
5. Kaidah Lingkungan
Yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya dukung
sumber daya alam dan keberlanjutannya atau tidak merusak lingkungan.
Seorang muslim dalam penggunaan penghasilannya memiliki dua sisi, yaitu
pertama untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagiannya lagi
untuk dibelanjakan di jalan Allah.
BAB V
KEBIJAKAN MONETER
Selain kebijakan moneter, terdapat kebijakan fiskal yang juga berguna dalam
menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Bedanya, kebijakan fiskal merupakan
keputusan yang berfokus pada pendapatan dan pengeluaran negara.
Penerapan kebijakan fiskal dapat dilihat melalui pengelolaan pajak dan
APBN. Sementara, kebijakan moneter di Indonesia bisa diperhatikan melalui
kebijakan diskonto, suku bunga bank, dan sebagainya.
1. Menjamin Stabilitas Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu negara harus berjalan dengan terkontrol dan
berkelanjutan. Hal ini dapat diwujudkan melalui keseimbangan arus
barang/jasa dengan peredaran uang. Oleh karena itu, tujuan kebijakan
moneter adalah menjaga stabilitas ekonomi melalui pengaturan dan
penetapan terkait peredaran uang di masyarakat.
2. Mengendalikan Inflasi
Agar inflasi dapat ditekan, maka Bank Indonesia menetapkan kebijakan
bertujuan mengurangi uang yang beredar di masyarakat dan menjaga
ketersediaan uang di bank. Sehingga, salah satu tujuan kebijakan moneter
adalah mengendalikan inflasi.
3. Meningkatkan Lapangan Pekerjaan
Tujuan kebijakan moneter Bank Indonesia berikutnya yaitu meningkatkan
lapangan pekerjaan. Kestabilan peredaran uang membuat aktivitas produksi
meningkat. Dengan naiknya kegiatan produksi, maka diperlukan sumber
daya manusia dalam pengelolaannya. Sehingga hal ini mampu menyerap
tenaga kerja dengan ketersediaan lapangan pekerjaan.
4. Melindungi Stabilitas Harga Barang di Pasar
Tujuan kebijakan moneter diharapkan mampu melindungi stabilitas harga
pasar. Ketika harga stabil maka menumbuhkan rasa percaya masyarakat
terhadap tingkat harga sekarang dan di masa mendatang. Sehingga tingkat
daya beli antar periode tetap sama. Kestabilan harga ini bisa diatur melalui
keseimbangan peredaran uang, permintaan barang, dan produksi barang.
5. Menjaga Keseimbangan Neraca Pembayaran Internasional
Kebijakan moneter tidak hanya berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi
dalam negeri saja, namun juga luar negeri. Salah satu tujuan kebijakan
moneter adalah menjaga keseimbangan neraca pembayaran Internasional.
Hal ini dapat diwujudkan melalui kestabilan jumlah barang ekspor dan impor
sama besarnya. Oleh sebab itu, tak heran pemerintah sering melakukan
devaluasi dalam hal ini.
6. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Seluruh dampak atas kebijakan moneter diharapkan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi. Sebab demi mencapai tujuan tersebut, diperlukan
berbagai kesuksesan tiap komponen. Misalnya seperti, tersedia lapangan
pekerjaan, kontrol tingkat inflasi, aktivitas produksi dan permintaan barang,
dan lainnya.
1. Kebijakan Moneter Ekspansif
Jenis kebijakan moneter yang melakukan pengelolaan dan pengaturan
peredaran uang dalam aktivitas ekonomi disebut sebagai kebijakan moneter
ekspansif. Dalam hal ini, tujuan utamanya meningkatkan peredaran uang di
masyarakat sehingga roda perekonomian meningkat.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif
Berikutnya, jenis kebijakan moneter adalah kebijakan moneter kontraktif
dimana kebijakan diambil sebagai langkah mengurangi peredaran uang di
masyarakat saat terjadi inflasi. Hal ini diwujudkan melalui penjualan obligasi
pemerintah, peningkatan suku bunga bank, dan meningkatkan persyaratan
cadangan untuk bank.
Sistem moneter tanpa bunga (nominal) adalah tidak mungkin dan tidak adil
karena inflasi selalu ada. Tidak adil dan tidak mungkin untuk memaksa para
kreditur untuk meminjamkan uangnya dan mendapatkan pengembalian lebih
sedikit darinya dengan tidak memperhitungkan inflasi, biaya operasional dan
tingkat resiko yang harus ditanggungnya. Tetapi instru moneter tanpa riba
adalah mungkin. Bagaimana membersihkan instru moneter dari riba yang
dilarang oleh Tuhan/agama?
Jika kebijakan ini memang tidak terjadi, maka bank sentral akan
mengurangi jumlah uang yang beredar di lingkungan masyarakat. Hal
tersebut terjadi karena Sertifikat Bank Indonesia sudah mampu dibeli oleh
masyarakat luas.
Hal ini terjadi karena masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan atau
menabung uangnya di bank. Mereka akan berpikir bahwa mereka bisa
memperoleh lebih banyak uang di bank dengan adanya suku bunga yang
tinggi.
Instrumen kebijakan moneter ini lebih banyak dikenal dengan sebutan cash
ratio ataupun reserve requirement. Sama seperti sebelumnya, bank sentral
memiliki kewenangan untuk meningkatkan cadangan kas atau
menurunkannya. Bila bank sentral lebih memilih untuk meningkatkan
cadangan kas, maka mereka akan mengurangi peredaran uang di pasar.
Hal ini ditempuh untuk mencegah dan juga mengatasi inflasi. Bank umum
pun harus menahan uang yang lebih banyak sebagai cadangannya, sehingga
uang tunai akan dikurangi jumlahnya.
3. Kredit Selektif
Setidaknya ada dua jenis kartu kredit yang harus Anda ketahui, yakni kredit
longgar dan kredit ketat. Kredit ketat adalah suatu kebijakan yang dipilih
oleh pihak bank sentral agar bisa mengatasi inflasi dengan mengurangi
jumlah peredaran uang di masyarakat.
Sedangkan kredit longgar adalah suatu kebijakan yang diambil oleh bank
sentral agar bisa mengatasi deflasi dengan menambah peredaran uang di
masyarakat. Setiap masyarakat akan diberikan kemudahan untuk
memperoleh kredit. Hal ini adalah sebagai sarana untuk meningkatkan
jumlah peredaran uang di masyarakat.
4. Pembujukan Moral
Moral suasion atau pembujukan moral adalah suatu Instrumen kebijakan
moneter yang diambil oleh bank sentral dengan melakukan rapat pertemuan
dengan berbagai pimpinan bank umum. Hal tersebut biasanya berkaitan
dengan berbagai nstrum yang harus ditempuh oleh bank umum agar sejalan
dengan bank sentral.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan, karena bank umum diharuskan
mengikuti berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh bank sentral. Bila bank
umum tidak bersedia mengikuti peraturan dari bank sentral, maka bank
sentral memiliki wewenang untuk melakukan instrume lebih lanjut.
Pengguntingan Uang
Instrumen langsung ini dilakukan untuk mengurangi peredaran uang
beredar di masyarakat. Instrumen kebijakan moneter ini pernah digunakan
oleh Indonesia di tahun 1950 yang kala itu dikenal dengan sebutan
“Gunting Sjariffudin.
Dengan adanya pengguntingan uang, maka nilai pecahan uang yang terkena
peraturan tersebut akan mengalami penurunan nilai mata uang dengan
persentase tertentu, sedangkan sisanya akan diganti dengan surat berharga
milik pemerintah berjangka nstrum.
Instrumen ini terlihat serupa, tapi tidak sama dengan instrument kebijakan
moneter pengguntingan uang. Dengan adanya pembersihan uang, maka
nilai uang akan diturunkan dengan persentase tertentu tanpa adanya
pergantian pada nilai yang sudah diturunkan tersebut.
Penurunan nilai mata uang ini beragam. Di Indonesia, tepatnya pada tahun
1959, penurunannya adalah sebesar 10%, sedangkan di tahun 1946 pernah
menurun menjadi 3%.
Nah, karena mereka harus menyerahkan uang muka terlebih dahulu, maka
uang beredar bisa dikendalikan dari sisi impor oleh bank sentral dengan
adanya nstrument kebijakan moneter ini dengan menetapkan persentase
uang muka yang harus dibayar oleh pihak importir.
2014).
Kegiatan produksi sangatlah memperhatikan kemuliaan dan harkat manusia
yakni dengan mengangkat kualitas dan derajat hidup manusia. Kemuliaan harkat
kemanusiaan harus mendapat perhatian besar dan utama dalam keseluruhan
aktifitas produksi, karena segala aktivitas yang bertentangan dengan pemuliaan
harkat kemanusiaan bertentangan dengan ajaran Islam (P3EI) UII). Oleh
karenanya, kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam terkait dengan
manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi (M. Nur Rianto Al-Arif,
2011).
Hal tersebut menggambarkan aturan main produksi dalam Islam yaitu produsen
dapat mendapatkan laba yang diinginkan, juga ada aturan bahwa barang yang
diproduksi adalah barang yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhannya.
Pernyataan tersebut memberikan kerangka produksi dalam Islam yang
mencangkup tiga hal yaitu input, proses dan output.
Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah
Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat Islam
dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini
serta menyelesaikan masalah yang
memerangkapumatIslamhariini,bukanlahhanyamenjaditugasseseorangatau sebuah
lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-
prinsip Islam dalam berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk
mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi olehmasyarakat.
B. Baitul Maal
Jika kita menengok dan melihat sejarah, bahwasanya setiap belajar tentang lembaga
keuangan sebelum Islam hadir di tengah-tengah umat manusia, pemerintahan suatu
negara di pandang serta memiliki berbagai kewenangan sebagai satu-satunya
penguasa perbendaharaan dan kekayaan negara.Dengan demikian, pemerintah suatu
negara itu bebas mengambil harta kekayaan yang dimiliki oleh rakyatnya sebanyak
yang dikehendaki serta membelanjakannya pula sesuka-suka mereka.Hal yang
demikian itu artinya, sebelum Islam datang, belum terdapat suatu konsep tentang
perbendaharaan negara dan keuangan publik di dunia sampai saatitu.
Sampai saat ini, setiap orang percaya bahwasanya kekayaan atau harta yang berlimpah
yang dimiliki oleh Negara merupakan kunci kebesaran dan kesuksesan dari sebuah
pemerintahan yang ada dimanapun.Oleh sebab itulah, adalah hal yang sangat ideal
dan sudah biasa bila pemerintahan dimanapun selalu memberikan suatu dominasi
perhatian yang luar biasa terhadap suatu problema maupun permasalahan tentang
pengumpulan dan administrasi penerimaan pemerintah yang diperoleh.
Rasulullah memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad
ketujuh, yakni semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu
dan kemudian dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara.Status harta hasil
pengumpulan itu adalah milik negara dan bukan milik individu.Meskipun demikian,
dalam batas-batas tertentu, pemimpin negara dan para pejabat lainnya dapat
menggunakan harta tersebut untuk mencukupi kebutuhan pribadinya.Tempat
pengumpulan itu disebut sebagai Baitul Mal (rumah harta) atau bendahara negara.
Pada masa pemerintahan Rasulullah, Baitul Mal terletak di Masjid Nabawi yang
ketika itu digunakan sebagai kantor pusat negara yang sekaligus berfungsi sebagai
tempat tinggal Rasulullah. Binatang- binatang yang merupakan harta perbendaharaan
negara tidak di simpan di Baitul Mal. Sesuai dengan alamnya, binatang- binatang
tersebut ditempatkan di padang terbuka (Karim2010).
Baitul Mal merupakan lembaga keuangan pertama yang ada pada zaman Rasulullah
walaupun keberadaan lembaga ini lebih populer saat era Khulafaur
Rasyidin.Lembaga ini pertama kali hanya berfungsi untuk menyimpan harta
kekayaan negara dari zakat, infak, sedekah, pajak dan harta rampasan perang.Dan
acuan dari perbankan Islam bukanlah perbankan konvesional tetapi dari Baitul
tamwil (Huda, 2010). Baitul tamwil
dan baitul mal sendiri merupakan fungsi utama dari baitul mal wa tamwil (Soemitro,
2009).
Harta yang merupakan sumber pendapatan negara di simpan di masjid dalam waktu
singkat untuk kemudian di distribusikan kepada masyarakat hingga tidak tersisa
sedikit pun. Dalam berbagai kitab hadis dan sejarah, terdapat empat puluh nama
sahabat yang jika digunakan istilah modern disebut sebagai pegawai sekretariat
Rasulullah. Namun, tidak disebutkan adanya seorang bendaharawan negara.Kondisi
yang seperti ini hanya mungkin terjadi di lingkungan yang mempunyai sistem
pengawasan yang sangat ketat.Pada perkembangan berikutnya, institusi ini
memainkan peran yang sangat penting dalam bidang keuangan dan administrasi
negara, terutama pada masa pemerintahan al- Khulafa al-Rasyidun (Karim, 2010).
Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan Khalifah dan
para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah.Dengan demikian, negara
bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim,
serta anak-anak terlantar, membiayai penguburan orang-orang miskin, membayar
utang orang-orang yang bangkrut; membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.
Khalifah yang keempat yaitu Umar ibn Khattab menerapkan prinsip keutamaan
dalam mendistribusikan harta Baitul Mal. Ia berpendapat bahwa kesulitan yang
dihadapi umat Islam harus diperhitungkan dalam menetapkan bagian seseorang dari
harta negara dan karenanya, keadilan menghendaki usaha seseorang serta tenaga
yang telah dicurahkan dalam memperjuangkan Islam harus dipertahankan dan dibalas
dengan sebaik-baiknya (Karim 2010).
Baitul Mal merupakan lembaga keuangan pertama yang ada pada zaman Rasulullah
walaupun keberadaan lembaga ini lebih populer saat era Khulafaur Rasyidin.Lembaga
ini pertama kali hanya berfungsi untuk menyimpan harta kekayaan negara dari zakat,
infak, sedekah, pajak dan harta rampasan perang.Dan acuan dari perbankan Islam
bukanlah perbankan konvesional tetapi dari Baitul tamwil (Huda, 2010).
Menurut pendapat Suhrawardi K. Lubis, baitul maal dilihat dari segi istilah fikih
adalah “suatu lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama
keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun
yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain (Maman, 2012).
Baitul Maal jika dilihat dari namanya berasal dari bahasa Arab, yaitu kata bait yang
memiliki makna "rumah", serta berasal dari kata al-maal yang yang memiliki arti atau
makna "harta" (Dahlan, 1999).
Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak yang memiliki kewajiban atau tugas
khusus untuk melakukan penanganan atas segala harta yang dimiliki oleh umat, dalam
bentuk pendapatan maupun pengeluaran negara (Zallum, 1983).
Menurut Ensiklopedia hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara yang
bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan
aturan syariat.Sedangkan menurut Harun Nasution, baitul mal bisa diartikan sebagai
pembendaharan (umum atau negara).
Secara harfiah, baitul maal berarti rumah dana. Baitul mal ini sudah ada sejak pada
zaman rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan.Baitul mal berfungsi
sebagai pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial.
Seperti yang telah diketahui, pada masa Rasulullah saw hingga kepemimpinan Abu
Bakar, pengumpulan dan pendistribusian dana zakat serta pungutan-pungutan lainnya
dilakukan secara serentak. Artinya pendistribusian dana tersebut langsung dilakukan
setelah pengumpulan, sehingga para petugas Baitul Mal selesai melaksanakan
tugasnya tidak membawa sisa dana untuk di simpan. Sedangkan pada masa Umar Bin
Khattab, pengumpulan dana ternyata begitu besar sehingga di ambil keputusan
menyimpan untuk keperluan darurat. Dengan keputusan tersebut, maka Baitul Mal
secara resmi dilembagakan, dengan maksud awal untuk pengelolaan dana tersebut
(Sakti, 2007).
Wakaf (bahasa Arab: وقف, [ˈwɑqf]; plural bahasa Arab: أوقاف, awqāf; bahasa Turki:
vakıf, bahasa Urdu: )وقفadalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf)
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.
Wakaf menurut Abu Hanifah adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap
milik wakif dalam rangka menggunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan
definisi itu, maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari wakif, bahkan dia dibenarkan
menarik kembali dan boleh menjualnya. Jika wakif wafat, harta tersebut menjadi harta
warisan ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan
manfaat”. Karena itu, Mazhab Hanafi mendefinisan wakaf adalah: “Tidak melakukan
suatu tindakan atas suatu benda yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan
menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang
maupun akan datang”.
Sementara Mazhab Maliki berpendapat, wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan
tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain.
Wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya dan tidak boleh menarik kembali
wakafnya. Perbuatan wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mauquf
alaih (penerima manfaat wakaf), walaupun yang dimilikinya berbentuk upah atau
menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf
dilakukan dengan mengucapkan lafaz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan
keinginan pemilik.
Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan,
tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian
manfaat benda secara wajar, sedangkan benda itu tetap menjadi milik wakif.
Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, karenanya tidak boleh disyaratkan
sebagai wakaf kekal (selamanya).
Syafi’i dan Ahmad bin Hambal berpendapat, wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif
tidak boleh melakukan apa pun terhadap harta yang diwakafkan, seperti perlakuan
pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak.
Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli
warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih
(penerima manfaat wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat
melarang penyaluran sumbangannya tersebut.
Apabila wakif melarangnya, maka Qadli atau pemerintah berhak memaksanya, agar
memberikannya kepada mauquf ’alaih. Karena itu, Mazhab Syafi’i mendefinisan wakaf
adalah: tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik
Allah Swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).
Menurut mazhab lain, mengutip Wahbah Az-Zuhaili, Drs H Ahmad Djunaidi dkk
menulis bahwa pandangannnya sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi
kepemilikan atas benda yang diwakafkan, yaitu menjadi milik mauquf ’alaih (penerima
manfaat wakaf), meskipun mauquf ’alaih tidak berhak melakukan suatu tidakan atas
benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.1
B. Sejarah Wakaf
Rasulullah SAW merupakan perintis kepada amalan wakaf berdasarkan hadis yang
bermaksud:“Kami bertanya tentang wakaf yang terawal dalam Islam? Orang-orang
Ansar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.2” Orang Jahiliyah tidak mengenali
akad wakaf yang merupakan sebahagian daripada akad-akad tabaru lalu Rasulullah
SAW memperkenalkannya kerana beberapa ciri istimewa yang tidak wujud pada akad-
akad sedekah yang lain.
Institusi terawal yang diwakafkan oleh Rasulullah SAW ialah Masjid Quba yang
diasaskan sendiri oleh Baginda SAW apabila tiba di Madinah pada 622M atas dasar
ketaqwaan kepada Allah SWT. Ini diikuti pula dengan wakaf Masjid Nabawi enam
bulan selepas pembinaan Masjid Quba’. Diriwayatkan bahawa Baginda SAW membeli
tanah bagi pembinaan masjid tersebut daripada dua saudara yatim piatu iaitu Sahl dan
1
http://baitulmal.acehprov.go.id/post/wakaf-menurut-mazhab-fikih
2
Ali, Jawwad (2019) [1956-1960]. Kurnianto, Fajar, ed. [ كتاب المفصل في تاريخ العرب قبل اإلسالمSejarah Arab
Sebelum Islam–Buku 5: Politik, Hukum, dan Tata Pemerintahan]. Diterjemahkan oleh Ali, Jamaluddin
M.; Hendiko, Jemmy. Tangerang Selatan: PT Pustaka Alvabet. hlm. 168–169. ISBN 978-602-6577-28-3.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-08.
Suhail dengan harga 100 dirham. Pandangan masyhur menyatakan individu pertama
yang mengeluarkan harta untuk diwakafkan adalah Saidina ‘Umar RA dengan
mewakafkan 100 bahagian daripada tanah Khaibar kepada umat Islam. Anaknya
Abdullah bin Umar RA menyatakan bahawa ayahnya telah mendapat sebidang tanah di
Khaibar lalu dia datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta pandangan tentang
tanah itu, maka katanya:
“Jika engkau hendak, tahanlah (bekukan) tanah itu, dan sedekahkan manfaatnya.”
“Maka ’Umar telah mewakafkan hasil tanahnya itu, sesungguhnya tanah itu tidak
boleh dijual, tidak boleh dihibah (diberi) dan diwarisi kepada sesiapa.” Katanya lagi:
“’Umar telah menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba
yang baru merdeka, pejuang-pejuang di jalan Allah, Ibnus Sabil dan para tetamu.
Tidaklah berdosa sesiapa yang menyelia tanah wakaf itu memakan sebahagian
hasilnya sekadar yang patut, boleh juga ia memberi makan kawan-kawannya, tetapi
tidaklah boleh ia memilikinya
Sejak itu amalan wakaf berkembang sehingga menjadi tulang belakang kepada menjadi
teras kepada pembangunan umat Islam terdahulu dan berkekalan sehingga ke hari ini.
Banyak institusi pendidikan seperti Universiti Cordova di Andalus, Universitas Al-
Azhar al-Syarif di Mesir, Madrasah Nizhamiyah di Baghdad, Universitas Al-
Qarawiyyin di Fez, Maghribi, Al-Jamiah al-Islamiyyah di Madinah, Pondok Pesantren
Darunnajah di Indonesia, Madrasah Al-Juneid di Singapura dan banyak institusi
pondok dan sekolah agama di Malaysia adalah berkembang berasaskan harta wakaf.
Universiti Al-Azhar contohnya telah membangun dan terus maju hasil sumbangan harta
wakaf. Sehingga kini pembiayaan Univesiti Al-Azhar yang dibina sejak 1000 tahun lalu
telah memberikan khidmat percuma pengajian kepada ribuam pelajar Islam dari seluruh
dunia. Merekalah yang menjadi duta Al-Azhar untuk membimbing umat Islam kearah
penghayatan Islam di seluruh pelusuk dunia
Syarat Wakaf
Setelah mengetahui pengertian wakaf, Sahabat sebaiknya harus tahu juga bagaimana
cara dan ketentuan saat ingin melakukan wakaf. Setidaknya ada 4 syarat yang perlu
dilakukan seseorang saat berniat melakukan wakaf.
Mauquf
Syarat pertama adalah adanya mauquf. Mauquf sendiri adalah benda yang akan
diwakafkan. Akan tetapi harus diingat ya Sahabat, bahwa tidak semua benda dapat
menjadi mauquf. Benda tersebut setidaknya harus memenuhi 4 syarat. Pertama, mauquf
dimiliki oleh seseorang. Kedua, mauquf memiliki nilai manfaat. Ketiga, mauquf harus
jelas keberadaannya saat kegiatan wakaf berlangsung. Keempat, mauquf memang benar
bertujuan untuk diwakafkan.
Wakif
Syarat selanjutnya adalah adanya wakif. Serupa dengan mauquf, tidak semua orang
memenuhi syarat untuk menjadi wakif. Lalu apa saja syarat menjadi wakif? Seseorang
dapat menjadi wakif apabila orang tersebut dalam keadaan akal yang sehat, merdeka,
dewasa, dan tidak di bawah pengampunan.
Shighot
Shighot berhubungan dengan ucapan. Saat akan melakukan wakaf, perlu mengucapkan
kata-kata yang menunjukkan kepastian, sangat mungkin direalisasikan, kekal, dan tidak
mengucapkan syarat tambahan dan mengucapkan syarat yang bisa membatalkan
kegiatan wakaf.
Mauquf ‘alaih
Mauquf ‘alaih adalah pihak yang menerima barang yang diwakafkan. Ada dua jenis
mauquf ‘alaih, yakni mu’ayyan dan ghairu mu’ayyan. Mauquf ‘alaih mu’ayyan adalah
penerima wakaf yang ditunjuk oleh wakif atau pemberi wakaf untuk menerima wakaf
tersebut. Contohnya seperti kerabat atau famili. Sementara mauquf ‘alaih ghairu
mu’ayyan adalah penerima wakaf yang tidak ditentukan. Sebagai contohnya yaitu
tempat ibadah, kelompok masyarakat tertentu, fakir, miskin, anak yatim piatu, dan
sebagainya
Objek Wakaf dan Pemanfaatannya
Jenis wakaf selanjutnya adalah berdasarkan harta yang diwakafkan. Ada 3 jenis wakaf
dalam kategori ini, yakni harta benda tidak bergerak, harta benda bergerak kecuali
uang, dan harta benda yang berupa uang.
Benda Tidak Bergerak
Pilihan mauquf untuk jenis wakaf harta benda tidak bergerak, dapat berupa tanah,
bangunan, kebun, atau benda yang berhubungan dengan pertanahan.
Contoh pemanfaatan: Gedung sekolah, gedung rumah sakit, perkebunan yang masih
menghasilkan panen, dll.
Benda Bergerak
Pilihan mauquf untuk jenis wakaf harta benda bergerak kecuali uang adalah yang sifat
bendanya bisa berpindah dan utamanya bisa dihabiskan. Contohnya antara lain surat
berharga, kekayaan intelektual, benda yang dapat bergerak, dll.
Contoh pemanfaatan: Quran, alat salat, ambulans, binatang ternak, dll.
Uang
Sementara mauquf berupa uang, yakni dengan mewakafkan sejumlah uang yang
dimiliki, atau disebut juga dengan wakaf tunai.
BAB IX
Dalam aspek teknis, kebijakan moneter islam harus bebas dariunsur riba
dan bunga bank. Dalam islam riba yang termasuk didalamnya bunga bank
diharamkan secara tegas. Dengan adanya pengharam ini maka bunga bank
yang dalam ekonomi kapitalis menjadi instrument utamamanajemen
moneter menjadi tidak berlaku lagi. Manajemen moneterdalam islam
didasarkan pasa prinsip bagi hasil.
a. Valuta asing dari persia dan Romawi yang dikenal oleh seluruhlapisan
masyarakat Arab, bahkan menjadi alat bayar resminyaadalah Dinar dan Dirham.
b. Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada halangan sedikitpununtuk
mengimpor dinar atau dirham.
c. Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang.
d. Cek dan promissory note lazim digunakan, misalnya Umar binKhattab
r.a. menggunakan instrumen ini ketika melakuan impor barang-barang yang
baru dari Mesir ke Madinah.
e. Instrumen factory (anjak piutang) yang baru populer pada tahun1980-an
telah dikenal dengan nama al-hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur bunga.
Pada masa itu, bila penerimaan akan uang meningkat, makadinar dan
dirham diimpor. Sebaliknya, bila permintaan uang turun, barang impor nilai
emas dan perak yang terkandung dalam dinar dandirham sama dengan nilai
nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis. Kelebihan
penawaran uang dapat diubahmenjadi perhiasan emas atau perak. Tidak
terjadi kelebihan atau permintaan akan uang, sehingga nilai uang stabil.
PEMBAHASAN
LEMBAGA KEUANGAN ISLAM
A. Pengertian Lembaga Keuangan Islam
Secara umum, Lembaga Keuangan sangat diperlukan dalam perekonomian modern
karena fungsinya sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang kelebihan
dana dan kelompok masyarakat yang memerlukan dana. Lembaga keuangan itu
bisa berbentuk seperti sebuah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan.
Yang bentuknya dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Lembaga keuangan konvensional
b. Lembaga keuangan syariah
Dalam pandangan konvensionalnya, lembaga keuangan adalah badan usaha yang
kekayaan utama berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan
dananya dalam surat berharga, serta menawarkan jasa keuangan lain seperti
simpanan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan lain-lain.
Lembaga keuangan syariah (syariah financial institution) merupakan suatu badan
usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset-aset keuangan
(financial assets) maupun non financial asset atau asset riil berlandaskan konsep
syariah.15
Tidak ada satu definisi pun yang dapat menjelaskan pengertian lembaga keuangan
secara sempurna dalam pandangan syariah. Akan tetapi, ada beberapa kriteria
tentang sebuah lembaga keuangan yang berbasis syariah, yaitu : lembaga keuangan
milik umat Islam, melayani umat Islam, ada dewan syariah, merupakan anggota
organisasi Internasional Association of Islamic Banks (IAIB) dan sebagainya.16
Lembaga keuangan syariah dapat dibedakan menjadi dua yaitu :17
a. Lembaga keuangan depository syariah (depository financial institution syariah)
yang disebut lembaga keuangan bank syariah
Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum
islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan
dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme
(alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang
haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk
menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul
mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana
sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai
kehendak pemberi wakaf (wakif).
Berbicara tentang definisi bank syariah, ada beberapa pakar yang menjelaskan
definisi dari bank syariah sebagai berikut :
1. Bank syariah adalah bank yang sistem perbankannya menganut prinsip- prinsip
dalam islam. Bank syariah merupakan bank yang diimpikan oleh para umat islam.
2. Pengertian Bank Syariah Menurut Sudarsono, Bank Syariah adalah lembaga
keuangan negara yang memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya di dalam lalu
lintas pembayaran dan juga peredaran uang yang beroperasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip syariah atau islam.
3. Menurut Perwataatmadja, Pengertian Bank Syariah adalah bank yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah (islam) dan tata caranya
didasarkan pada ketentuan Al-quran dan Hadist.
4. Siamat Dahlam mengemukakan Pengertian Bank Syariah, Bank Syariah
merupakan bank yang menjalankan usahanya berdasar prinsip-prinsip
syariah yang didasarkan pada alquran dan hadits.
5. Pengerian Bank Syariah menurut Schaik, Bank Syariah adalah suatu bentuk
dari bank modren yang didasarkan pada hukum islam, yang dikembangkan
pada abad pertenganhan islam dengan menggunakan konsep bagi risiko
sebagai sistem utama dan meniadakan sistem keuangan yang didasarkan
pada kepastian dan keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya.
6. Dalam UU No.21 tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah mengemukakan
pengertian perbankan syariah dan pengertian bank syariah.
Perbankan Syariah yaitu segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan
unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, mencakup kegiatan usaha, serta
tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan
didasarkan pada prisnsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri
dari BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS
(Bank Pembiayaan Rakyat Syariah),
7. Bank Syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu pada hukum islam
dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak membayar
bunga kepada nasabah. Imbalan bank syariah yang diterima maupun yang
dibayarkan pada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian yang
dilakukan oleh pihak nasabah dan pihak bank. Perjanjian (akad) yang
terdapat di perbankan syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad
sebagaimana diatur dalam syariat islam.
2. Bank
a. Bank Konvesional
Bank Konvensional menerapkan sistem pinjam meminjam
dengan menggunakan sistem bunga yang merupakan tambahan atas
pinjaman, dimana tamabahan atau bunga ini diharamkan dalam
Syariah Islam. Dalam hal ini, apapun yang terjadi dengan yang
meminjam uang bank, bai untung maupun rugi, maka yang
meminjam harus membayar bunga sesuai yang ditetapkan oleh
Bank.
b. Bank Syariah
Bank Syariah tidak menerapkan sistem pinjam meminjam,
melainkan sistem kerja sama atau jual beli. Misalnya kerjasama
antar pemilik modal dengan pengusaha ( mudharobah), yang
disepakati adalah jika untung, maka dilakukan pembagian
keuntungan dengan proporsi yang ditetapkan atau yang disepakati.
Bisa juga jual beli (murabahah), dimana bank menjual suatu barang
dengan mengambil marjin keuntungan, kemudian dicicil dengan
cicilan tetap. Dan bentuk-bentuk transaksi lain yang disediakn oleh
Bank.
3. Falsafah
a. Bank Konvensional (Berdasarkan Bunga)
b. Bank Syariah ( tidak berdasarkan bunga, spekulasi dan
ketidakjelasan)
4. Operasional
a. Bank Konvensional
Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar
bunganya pada saat jatuh tempo
Penyaluran pada sektor yang menguntungkan, aspek halal
tidak menjadi pertimbangan utama
b. Bank Syariah
Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan
mendapatkan hasil jika diusahakan terlbih dahulu
Penyaluran pada usaha yang halal dan menguntungkan
5. Aspek Sosial
a. Bank Konvensional
Tidak diketahui secara tegas
b. Bank Syariah
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi
dan misi
6. Organisasi
a. Bank Konvensional
Tidak memiliki dewan pengawas syariah
b. Bank Syariah
Harus memiliki dewan pengawas syariah
Di atas telah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah bukan hanya bank,
secara garis besar dapat digambarkan di bawah ini lembaga-lembaga keuangan
syariah yang ada, yaitu:
1. Bank Syari’ah
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu,
adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi
hasil, menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta membela
kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal
awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada
system ekonomi yang salaam.
BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada
pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis
ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan social masyarakat
sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.
5. Pasar Modal Syari’ah
e. Bangunan;
i. Sewa rumah;
k. Jasa-jasa.
Sedangkan dilihat dari pendekatan pengeluaran, maka
komponen pendapatan nasional terdiri dari:
a. Konsumsi/consumption (C);
b. Investasi/investment (I);
c. Pengeluaran pemerintah/government expenditure (G);
10. Pelarangan yang haram. Dalam ekonomi Islam segala sesuatu yang
dilakukan harus halalan toyyiban, yaitu benar secara hukum Islam dan
baik dari perspektif nilai dan sesuatu yang jika dilakukan
akan menimbulkan dosa. Haram dalam hal ini bisa dikaitkan dengan
zat atau prosesnya dalam hal zat, Islam melarang mengkonsumsi,
memproduksi, mendistribusikan, dan seluruh mata rantainya terhadap
beberapa komoditas dan aktivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmi, A. (2015). Mekanisme pasar dalam islam. Ekonomi bisnis dan kewirausahaan, 4(2). Hal. 178
Ulfa Jamilatul Farida. ( 2012 ). Telaah kritis pemikiran ekonomi islam terhadap mekanisme pasar
dalam konteks ekonomi islam kekinian. Ekonomi Islam, 6(2). Hal 259
Irawan, M. (2015). Mekanisme Pasar Islami Dalam Konteks Idealita dan Realita. JEBIS, 1(1) hal 72
Burhanudin Salam, Etika Individual Pola Dasar Filasafat Moral, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet.
Ke-1, h. 202
Ibid,h. 202-203
Mohamad Hidayat, The Sharia Economic, (Jakarta: Zikrul Hakim (anggota IKAPI, 2010), cet. I, h. 308
Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), Cet-1, h. 78
Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Ed. 1,
Cet. 3, h. 165
Basu Swashta dan Ibnu Sukojo, Pengantar Bisnis Modern, (Yogyakarta: Liberty, 1999), h. 211
Sudarsono, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 225
Tony Hartono, Mekanisme Ekonomi dalam Konteks Ekonomi Indonesia, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet.1, h. 39-42
Kabid Akademik Drs. H. Asmuni Mth., MA
Al Arif, M. Nur Rianto. Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis .
Bandung: Alfabeta, 2010.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2012.
Muhammad,. Ekonomi Makro Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
BPFEYogyakarta, 2004.
Nasution, Mustawa Edwin dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana, 2007.
Rozalinda. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2014.
118 Suprayitno, Eko. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Al-Arif, N R. 2010. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekoniomi Islam dan Ekonomi
Konvensional. Jakarta: Kencana.
Arjuna, A. 2020. Perilaku Konsumsi dalam Islam. Universitas Darussalam Gontor. Online:
Perilaku Konsumsi dalam Islam – Islamic Economics of Law Department (gontor.ac.id)
Rahayuningsih, K., et all. 2016. Teori Perilaku Konsumsi Islam. Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga. Online: https://azkaindah.blogspot.com/2016/06/makalah-perilaku-
konsumsi-islam.html
https://ejournal.feunhasy.ac.id/jies
https://media.neliti.com/media/publications/70513-ID-produksi-dalam-perspektif-ekonomi-
islam.pdf
https://www.kompasiana.com/syafiraprawestianggelina/5c7b88a1aeebe123a6364edb/
pentingnya-produksi-dalam-islam
Chapra, M. umer, 2000 terj, towards ajust monetarysystem Jakarta: gema insani
press
Dahlan, Abdul Aziz. et.al. (1999).Ensiklopedi Hukum Islam. Cetakan II. Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve.
http://www.Lazbmkt.wordpress.com
Huda, Nurul dan mohamad Heykal. (2010). Lembaga Keuangan Islam, Edisi 1 (cet.
1; Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Karim, Adiwarman Azhar. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi 3, cet.
4., Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Maman, Abdul. (2012) Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana.
Sakti, Ali., (2007). Ekonomi Islam, Jakarta: Paradigma & Aqsa Publishing.
Soemitra, Andri. (2009). Bank & Lembaga Keuangan Syariah, cet. 1; Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Tho’in, M. (2011).Pengaruh Faktor-faktor Kualitas Jasa terhadap Kepuasan Nasabah
di Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Tekun Karanggede Boyolali.MUQTASID Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah, 2(1), 73-89.
Wardani, H. K., & Tho'in, M. (2013).Pengelolaan Baitul Maal Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Negara.Jurnal Akuntansi dan Pajak, 14(01).
Zallum, Abdul Qadim. (1983). Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah. Cetakan I. Beirut :
Darul ‘Ilmi Lil Malayin.
Muhammad. 2002.KebijakanFiskal dan Moneterdalam Ekonomi Islam.
Jakarta .SalembaEmban Patria.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. PengantarIlmu Ekonomi.
Jakarta: LPFE UI.
Rianto, M. Nur. 2010.Teori Makroekonomi Islam.
Bandung: Alfabeta.
Zainuddin, Moh. Anwar. 2013. Kebijakan Ekonomi di Masa KhulafaurRasyidin
.Jakarta: UIN SyafifHidayatullah.
Arwani, A. (2014). HANDOUT: EKONOMI ISLAM.
Arbi, Syafii. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. Jakarta: Djambatan.
2003.
Antonio, M.Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
2001.
Euis Amalia,dkk. Serial Buku Pedoman Praktyekum Fakultas Syariah dan Hukum No 1,
Buku Modul Praktekum Bank Mini, Konsep dan Mekanisme Bank Syariah. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007.
Muhamad. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta. 2000.
Muhammad, Lembaga Ekonomi Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
Muhammad. Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. 2005.
Nejatullah. S, Muhammad. Asuransi di Dalam Islam. Bandung: Pustaka. 1985.
Saladin, Djaslim dan Abdus Salam DZ. Konsep Dasar Ekonomi Dan Lembaga
Keuangan. Bandung: Linda Karya. 2000.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: EKONISIA Kampus
Fakultas Ekonomi UII. 2003.
Agustiano, Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Umat, Jakarta: Niriah, 2008
2009.
Chapra, M.Umar , Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Direktorat Jendral Bisma Islam dan Penyelenggara Haji, UU No.41 Tahun 2004