Anda di halaman 1dari 12

RESUME EKONOMI MAKRO ISLAM

ANALISIS PENDAPATAN NASIONAL DALAM EKONOMI ISLAM

Dosen Pengampu ERNI YUSNITA SIREGAR

KELOMPOK 2:

SANDI PRATAMA: 21080064

RESTU BUAYA DARAT: 21080047

EKONOMI SYARIAH 3C

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pendapatan Nasional

Secara sederhana pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara pada periode tertentu biasanya satu tahun. Istilah yang terkait dengan
pendapatan nasional beragam antara lain; produk domestic bruto (gross domestic product/GDP),
produk nasional bruto (gross national product/GNP), serta produk nasional neto (net national
product/NNP). Perhitungan pendapatan nasional akan memberikan perkiraan GDP secara teratur
yang merupakan ukuran dasar dari performansi perekonomian dalam memproduksi barang dan
jasa. Selain itu perhitungan pendapatan nasional juga berguna untuk menerangkan kerangka
kerja hubungan antara variabel makroekonomi, yaitu; output, pendapatan, dan pengeluaran.

Jenis-jenis pendapatan nasional

 model dua sektor : dihitung dari keterlibatan jumlah konsumsi/pendapatan yang


diperoleh negara dari dua sektor yaitu rumah tangga dan perusahaan
 model tiga sektor: melibatkan unsur pemerintah/perusahaan milik pemerintah
 model empat sektor: melibatkan pajak ekspor dan impor, termasuk devisa negara

Insrumen pendapatan nasional dalam islam yaitu zakat, infaq, wakaf, dan sedekah.

1. Arus barang berupa penyerahan faktor produksi dari rumah tangga konsumen ke rumah
tangga produsen (1) dan penyerahan barang-barang dan jasa dari rumah tangga produsen ke
rumah tangga konsumen(4)
2. Sedangkan arus (flow) uang terjadi penerimaan pendapatan yang diperoleh rumah tangga
konsumen dari rumah tangga produsen (2) pengeluaran yang dilakukan rumah tangga konsumen
pada rumah tangga produsen (3)

Beberapa istilah mengenai pendapatan nasional:

1. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang
diproduksikan oleh faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing.

2. Produk Nasional Bruto (PNB) adalah nilai barang dan jasa yang dihitung dalam
pendapatan nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi
yang dimiliki oleh warga negara itu sendiri.

3. Pendapatan nasional harga berlaku yaitu pendapatan nasional yang dihitung dengan harga
berlaku, yakni nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dari suatu negara dalam satu
tahun dan dinilai menurut harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut.

4. Pendapatan nasional harga tetap (Riil) yaitu pendapatan nasional yang dihitung dengan
harga tetap, yakni harga barang-barang dan jasa-jasa yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang
seterusnya digunakan (sebagai patokan) untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada
tahun-tahun berikutnya.

5. Pendapatan nasional harga pasar yaitu pendapatan nasional yang dihitung dengan harga
pasar, yakni apabila perhitungan nilai barang itu menggunakan harga yang dibayar oleh pembeli.

6. Pendapatan nasional harga faktor yaitu pendapatan nasional yang dihitung bergantung
pada jumlah pendapatan faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut.

B. Perhitungan Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional (Y) dapat dihitung dengan tiga macam pendekatan atau metode, yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.

1. Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Produksi (GDP)

Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi merupakan penjumlahan dari seluruh nilai
barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi masyarakat dalam periode tertentu.
Dengan pendekatan produksi, penghitungan pendapatan nasional dilakukan dengan cara
mengumpulkan data tentang hasil akhir barang-barang dan jasa-jasa untuk suatu periode tertentu
dari semua unit produksi yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut.

Jadi pendapatan nasional menurut pendekatan produksi adalah jumlah nilai tambah semua
barang dan jasa selama satu tahun. Barang dan jasa yang dimaksud adalah barang akhir (final
goods) atau barang jadi (finished goods), artinya barang yang langsung dapat diterima
konsumen. Cara menghitung pendapatan nasional. Dengan cara ini berarti menghitung nilai
tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam
perekonomian.

Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi di Indonesia dilakukan dengan


menjumlahkan semua sektor industri yang ada, sektor industri tersebut dikelompokan menjadi 11
sektor atas dasar ISIC (International Industrial Classification) yang meliputi:

a. Sektor produksi pertanian

b. Sektor produksi pertambangan dan penggalian

c. Sektor industri manufaktur

d. Sektor produksi listrik,gas, dan air minum

e. Sektor produksi bangunan

f. Sektor produksi perdagangan, hotel dan restoran

g. Sektor produksi transportasi dan komunikasi

h. Sektor produksi bank dan lembaga keuangan lainnya

i. Sektor produksi sewa rumah

j. Sektor produksi pemerintah dan pertahanan

k. Sektor produksi jasa lain

2. Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pengeluaran (GNP)


Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan
menjumlahkan nilai pengeluaran yang dilakukan oleh empat pengguna barang dan jasa atau
sering disebut dengan komponen-komponen pengeluaran agregat, yaitu:

a. Rumah tangga berupa konsumsi (C). Nilai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah
tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu tahun tertentu.

b. Perusahaan berupa investasi (I) . Pengeluaran untuk membeli barang modal yang dapat
menaikkan produksi barang dan jasa di masa yang akan datang.

c. Pengeluaran pemerintah (G) . Pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk


menyediakan fasilitas bagi kepentingan masyarakat.

d. Pengeluaran ekspor dan impor (X – M). Nilai Ekspor yang dilakukan suatu negara dalam
satu tahun tertentu dikurangi dengan nilai impornya dalam periode waktu yang sama

Dengan dua pendekatan yang telah disampaikan muncul suatu pertanyaan apakah sama antara
GDP dengan GNP atau adakah perbedaan antara GDP dengan GNP? Secara sederhana dapat
dinyatakan GDP adalah nilai barang jadi yang diproduksi di dalam negeri. Sedangkan di dalam
GNP ada bagian barang atau jasa yang diperoleh dari luar negeri. Misalnya, pendapatan dari
seorang warga negara Indonesia yang bekerja di Amerika adalah bagian dari GNP indonesia
tetapi bukan bagian dari GDP Indonesia karena pendapatan itu tidak dihasilkan di Indonesia.

Dari penjelasan perbedaan GDP dengan GNP di atas, maka ada tiga kondisi yang mungkin
terjadi pada suatu negara:

a. Nilai GDP lebih besar dari GNP (GDP > GNP)

Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar negeri akan lebih sedikit
bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di negara itu 2. Nilai GDP lebih dari kecil
dari GNP (GDP < GNP). Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar
negeri akan lebih besar bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di negara itu.

b. Nilai GDP sama dengan GNP (GDP = GNP)

Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar negeri akan sama besar
bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di negara itu.
C. Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pendapatan (NNP)

Berbeda dengan GNP, maka NNP merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stok modal yang
ada selama periode tertentu. Penyusutan merupakan ukuran dari bagian GNP yang baru di
sisihkan untuk menjaga kapasitas produksi dari perekonomian. Biasanya data GNP lebih banyak
digunakan dibandingkan dengan NNP karena persoalan estimasi penyusutan mungkin tidak teliti
dan juga tidak tersedia dengan cepat sedangkan perkiraan GNP tersedia dalam bentuk sementara.

Pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan merupakan hasil penjumlahan dari seluruh
penerimaan (rent, wage, interest, profit) yang diterima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu
negara selama satu periode. Ditinjau dari pendekatan pendapatan, penghitungan pendapatan
nasional dilakukan dengan cara mengumpulkan data pendapatan yang diperoleh oleh rumah
tangga keluarga. Atau dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor
produksi dalam suatu masyarakat selama satu tahun. Pendapatan ini berupa sewa, upah dan gaji,
bunga, dan laba usaha.

Menghitung Produk Domestik dan Produk Nasional Bruto

Pendapatan nasional dapat dihitung menurut harga yang berlaku dan menurut harga tetap.
Penghitungan menurut harga tetap yang dilakukan di Indonesia pada masa ini menggunakan
harga-harga pada tahun 1993. Kedua cara penghitungan itu menurut harga tetap dan harga yang
berlaku akan ditujukan dalam tabel berikut. Data yang dikemukakan adalah data pendapatan
domestik bruto, pendaptan nasional bruto, dan data pendapatan nasional (yaitu pendapatan
nasional bersih/neto pada harga faktor).

Berdasarkan kepada harga yang berlaku, PDB Indonesia pada tahun 2002 mencapai Rp 1.610
triliun. Pendapatan neto faktor-faktor produksi bernialai negatif, yaitu sebesar Rp-77,8 triliun,
yang berarti Indonesia lebih banyak membayar ke luar dibandingkan dengan penerimaan dari
luar negri. Sebagai akibatnya nilai Produk Nasional Bruto lebih kecil dari Produk Domestik
Bruto yaitu hanya mecapai Rp 1.532,2 triliun. Komponen pengeluaran agregat yang terbesar
adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu sebanyak Rp 1.138,3 triliun dan meliputi 70,7
persen dari pendapatan domestik bruto. Ekspor juga relatif penting peranannya dalam
perekonomian dan nilai mencapai Rp 569,9 triliun dan meliputi 35,4 persen dari produk
domestik bruto. Investasi hanya meliputi 20,2 persen dari PNB dan pengeluaran pemerintah
perannannya lebih kecil lagi, yaitu hanya meliputi 8,2 persen dari PDB.

Konsep pendapatan nasional perlu dibedakan di antara pengertian neto dan bruto. PNB
(Pendapatan Nasional Bruto) perlu dikurangi oleh depresiasi untuk memperoleh pendapatan
nasional neto atau Net National Product (NNP). Selanjutnya NNP dapat dibedakan menurut
harga pasar dan menurut harga faktor. NNP menurut harga faktor adalah pendapatan negara.

Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama
bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana
aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode
tertentu. Dengan kata lain, perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila pendapatan riil
masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun
sebelumnya.

Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan Produk Domestik
Bruto (yang berarti peningkatan Pendapatan Nasional). Untuk menghitung tingkat pertumbuhan
ekonomi, data Pendapatan Nasional yang digunakan adalah data ‘Pendapatan Nasional’ riil (atas
dasar harga konstan) karena dengan penggunaan data ‘Pendapatan Nasional’ riil, pengaruh
perubahan harga terhadap nilai ‘Pendapatan Nasional’ (atas dasar harga berlaku) telah
dihilangkan.

Dengan demikian, maka pertumbuhan Pendapatan Nasional semata-mata hanya mencerminkan


pertumbuhan output yang dihasilkan perekonomian pada periode tertentu. Selain itu, apablila
tujuan perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi seharusnya dihitung dengan data
Pendapatan Nasional riil per kapita.

D. Pendapatan Nasional dalam Perspektif Islam

Pendekatan ekonomi konvensional menyatakan GDP atau GNP riil dapat dijadikan sebagai suatu
ukuran kesejahteraan ekonomi atau kesejahteraan pada suatu negara. Pada waktu GNP naik,
maka diasumsikan bahwa rakyat secara materi bertambah baik posisinya dan sebaliknya,
tentunya setelah dibagi dengan jumlah penduduk (GNP per kapita).

Kritik terhadap GNP sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi muncul dan para pengkritik
mengatakan bahwa GNP per kapita merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak sempurna.
Sebagai contoh, jika nilai output turun sebagai akibat orang- orang mengurangi jam kerja atau
menambah waktu istirahatnya tentunya hal itu bukan menggambarkan keadaan orang itu menjadi
lebih buruk. Penggunaan GDP riil per kapita sebagai ukuran kesejahteraan suatu negara masih
digunakan. Beberapa keberatan penggunaan GDP riil per kapita sebagai indikator kesejahteraan
suatu negara sebagai berikut:

1. Umumnya hanya produk yang masuk pasar yang dihitug dalam GNP. Produk yang
dihasilkan dan dikonsumsi sendiri, tidak tercakup dalam GNP

2. GNP juga tidak menghitung nilai waktu istirahat padahal ini sangat besar pengaruhnya
dalam kesejahteraan. Semakin kaya seseorang akan semakin menginginkan waktu istirahat

3. Kejadiian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP. Padahal kejadian
tersebut jelas mengurangi kesejahteraan

4. Masalah polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP. Banyak sekali pabrik- pabrik yang
dalam kegiatan produksinya menghasilkan polusi air maupun udara. Ini jelas akan merusak
lingkungan

Bagaimana ekonomi Islam mengkritis perhitungan GDP rill per kapita yang dijadikan sebagai
indikator bagi kesejahteraan suatu negara. Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dan
sistem ekonomi lainnya adalah penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang
hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen rohaniah masuk dalam
pengertian falah. Al falah dalam pengertian Islam mengacu pada konsep Islam tentang manusia
itu sendiri. Namun, lebih sering kesejahteraan itu diwujudkan pada peningkatan GNP yang
tinggi, yang apabila dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan per capita income yang
tinggi. Jika hanya itu ukurannya, maka kapitalis modern akan mendapat angka maksimal. Akan
tetapi, pendapatan per kapita yang tinggi bukan satu-satunya komponen pokok yang menyusun
kesejahteraan. Ia hanya merupakan necessary condition dalam isu kesejahteraan dan bukan
sufficient condition.
Dalam Islam, esensi manusia ada pada ruhaniahnya. Karena itu, seluruh kegiatan duniawi
termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi tuntutan fisik jasadiyah
melainkan juga memenuhi kebutuhan ruhani di mana roh merupakan esensi manusia.5

Maka dari itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan,
perhitungan pendapatan nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali bagaimana
interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan
umat.

Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial Islam.6
Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional
berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan
tidak bias7. Empat hal tersebut adalah:

1. Pendapatan nasional harus dapat mengukur peyebaran pendapatan individu rumah tangga

Kendati GNP dikatakan dapat mengukur kinerja kegiatan ekonomi yang terjadi di pasar, GNP
tidak dapat menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari output perkapita. Semestinya,
perhitungan pendapatan nasional Islami harus dapat mengenali penyebaran alamiah dari output
perkapita tersebut, karena dari sinilah nilai-nilai sosial ekonomi Islami bisa masuk. Jika
penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa didetekti secara akurat, maka akan
denganmudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Barangkali inilah yang menjelaskan, ketika pemerintahan SBY memberikan Bantuan Tunai
Langsung (BLT) kepada rakyat miskin, terjadi banyak ketidakpuasan, karena daftar yang nyata
dari rakyat yang dikatagorikan miskin sesungguhnya sangat tidak akurat. Penghitungan dari BPS
didasarkan pada survei yang kurang mencermikan kenyataan sesungguhnya, sementara angka
GNP memang tidak dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah penduduk miskin.

Demikian pula GNP tidak mampu mendeteksi kegiatan produksi yang tidak ditransaksikan di
pasar. Itu artinya kegiatan produktif keluarga yang langsung dikonsumsi dan tidak memasuki di
pasar tidak tercatat di dalam GNP. Padahal kenyataan ini sangat mempengaruhi kesejahtraan
individu. Sesungguhnya angka ini bisa diperoleh melalui satu survei nasional yang menyeluruh.
Pendapatan per kapita yang diperoleh melalui survei demikian, bisa diduga, akan menghasilkan
angka yang lebih besar daripada GNP per kapita.

Persoalan lainnya adalah, di dalam penghitungan GNP konvensional, produksi barangbarang


mewah memiliki bobot yang sama dengan produksi barang-barang kebutuhan pokok.
Maksudnya, produksi beras yang menghasilkan uang Rp 10 juta, sama nilainya dengan produksi
perhiasan emas yang juga menghasilkan Rp10 juta. Maka untuk lebih mendekatkan pada ukuran
kesejahteraan, ekonomi Islam menyarankan agar produksi kebutuhan pokok memiliki bobot
yang lebih berat daripada produksi barang-barang mewah.

Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi di Sektor Pedesaaan.

Sangatlah disadari bahwa tidak mudah mengukur secara akurat produksi komoditas subsisten,
namun bagaimanapun juga perlu satu kesepakatan untuk memasukkan angka produksi komoditas
yang dikelola secara subsisten tersebut ke dalam penghitungan pendaptan nasional. Komoditas
subsisten ini, khususnya pangan, sangatlah penting di negara-negara muslim yang baru dalam
beberapa dekade ini masuk dalam percaturan perekonomian dunia.

Satu contoh betapa tidak sempurnanya perkiraan produksi komoditas subsisten ini adalah, kita
tidak pernah benar-benar dapat mengetahui berapa sesungguhnya pendapatan masyarakat desa
dari sektor subsisten ini. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pembuat kebijakan untuk mengambil
keputusan, khususnya berkaitandengan tingkat kesejahteraan rakyat lapisan bawah yang secara
masa memiliki jumlah terbesar.

Untuk mengetahui tingkat produksi komoditas subsisten ini, harus diketahui terlebih dahulu
tingkat harga yang digunakan. Pada umumnya ada dua jenis harga pasar, yakni harga yang secara
nyata diterima petani atau diharapkan akan diterima oleh petani, dan satu set harga lainnya
adalah nilai yang dibayar oleh konsumen di pasar eceran. Peningkatan produksi pertanian di
tingkat rakyat pedesaan, umumnya justru mencerminkan penurunan harga produk-produk pangan
di tangan konsumen sub-urban, atau sekaligus mencerminkan peningkatan pendapatan para
pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen.

Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu
kelemahan yang harus segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah dalam jumlah
besar, dan di sinilah inti masalah dari distribusi pendatapan.
Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami

Kita sudah melihat bahwa angka rata-rata pendapatan per kapita tidak menyediakan kepada kita
informasi yang cukup untuk mengukur kesejahtraan yang sesungguhnya. Sangat penting untuk
mengekspresikan kebutuhan efektif atau kebutuhan dasar akan barang dan jasa, sebagai
persentase total konsumsi. Hal itu perlu dilakukan karena kemampuan untuk menyediakan
kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih,
rekreasi dan pelayanan publik lainnya, sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagaimana tingkat
kesejahtraan dari suatu negara atau bangsa.

Sungguh menarik untuk mengkaji apa yang dilakukan Nordhaus dan Tobin dengan Measures for
Economics Welfare (MEW), dalam konteks ekonomi barat. Kalau GNP mengukur hasil, maka
MEW merupakan ukuran dari konsumsi rumah tangga yang memberi kontribusi kepada
kesejahtraan manusia. Perkiraan MEW didasarkan kepada asumsi bahwa kesejahtraan rumah
tangga yang merupakan ujung akhir dari seluruh kegiatan ekonomi sesungguhnya sangat
bergantung pada tingkat konsumsinya.

Beranjak dari definisi konsumsi yang ada selama ini, kedua proffesor itu lalu membagi jenis
konsumsi ke dalam tiga katagori:

a. Belanja untuk keperluan publik, seperti membuat jalan, jembatan, jasa polisi dll.

b. Belanja rumah tangga, seperti membeli TV, mobil, dan barang-barang yang habis
dipakai.

c. Memperkirakan berkurangnya kesejahteraan sebagai akibat urbanisasi, polusi, dan


kemacetan.

Disamping tiga kategori di atas, kedua profesor itu juga mambuat tiga tambahan pendekatan lagi,
yakni:

a. Memperkirakan nilai jasa dari barang-barang tahan lama yang dikonsumsi selama
setahun.

b. Memperkirakan nilai dari perkerjaan-pekerjaan yang dilakukan sendiri, yang tidak


melalui transaksi pasar.
c. Memperkirakan nilai dari rekreasi.

Meski MEW ini diukur dalam konteks barat, konsep ini sebenarnya menyediakan petunjuk-
petunjuk yang berharga untuk memperkirakan level kebutuhan hidup minimum secara islami.

Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui
Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.

Kita tahu bahwa GNP adalah ukuran moneter dan tidak memasukkan transfers payments seperti
sedekah. Namun haruslah disadari, sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam masyarakat
islam. Dan ini bukan sekedar pemberian suka rela kepada orang lain namun merupakan bagian
dari kepatuhan dalam menjalankan kehidupan beragama. Di dalam masyarakat Islam, terdapat
satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Meski tidak
mudah memperoleh datanya, upaya mengukur nilai dari pergerakan semacam ini dapat menjadi
informasi yang sangat bermanfaat untuk mendalami bekerjanya system keamanan sosial yang
mengakar di masyarakat islam. Di sejumlah negara muslim, jumlah dan kisaran dari kegiatan dan
transaksi yang didasarkan pada keinginan untuk melakukan amal kebajikan, memiliki peran lebih
penting dibanding negara barat. Tidak hanya karena luasnya kisaran dari kegiatan ekonomi yang
diambil alih oleh keluarga maupaun suku, tetapi juga ada begitu banyak ragam kewajiban
santunan di antara anggota keluarga. Tidak semuanya melibatkan jumlah uang yang besar,
karena yang terjadi kadang-kadang hanya merupakan hibah berupa barang atau jasa yang kecil
nilainya. Ada satu kesenjangan keterikatan antara jasa dan pembayaran, misalnya donasi untuk
pemeliharaan masjid, menggaji imam masjid, kegiatan pedesaan, dan lain-lain. Sehingga penting
untuk menentukan sifat alami dan tingkatan dari amal shadaqah antar saudara. Melalui
peningkatan pencatatan dan sektor tambahan dari aktivitas ini dapat dikaji untuk pengambilan
keputusan.

Dibanding amal sedekah yang sering dikeluarkan umat Islam kepada mereka yang kurang
beruntung, sesungguhnya lebih mudah mengestimasi zakat, satu kewajiban pembayaran transfer
yang paling penting di negara muslim. Kini sedang diupayakan mengukur pendapatan dari zakat
sebagai persentase dari GNP. Pengukuran ini akan sangat bermanfaat sebagai variabel kebijakan
di dalam pengambilan keputusan di bidang sosial dan ekonomi, sebagai bagian dari rancangan
untuk mengentaskan kemiskinan. Pendayagunaan peran zakat untuk mengatasi masalah
kemiskinan di negara-negara muslim kini tengah menjadi agenda negara-negara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai