Anda di halaman 1dari 24

DNFXLW EOXO[ BIM\ O\JBE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Tauhid

EBX\X\F NILJ 1
DLINMWND
FOMO 1 EBFO OMOFEO JOXBK\OF
FBM 1 19127775
XLMLXUL[ 1 BP (Lmpot)

ENXLF WLFCOMW\ 1 Er. B[MO X\[ROFB XB[LCO[, M. O.

W[NC[OM XU\EB MOFOALMLF WLFEBEBDOF BXIOM


XLDNIOJ UBFCCB OCOMO BXIOM FLCL[B
MOFEOBIBFC FOUOI
U.O 2721
DOUO WLFCOFUO[

Assalamu alaikum wr wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Knnsep
Dasar Ilmu Tauhid " ini tepat pada waktunya tanpa halangan suatu apapun.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang.
Assalamu alaikum wr wb

Panyabungan, 03 Maret 2021


Penyusun,

KELOMPOK
EO@UO[ BXB

DOUO WLFCOFUO[................................................................................ i

EO@UO[ BXB............................................................................................... ii
KOK B WLFEOJ\I\OF........................................................................... 1
A. Latar Kelakang...................................................................................... 1
K. [umusan Masalah................................................................................. 1
KOK BB WLMKOJOXOF............................................................................ 8
A. Pengertian Uauhid menurut Lughah dan Bstilah.................................. 3
K. Fama lain dari Blmu Uauhid................................................................ 5
H. Kagaimana Man`aat mempelajari Blmu Uauhid .................................. 6
E. Kahaya tidak memiliki Pemahaman Uauhid....................................... 8

E. Perbedaan Xikap nrang yang Kertauhid dan Atheis............................. 8


KOK BBB WLF\U\W.................................................................................... 11
A. Kesimpulan........................................................................................... 11
K. Xaran...................................................................................................... 11
EO@UO[ W\XUODO
KOK B WLFEOJ\I\
OF
O. Iotor Kliodofc

Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan


diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma’ wa
sifat. Tauhid sendiri berasal dari Bahasa Arab “ wahhada-yuwahhidu-tauhiidan”,
artinya mengesakan atau menunggalkan dari sekian banyak yang ada. Adapun
ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari mengenai kepercayaan tentang Tuhan
dengan segala segi-seginya, yang berarti termasuk didalamnya soal wujud-Nya,
ke-Esaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Syeh M. Abduh mengatakan bahwa, ilmu
tauhid (ilmu kalam) adalah ilmu yang membicarakan wujud Tuhan, sifat-sifat
yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya, sifat-sifat yang
tidak mungkin ada pada-Nya; membicarakan tentang Rosul, untuk menetapkan
keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkankepada mereka, dan sifat-sifat
yang tidak mungkin terdapat pada mereka (Hanafi, 2003: 2).
Pada dasarnya manusia dari sejak lahir berada dalam fitrahnya yaitu,
bertauhid. Namun sesuai perkembangan lingkungan dan orang tuanyalah yang
menentukan selanjutnya. Banyak orang yang beriman namun tanpa didasari
pengetahuan yang memadai. Mereka beribadah namun ada saja yang masih
menyimpang dari ketauhidannya. Apalagi mereka yang berada di penjuru
kampung yang masih banyak mempercayai pohon-pohon yang besar, batu-batuan
yang besar, dan lain sebagainya.
Berangkat dari uraian diatas kami berupaya untuk menjelaskan mengenai
ilmu tauhid dan perangkatnya.

K. [umusof Mosoioj
1. Apa Pengertian Tauhid menurut Lughah dan Istilah ?
2. Apa saja Nama lain dari Ilmu Tauhid ?
3. Bagaimana Manfaat mempelajari Ilmu Tauhid ?
4. Apa saja Bahaya tidak memiliki Pemahaman Tauhid ?

5. Apa Perbedaan Sikap orang yang Bertauhid dan Atheis ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR ILMU TAHID


1. Pengertian Tauhid menurut Lughah dan Istilah
Tauhid menurut Lughah (bahasa) artinya mengetahui dengan sebenarnya
Allah itu Ada lagi Esa.
Sedangkan Menurut istilah, tauhid ialah satu ilmu yang membentangkan
tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-Nya yang wajib, mustahil
dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifat-
sifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah
terhadap keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam”iyat, iaitu
1
perkara yang diambil dari al-Quran dan Hadis dengan yakin.
Dinamakan ilmu ini dengan Tauhid, adalah karena pembahasan –
pembahasanya yang paling menonjol, Ialah pembahasan tentang ke-Esahan
Allah yang menjadi sendi asasi agama Islam, Bahkan sendi asasi bagi segala
agama yang benar yang telah dibawakan oleh para Rosul yang diutus Allah.2
Kemudian ditegaskan oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqadimah
bahwa kata Tauhid mengandung makna keesaan Tuhan. 3 telah dipahami
bersama bahwa setiap cabang ilmu pengetahuan itu telah mempunyai obyek
dan tujuan tertentu karena itu setiap cabang ilmu pengetahuan juga masing-
masing mempunyai batasan-batasan tertentu pula. Demi batasan-batasan
tertentu pengaruhnya adalah sangat besar bagi para ilmuan dan cendikiawan
di dalam membahas, mengkaji, dan menelaah obyek garapan dari suatu
cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian ilmu Tauhid adalah salah satu cabang ilmu studi
keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud Allah dengan

2
Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Ibid,..
3

CetakanIbPneurtaKmha,ld1u9n8,6M), u5q8o9ddimah, Terj. Ahmadie Thoha (Jakarta :


Pustaka Firdaus,
segala sifatnya serta para Rosul-Nya, sifat-sifat dan segala perbuatanya
dengan berbagi pendekatan.
Batasan makna “ Al-Tauhid” menurut bahasa adalah menyakini ke-Esa-
an Tuhan. Atau menganggap hanya ada satu, tidak ada yang lain. Dalam
hubungannya dengan agama Islam, Menurut istilah, Ia bermakna bahwa di
dunia ini hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah Rabbul „alamin. tidak ada yang
disebut Tuhan, atau di anggap sebagai Tuhan, atau di nobatkan sebagai
Tuhan, selain Allah Swt. Jadi semua yang ada disemesta ini, adalah
makhaluk belaka. Tidak ada boleh ada kepercayaan yang menginap dalam
hati, bahwa selain-Nya ada yang pantas atau patut buat dipertuhan. Pula nama
Tuhan selain Allah, Wajib tidak ada . Jika masih ada sedikit aja kepercayaan
selain- Nya, harus dikikis habis. Inilah yang disebut monoteisme. yakni
hanya
4
percaya pada “Satu Tuhan”.
Tauhid mengetahui dan menyaakinkan bahwa Allah itu tunggal tidak ada
sekutunya. Sejarah menunjukan, bahwa pengertian manusia terhadap
terhadap Tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak utusannya nabi adam kepada
anak cucunya. Tegasnya sejak permulaan manusia mendiami bumi ini, sejak
itu telah diketahui dan diyakini adanya dan esanya Allah ta”ala, pencipta
alam ini.5

2. Nama lain dari Ilmu Tauhid

Ilmu Tauhid mempunyai banyak pula nama-nama yang timbul dari


pengarang-pengarang, dan timbul dari kepentingan yang diutamakannya.
Nama-nama itu adalah sebagai berikut:
a. Ilmu Ushuludin
Ushuluddin berasal dari dua kata, ushul dan ad-
din. Ushul merupakan bentuk plural dari kata ashl yang berarti: asal,
pokok, dasar, fundamen. Sedangkan ad-din berarti agama. Jadi,

Moehamad Thahir Badsrie, Syarah Kitab Al-Tauhid Muhammad bin Abdul


5

Wahab (Jakarta : PT. Pustaka Manjimas, 1984), 24-25


<
M. Taib Thahir Abdul Mu”in, Ilmu Kalam (Jakarta : Bumirestu, 1986), 19
perkataan Ushuluddin menurut bahasa berarti pokok-pokok atau
dasar-dasar agama.
Secara istilah dapat diartikan: Ilmu Ushuluddin ialah ilmu yang
membahas tentang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalil-
dalil naqli (al-Qur'an dan as-Sunnah) dan dalil-dalil 'aqli (akal).
Dinamakan demikian karena Ilmu Ushuluddin pembahasannya
adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam
ajaran agama islam.
k. Ilmu 'Aqoid/'Aqoidul-Iman
Kata 'Aqoid berasal dari bahasa Arab, bentuk plural dari
kata 'aqidah, berasal dari kata al-'aqdu yang berarti mengikat
sesuatu. Namun, yang dimaksud dengan 'aqidah disini adalah

sesuatu yang diimani oleh seseorang ( ).

Secara istilah diterangkan dalam kitab Bajuri dan Jam'u al-


Jawami' sebagai:
"pengetahuan yang terikat dalam masalah kejakinan
keagamaan yang diambil dari dalil-dalil syara".

Dalam kitab at-Tauhid Pon-Pes Darussalam disebutkan:

– –

.
Adapun guna mempelajari ilmu Aqo'id adalah untuk
membetulkan dan meneguhkan iman manusia kepada Tuhan Allah
SWT. Iman yang benar akan mengesahkan segala amal ibadah
seperti, sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Dan surga menjadi
pahala balasan di akhirat nanti. Namun jika iman seseorang tidak
dalam posisi yang benar, maka semua amal itu akan sia-sia. Dan di

akhirat nanti neraka sebagai ganjarannya.


Ilmu Aqo'id dinamakan demikian karena pengetahuan ini berisi
satu ikatan mengenai sahnya iman dan islam yang jumlahnya 50,
yang terkenal dengan aqo'id seket. Dengan perincian 20 sifat wajib
bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, satu sifat jaiz bagi Allah, 4
sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul dan satu sifat
mustahil bagi Rasul. Semuanya itu tercantum di dalam kalimat "la
ilaha illa allah".
h. Ilmu Kalam
Kata Kalam berasal dari bahasa Arab sebagai bentuk mashdar
dari kata ( – ) yang berarti perkataan atau kata-kata. Secara
bahasa dapat berarti ilmu tentang kata-kata.
Sedangkan menurut istilah, al-Farabi mendefinisikan:

"ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas zat dan sifat
Allah SWT beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang
berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati
yang berlandaskan doktrin Islma. Stressing akhirnya adalah
memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis".

Ibnu Khodun mendefinisikan:

"ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai


argumentasi tentang aqidah imani yang diperkuat dalil-dalil
rasional".

Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan:


"ilmu yang membahas tentang wujud Allah SWT, tentang sifat-
sifat yang wajib tetap bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz disifatkan
kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang wajib ditiadakan daripada-
Nya. Juga membahas tentang Rasulullah untuk menetapkan
kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada padanya, hal-hal yang
jaiz dihubungkan pada diri mereka dan hal-hal yang terlarang
menghubungkan pada diri mereka".

Mushtofa Abdul Raziq memberikan definisi:


"ilma kalam adalah yang berkaitan dengan aqidah imani ini
sesungguhnya dibangun di atas argumentasi —argumentasi rasional.
Atau ilmu yang berkaitan dengan aqidah Islami ini bertolak atas
bantuan nalar".

Apabila kita perhatikan dengan seksama definisi-definisi yang


dikemukakan oleh para ahli tersebut tentang Ilmu Kalam, ternyata
pendapat mereka tidak jauh beda. Maka penyusun dapat menarik
kesimpulan bahwa Ilmu Kalam itu adalah sebuah disiplin ilmu yang
membahas segala macam masalah ketuhanan dengan menggunakan
logika.
Sedangkan mengenai kenapa dinamakan dengan Ilmu Kalam,
yaitu dikarenakan:
1) Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan tidak lepas
daripada dalil-dalil akal yang sesuai dengan logika, dimana
penampilannya melalui perkataan (kalam) yang jitu dan
tepat. Ahli-ahli Ilmu Kalam adalah orang-orang yang ahli
dalam berbicara, ahli dalam mengemukakan argumentasi
dalam persoalan yang dibahasnya.
2) Persoalan yang terpenting dan ramai dibicarakan serta
diperbincangkan pada masa-masa pertama Islam, terutama
di awal pertumbuhan Ilmu Kalam ialah firman Allah SWT
(kalam Allah SWT) yaitu al-Qur'an. Apakah kalam Allah
SWT itu qodim atau hadis.
Prof. Dr. T. M. Hasbi ash-Shiddiqy menyebutkan alasan ilmu
ini disebut ilmu kalam karena problema yang diperselisihka oleh
para ulama' dalam ilmu ini yang menyebabkan umat islam terpecah
kedalam beberapa golongan adalah masalah kalam Allah atau al-
Quran, apakah ia diciptakan (makhluk) atau tidak (qodim).
d. Fiqh Akbar
Penamaan ini datang dari Abu Hanifah, menurut pendapatnya,
hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua
bagian, pertama fiqh al-akbar yang membahas masalah keyakinan
atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua fiqh al-
ashghor yang membahas masalah hal-hal yang berkaitan dengan
masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya
cabangnya saja.
e. Ilmu Teologi Islam
Kata Teologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu "theos" yang
berarti Tuhan dan "logos" yang berarti ilmu. Oleh karena itu teologi
bermakna ilmu tentang tuhan atau ilmu tentang ketuhanan. Kata
Teologi Islam digunakan oleh penulis-penulis ataupun orientalis
barat untuk menyebut Ilmu Tauhid.
Menurut istilah, William L. Reese mendefinisikan
dengan "discourse or reason concerning God" (diskursus atau
pemikiran tentang Tuhan). Dengan mengutip kata-kata William
Ochaman, Reese lebih jauh mengatakan: "Theology to be discripline
resting of on reνealed truth and independent of both philosophy and

science". (teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang


kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan).
Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah
penjelasan tentang keimanan, perbuatan dan pengalaman agama
secara rasional.
Dalam encyclopedia eνeryman's disebutkan: "science of
religion, dealing therefore with God, and man in his relation to
God" (pengetahuan tentang agama yang hanya membicarakan Tuhan
dan manusia dalam pertaliannya dengan Tuhan.
Sebenarnya Ilmu Teologi Islam ini pengertiannya sama dengan
Ilmu Tauhid. Hanya saja, kata inilah yang sering digunakan oleh
penulis ataupun para orientalis barat.
`. Ilmu Hakekat dan Ilmu Ma'rifat
Penyusun sengaja menggabungkan pembahasan dua ilmu ini
kerana selain untuk lebih ringkas juga pada pembahasannya, dua
ilmu ini saling terikat.
Ilmu Hakekat bisa diartikan secara etimologis sebagai ilmu
sejati. Karena dengan ilmu ini, dapat mengetahui benar-benar akan
Tuhan Allah SWT denga segala sifat-sifat-Nya, dan dengan
keyakinan yang teguh.
Ilmu Ma'rifat diartikan sebagai ilmu sejati. Karena ilmu ini
menjelaskan hakekat (kesejatian) segala sesuatu, sehingga dapat
meyakini akan kepercayaan yang benar (hakiki).
Ilmu Hakikat itu bidang kajiannya ialah tentang alam rohani
atau hati nurani manusia atau mengkaji tentang sifat-safat nafsu.
Sifat-sifat nafsu yang terdiri daripada nafsu amarah, nafsu
lawwamah, nafsu malhamah, nafsu muthmainnah, nafsu radhiyah,
nafsu mardhiyah dan nafsu kamilah. Termasuk juga dalamnya
perihal sifat-sifat gerakan serta dorongan hati. Defisini ilmu hakikat
ialah rasa-rasa hati atau zauq (syu'ur) yang ada di dalam hati atau
jiwa manusia yang sifatnya berubah-ubah dari satu bentuk rasa
kepada rasa yang lain. Bergantung kepada bentuk-bentuk
rangsangan-rangsangan lahir yang artinya kita mulakan dengan
bersyari'at, kemudian bertharikat, seterusnya berhakikat dan
akhirnya berma'rifat.
Semuanya saling berhubungan. Hubungan antara satu dengan yang lain
seolah-olah anak tangga pertama dengan berikutnya, hinggalah selesai di
anak tangga tertinggi sekali. Maksudnya, mula-mula kita memahami syari'at
yaitu peraturannya, yakni mengetahui hukum-hukum. Mana yang halal, mana
yang haram, yang sunah, makruh dan mubah. Juga sah dan batal sama ada
yang mengenai sembahyang, puasa, jihad, dakwah, ekonomi, pendidikan dan
lain-lain. Kemudian apabila kita mengamalkannya bersungguh-sungguh dan
istiqomah. Artinya, jika telah menempuh jalannya yaitu yang dikatakan ilmu
tharikat. Yakni mengamalkan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa
yang dilarang secara serius. Jadi tidaklah salah kalau syari'at itu disebut jalan.
Hanya jalan itu belum ditempuh. Hanya sekedar mengetahuinya terlebih
dahulu. Bila jalan tadi telah ditempuh atau dijalankan, maka dinamakan
tharikat.
Orang yang mendapat ahwal (perubahan jiwa) secara istikomah (tetap,
tidak turun naik), inilah yang dikatakan telah mendapat maqom. Ini ia
mendapat derajat mengikut sifat mahmudah yang diperolehnya. Biasanya ia
berlaku bertahap-tahap. Umpamanya maqom sabar, maqom tawakal, maqom
ridho, sehingga kesemua sifat-sifat mahmudah itu diperoleh secara tetap atau
istiqomah. Boleh jadi ada yang mendapat secara serentak sifat-sifat
mahmudah itu. Inilah yang dikatakan ia telah mendapat hakikat.
Arti lain maksud hakikat itu ialah batin islam atau intipati islam
(lubbun). Bilamana hal-hal hakikat tadi dapat dialami secara kekal
(istiqomah) berterus, bahkan makin menebal dan subur, maka akan
terbukalah nanti rahasia-rahasia ghaib atau rahasia Allah SWT. Ini sangat
sulit untuk digambarkan kecuali dirasai oleh orang-orang yang mengalami
dan merasainya.
Hasil berhakikat pula, kita akan mendapatkan ma'rifat. Yaitu sampai ke
peringkat hal-hal hakikat dapat dialami secara istiqomah. Allah SWT akan
karuniakan satu peringkat puncak yang mana dapat mencapai satu tahap
keyakinan yang tertinggi. Di waktu itu, dia telah sampai ke peringkat
ma'rifat, yakni dapat benar-benar mengenal Allah SWT dan rahasia-rahasia-
Nya. Gelaran untuk mereka ini lebih dikenali sebagai al-'arif billah.
Perumpamaannya adalah seperti berikut. Mula-mula kita semai sebiji
benih. Kemudian ia tumbuh menjadi sebatang pokok. Pokok itu akhirnya
berbuah dan buah itu bila masak memberikan kesedapan rasanya yang tidak
dapat kita ceritakan pada orang yang tidak memakannya. Maka:
a. Biji benih itu umpama syari'at
b. Menanam pokok itu umpama thariqot
c. Buah itu umpama hakikat
d. Rasa buah itu umpama ma'rifat.
Sebab itu dikatakan syari'at menghasilkan thariqot. Tarekat membuahkan
hakikat. Hakikat buahnya adalah ma'rifat. Semuanya saling melengkapi,
perlu-memerlukan, sandar-menyandarkan dan mesti berjalan seiring. Yang
lahir menggambarkan batin. Maka kalau dipisah-pisahkan, akan cacat dan
rusaklah keislaman seseorang itu.

3. Manfaat mempelajari Ilmu Tauhid


Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling pertama harus dipelajari oleh
seorang Muslim. Ilmu tauhid mengajarkan keesaan kepada Allah SWT. Ada
banyak manfaat yang bisa didapatkan dari mempelajari ilmu 6
tauhid. Berikut
ini adalah beberapa manfaat dari mempelajari ilmu tauhid:
a. Menjalankan tujuan hidup yang sebenarnya
Allah menciptakan manusia tidak lain dan tidak bukan hanyalah
untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya


mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

b. Mendapat surga
Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya,
juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya;
begitu juga bersaksi bahwa ‘Isa adalah hamba Allah dan Rasul-
Nya, serta kalimat-Nya (yaitu Allah menciptakan Isa dengan
kalimat ‘kun', -pen) yang disampaikan pada Maryam dan ruh
dari-Nya;

6
Yusran asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raka Grafindo Perseda,1996) hlm.1
juga bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya; maka Allah
akan memasukkan-Nya dalam surga apa pun amalnya.”
(HR. Bukhari, no. 3435 dan Muslim, no. 28)
Dalam sebuah riwayat Al Hasan pernah berkata kepada Al
Farazdaq, ketika ia sedang menguburkan istrinya:
“apa yang engkau persiapkan untuk hari ini (hari kematianmu
kelak)? Al Farazdaq berkata: syahadat Laa ilaaha illallah sejak 70
tahun yang lalu. Lalu Al Hasan berkata: iya benar, itulah bekal.
Namun Laa ilaaha illallah memiliki syarat-syarat. Maka hendaknya

engkau jauhi perbuatan menuduh zina wanita yang baik-baik“


(Majmu' Rasail Ibnu Rajab, 3/47).
Wahab bin Munabbih rahimahullah ditanya, “bukanlah kunci
surga itu adalah Laa ilaaha illallah?”, ia menjawab:
“iya benar, namun setiap kunci itu pasti ada giginya. Jika
engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi, maka akan
terbuka. Namun jika tidak ada giginya, maka tidak akan terbuka“.
c. Diberikan kecukupan dunia dan akhirat
Allah Ta'ala berfirman,
 
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Rasul bersabda,
“Barangsiapa yang mencari ridha Allah saat manusia tidak
suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia.
Barangsiapa yang mencari ridha manusia namun Allah itu murka,
maka Allah akan biarkan dia bergantung kepada manusia .” (HR.
Tirmidzi, no. 2414. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini hasan)
d. Syarat diterimanya amalan
Allah Ta'ala berfirman,
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.”
(QS. Al-Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,
“Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih”,
maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen.). Dan “janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabbnya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan
tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah,
yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Al-Qur'an Al-‘Azhim, 5:201-
202)7
e. Jauh dari dosa besar
Salah satu dosa besar dan tidak terampuni dalam Islam adalah
dosa syirik. Dengan mempelajari ilmu tauhid, maka kita akan
terhindar dari dosa besar tersebut.
Allah Ta'ala berfirman,

“0rang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82).
Ketika turun ayat tersebut, para sahabat pun menanyakan pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata,

“Siapa yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”


3

Ke-VI, HSyaelmkh.3M4 uhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Jakarta : Bulan Bintang,


1976), Cet
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,

  

“Itu bukan seperti yang kalian sangkakan. Yang dimaksud


dengan zalim di situ adalah seperti perkataan Lukman pada
anaknya, “Wahai anakku, janganlah engkau berbuat syirik pada
Allah karena syirik adalah kezaliman yang amat besar .“ (HR.
Bukhari, no. 4776 dan Muslim, no. 124).
f. Mendapat syafaat Rasulullah saw
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuberkata, ada yang bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


– – : 

.
“Katakanlah wahai Rasulullah, siapa yang berbahagia karena
mendapat syafa’atmu pada hari kiamat kelak?” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallammenjawab, “Wahai Abu Hurairah, aku merasa
tidak ada yang bertanya kepadaku tentang hal ini selain engkau.
Yang aku lihat, ini karena semangatmu mempelajari hadits. Yang
berbahagia dengan syafa'atku pada hari kiamat nanti adalah yang

mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya .” (HR.


Bukhari, no. 99)

4. Bahaya tidak memiliki Pemahaman Tauhid


Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-
yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu
satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan makna
tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar
dengan segala kekhususannya. Sementara Ibn Taimiyah mendeskripsikan
tauhid sebagai doktrin yang terikat dalam pengertian tawhid fî al-‘ilm wa al-
qawli wa tawhîd fî al-‘ibadat. Demikian juga halnya dengan konsep
klasifikasi tauhid yang dilakukan oleh Muhammad ‘Abduh yang cenderung
mengacu kepada konsep ontologi tauhid yang melekat pada diri Tuhan
semata dengan formulasi tauhid rububiyah wa tauhid al-asma’ wa al-shifat.
312 Namun kedua konsep tersebut tidak membumi kepada bahasan yang
implementatif dalam tataran dimensi kehidupan manusia sebagaimana yang
dikaji oleh al-Faruqi, tauhid menurutnya adalah pandangan umum tentang
realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia yang mencakup
prinsip dualitas, ideasionalitas, teologi, kemampuan manusia dalam
pengolaham alam dan tanggung jawab penilaian.
Penyimpangan dari akidah tauhid yang benar adalah sumber petaka dan
bencana. Seseorang yang tidak mempunyai akidah yang benar maka sangat
rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan pemikiran.
Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun di atas fondasi
akidah yang benar akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran
materialisme (segala-galanya diukur dengan materi), sehingga apabila mereka
diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas ilmu agama
mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan
keuntungan materi. Jadilah mereka budak-budak dunia, shalat pun mereka
tinggalkan, masjid-masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu
berada bukan kampungnya umat Islam. Alangkah memprihatinkan,
wallaahul
musta'aan (disadur dari At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12)
Oleh karena peranannya yang sangat penting ini maka kita juga harus
mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar. Di antara
penyebab itu adalah:
1. Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar. Hal ini bisa
terjadi karena sikap tidak mau mempelajarinya, tidak mau
mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian yang
dicurahkan untuknya. Ini mengakibatkan tumbuhnya sebuah generasi
yang tidak memahami akidah yang benar dan tidak mengerti
perkara-perkara yang bertentangan dengannya, sehingga yang benar
dianggap batil dan yang batil pun dianggap benar. Hal ini
sebagaimana pernah disinggung oleh Umar bin
Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jalinan agama Islam itu akan
terurai satu persatu, apabila di kalangan umat Islam tumbuh
sebuah generasi yang tidak mengerti hakikat jahiliyah.”

2. Ta’ashshub (fanatik) kepada nenek moyang dan tetap


mempertahankannya meskipun hal itu termasuk kebatilan, dan
meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran nenek
moyang walaupun hal itu termasuk kebenaran. Keadaan ini seperti
keadaan orang-orang kafir yang dikisahkan Allah di dalam ayat-

Nya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah wahyu yang


diturunkan Tuhan kepada kalian!' Mereka justru mengatakan,
‘Tidak, tetapi kami tetap akan mengikuti apa yang kami dapatkan
dari nenek-nenek moyang kami' (Allah katakan) Apakah mereka
akan tetap mengikutinya meskipun nenek moyang mereka itu tidak
memiliki pemahaman sedikit pun dan juga tidak mendapatkan

hidayah?” (QS. Al Baqarah: 170)


3. Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil). Hal ini terjadi dengan
mengambil pendapat-pendapat orang dalam permasalahan akidah
tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya. Inilah kenyataan
yang menimpa sekian banyak kelompok-kelompok sempalan seperti
kaum Jahmiyah, Mu’tazilah dan lain sebagainya. Mereka mengikuti
saja perkataan tokoh-tokoh sebelum mereka padahal mereka itu
sesat. Maka mereka juga ikut-ikutan menjadi tersesat, jauh dari
pemahaman akidah yang benar.
4. Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun
qur’aniyah. Ini terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan
kebudayaan materialistik yang digembar-gemborkan orang barat.
Sampai-sampai masyarakat mengira bahwa kemajuan itu diukur
dengan sejauh mana kita bisa meniru gaya hidup mereka. Mereka
menyangka kecanggihan dan kekayaan materi adalah ukuran
kehebatan, sampai-sampai mereka terheran-heran atas kecerdasan
mereka. Mereka lupa akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah yang
telah menciptakan mereka dan memudahkan berbagai perkara untuk
mencapai kemajuan fisik semacam itu. Ini sebagaimana perkataan
Qarun yang menyombongkan dirinya di hadapan
manusia, “Sesungguhnya aku mendapatkan hartaku ini hanya
karena pengetahuan yang kumiliki.” (QS. Al Qashash: 78). Padahal
apa yang bisa dicapai oleh manusia itu tidaklah seberapa apabila
dibandingkan kebesaran alam semesta yang diciptakan Allah
Ta’ala. Allah berfirman yang artinya, “Allah lah yang
menciptakan kamu
dan perbuatanmu.” (QS. Ash Shaffaat: 96).

5. Perbedaan Sikap orang yang Bertauhid dan Atheis


(Fitria, 2016) Menjelaskan bahwa KH.Hasyim Asy’ari menulis
mengenai Ahlus-sunnah wal jamaah dalam kitabnya Ar-Risalah at-
Tauhidiyah (kitab tentang tauhid) dan Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min
al-‘Aqaid (Syair-syair dalam menjelaskan mengenai Kewajiban-kewajiban
menurut aqidah). Menurut KH.Hasyim Asy’ari, merujuk pada Ar-Risalah al-
Qusyairiyyah, kitab tasawuf yang di tulis oleh al-Qusyairi, dan komentar
kitab ini, ada tiga
tingkatan dalam mengartikan keesaan Tuhan (tauhid): tingkatan pertama
adalah pujian terhadap keesaan Tuhan: tingkatan kedua meliputi pengetahuan
dan pengertian mengenai keesan Tuhan: sementara tingkatan ketiga tumbuh
dari perasaan terdalam (dzawq) mengenai Hakim Agung (al-Haqq).
(Majdid,2018) menjelaskan bahwa Tauhid tingkat pertama dimiliki oleh
orang awam: tingkatan kedua oleh ulama’biasa (ahl-az-zahir), sedangkan
yang ketiga dimiliki oleh para sufi yang telah sampai ke tingkatan
pengetahuan pada Tuhan (ma’rifah) dan mengetahui esensi Tuhan (haqiqah).
Mengenai doktrin ini, KH. Hasyim Asy’ari juga mengutip sabda Rasul
bahwa iman adalah perbuatan yang paling di cintai Tuhan dan menyekutukan
Tuhan adalah kebalikan dari iman. Selain itu dengan mengutip, beberapa
ulama’KH.Hasyim Asy’ari telah mengatakan bahwa percaya kepada
keesaan Tuhan membutuhkan iman dan siapa saja yang tidak memiliki
iman tidak
akan percaya kepada keesaan Tuhan. Definisi ateisme sangat beragam,
seseorang yang tidak mempercayai adanya tuhan dan agama karena tidak
dapat dibuktikan secara empiris atau nyata keberadaannya. Atheisme
mendefinisikan secara luas bahwasanya kepercayaan adanya tuhan maupun
dewa adalah tidak nyata.
Secara terminologi agnostik adalah orang yang memiliki pandangan
bahwa ada atau tidaknya Tuhan tidak dapat diketahui. Agnostik lawan kata
dari gnostik yang artinya berpendapat bahwa Tuhan dapat diketahui sebagai
ada atau tidak. Ateis dan teis lebih berimplikasi pada sikap dan tindakan.
(Valbiant, 2012) menjelaskan bahwa Anda seorang teis jika Anda percaya
Tuhan ada dan segala tindakan Anda dilakukan dengan berpedoman atas
perintahnya, ateis jika Anda tidak menganggap Tuhan ada dan tidak
mendasarkan tingkah laku atas perintahnya. Maka dari itu dapat muncul
empat jenis kombinasi: teis agnostik, mereka yang menyembah Tuhan namun
mengakui Tuhan tidak dapat diketahui; teis gnostik, mereka yang
menyembah Tuhan yang percaya keberadaan Tuhan bisa diketahui; ateis
agnostik, mereka yang tidak percaya Tuhan dan berpendapat ada/tidaknya
Tuhan tidak diketahui; yang terakhir, ateis gnostik, yakni mereka yang tidak
menyembah
Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan memang jelas-jelas tidak ada.
Beranjak dari definisi-definisi tersebut kita bisa melihat bahwa di luar
sana sebenarnya banyak didominasi oleh teis agnostik, yakni mereka yang
tidak yakin bahwa Tuhan ada atau tidak namun melakukan peribadatan untuk
sekedar jagajaga (ini bisa juga merupakan residu ketakutan yang tertanam
sejak kecil akan neraka dan dosa akibat tidak menyembah Tuhan yang benar)
atau alasan lainnya. Agnostisisme tidak menyangkal keberadaan Tuhan
secara mutlak.
Mereka beranggapan bahwa keberadaan Tuhan adalah sesuatu yang tidak
mungkin dapat dinalar oleh akal manusia, dan konsekuensinya adalah
keberadaan Tuhan tidak dapat diketahui dengan cara apapun. Sedangkan
atheisme adalah paham yang menyangkal sama sekali keberadaan Tuhan
karena tidak dapt dibuktikan secara empiris ataupun logis akan keberadaan-
Nya. Dua pemahaman yang sebenarnya sama sekali berbeda. Yang satu tidak
berani atau ragu akan keberadaan Tuhan walaupun ia dapat melihat bukti
ketuhanan dan yang lain sama sekali menolak bukti keberadaan Tuhan
dengan alasan tidak logis.
Konsekuensi atheisme dan agnostik dalam perspektif islam
(Iqbal, 2011) Menjelaskan bahwa Pertama; penyangkalan terhadap
agama apapun yang berkembang. Atau penerimaan terhadap semua
agama sekaligus karena semuanya mungkin benar. Yang manapun
seorang agnostik tidak mungkin dapat menerima doktrin agama, sehingga
pada akhirnya ia hanya akan kembali kepada posisinya yang tidak
beragama. Kedua; tak ada tujuan hidup, kecuali untuk dirinya sendiri.
Atau mengabdikan diri untuk kemanusiaan namun tanpa memiliki
parameter yang baku akan benar dan salah kecuali syahwatnya sendiri.
Bahkan benar dan salah akan selalu menjadi sesuatu yang relatif, dan
tidak ada yang absolut dalam hidup ini.
Kebenaran adalah yang semata-mata nampak di depan mata. Ketiga;
tidak memiliki standar nilai atau moralitas, kecuali syahwatnya sendiri
atau konsensus yang diterima oleh masyarakat. Karena kebenaran adalah
suatu hal yang relatif, maka standar nilai atau moralitas pun akan
menjadi relatif. Perselingkuhan akan dapat dibenarkan dengan alasan
yang tepat,
ini hanya salah satu contoh.
Dari ketiga poin diatas, terlihat jelas kemiripan antara konsekuensi
agnostisisme dengan konsekuensi atheisme terhadap seseorang. Hanya
saja ada perbedaan ideologis yang menjadi latar belakang keduanya,
sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya. Lalu bagaimana Islam
menjawab keraguan dari seorang agnostik? “Dan jika kamu (tetap)
dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba

Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu
dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang

yang benar.” (QS. 2:23)


Sederhana saja. Kalau Al Qur’an bukan bukti nyata keberadaan
Tuhan yang dapat diterima dengan akal sehat, silahkan menjawab
tantangan ini. Kalau tidak bisa memenangkan tantangan ini, jelas berarti
klaim Al Qur’an adalah benar dan ternyata keberadaan Tuhan dapat
diterima dengan akal sehat dalam kapasitasnya. Perlihatkanlah klaim dari
Al Qur’an yang menunjukkan supremasinya diatas akal manusia,
sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala : “Tidaklah mungkin Al
Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu)
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan
hukumhukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di

dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” (QS. 10:37)


Al Qur’an, sebuah bukti nyata yang terang benderang dan
menunjukkan kesalahan pola pikir mereka yang didasari oleh asumsi-
asumsi manusia tanpa kebenaran sama sekali. Namun jika setelah itu,
mereka masih berbantah-bantahan maka selesaikanlah dengan firman
Allah Ta’ala : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya
Allah yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula)
menciptakan yang serupa dengan mereka, dan telah menetapkan waktu
yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka

orang-orang lalim itu tidak menghendaki kecuali kekafiran .” (QS. 17:99)

KOK BBB

WLF\U\W
A. Kesimpulan
Tauhid menurut Lughah (bahasa) artinya mengetahui dengan sebenarnya
Allah itu Ada lagi Esa.
Sedangkan Menurut istilah, tauhid ialah satu ilmu yang membentangkan
tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-Nya yang wajib, mustahil
dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifat-
sifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah
terhadap keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam”iyat, iaitu
perkara yang diambil dari al-Quran dan Hadis dengan yakin.
Ilmu Tauhid mempunyai banyak pula nama-nama yang timbul dari
pengarang-pengarang, dan timbul dari kepentingan yang diutamakannya.
Nama-nama itu adalah sebagai berikut:
1. Ilmu Ushuludin
2. Ilmu 'Aqoid/'Aqoidul-Iman
3. Ilmu kalam
4. Ilmu fiqh akbar
5. Teologi Islam

B. Saran
Adapun saran kami dengan pembuatan makalah ini yaitu agar supaya
orang yang membacanya dapat mengerti dengan materi yang ada, sehingga
dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA
Asmuni Yusran, Ilmu Tauhid, PT Raka Grafindo Perseda, Jakarta .1996
Asy’ari, Ad-durar, hlm.16-17 :Nurcholish Madjid,”Islam, Iman dan Ihsan
sebagai Trilogi Ajaran Islam,”dalam Kontekstualisasi,ed Munawar

Rachman.
Fitria, Zeti (2016) ATHEISME NIETZCHE : Dalam Perspektif Ketauhidan Islam
Menurut Kh. Hasyim Asy'ari.Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel
Surabaya. Retrieved january 01 2019 from http://digilib.uinsby.ac.id/13892/
Ibnu Khaldun.1986. Muqoddimah, Terj. Ahmadie Thoha . Jakarta : Pustaka
Firdaus, Cetakan Pertam.
Imam Zarkasyi, KH. 1994. "Ushuluddin ('aqo'id) 'Ala Madzhab Ahli-s-Sunnah
Wa-l-Jama'ah", Ponorogo: Trimurti Press.
Ismail Raji Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam,
terj. Ilyas Hasan, Atlas Budaya Islam, Bandung: Mizan, 2003
Iqbal, S (2011) Memahami agnostikisme retrieved december 23, 2018. From
https://tajarrud.wordpress.com/2011/04/05/memahami-agnostikisme/
Moehamad Thahir Badsrie.1984. Syarah Kitab Al-Tauhid Muhammad bin Abdul
Wahab . Jakarta : PT. Pustaka Manjimas.
Muhammad Abduh Syekh, Risalah Tauhid, Jakarta : Bulan Bintang, 1976
M. Taib Thahir Abdul Mu”in.1986. Ilmu Kalam . Jakarta : Bumirestu
Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Valbiant (2012) apa itu agnostik dan perbedaan dengan atheis retrieved december
23, 2018. From https://andabertanyaateismenjawab.
wordpress.com/2012/10/14/apa-itu-agnostik-apa-perbedaannya
denganatheis/

Anda mungkin juga menyukai