Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara
alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah Agama yang berjudul
Tauhid dan Ilmu Kalam. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian kompre bagi mahasiswa UIN Raden
Intan Lampung khususnya fakultas Tarbiyah dan Keguruan prodi Pendidikan Bahasa Inggris.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari
teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan
masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen penguji pada bidang Agama
yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini. Dan tidak lupa untuk rekan rekan
mahasiswa peserta ujian kompre khususnya kelompok 1 atas kerjasama tim yang begitu kompak,
Semoga kita semua lulus dalam melaksanakan ujian.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Tauhid…………………………………………………………………..………
2. Pengertian Ilmu kalam……………………………………………………………………...
3. Nama – nama lain dari Ilmu Kalam………………………………………….……………
4. Dasar atau dalil tauhid Ilmu Kalam…………………………………...……………………
5. Ruang lingkup tauhid ilmu kalam…………………………….……………………………
B. Sejarah Ilmu Kalam
D. Akhlak
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil‘ālamīn yang mencakup berbagai pedoman
hidup bagi manusia dan mengatur seluruh kegiatan yang dilakukan sebagai dasar dari
kebenaran. Islam sebagai agama setidaknya memiliki dua sumber pedoman dalam
ajarannya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Setiap muslim pasti menginginkan keyakinannya
sejalan dengan sumber ajaran agama untuk menciptakan ketenangan dan kebahagiaan.
Al-Qur’an yang bersifat umum ia terbuka terhadap segala bentuk penafsiran yang tidak
akan melenceng dari makna yang sebenarnya. Berbagai ilmu pengetahuan bermunculan
setelah perkembangan Islam semakin pesat dan mendunia, diantaranya ilmu kalam, ilmu
fikih, ilmu hadits, ilmu tafsir, sejarah, dan bahasa Arab. Salah satu ilmu pengetahuan
yang muncul dan berkembang adalah ilmu kalam. Persoalan ilmu kalam pada masa
Rasulullah dapat dilihat dalam bentuk ajakan Rasulullah kepada umatnya untuk
berTauhīd, melarang perbuatan syirik yang menyekutukan Allah, meyakini kenabian dan
hal-hal yang berkaitan dengan kenabian, menyinggung golongan-golongan agama yang
pada masa itu memiliki kepercayaan yang tidak benar.
Sebagai disiplin keilmuan Islam, ilmu kalam telah tumbuh dan menjadi bagian
dari tradisi kajian tentang agama Islam yang mengarahkannya pada segi-segi ketuhanan
dan derivasinya. Ilmu kalam menduduki posisi yang signifikan dalam tradisi umat Islam,
terbukti dengan adanya perkembangan dalam penyebutan nama-nama lain dari ilmu
kalam, seperti Ilmu Aqāid (ilmu akidah-akidah), Ilmu Uṣūl al-Dīn (ilmu pokok-pokok
agama), dan Ilmu Tauhīd (ilmu tentang kemahaesaan tuhan). Dikatakan Ilmu Aqāid
karena permasalahan yang dbicarakan adalah masalah akidah dan kepercayaan dalam
agama Islam. Dinamai Ilmu Uṣūl al-Dīn karena objek kajiannya adalah masalah sendi-
sendi atau dasar-dasar ajaran agama Islam. Disebut Ilmu Tauhīd karena tujuan pokok dari
ilmu ini adalah meng-Esakan Allah SWT, baik dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya.
Dinamai Ilmu Kalam karena masalah yang dibicarakan pada masa itu adalah Kalam
Allah, atau dalam rangka memperkuat pendapat para mutakallimīn (ahli ilmu kalam)
yang mengandalkan kemahiran dalam berbicara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tauhid ?
2. Apa yang dimaksud dengan ilmu kalam ?
3. Bagaimana sejarah timbulnya ilmu kalam ?
4. Apa yang dimaksud dengan akhlak ?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu tauhid.
2. Untuk mengetahui apa itu ilmu kalam.
3. Untuk mengetahui timbulnya sejarah ilmu kalam.
4. Untuk mengetahui apa itu akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
1
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen P & K, 1989),
, h. 1091.
2
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus,Ibid, h. 6
3
A. Hanafi, Pengantar Tauhid Islam (Jakarta : Pustaka al-Husna Baru, 2003), h. 1.
4
Syarh Tsalatsatil Ushul,...h.39.
namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan saja.5 Jubaran Mas’ud menyatakan bahwa tauhid bermakna beriman
kepada Allah, Tuhan yang Esa, atau juga sering disamakan dengan kata “ “ )الالهاالهللا
tiada Tuhan SelainAllah). Fuad Iframi Al-Bustani juga menerangkan hal yang sama.
Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa Allah itu bersifat Esa. Syahminan Zaini
juga turut menjelaskan tentang apa itu tauhid, menurut beliau tauhid berasal dari kata
“wahhada”(( ”وحدyuwahhidu”(( يوحدTauhidan” ( داYY توحي,( yang berarti mengesakan
Allah SWT.6
Menurut Syeikh Muhammad Abduh, tauhid merupakan suatu ilmu
yangmembahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya,
sifatsifatyang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali
wajibdilenyapkan pada-Nya.Juga membahas tentang rasul-rasul Allah,
meyakinkankerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada
mereka, danapa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.7
Kata tauhid berasal dari kata-kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan, yang artinya
mengesakan, menyatukan. Jadi, tauhid adalah suatu agama yang mengesakan Allah.
Arti kata tauhid adalah mengesakan, yang dimaksud dengan mengesakan Allah Swt
adalah dzat-Nya, sifat-Nya, asma‟-Nya dan af‟al-Nya. 8
5
Syarh Tsalatsatil Ushul,Ibid. h. 48.
6
8Syahminan Zaini, Kuliah Akidah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983), h.54.
7
Yusron Asmuni, Op.cit., h. 2
8
Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam, Malang, UIN-MALIKI PRESS, 2010, hlm. 13
surah al-Fath, kalama Allah diartikan janji atau ketentuan Allah SWT yang harus
diikuti oleh seluruh umat manusia.9
Secara etimologis, kata “ilmu kalam” berasal dari bahasa Arab, ‘ilm al-kalam.
Lafadz tersebut berbentuk tarkib idhafi, atau susunan mudhaf (yang disandarkan)
dan mudhafilayh (yang menjadi sandaran), yaitu: ‘ilm (pengetahuan) dan al-
kalam (perdebatan). Dalam bahasa Arab, tarkib idhafi mempunyai makna
menyandarkan maksud lafadz pertama kepada lafadz kedua yang menjadi sandaran.
Dalam konteks ini, lafadz al-kalam menjadi sandaran lafadz ‘ilm, sehingga
makna ‘ilm disandarkan pada al-kalam.
Lafadz ‘ilm, dalam bahasa Arab adalah ma’rifah (pengetahuan)
dan fahm (pemahaman). Lembaga bahasa Arab Mesir, mengartikan
lafadz ‘ilm sebagai akumulasi permasalahan dan dasar yang menyeluruh tentang
sesuatu pembahasan, yang dibahas dengan metode kajian tertentu, dan berkahir
dengan (lahirnya) teori dan hukum. Sedangkan lafadz al-kalam yang digunakan
dalam pembahasan ini, menurut Abu Bakar al-Razi (w. 240 H/855 M) diambil dari
lafadz al-kalam yang berarti al-jurh (cacat atau kelemahan). Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh al-Taftazani (w. 783 H/1391 M). Dari analisis terhadap penjelasan
al-Taftazani yang lain, dapat disimpulkan, bahwa lafadz al-kalam dapat di-Inggris-
kan dengan dialectic, yang berarti diskusi atau perdebatan. Kata dialectic sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yaitu dialektike, yang berarti perdebatan dengan tujuan
untuk membantah argumentasi lawan atau mengarahkan lawan pada kontradiksi,
dilema dan paradoks-paradoks.
Sedangkan Ilmu kalam secara terminologi adalah suatu ilmu yang membahas
berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan filsafat.
Selain itu, definisi Ilmu Kalam juga mempunyai banyak pendapat, antara lain:
9
Ensiklopedi Islam 2, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 345.
“Ilmu ini ( Ilmu Kalam ) yang berkaitan dengan akidah imani ini sesungguhnya
dibangun di atas argumen-argumen rasional atau ilmu yang berkaitan dengan akidah
isami ini bertolak atas bantuan nalar”.
b. Al-Farabi
راج
ِ Yإلخ ْ يرY ِ Yالسآلم والقَي ِد االخ
ِ ت منَ المبْداء واام َعاد على قَانُون
ِ صفات ِه واحوا ِل ال ُممكنا
ِ ت هللاِ تَعالى َو ُ الكالَ ُم عل ٌم يُب َح
ِ ث فيه عن ذا
لهي لِلفالسفَ ِة
ِّ ال ِع ِلم ا ِإل
“Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah beserta eksistensi
semua yang memungkinkan, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai
masalah sesudah mati yang berlandasan doktrin islam. Stressing akhirnya artinya
memproduksi ilmu ketuhanan secara Fil.
Ilmu tauhid mempunyai beberapa nama dan penamaan itu muncul sesuai dengan
aspek pembahasan yang ditonjol oleh pembahas yang memberikan nama tersebut.
a. Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, soal-soal yang
wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah dan Rasul-Nya, serta mengupas dalil-dalil yang
mungkin sesuai dengan akal, guna membuktikan adanya zat yang mewujudkan,
kemudian juga mengupas dalil-dalil sam’iyat guna mempercayai sesuatu dengan
yakin. Sebab dinamai ilmu Tauhid dikarenakan ilmu ini membahas keesaan Allah.
b. Ilmu Ushuluddin
Ushuluddin adalah serangkaina kata yang terdiri dari ushul dan ad-din.
Ushul adalah jama’ dari ashl yang berarti pokok, dasar, fundamen sedangkan ad-
din artinya adalah agama. Jadi perkataan Ushuluddin menurut loghatnya berarti
pokok atau dasar-dasar agama. Alasan dinamai dengan ilmu Ushuluddin yaitu
karena ilmu ini membahas tentang prinsip-prinsip agama Islam.
c. Ilmu Aqaid
d. Ilmu Ma’rifah
Ma’rifah artinya adalah pengenalan atau mengenal. Dalam Islam, tentang
ilmu ketuhanan ini sering disebut dengan ilmu Ma’rifah karena ilmu ini
membahas terhadap hal-hal yang berkenaan dengan sifat-sifat-Nya yang wajib,
mustahil, dan jaiz bagi-Nya.
e. Theology Islam
Ilmu tauhid mengaji tentang zat dan sifat Allah, perihal kenabian, kematian, dan
kehidupan, kiamat dan segala hal yang terjadi di hari kiamat. Kajian utama ilmu tauhid
adalah tentang Allah Yang Qadim (terdahulu, tanpa ada pemulaan).
“Tauhid adalah pengesaan Allah Yang Qadim dari menyerupai makhluk-Nya.” Ilmu
tauhid adalah ilmu yang paling utama, karena yang dikaji adalah Allah, Sang Pencipta,
Yang Maha Esa. Ilmu ini wajib dipelajari oleh setiap yang berakal. Ulama ilmu ini adalah
ulama yang paling utama.
ِ َ ثُ َّم بِال َّدالَئِ ِل ْال َع ْقلِيَّ ِة َو ْالبَ َرا ِه ْي ِن ْالقِي،ار ال َّرسُوْ ِل
اسيَّ ِة ِ َ ثُ َّم بِأ َ ْخب،ت هللاِ تَ َعالَى ِمنَ ْالقُرْ آ ِن
ِ وأَ ْه ُل النَّظَ ِر فِ ْي هَ َذا ْال ِع ْل ِم يَتَ َم َّس ُكوْ نَ أَ َّوالً بِآيَا.
َ
Ahli nadhar (nalar) dalam ilmu akidah ini pertama kali berpegangan pada ayat-
ayat Al-Qur'an, kemudian dengan hadits-hadits Rasul, dan terakhir pada dalil-dalil
rasional dan argumentasi-argumentasi analogis.
1. Al-Qur'an
Al-Qur'an al-Karim adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil. Al-Qur'an
adalah dalil yang membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad dan dalil yang
membuktikan benar dan tidaknya suatu ajaran. Al-Qur'an juga merupakan kitab Allah
terakhir yang menegaskan pesan-pesan kitab-kitab samawi sebelumnya. Allah
memerintahkan dalam al-Qur'an agar kaum Muslimin senantiasa mengembalikan
persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya:
2. Hadits
Hadits adalah dasar kedua dalam penetapan akidah-akidah dalam Islam. Tetapi
tidak semua hadits dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah. Hadits yang dapat
dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati,
dan dapat dipercaya oleh para ulama. Sedangkan hadits yang perawinya masih
diperselisihkan oleh para ulama, tidak dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah
sebagaimana kesepakatan para ulama ahli hadits dan fuqaha yang mensucikan Allah
dari menyerupai makhluk. Menurut mereka, dalam menetapkan akidah tidak cukup
didasarkan pada hadits yang diriwayatkan melalui jalur yang dha'if, meskipun
diperkuat dengan perawi yang lain.
Hadits mutawatir ialah hadits yang disampaikan oleh sekelompok orang yang
banyak dan berdasarkan penyaksian mereka serta sampai kepada penerima hadits
tersebut, baik penerima kedua maupun ketiga, melalui jalur kelompok yang banyak
pula. Hadits yang semacam ini tidak memberikan peluang terjadinya kebohongan. Di
bawah hadits mutawatir, adalah hadits masyhur.
Tauhid An-Nubuwwah
Tauhid An-Nubuwwah ialah diambil dari kata Nabi. Kaprikornus dalam tauhid
Nubuwah disini mengkajia akan segala hal yang mengenai wacana rasul atau nabi.
Dan berdasarkan hasil kesimpuan bahasan dalam tauhid Nubuwah adalah:
a) Tentang Rasul
b) Tentang Nama-Nama Rasul
c) Tentang Sifat Rasul
Tauhid Ar-Ruhaniyyah
Tauhid Ar-Ruhaniyyah berasal dari kata Ruhhun yang mana disini mengkaji akan
segala hal yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak kasap mata. Maka dari itu disini
dibahas akan beberapa hal yaitu:
a) Tentang Malaikat
b) Tentang Jin
c) Tentang Syaithon
d) Tentang Iblis
Tauhid As-Sam’iyyat
Assam’iyyat berdasarkan bahasa berarti sesuatu yang ghaib yang Istimewa
untuk sanggup diketahui secara benar dengan cara ikhbari (berita yang didengar),
yakni apa yang didengar dan diberitakan oleh Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Atau dalam arti lain suatau kasus yang tertera dalam al-
Qur’an dan disebut dalam hadits Nabi saw sedangkan kasus itu tidak sanggup
diterima oleh kebijaksanaan insan biasa atau sesuatu yang ghaib yang tidak sanggup
ditangkap oleh panca indra insan biasa tapi harus dipercayai oleh setiap muslim
cerdik dan baligh. Adanya kasus ini demi untuk meyakinkan kepastian adanya risalah
yang dibawa Rasulallah saw.
Hal yang menyangkut sam’iyyat ini aneka macam diantaranya adanya para
Malaikat, kitab kitab yang diturunkan kepada para nabi, adanya qadha dan qadar,
adanya mukjizat mukjizat yang diberikan kepada para nabi, menyakini bahwa nabi
Muhammad saw itu ialah nabi terakhir dan nabi yang paling sempurna, adanya hari
kiamat, siksa kubur, pahala dan dosa, hari kebangkitan, hari dikumpulkan insan di
padang mahsyar, syafaat Nabi saw, hari perhitungan, hari pertimbangan, telaga,
jembatan (shirat), nirwana dan neraka, Arsy, Kursi, Lauhul Mahfudh, penarikan Al-
Qur’an, Isra’ Mi’raj, kehidupan para syuhada’ dalam kubur, dan lain lainnya.
Semua ini ialah sam’iyyat atau kasus yang bekerjasama dengan alam ghaib
yang tidak sanggup ditangkap oleh panca indara insan biasa, tidak sanggup dilihat,
tidak sanggup diraba dan kita Istimewa untuk mendengar dari kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi saw dan hadisth dia atau semua yang telah diterangkan oleh
para nabi sehubungan dengan kasus tadi. Perkara kasus ini ialah ujian bagi insan
selama dia hidup di dunia. Manusia diuji apakah dikala di dunia dia beriman kepada
hal hal yang ghaib, yang mana semuanya itu tidak tampak ataukah dia
mengingkarinya.
Pembahasan Dalam Ilmu Tauhid.
Aspek pokok dalam ilmu Tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah
Yang Maha Sempurna. Karena itu, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu tauhid
yang pokok adalah :
Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau termasuk pula masalah
takdir.
Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara
manusia dan Allah, atau disebut pula wasithah. Meliputi : Malaikat,
Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci.
Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga
ma’ad, meliputi : surga, neraka, dan sebagainya.
Dalam hal ini, akal digunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga
terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah Faktor yang muncul dari luar umat islam, Disamping
faktor internal mendorong dan mempengaruhi kemunculan persoalan-persoalan kalam
juga ada faktor eksternal berupa paham-paham keagamaan non muslim tertentu yang
mempengaruhi dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam. Seperti:
Faktor-faktor timbulnya aliran-aliran ilmu kalam secara garis besar terbagi dua
yaitu,
a) Nazzara, melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan merenungkan. Misalnya
QS. Qaf : 6,
ٍ فَلَ ْم يَ ْنظُرُوا إِلَى ال َّس َما ِء فَوْ قَهُ ْم َك ْيفَ بَنَ ْينَاهَا َو َزيَّنَّاهَا َو َما لَهَا ِم ْن فُر
ُوج
“Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikitpun?” (QS. Qaf :6 )
b) Tadabbara, dalam arti merenungkan sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat,
antara lain QS. Ṣad : 29,
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Ṣad : 29)
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat al-Quran, sehingga berbeda
dalam menafsirkan pula. Mufassir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadis
yang shahih, sementara mufassir yang lain penafsiranya belum menemukan hadis yang
shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan
rasional belaka tanpa merujuk kepada hadis.
3) Persoalan politik
2. Aliran Syiah
Syiah dalam bahasa Arab artinya ialah pihak, puak, golongan, kelompok atau
pengikut sahabat atau penolong. Pengertian itu kemudian bergeser mempunyai pengertian
tertentu. Setiap kali orang menyebut syiah, maka asosiasi pikiran orang tertuju kepada
syiah-ali, yaitu kelompok masyarakat yang amat memihak Ali dan dan memuliakannya
beserta keturunannya. Kelompok tersebut lambat laun membangun dirinya sebagai aliran
dalam Islam. Adapun ahl al-bait adalah “family rumah nabi”. Menurut syiah yang
dinamakan ahl bait itu adalah Fatimah, suaminya Ali, Hasan dan Husein anak
kandungnya, menantu dan cucu-cucu Nabi, sedang isteri-isteri nabi tidak termasuk Ahl
10
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 33
alBait.11 Tokoh-tokoh Aliran Syiah: Jalaludin Rakhmat, Haidar Bagir, Haddad Alwi,
Nashr bin Muzahim, Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy‟ari.
Sejak jaman Rasulullah serta khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khatab, belum
pernah ditemukan adanya satu golongan politik atau golongan agama yang memiliki
banyak pengikut, memiliki karakter dan identitas khusus dan memiliki target yang jelas.
Golongan itu baru muncul pada masa Khalifah Utsman. Mereka adalah orang-orang yang
setia pada Ali, yang menganggap bahwa kekhalifahan Ali berdasarkan Nash Al-quran
dan wasiat dari Rasulullah SAW, baik yang disampaikan secara jelas maupun samar.
Menurut mereka seharusnya tampuk kepemimpinan diduduki oleh Ali dan keturunannya,
serta tidak boleh lepas darinya. Para ulama masih berbeda pendapat mengenai asal-usul
Syi‟ah dan perkembangannya.
Menurut Prof. Walhus, akidah Syi‟ah banyak terpengaruh oleh ajaran Yahudi,
bukan persia karena mengingat pendirinya adalah Abdullah bin Saba‟ yang berasal dari
Yahudi. Sementara pendapat Prof. Dawzi cenderung pada pendapat yang menyatakan
bahwa pendiri Islam adalah orang Persia, karena orang Arab bebas memeluk agama.
Menurut Prof. Ahmad Amin, Syiah sudah muncul sebelum orang-orang Persia masuk
Islam, tetapi masih belum ekstrim seperti sekarang. Mereka hanya berpendapat bahwa
Ali lebih utama dari sahabat lainnya. Kemudian pemahaman Syiah ini berkembang
seiring perkembangan zaman dan adanya kasus pembunuhan-pembunuhan yang
mengatas namakan Syiah.12
3. Aliran Jabbariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan
mengharuskannya melaksanakan sesuatu atau secara harfiah dari lafadz aljabr yang
berarti paksaan. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Aljabbar (dalam bentuk
mubalaghah), itu artinya Allah Maha Memaksa. Selanjutnya kata jabara setelah ditarik
menjadi jabariyah memiliki arti suatu aliran. Lebih lanjut Asy- Syahratsan menegaskan
bahwa paham Al jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang
11
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm.52
12
Ahmad Nahraei Abdus Salam, Ensiklopedia Imam Syafi‟i, (Jakarta: Hikmah, 2008), hlm. 95
sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, Dengan kata lain manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.13
Secara istilah, jabbariyah berarti menyandarkan perbuatan manusia kepada Allah
SWT. Jabariyyah menurut mutakallimin adalah sebutan untuk mahzab al-kalam yang
menafikkan perbuatan manusia secara hakiki dan menisbatkan kepada Allah SWT
semata.14
Doktrin-doktrin jabbariyah
Manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
Kalam Tuhan adalah makhluk
Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat
Surga Neraka tidak kekal15
4. Aliran Qaddariyah
Qadariyah berasal dari kata “qodara” yang artinya memutuskan dan kemampuan
dan memiliki kekuatan, sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam. Qadariyah adalah
nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan penekanan terhadap
kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam
paham Qadariyah manusia dipandang mempunyai Qudrat atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk kepada Qadar atau pada Tuhan.
Adapun menurut pengertian terminologi Qodariyyah adalah suatu aliran yang
mempercayai bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini
juga berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendak sendiri. Berdasarkan
pengertian tersebut, qodariyyah merupakan nama suatu aliran yang memberikan suatu
penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya.16
13
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal (Surabaya: Bina Ilmu, 2006), hlm. 71
14
Muhammad Maghfur, Koreksi Atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil: Al-Izzah, 2002),
hlm.41.
15
Achmad Surya, Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah (Achmadsurya.id1945.com)
16
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), hlm.
Asal Usul Aliran Qadariyah
Sekilas pemahaman Qadariyah ini sangat ideal dan sesuai dengan ajaran
Islam. Di samping benar menurut logika, juga didasarkan pada ayat-ayat alqur‟an
dan hadis yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih dan
menentukan perbuatannya sendiri. Akan tetapi jika kita mendalami ajaran Al-
quran dan Hadis secara komprehensif serta memerhatikan realitas kehidupan
sehari-hari, maka akan tampak jelas bahwa paham Qadariyah yang tidak
mempercayai adanya takdir adalah mengandung berbagai kelemahan dan telah
menyimpang dari ajaran Islam yang benar.17 Tokoh-tokoh Aliran Qadariyah:
Ma‟bad al-Jauhani dan Ghailan al-Dimasyqi.
Doktrin-doktrin Aliran Qadariyah
Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya
sendiri
Dalam memahami takdir aliran Qadariyah terlalu Liberal
Aliran Qadariyah mengukur keadilan Allah dengan barometer
keadilan
manusia Paham ini tidak percaya jika ada takdir dari Allah.18
5. Aliran Mu’tazillah
Kata mu‟tazilah berasal dari kata I‟tazala dengan makna yang berarti
menjauhkan atau memisahkan diri dari sesuatu. Kata ini kemudian menjadi nama
sebuah aliran di dalam ilmu kalam yang para sarjana menyebutnya sebagai
Mu‟tazillah berdasarkan peristiwa yang terjadi pada Washil ibn Atha (80 H/699
M- 131 H/748 M) dan Amr ibn Ubayd dengan al-Hasan al-Bashri. Dalam majlis
pengajian al-Hasan al-Bashri muncul pertanyaan tentang orang yang berdosa
besar bukanlah mu‟min dan juga bukanlah orang kafir, tetapi berada diantara dua
posisi yang istilahnya al Manzillah bayn al-manzilatayn. Dalam uraian di atas bisa
17
Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim Sehari-Hari Dari Lahir Sampai Mati, (Jakarta:
WahyuQolbu, 2016), hlm. 140
18
Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim…, hlm. 141
dipahami pemimpian tertua di aliran Mu‟tazillah adalah Washil ibn Atha. Ada
kemungkinan washil ingin mengambil jalan tengah antara khawarij dan murjiah,
melainkan berada di dua posisi. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa orang
yang berdosa besar itu masih ada imannya tetapi tidak pula dapat dikatakan
mu‟min karena ia telah berdosa besar. Orang yang serupa itu apabila meninggal
dunia maka ia akan kekal di dalam neraka, hanya azabnya saja yang lebih ringan
dibandingkan orang kafir. Itulah pemikiran Washil yang pertama sekali muncul.19
6. Aliran Asy’ariyyah
19
Ibn Rusyd, 7 perdebatan utama dalam teologi islam (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 30
20
Tsuroya Kiswali, Al-Juwaini: Peletak dasar teologi rasional dalam islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 9
Asy‟ariyah adalah nama aliran di dalam islam, nama lain dari aliran ini adalah
Ahlu Sunnah wal Jamaah.28 Aliran Asy‟ariyyah adalah aliran teologi yang
dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali ibn Islmail alAsy‟ari. Ia
dilahirkan di Bashrah, besar dan wafat di Baghdad (260-324 H). Ia berguru pada Abu
Ali al-Jubbai, salah seorang tokoh Mu‟tazillah yang setia selama 40 tahun. Setelah itu
ia keluar dari Mu‟tazillah dan menyusun teologi baru yang berbeda dengan
Mu‟tazillah yang kemudian dikenal dengan sebutan Asy‟ariyyah, yakni aliran atau
paham Asy‟ari. Kasus keluarnya Asy‟ari ini menurut suatu pendapat karena ia
bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang berkata kepadaya, bahwa Mu‟tazillah itu
salah dan yang benar adalah pendirian al-Hadis.21
7. Aliran Maturidiyyah
21
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 85
22
Abu Muhammad Waskito, Mendamaikan Ahlus Sunnah Di Nusantara, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm.
80
Nama Maturidiyyah diambil dari nama tokoh pertama yang tampil mengajukan
pemikiran sendiri. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud
al-Maturidi. Beliau lahir di Samarkand pada pertengahan kedua abad kesembilan
Masehi kedua abad ke-9 M dan meninggal tahun 944 M.
Aliran Maturidiyyah yang dikatakan tampil sebagai reaksi terhadap pemikiran-
pemikiran mu‟tazzilah yang rasional itu, tidaklah seluruhnya sejalan dengan
pemikiran yang yang diberikan oleh al-asy‟ari. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa pemikiran teologi asy‟ari sangat banyak menggunakan makna teks nash agama
(Quran dan Sunnah), maka Maturidiyyah dengan latar belakang mazhab Habafi yang
dianutnya banyak menggunakan takwil.23
24
Muhammad Arifin Ilham, ensiklopedia tasawuf imam al-ghazali (Jakarta: Hikmah, 2009), hlm. 320
bagi mereka, karena yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam
arti mengetahui Tuhan.
D. AKHLAK
1. Pengertian Akhlak
Kata akhlak secara etimologi, berasal dari bahasa Arab „khalaqa‟, yang asalnya
dari kata „khuluqun‟ yang artinya perangai, tabiat, adat dan juga sebanding kata
„khalqun‟ yang berarti kejadian, buatan atau ciptaan.25 Dengan demikian, secara
kebahasaan istilah akhlak dapat berarti perangai, adab, tabiat atau sistem perilaku
yang dibuat.
Menurut Ibrahim Karim Zainuddin, akhlak adalah nilai-nilai dan sifatsifat yang
tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan pertimbangan, seseorang dapat menilai
padanya baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.26
Akhlak secara bahasa adalah mashdar dari akhlaqa- yukhliquikhlaqan, artinya
sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi mazid af‟ala – yuf‟ilu- if‟alan yang berarti
al-sajiyah(perangai), at-thabi‟ah (kelakuan, tabi‟at, watak dasar), al-adat (kebiasaan,
kelaziman),al-muru‟ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).27
Dengan pengertian secara bahasa tersebut, pengertian akhlak mencangkup sifat-
sifat yang baik maupun buruk, bergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai
landasannya. Hal ini tanpa menafikan kenyataan sosiologis di Indonesia yang
mengasosiasikan kata akhlak dengan konotasi yang baik. Sehingga jika mengatakan
bahwa seseorang berakhlak, maka maksudnya adalah orang tersebut mempunyai
akhlak yang baik.
Akhlak secara istilah adalah keadaan jiwa yang kuat yang melahirkan perbuatan-
prbuaatan dengan mudah dan gampang tanpa butuh pemikiran daan angan-angan.
Keadaan jiwa ini boleh jadi melaahirkan perbuatanperbuatan terpuji, maka itu adalah
akhlak yang baik, dan boleh jadi melahirkan perbuatan-perbuatan yang tercela, maka
itulah akhlak yang buruk.
25
Wahid ahmadi, Risalah akhlak, panduan perilaku muslim modern ( solo: 2004), hlm. 13
26
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta:LPPI, 1999), hlm.2.
27
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.1.
2. Perbedaan Akhlak dengan Etika dan Susila
Perbedaan antara etika, moral, susila dan akhlak adalah terletak padasumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk, yaitu:
28
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak Tasawuf (Surabaya: UINSA Press, 2013) h.65-67
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dankawasan
pembahasannya, yaitu:
Akhlak Pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka
hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya
dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang
utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu
manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai
kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.
Akhlak Berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban
orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik
untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak,
setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung
jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk
memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang.
Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri,
kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan
kemuliaan.Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih
berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.
Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan
engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna
dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat. Dan coba ketahuilah bahwa
saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta
kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira
bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan
anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan
berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya
disetiap keperluan.
Akhlak Bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika
orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan
menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib
atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga. Pendidikan
kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan,
kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat.
Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu
sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan
saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan
perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai
anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma-
norma kesusilaan yang berlaku.
Akhlak Bernegara
Akhlak Beragama
Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri
manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran intuisisme dalam
penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran ini tampak
kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan atau
pembentukan dan pendidikan.
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah
yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan
mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-
pengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri
keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-unsur
yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya
adalah ;
a) Instink (naluri)
b) Kebiasaan
29
Hamzah Ya‟qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hlm. 57.
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak
adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan
adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi
mudah dikerjakan.30 Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang
kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi
karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara
berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering diulangulang.
c) Keturunan
e) Hati nurani
2. Faktor ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang
mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ;
a. Lingkungan
b. Pengaruh keluarga
c. Pengaruh sekolah
d. Pendidikan masyarakat
b) Syukur Nikmat
Selain itu kita juga wajib bersyukur akan nikmat nikmat Allah yang
lain. Seperti nikmat badan yang senantiasa sehat, pikiran yang selalu bahagia,
kemudahan kemudahan dan kecukupan. Sehingga nikmat-nikmat ini harus
kita syukuri dengan sebaik-baiknya.Contoh seorang yang mensyukuri nikmat
adalah menggunakan kesehatan dengan hal-hal yang positif menggunakan
pikiran untuk berdzikir kepada Allah dan memikirkan kebesaran Allah.
c) Tawadhu’
d) Haya’ / Pemalu
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada
agama bagi orang yang tidak memmegang janji.” (HR. Ahmad).
f) Zuhud
6. Akhlak Mazmumah
Akhlakul mazmumah merupakan lawan kata dari akhlakul karimah yaitu mempunyai
arti akhlak yang tidak terpuji ataupun akhlak yang buruk. Sedangkan akhlakul Karimah
yaitu sikap atau sifat yang berlaku sebaliknya. Jadi ketika kita melakukan akhlakul
karimah maka kita melakukan hal-hal yang diridhoi Allah dan yang hal-hal yang di
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Sebaliknya Akhlakul mazmumah adalah mempunyai sifat ataupun sikap yang tidak
disukai Allah tidak dilalui Rasulullah dan cenderung tidak sesuai dengan syariat.
Suudzon dua suku kata yang memiliki arti berburuk sangka. Dua kata
tersebut suu’ yang artinya buruk dan dzon yang memiliki arti prasangka.
Suudzon merupakan buah dari pikiran pikiran negatif seperti riya’, sombong,
kufur nikmat, hasad dan sifat-sifat tercela yang lainnya.
ًت ِم ْن أَ ِخ ْيكَ سُوْ ًء َوأَ ْنتَ ت َِج ُد لَهَا فِي ْال َخي ِْر َمحْ َمال
ْ الَ تَظُنَّ َّن بِ َكلِ َم ٍة َخ َر َج
b) Sombong
Sombong atau takabur merupakan salah satu dari akhlakul mazmumah. Sifat
sombong ini dapat menjauhkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena sombong
berpikiran bahwa apa yang terjadi merupakan hasil dari kerja kerasnya.
Dalam hal lain orang yang sombong memandang bahwa selain dirinya
tidak lebih baik dan dirinya lebih baik dari orang lain. Seperti perkataan iblis
kepada manusia dia mengatakan bahwa dirinya lebih mulia dari manusia karena
dia diciptakan dari api sedangkan manusia diciptakan dari tanah.
c) Hasad
Salah satu sifat dari akhlakul madzmumah yang banyak dimiliki di hati
seseorang adalah sifat hasad. Yaitu keadaan hati yang tidak ridho jika orang lain
mendapat nikmat Allah dan berusaha untuk melenyapkan dan berharap nikmat
tersebut dimilikinya.
d) Riya’
Riya’ adalah sifat ingin dilihat manusia akan amal baiknya sehingga
mereka akan memujinya dan agar ia dipandang tinggi derajatnya diantara
mereka. Sifat ini sangat rentan menyerang hati manusia yang gila hormat dan
jabatan.
e) Kufur nikmat
َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َشكَرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد
DAFTAR PUSTAKA
Amin Rais, Tauhid Sosial Formula Menggempur Kesenjangan, Mizan Bandung 1998, hlm. 36.
Dja‟far Sabran, Risalah Tauhid, Cipitat: Mitra Fajar Indonesia, 2006, hlm. 1.
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen P & K, 1989), , h. 1091.
https://islam.nu.or.id/post/read/86477/sumber-ilmu-tauhid-dan-kedudukannya-di-antara-ilmu-
ilmu-lain
http://abasawatawalla01.blogspot.co.id/2013/06/ilmu-kalam.html.
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.
Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim Sehari-Hari Dari Lahir Sampai Mati,
(Jakarta: WahyuQolbu, 2016), hlm. 140
Ibn Rusyd, 7 perdebatan utama dalam teologi islam (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 30
Tsuroya Kiswali, Al-Juwaini: Peletak dasar teologi rasional dalam islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 9
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran: Dari Khawarij Ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi (Jakarta:
Kencana, 2004), hlm. 99
Wahid ahmadi, Risalah akhlak, panduan perilaku muslim modern ( solo: 2004), hlm. 13
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak Tasawuf (Surabaya: UINSA Press, 2013) h.65-67
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma‟ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1975), hlm. 35.