Anda di halaman 1dari 47

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara
alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah Agama yang berjudul
Tauhid dan Ilmu Kalam. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian kompre bagi mahasiswa UIN Raden
Intan Lampung khususnya fakultas Tarbiyah dan Keguruan prodi Pendidikan Bahasa Inggris.

Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari
teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan
masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.

Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen penguji pada bidang Agama
yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini. Dan tidak lupa untuk rekan rekan
mahasiswa peserta ujian kompre khususnya kelompok 1 atas kerjasama tim yang begitu kompak,
Semoga kita semua lulus dalam melaksanakan ujian.

Bandar Lampung, April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Tauhid Ilmu Kalam

1. Pengertian Tauhid…………………………………………………………………..………
2. Pengertian Ilmu kalam……………………………………………………………………...
3. Nama – nama lain dari Ilmu Kalam………………………………………….……………
4. Dasar atau dalil tauhid Ilmu Kalam…………………………………...……………………
5. Ruang lingkup tauhid ilmu kalam…………………………….……………………………
B. Sejarah Ilmu Kalam

C. Aliran - aliran Ilmu Kalam

D. Akhlak

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil‘ālamīn yang mencakup berbagai pedoman
hidup bagi manusia dan mengatur seluruh kegiatan yang dilakukan sebagai dasar dari
kebenaran. Islam sebagai agama setidaknya memiliki dua sumber pedoman dalam
ajarannya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Setiap muslim pasti menginginkan keyakinannya
sejalan dengan sumber ajaran agama untuk menciptakan ketenangan dan kebahagiaan.
Al-Qur’an yang bersifat umum ia terbuka terhadap segala bentuk penafsiran yang tidak
akan melenceng dari makna yang sebenarnya. Berbagai ilmu pengetahuan bermunculan
setelah perkembangan Islam semakin pesat dan mendunia, diantaranya ilmu kalam, ilmu
fikih, ilmu hadits, ilmu tafsir, sejarah, dan bahasa Arab. Salah satu ilmu pengetahuan
yang muncul dan berkembang adalah ilmu kalam. Persoalan ilmu kalam pada masa
Rasulullah dapat dilihat dalam bentuk ajakan Rasulullah kepada umatnya untuk
berTauhīd, melarang perbuatan syirik yang menyekutukan Allah, meyakini kenabian dan
hal-hal yang berkaitan dengan kenabian, menyinggung golongan-golongan agama yang
pada masa itu memiliki kepercayaan yang tidak benar.
Sebagai disiplin keilmuan Islam, ilmu kalam telah tumbuh dan menjadi bagian
dari tradisi kajian tentang agama Islam yang mengarahkannya pada segi-segi ketuhanan
dan derivasinya. Ilmu kalam menduduki posisi yang signifikan dalam tradisi umat Islam,
terbukti dengan adanya perkembangan dalam penyebutan nama-nama lain dari ilmu
kalam, seperti Ilmu Aqāid (ilmu akidah-akidah), Ilmu Uṣūl al-Dīn (ilmu pokok-pokok
agama), dan Ilmu Tauhīd (ilmu tentang kemahaesaan tuhan). Dikatakan Ilmu Aqāid
karena permasalahan yang dbicarakan adalah masalah akidah dan kepercayaan dalam
agama Islam. Dinamai Ilmu Uṣūl al-Dīn karena objek kajiannya adalah masalah sendi-
sendi atau dasar-dasar ajaran agama Islam. Disebut Ilmu Tauhīd karena tujuan pokok dari
ilmu ini adalah meng-Esakan Allah SWT, baik dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya.
Dinamai Ilmu Kalam karena masalah yang dibicarakan pada masa itu adalah Kalam
Allah, atau dalam rangka memperkuat pendapat para mutakallimīn (ahli ilmu kalam)
yang mengandalkan kemahiran dalam berbicara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tauhid ?
2. Apa yang dimaksud dengan ilmu kalam ?
3. Bagaimana sejarah timbulnya ilmu kalam ?
4. Apa yang dimaksud dengan akhlak ?

C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu tauhid.
2. Untuk mengetahui apa itu ilmu kalam.
3. Untuk mengetahui timbulnya sejarah ilmu kalam.
4. Untuk mengetahui apa itu akhlak.
BAB II

PEMBAHASAN

A. TAUHID ILMU KALAM


1. Pengertian Tauhid
Tauhid dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sebuah kata benda yang
memiliki arti ke-Esaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Perkataan
tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada ( ‫ ( وحد‬Yuwahhidu ( ‫( يوحد‬
1
Tauhidan ( ‫)توحدا‬.
Secara etimologis, tauhid berarti ke-Esaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah
SWT adalah Esa, Tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang
digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu ke-Esaan Allah, mentauhidkan berarti
mengakui akan keesaan Allah, meng-Esakan Allah.2 Kata Tauhid terdiri dari
perkataan “Theos” artinya Tuhan, dan “logos”yang berarti ilmu (science, study,
discourse). Jadi theologi berarti ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan. Definisi
theologi yang diberikan oleh para ahli-ahli ilmu agama antara lain dari Fergilius
Ferm, yaitu: The discipline which concernsGod (or the Divine Reality) and God’s
relation to the world (Tauhid ialah pemikiran sistematis yang berhubungan dengan
alam semesta).3
Kalimat Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il Wahhada-
Yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali
diikuti dengan penafian, Yaitu menafikan segala sesuatu selainsesuatu yang kita
jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya”.4
Secara istilah, makna Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya. Dari makna ini sesungguhnya
dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi
berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain,

1
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen P & K, 1989),
, h. 1091.
2
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus,Ibid, h. 6
3
A. Hanafi, Pengantar Tauhid Islam (Jakarta : Pustaka al-Husna Baru, 2003), h. 1.
4
Syarh Tsalatsatil Ushul,...h.39.
namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan saja.5 Jubaran Mas’ud menyatakan bahwa tauhid bermakna beriman
kepada Allah, Tuhan yang Esa, atau juga sering disamakan dengan kata “ ‫“ )الالهاالهللا‬
tiada Tuhan SelainAllah). Fuad Iframi Al-Bustani juga menerangkan hal yang sama.
Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa Allah itu bersifat Esa. Syahminan Zaini
juga turut menjelaskan tentang apa itu tauhid, menurut beliau tauhid berasal dari kata
“wahhada”(‫( ”وحد‬yuwahhidu”(‫( يوحد‬Tauhidan” ( ‫دا‬YY‫ توحي‬,( yang berarti mengesakan
Allah SWT.6
Menurut Syeikh Muhammad Abduh, tauhid merupakan suatu ilmu
yangmembahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya,
sifatsifatyang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali
wajibdilenyapkan pada-Nya.Juga membahas tentang rasul-rasul Allah,
meyakinkankerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada
mereka, danapa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.7
Kata tauhid berasal dari kata-kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan, yang artinya
mengesakan, menyatukan. Jadi, tauhid adalah suatu agama yang mengesakan Allah.
Arti kata tauhid adalah mengesakan, yang dimaksud dengan mengesakan Allah Swt
adalah dzat-Nya, sifat-Nya, asma‟-Nya dan af‟al-Nya. 8

2. Pengertian Ilmu Kalam


Menurut ahli tata bahasa Arab, kalam adalah kata atau lafaz dengan bentuk
majemuk (ketentuan atau perjanjian). Secara teknis, kalam adalah alasan atau
argumen rasional untuk memperkuat perkataan. Secara tata bahasa, kalam merupakan
kata umum tentang perkataan, sedikit atau banyak, yang dapat digunakan untuk setiap
bentuk pembicaraan (likulli ma yatakallamu bihi); atau ekspresi suara yang berturut-
turut hingga pesan-pesan suara itu jelas maksudnya. Dalam ayat 144 surah al-A’raf,
menyebut bi kalami yang ditujukan kepada Nabi Musa AS, menurut al-Baidawi
maksudnya bi kalami iyyaka (Aku berbicara langsung kepadamu). Dalam ayat 15

5
Syarh Tsalatsatil Ushul,Ibid. h. 48.
6
8Syahminan Zaini, Kuliah Akidah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983), h.54.
7
Yusron Asmuni, Op.cit., h. 2
8
Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam, Malang, UIN-MALIKI PRESS, 2010, hlm. 13
surah al-Fath, kalama Allah diartikan janji atau ketentuan Allah SWT yang harus
diikuti oleh seluruh umat manusia.9

Secara etimologis, kata “ilmu kalam” berasal dari bahasa Arab, ‘ilm al-kalam.
Lafadz tersebut berbentuk tarkib idhafi, atau susunan mudhaf (yang disandarkan)
dan mudhafilayh (yang menjadi sandaran), yaitu: ‘ilm (pengetahuan) dan al-
kalam (perdebatan). Dalam bahasa Arab, tarkib idhafi mempunyai makna
menyandarkan maksud lafadz pertama kepada lafadz kedua yang menjadi sandaran.
Dalam konteks ini, lafadz al-kalam menjadi sandaran lafadz ‘ilm, sehingga
makna   ‘ilm disandarkan pada al-kalam.
Lafadz ‘ilm, dalam bahasa Arab adalah  ma’rifah (pengetahuan)
dan fahm (pemahaman). Lembaga bahasa Arab Mesir, mengartikan
lafadz ‘ilm sebagai akumulasi permasalahan dan dasar yang menyeluruh tentang
sesuatu pembahasan, yang dibahas dengan metode kajian tertentu, dan berkahir
dengan (lahirnya) teori dan hukum. Sedangkan lafadz al-kalam yang digunakan
dalam pembahasan ini, menurut Abu Bakar al-Razi (w. 240 H/855 M) diambil dari
lafadz al-kalam yang berarti al-jurh (cacat atau kelemahan). Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh al-Taftazani (w. 783 H/1391 M). Dari analisis terhadap penjelasan
al-Taftazani yang lain, dapat disimpulkan, bahwa lafadz al-kalam dapat di-Inggris-
kan dengan dialectic, yang berarti diskusi atau perdebatan. Kata dialectic sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yaitu dialektike, yang berarti perdebatan dengan tujuan
untuk membantah argumentasi lawan atau mengarahkan lawan pada kontradiksi,
dilema dan paradoks-paradoks.

 Sedangkan Ilmu kalam secara terminologi adalah suatu ilmu yang membahas
berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan filsafat.
Selain itu, definisi Ilmu Kalam juga mempunyai banyak pendapat, antara lain:

a.  Mustofa Abdul Rozaq


‫ث فىالعقَائ ِد االسالَميَّ ِة اعتمادًا على ال َع ْق ِل‬ ُ َّ‫ان ه َذاالعل ُم يعْتمد علَى الب َرا ِه ْينَ ال َعقلِيَّة في َما يَتعل‬.
ُ ْ‫ق بِا ال َعقا ئ ِد ا ِالي َمانيّة ايِّالبح‬ َّ

9
Ensiklopedi Islam 2, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 345.
“Ilmu ini ( Ilmu Kalam ) yang berkaitan dengan akidah imani ini sesungguhnya
dibangun di atas argumen-argumen rasional atau ilmu yang berkaitan dengan akidah
isami ini bertolak atas bantuan nalar”.

b.   Al-Farabi
‫راج‬
ِ Y‫إلخ‬ ْ ‫ير‬Y ِ Y‫السآلم والقَي ِد االخ‬
ِ ‫ت منَ المبْداء واام َعاد على قَانُون‬
ِ ‫صفات ِه واحوا ِل ال ُممكنا‬
ِ ‫ت هللاِ تَعالى َو‬ ُ ‫الكالَ ُم عل ٌم يُب َح‬
ِ ‫ث فيه عن ذا‬
‫لهي لِلفالسفَ ِة‬
ِّ ‫ال ِع ِلم ا ِإل‬
“Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah beserta eksistensi
semua yang memungkinkan, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai
masalah sesudah mati yang berlandasan doktrin islam. Stressing akhirnya artinya
memproduksi ilmu ketuhanan secara Fil.

c. Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai berikut:


‫َّاج عن ال َعقائد االيما نِيّ ِة باِأل ِدلّ ِة ال َعقليّ ِة‬ َ َ‫هُ َو ِع ْل ٌم يَت‬
َ ‫ض َّمن الحج‬
“Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagaiargumentasi tentang
akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional”.

3. Nama lain dari ilmu kalam

Ilmu tauhid mempunyai beberapa nama dan penamaan itu muncul sesuai dengan
aspek pembahasan yang ditonjol oleh pembahas yang memberikan nama tersebut.

Adapun selain nama Ilmu Kalam terdapat beberapa nama lainnya :

a. Ilmu Tauhid

Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, soal-soal yang
wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah dan Rasul-Nya, serta mengupas dalil-dalil yang
mungkin sesuai dengan akal, guna membuktikan adanya zat yang mewujudkan,
kemudian juga mengupas dalil-dalil sam’iyat guna mempercayai sesuatu dengan
yakin. Sebab dinamai ilmu Tauhid dikarenakan ilmu ini membahas keesaan Allah.
b. Ilmu Ushuluddin

Ushuluddin adalah serangkaina kata yang terdiri dari ushul dan ad-din.
Ushul adalah jama’ dari ashl yang berarti pokok, dasar, fundamen sedangkan ad-
din artinya adalah agama. Jadi perkataan Ushuluddin menurut loghatnya berarti
pokok atau dasar-dasar agama. Alasan dinamai dengan ilmu Ushuluddin yaitu
karena ilmu ini membahas tentang prinsip-prinsip agama Islam.

“Ilmu Ushuluddin adalah ilmu yang membahas padanya tentang prinsip-prinsip


kepercayaan agama dengan dalil-dalil qath’I dan dalil-dalil akal fikiran”

c. Ilmu Aqaid

Aqaid artinya simpulan – buhul, yakni kepercayaan yang tersimpul dalam


hati. Aqaid adalah jama’ dari aqidah. M. Hasby As Sidiqi menjelaskan dalam
bukunya tentang maudhu’ tahid, dia mengatakan bahwa maudhu’tauhid adalah
pokok pembicaraan ilmu tauhid yaitu aqidah yang diterangkan dalil-dalilnya.Jadi,
ini dinamakan dengan ilmu Aqaid disebabkan ilmu ini berbicara tentang
kepercayaan Islam. Syekh Thahir Al Jazairy menerangkan : “Aqidah Islam ialah
hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan atas
kebenarannya “

d. Ilmu Ma’rifah
Ma’rifah artinya adalah pengenalan atau mengenal. Dalam Islam, tentang
ilmu ketuhanan ini sering disebut dengan ilmu Ma’rifah karena ilmu ini
membahas terhadap hal-hal yang berkenaan dengan sifat-sifat-Nya yang wajib,
mustahil, dan jaiz bagi-Nya.

e. Theology Islam

Penulis-penulis barat banyak menggunakan sebutan theology Islam, tentang


ilmu Kalam, baik dari segi loghat maupun istilah. Theology terdiri dari dua kata
yaitu “theos” yang berarti Tuhan dan “logos” yang berarti ilmu. Oleh karena itu
theology bermakna ilmu tentang tuhan atau ilmu tentang ketuhanan.
4. Dalil ilmu kalam

Ilmu tauhid mengaji tentang zat dan sifat Allah, perihal kenabian, kematian, dan
kehidupan, kiamat dan segala hal yang terjadi di hari kiamat. Kajian utama ilmu tauhid
adalah tentang Allah Yang Qadim (terdahulu, tanpa ada pemulaan).

Syekh Al-Khatib al-Baghdady meriwayatkan bahwa Imam Junaid al-Baghdady berkata:  

‫التَّوْ ِحيد إ ْف َرا ُد القَ ِدي ِْم ِمن المحدث‬   

“Tauhid adalah pengesaan Allah Yang Qadim dari menyerupai makhluk-Nya.” Ilmu
tauhid adalah ilmu yang paling utama, karena yang dikaji adalah Allah, Sang Pencipta,
Yang Maha Esa. Ilmu ini wajib dipelajari oleh setiap yang berakal. Ulama ilmu ini adalah
ulama yang paling utama.  

Imam al-Ghazali dalam Ar-Risalah al-Laduniyyah mengatakan:  

ِ َ‫ ثُ َّم بِال َّدالَئِ ِل ْال َع ْقلِيَّ ِة َو ْالبَ َرا ِه ْي ِن ْالقِي‬،‫ار ال َّرسُوْ ِل‬
‫اسيَّ ِة‬ ِ َ‫ ثُ َّم بِأ َ ْخب‬،‫ت هللاِ تَ َعالَى ِمنَ ْالقُرْ آ ِن‬
ِ ‫وأَ ْه ُل النَّظَ ِر فِ ْي هَ َذا ْال ِع ْل ِم يَتَ َم َّس ُكوْ نَ أَ َّوالً بِآيَا‬.
َ  

Ahli nadhar (nalar) dalam ilmu akidah ini pertama kali berpegangan pada ayat-
ayat Al-Qur'an, kemudian dengan hadits-hadits Rasul, dan terakhir pada dalil-dalil
rasional dan argumentasi-argumentasi analogis.  

Berikut adalah rincian dalil-dalil tersebut secara hirarkis:  

1. Al-Qur'an  

Al-Qur'an al-Karim adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil. Al-Qur'an
adalah dalil yang membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad dan dalil yang
membuktikan benar dan tidaknya suatu ajaran. Al-Qur'an juga merupakan kitab Allah
terakhir yang menegaskan pesan-pesan kitab-kitab samawi sebelumnya. Allah
memerintahkan dalam al-Qur'an agar kaum Muslimin senantiasa mengembalikan
persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya:  

‫ إِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى هللاِ َوال َّرسُو ِل‬ 


Artinya: “Kemudian jika kalian  berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).” (QS. al-Nisa' :
59).   Mengembalikan persoalan kepada Allah, berarti mengembalikannya kepada Al-
Qur'an. Sedangkan mengembalikan persoalan kepada Rasul, berarti
mengembalikannya kepada sunnah Rasul  yang shahih.  

2. Hadits  

Hadits adalah dasar kedua dalam penetapan akidah-akidah dalam Islam. Tetapi
tidak semua hadits dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah. Hadits yang dapat
dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati,
dan dapat dipercaya oleh para ulama. Sedangkan hadits yang perawinya masih
diperselisihkan oleh para ulama, tidak dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah
sebagaimana kesepakatan para ulama ahli hadits dan fuqaha yang mensucikan Allah
dari menyerupai makhluk. Menurut mereka, dalam menetapkan akidah tidak cukup
didasarkan pada hadits yang diriwayatkan melalui jalur yang dha'if, meskipun
diperkuat dengan perawi yang lain.

  Al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi  sebagaimana dikutip Syekh Abdullah Al-


Harary dalam kitabnya Sharihul Bayan menyatakan:  

ِ ‫ق َعلَى تَوْ ثِي‬


‫ْق‬ ِ َ‫ث النَّبَ ِويَّ ِة ْال َمرْ فُوْ َع ِة ْال ُمتَّف‬
ِ ‫ص َّح ِمنَ ْاالَ َحا ِد ْي‬ َ ‫صفَةُ ِهللِ بِقَوْ ِل‬
َ ‫ص َحابِ ٍّي اَوْ تَابِ ِع ٍّي إِالَّ بِ َما‬ ِّ ‫ُت ال‬ُ ‫الَ ت َْثب‬
ٌ ‫ ِدي‬Y‫ ا َء َح‬Y‫ ِه َو َج‬Y‫ف فِ ْي‬Y
‫ ُر‬Yَ‫ْث آخ‬ ٌ Yَ‫ْق ُر َواتِ ِه َحتَّى لَوْ َو َر َد إِ ْسنَا ٌد فِ ْي ِه ُم ْختَل‬ ِ َ‫ْف َوالَ بِ ْال ُم ْختَل‬
ِ ‫ف فِ ْي تَوْ ثِي‬ َّ ‫ فَالَ يُحْ تَجُّ بِال‬،‫رُواتِهَا‬
ِ ‫ض ِعي‬ َ
‫ْض ُدهُ فَالَ يُحْ تَجُّ بِ ِه‬
ِ ‫ يَع‬ 

Artinya: Sifat Allah tidak dapat ditetapkan berdasarkan pendapat seorang


sahabat atau tabi'in. Sifat Allah hanya dapat ditetapkan berdasarkan hadits-hadits Nabi 
yang marfu', yang perawinya disepakati dapat dipercaya. Jadi hadits dha'if dan hadits
yang perawinya diperselisihkan tidak dapat dijadikan hujjah dalam masalah ini,
sehingga apabila ada sanad yang diperselisihkan, lalu ada hadits lain yang
menguatkannya, maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.  

Al-Hafizh al-Baihaqi juga mengutip dalam kitabnya al-Asma' wa al-Shifat dari


al-Hafizh Abu Sulaiman al-Khaththabi, bahwa sifat Allah itu tidak dapat ditetapkan
kecuali berdasarkan nash al-Qur'an atau hadits yang dipastikan keshahihannya.  
Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits mutawatir,
yaitu hadits yang mencapai peringkat tertinggi dalam keshahihan.

Hadits mutawatir ialah hadits yang disampaikan oleh sekelompok orang yang
banyak dan berdasarkan penyaksian mereka serta sampai kepada penerima hadits
tersebut, baik penerima kedua maupun ketiga, melalui jalur kelompok yang banyak
pula. Hadits yang semacam ini tidak memberikan peluang terjadinya kebohongan.   Di
bawah hadits mutawatir, adalah hadits masyhur.

Hadits masyhur dapat dijadikan argumentasi dalam menetapkan akidah karena


dapat menghasilkan keyakinan sebagaimana halnya hadits mutawatir. Hadits masyhur
ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dari generasi pertama hingga
generasi selanjutnya. Al-Imam Abu Hanifah dan pengikutnya menetapkan syarat bagi
hadits yang dapat dijadikan argumentasi dalam hal-hal akidah harus berupa hadits
masyhur. Dalam risalah-risalah yang ditulisnya dalam hal-hal akidah, Abu Hanifah
membuat hujjah dengan sekitar empat puluh hadits yang tergolong hadits masyhur.
Risalah-risalah tersebut dihimpun oleh al-Imam Kamaluddin al-Bayadhi al-Hanafi
dalam kitabnya, Isyarat al-Maram min 'Ibarat al-Imam. Sedangkan hadits-hadits yang
peringkatnya di bawah hadits masyhur, maka tidak dapat dijadikan argumentasi dalam
menetapkan sifat Allah.

5. Ruang lingkup ilmu tauhid dan ilmu kalam


a. Ruang lingkup tauhid
Adapun ruang lingkup kajian Ilmu Tauhid dibagi menjadi 4 bagian :
 Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Ulluhiyyah ialah Uluhiyah diambil dari akar kata Illah yang berarti: Yang
disembah dan Yang ditaati. Kata ini dipakai untuk menyebut sembahan yang hak dan
yang batil.
Dengan kata lain Tauhid Uluhiyah ialah percaya sepenuhnya, bahwa Allah-lah
yang berhak mendapatkan semua peribadatan makhluk, dan Istimewa untuk Yang
Mahakuasa sajalah yang tolong-menolong dan yang harus disembah.Singkatnya,
keyakinan wacana Yang Mahakuasa SWT sebagai Tuhan satu-satunya, baik zat-Nya,
maupun sifat dan perbuatan-Nya itulah yang disebut Tauhid Uluhiyah. Uluhiyah kata
nisbat dari Al-Illah. (ُ‫ )االله – االله( )اُلُوْ لُ ِهيَّة‬Al-Illah berarti: Tuhan yang wajib ada, yaitu
Allah, sedangkan Uluhiyah berarti: Mengakui dan meyakini Yang Mahakuasa sebagai
satu-satunya Tuhan. Lalu Tauhid Uluhiyyah melingkupi akan bahasan :
a) Tentang Dzat Allah
b) Tentang Nama-Nama Allah
c) Tentang Sifat-Sifat Allah
d) Tentang Perbuatan Allah
Selanjutnya Tauhid Uluhiyyah juga mempunyai lingkup kajian yaitu:
a.  Tauhid Ulahiyyah
b. Tauhid Rububiyyah
c.  Tauhid Malikiyyah
d.  Tauhid Amaliyyah

 Tauhid An-Nubuwwah
Tauhid An-Nubuwwah ialah diambil dari kata Nabi. Kaprikornus dalam tauhid
Nubuwah disini mengkajia akan segala hal yang mengenai wacana rasul atau nabi.
Dan berdasarkan hasil kesimpuan bahasan dalam tauhid Nubuwah adalah:
a) Tentang Rasul
b) Tentang Nama-Nama Rasul
c) Tentang Sifat Rasul

 Tauhid Ar-Ruhaniyyah
Tauhid Ar-Ruhaniyyah berasal dari kata Ruhhun yang mana disini mengkaji akan
segala hal yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak kasap mata. Maka dari itu disini
dibahas akan beberapa hal yaitu:
a) Tentang Malaikat
b) Tentang Jin
c) Tentang Syaithon
d) Tentang Iblis
 Tauhid As-Sam’iyyat
Assam’iyyat berdasarkan bahasa berarti sesuatu yang ghaib yang Istimewa
untuk sanggup diketahui secara benar dengan cara ikhbari (berita yang didengar),
yakni apa yang didengar dan diberitakan oleh Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Atau dalam arti lain suatau kasus yang tertera dalam al-
Qur’an dan disebut dalam hadits Nabi saw sedangkan kasus itu tidak sanggup
diterima oleh kebijaksanaan insan biasa atau sesuatu yang ghaib yang tidak sanggup
ditangkap oleh panca indra insan biasa tapi harus dipercayai oleh setiap muslim
cerdik dan baligh. Adanya kasus ini demi untuk meyakinkan kepastian adanya risalah
yang dibawa Rasulallah saw.
Hal yang menyangkut sam’iyyat ini aneka macam diantaranya adanya para
Malaikat, kitab kitab yang diturunkan kepada para nabi, adanya qadha dan qadar,
adanya mukjizat mukjizat yang diberikan kepada para nabi, menyakini bahwa nabi
Muhammad saw itu ialah nabi terakhir dan nabi yang paling sempurna, adanya hari
kiamat,  siksa kubur, pahala dan dosa, hari kebangkitan, hari dikumpulkan insan di
padang mahsyar, syafaat Nabi saw, hari perhitungan, hari pertimbangan, telaga,
jembatan (shirat), nirwana dan neraka, Arsy, Kursi, Lauhul Mahfudh, penarikan Al-
Qur’an, Isra’ Mi’raj, kehidupan para syuhada’ dalam kubur, dan lain lainnya.

Semua ini ialah sam’iyyat atau kasus yang bekerjasama dengan alam ghaib
yang tidak sanggup ditangkap oleh panca indara insan biasa, tidak sanggup dilihat,
tidak sanggup diraba dan kita Istimewa untuk mendengar dari kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi saw dan hadisth dia atau semua yang telah diterangkan oleh
para nabi sehubungan dengan kasus tadi. Perkara kasus ini ialah ujian bagi insan
selama dia hidup di dunia. Manusia diuji apakah dikala di dunia dia beriman kepada
hal hal yang ghaib, yang mana semuanya itu tidak tampak ataukah dia
mengingkarinya.
 Pembahasan Dalam Ilmu Tauhid.

Aspek pokok dalam ilmu Tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah
Yang Maha Sempurna. Karena itu, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu tauhid
yang pokok adalah :
 Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau termasuk pula masalah
takdir.
 Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara
manusia dan Allah, atau disebut pula wasithah. Meliputi : Malaikat,
Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci.
 Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga
ma’ad, meliputi : surga, neraka, dan sebagainya.

b. Ruang lingkup ilmu kalam

Ruang lingkup ilmu kalam adalah:

 Ilahiah, Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan Ilah


(Tuhan,Allah) seperti wujud Allah, nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah, af’al
dan lain sebagainya.
 Nubuwat, Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
Nabi dan Rasulullah, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah,mu’jizat.
Karamat dan lain sebagainya.
 Ruhaniyah, Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh, dan lain sebagainya.
 Sam’iyyat, Yaitu segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil
naqli berupa Al-Qur’an dan sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur,
tanda-tanda kiamat, surga, neraka, dan lain sebagainya.

Disamping sistematika di atas, pembahasan ilmu kalam juga bisa mengikuti


sistematika arkamul iman, yaitu:

 Iman kepada Allah SWT


 Iman kepada Malaikat
 Iman kepada kitab-kitab Allah
 Iman kepada Nabi dan Rasullah
 Iman kepada hari kiamat
B. SEJARAH TIMBULNYA ILMU KALAM
1. Sejarah ilmu kalam
Dalam sejarahnya, benih ilmu kalam muncul sejak Nabi SAW masih hidup. Fakta
adanya sahabat yang bertanya kepada Nabi SAW tentang “al-qadar” sebuah tema
yang pada masa selanjutnya menjadi topik pembicaraan kalam, merupakan argument
yang memperkuat pernyataan ini (Al-Ghazali,1985:63). Pun jika kita sepakat dengan
penjelasan Louis Gardet dan Anawati (dalam Machine, 1999) bahwa ilmu kalam
tumbuh seiring dengan adanya kajian terhadap teks al-Qur’an. Namun, ilmu kalam
mulai mempunyai bentuknya yang definiti sejak masa kebangunannya yang ditandai
dengan masuknya pengaruh filsafat Yunani. Atas kerja keras dan tekad bulat
rasulullah untuk menciptakan agama islam yang senantiasa membawa perdamaian
antara sesama akhirnya dapat tercapai, pada masa pertumbuhan islam yang dipimpin
rasulullah tidak ada perpecahan sama sekali antar sesama, setelah wafatnya rasulullah
( 632M) dan semakin berkembangnya umat islam , akhirnya ummat islam mulai
pecah belah. Awal mula terjadi perpecahan dikalangan islam pada masa kekhalifaan
Ali Bin Abi Thalib yang dipicu oleh terbunuhnya Ustman Bin Affan yang menjadi
khalifah sebelumnya, Ali yang menjadi khalifah pada saat itu tidak mau melakukan
Qishas atas terbunuhnya Ustman, dikarenakan masih belum jelas tentang siapa
pelakunya, dari hal tersebut terjadilah peperangan dikalangan ummat islam, yakni Ali
dengan kalangan Aisyah yang disebut perang jamal yang akhirnya dimenangkan oleh
sayydina Ali dan perang siffin atas pemberontakan Muawwiyah terhadap kekhalifaan
Ali yang berakhir dangan perdamaian atas politik Muawwiyah yang mengangkat
mushaf sebagai tanda perdamaian atas hukum Allah.
Pada Akhirnya kedua-duanya ( Ali Dan Muawwiyah) diputuskan dengan tahkim
dari pihak Ali di wakili oleh Abu musa Asy’ari dan dari pihak Muawwiyah di wakili
oleh Amar bin Ash, atas siasat Amar bin Ash akhirnya Ali terjatuh dari
kepemimpinan dengan keadaan terpaksa dan Muawwiyah tetap pada jabatannya,
dimana dari kejadian tersebut yang menyebabkan kontroversi dikalangan umat islam
yang tidak ada ujungnya. Dari sini timbulah bermacam-macam pengklaiman para
firqah diantarannya ialah Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam
dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman Bin
Affan yang bermula pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib.
Ketegangan tersebut mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan
keputusan tahkim. Sikap Ali menerima tipu muslihat Amr bin Al ash, utusan dari
pihak Muawiyah dalam tahkim. Kelompok yang awalnya berada dengan Ali menolak
keputusan tahkim tersebut mereka menganggap Ali telah berbuat salah atas keputusan
tersebut sehingga mereka meninggalkan barisannya, kelompok ini dikenal dengan
nama khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri.
Diluar pasukan yang membelot Ali, adapula yang sebagian besar tetap
mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok syiah. Harun
lebih jauh melihat bahwa persoalan kalam yang pertama muncul adalah persoalan
siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir.
Sementara itu menurut Dr. M. Yunan yusuf masalah ilmu kalam ini timbul
berawal dari masalah politik yaitu ketika Usman Bin Affan wafat terbunuh dalam
suatu pemberontakan . Sebagai gantinya Ali dicalonkan sebagai khalifah namun
pencalonan Ali ini banyak mendapat pertentangan dari para pemuka sahabat di
Mekah. Tantangan kedua datang dari Muawiyah, gubernur Damaskus salah seorang
keluarga dekat Usman bin Affan. Ia pun tidak mau pengangkatan Ali sebagai
khalifah. Muawiyah menuntut untuk menghukum para pembunuh Usman bin Affan.
Firqah atau sekte adalah kaum yang mengikuti pemahaman atau pendapat seorang
ulama yang pemahaman atau pendapatnya telah keluar dari pemahaman jama’ah
muslimin .
Hingga sampai terjadinya peristiwa tahkim yang membuat Muawiyah naik tahta
secara illegal. Ketika Ali membiarkan hal itu terjadi sebagian tentara Ali tidak
menyetujui hal tersebut.mereka memandang Ali telah berbuat salah dan berdosa
dengan menerima keputusan tahkim itu. Akhirnya mereka menganggap Ali dan
Muawiyah telah kafir. Dan hal itu berkembang bukan lagi menjadi masalah politik
namun telah menjadi masalah teologi. Mereka inilah yang dikenal dengan kaum
Khawarij.
 FAKTOR PENDORONG LAHIRNYA ILMU KALAM
Ada dua faktor yang menybabkan munculnya aliran dalam ilmu kalam, yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam umat Islam sendiri yang
dikarenakan:
a. Adanya kepentingan kelompok atau golongan .

Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya


suatu aliran. Sangat jelas, di mana Syi’ah sangat berlebihan dalam mencintai dan
memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan Khawarij sebagai kelompok yang
sebaliknya.

b. Adanya kepentingan politik.

Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik pada zaman


khalifah Usman bin Affan yang menyebabkan wafatnya beliau, kepentingan ini
bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk menata kehidupan. Karna Faktor
politik juga dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran di lingkungan
Umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah
menjadi persoalan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat,
bahkan perpecahan di lingkungan umat Islam. Permasalahan ini dimulai ketika
Rasulullah meninggal dunia serta peristiwa terbunuhnya usman dimana antara
golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap
golongannya yang paling benar. Berkenaan dengan itu, ulama antara lain ‘Amir
al-Najjar berkesimpulan bahwa penyebab tumbuh dan berkembangnya aliran
kalam adalah pertentangan dalam bidang politik, yakni mengenai imamah dan
khilafah.

c. Adanya pemahaman dalam Islam yang berbeda.


Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al-Qur’an, sehingga
berbeda dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya
berdasarkan hadist yang shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum
menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya
sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadist.
d. Mengedepankan akal

Dalam hal ini, akal digunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga
terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah Faktor yang muncul dari luar umat islam, Disamping
faktor internal mendorong dan mempengaruhi kemunculan persoalan-persoalan kalam
juga ada faktor eksternal berupa paham-paham keagamaan non muslim tertentu yang
mempengaruhi dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam. Seperti:

a. Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam.


Paham keagamaan non-islam yang dimaksudkan adalah paham keagamaan
yahudi dan nasrani, yang mengatakan bahwa sejak islam tersebar luas, terjadi
kontak dengan lingkungan lokalnya. Di Syiria misalnya, pemikiran islam mulai
dipengaruhi oleh pemikiran Kristen Hellenistik, dan di Irak dipengaruhi oleh
doktrin-doktrin Gnostik. Demikian pula pandangan Goldziher orang jerman yang
ahli ketimuran dan ahli islam, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar aceh, yang
mengatakan bahwa banyak ucapan dan cara berfikir kenasranian dimasukkan ke
dalam hadits-hadits yang dikataakan berasal dari Muhammad.

b. Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah


Perkara utama yang mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak
hujah mereka yang menentangnya. Negeri-negeri Islam terdedah dengan semua
pemikiran-pemikiran ini dan setiap kelompok berusaha untuk membenarkan
pendapatnya dan menyalahkan pendapat kelompok lain. Orang-orang Yahudi dan
Nasrani telah melengkapkan diri mereka dengan senjata ilmu Falsafah, lalu
Muktazilah telah mempelajarinya agar mereka dapat mempertahankan Islam dengan
senjata yang telah digunakan oleh pihak yang menyerang.
2. Penyebab timbulnya aliran - aliran dalam ilmu kalam

Faktor-faktor timbulnya aliran-aliran ilmu kalam secara garis besar terbagi dua
yaitu,

 Faktor dari dalam (Intern).


1) Dorongan dan pemahaman Al-Quran.

Al-Quran dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang-orang yang


beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu merenungi ayatayat-
Nya. Beberapa contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk
menggunakan akalnya, sebagaimana berikut ini.

a) Nazzara, melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan merenungkan. Misalnya
QS. Qaf : 6,

ٍ ‫فَلَ ْم يَ ْنظُرُوا إِلَى ال َّس َما ِء فَوْ قَهُ ْم َك ْيفَ بَنَ ْينَاهَا َو َزيَّنَّاهَا َو َما لَهَا ِم ْن فُر‬
‫ُوج‬

“Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikitpun?” (QS. Qaf :6 )
b) Tadabbara, dalam arti merenungkan sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat,
antara lain QS. Ṣad : 29,

ِ ‫ك لِيَ َّدبَّرُوا آيَاتِ ِه َولِيَتَ َذ َّك َر أُولُو اأْل َ ْلبَا‬


‫ب‬ َ ‫ِكتَابٌ أَ ْن َز ْلنَاهُ إِلَ ْي‬
ٌ ‫ك ُمبَا َر‬

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Ṣad : 29)

2) Perbedaan Pemahaman terhadap Dalil al-Quran dan Hadis.

Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat al-Quran, sehingga berbeda
dalam menafsirkan pula. Mufassir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadis
yang shahih, sementara mufassir yang lain penafsiranya belum menemukan hadis yang
shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan
rasional belaka tanpa merujuk kepada hadis.

3) Persoalan politik

Faktor politik dapat memunculkan mazhab-mazhab pemikiran di lingkungan


umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah
(khilafah), menjadi persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan
pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat Islam. Permasalahan ini dimulai
ketika ketika Rasulullah meninggal dunia serta peristiwa terbunuhnya Utsman dimana
antara golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap
golongannya yang paling benar. 4) Peristiwa Majlis Taḥkim. Setelah peristiwa majelis
tahkim muncul aliran-aliran pemikiran dalam Islam yakni Khawarij, Syi’ah dan
Murji'ah yang memiliki doktrin-doktrin yang berbeda beda.

 Faktor dari luar (Ekstern).


1) Pengaruh Pemikiran Agama selain Islam. Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam
yang mula-mula beragama Yahudi, Kristen dan lain-lain, setelah fikiran mereka
tenang dan sudah memegang teguh Islam, mereka mulai mengingat-ingat agama
mereka yang dulu dan dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.
2) Penggunaan Filsafat dalam Membela Akidah Islam. Golongan Islam terutama
golongan Muktazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan
membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam. Mereka tidak akan bisa
menghadapi lawan-lawanya kalau mereka sendiri tidak mengetahui pendapat-
pendapat lawan-lawannya beserta dalil-dalilnya. Sehingga kaum muslimin memakai
filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya.
3) Keinginan Mutakallimin Mengimbangi Pemikiran Filsafat. Para Mutakalimin hendak
mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa
mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan.
C. ALIRAN – ALIRAN ILMU KALAM
1. Aliran Khawarij
Khawarij adalah suatu nama yang mungkin diberikan oleh kalangan lapangan di
sana karena tidak mau menerima arbitrase dalam pertempuran siffin yang terjadi wantara
Ali dan Mu‟awiyah dalam upaya penyelesaian persengketaan antara keduanya tentang
masalah khalifah. Khawarij berasal dari kata kharaja, artinya ialah keluar, dan yang
dimaksudkan disini ialah mereka yang keluar dari barisan Ali sebagai diterimanya arbitse
oleh Ali. Tetapi sebagaian orang berpendapat bahwa nama itu diberikan kepada mereka,
karena mereka keluar dari rumah-rumah mereka dengan maksud berjihad di jalan Allah.
Hal ini di dasarkan pada QS An-Nisa: 100. Berdasarkan ayat tersebut, maka kaum
khawarij memandang kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang
meninggalkan rumah atau kampung halamannya untuk berjihad.10
Pengikut Khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang masih sederhana cara
berpikirnya. Jadi sikap keagamaan mereka sangat ekstrem dan sulit menerima perbedaan
pendapat. Mereka menganggap orang yang berada di luar kelompoknya adalah kafir dan
halal dibunuh. Sikap picik dan ekstrem ini pula yang membuat mereka terpecah menjadi
beberapa sekte. Tokoh-tokoh Dalam Aliran Khawarij: Urwah bin Hudair, Mustarid bin
Sa'ad, Hausarah al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi' bin al-Azraq, dan 'Abdullah bin
Basyir.

2. Aliran Syiah
Syiah dalam bahasa Arab artinya ialah pihak, puak, golongan, kelompok atau
pengikut sahabat atau penolong. Pengertian itu kemudian bergeser mempunyai pengertian
tertentu. Setiap kali orang menyebut syiah, maka asosiasi pikiran orang tertuju kepada
syiah-ali, yaitu kelompok masyarakat yang amat memihak Ali dan dan memuliakannya
beserta keturunannya. Kelompok tersebut lambat laun membangun dirinya sebagai aliran
dalam Islam. Adapun ahl al-bait adalah “family rumah nabi”. Menurut syiah yang
dinamakan ahl bait itu adalah Fatimah, suaminya Ali, Hasan dan Husein anak
kandungnya, menantu dan cucu-cucu Nabi, sedang isteri-isteri nabi tidak termasuk Ahl

10
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 33
alBait.11 Tokoh-tokoh Aliran Syiah: Jalaludin Rakhmat, Haidar Bagir, Haddad Alwi,
Nashr bin Muzahim, Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy‟ari.

Asal-Usul Syiah dan Perkembangan Syiah

Sejak jaman Rasulullah serta khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khatab, belum
pernah ditemukan adanya satu golongan politik atau golongan agama yang memiliki
banyak pengikut, memiliki karakter dan identitas khusus dan memiliki target yang jelas.
Golongan itu baru muncul pada masa Khalifah Utsman. Mereka adalah orang-orang yang
setia pada Ali, yang menganggap bahwa kekhalifahan Ali berdasarkan Nash Al-quran
dan wasiat dari Rasulullah SAW, baik yang disampaikan secara jelas maupun samar.
Menurut mereka seharusnya tampuk kepemimpinan diduduki oleh Ali dan keturunannya,
serta tidak boleh lepas darinya. Para ulama masih berbeda pendapat mengenai asal-usul
Syi‟ah dan perkembangannya.
Menurut Prof. Walhus, akidah Syi‟ah banyak terpengaruh oleh ajaran Yahudi,
bukan persia karena mengingat pendirinya adalah Abdullah bin Saba‟ yang berasal dari
Yahudi. Sementara pendapat Prof. Dawzi cenderung pada pendapat yang menyatakan
bahwa pendiri Islam adalah orang Persia, karena orang Arab bebas memeluk agama.
Menurut Prof. Ahmad Amin, Syiah sudah muncul sebelum orang-orang Persia masuk
Islam, tetapi masih belum ekstrim seperti sekarang. Mereka hanya berpendapat bahwa
Ali lebih utama dari sahabat lainnya. Kemudian pemahaman Syiah ini berkembang
seiring perkembangan zaman dan adanya kasus pembunuhan-pembunuhan yang
mengatas namakan Syiah.12

3. Aliran Jabbariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan
mengharuskannya melaksanakan sesuatu atau secara harfiah dari lafadz aljabr yang
berarti paksaan. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Aljabbar (dalam bentuk
mubalaghah), itu artinya Allah Maha Memaksa. Selanjutnya kata jabara setelah ditarik
menjadi jabariyah memiliki arti suatu aliran. Lebih lanjut Asy- Syahratsan menegaskan
bahwa paham Al jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang
11
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm.52
12
Ahmad Nahraei Abdus Salam, Ensiklopedia Imam Syafi‟i, (Jakarta: Hikmah, 2008), hlm. 95
sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, Dengan kata lain manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.13
Secara istilah, jabbariyah berarti menyandarkan perbuatan manusia kepada Allah
SWT. Jabariyyah menurut mutakallimin adalah sebutan untuk mahzab al-kalam yang
menafikkan perbuatan manusia secara hakiki dan menisbatkan kepada Allah SWT
semata.14
Doktrin-doktrin jabbariyah
 Manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
 Kalam Tuhan adalah makhluk
 Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat
 Surga Neraka tidak kekal15

4. Aliran Qaddariyah
Qadariyah berasal dari kata “qodara” yang artinya memutuskan dan kemampuan
dan memiliki kekuatan, sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam. Qadariyah adalah
nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan penekanan terhadap
kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam
paham Qadariyah manusia dipandang mempunyai Qudrat atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk kepada Qadar atau pada Tuhan.
Adapun menurut pengertian terminologi Qodariyyah adalah suatu aliran yang
mempercayai bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini
juga berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendak sendiri. Berdasarkan
pengertian tersebut, qodariyyah merupakan nama suatu aliran yang memberikan suatu
penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya.16

13
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal (Surabaya: Bina Ilmu, 2006), hlm. 71
14
Muhammad Maghfur, Koreksi Atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil: Al-Izzah, 2002),
hlm.41.
15
Achmad Surya, Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah (Achmadsurya.id1945.com)
16
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), hlm.
Asal Usul Aliran Qadariyah

Sekilas pemahaman Qadariyah ini sangat ideal dan sesuai dengan ajaran
Islam. Di samping benar menurut logika, juga didasarkan pada ayat-ayat alqur‟an
dan hadis yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih dan
menentukan perbuatannya sendiri. Akan tetapi jika kita mendalami ajaran Al-
quran dan Hadis secara komprehensif serta memerhatikan realitas kehidupan
sehari-hari, maka akan tampak jelas bahwa paham Qadariyah yang tidak
mempercayai adanya takdir adalah mengandung berbagai kelemahan dan telah
menyimpang dari ajaran Islam yang benar.17 Tokoh-tokoh Aliran Qadariyah:
Ma‟bad al-Jauhani dan Ghailan al-Dimasyqi.
Doktrin-doktrin Aliran Qadariyah
 Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya
sendiri
 Dalam memahami takdir aliran Qadariyah terlalu Liberal
 Aliran Qadariyah mengukur keadilan Allah dengan barometer
keadilan
 manusia Paham ini tidak percaya jika ada takdir dari Allah.18

5. Aliran Mu’tazillah
Kata mu‟tazilah berasal dari kata I‟tazala dengan makna yang berarti
menjauhkan atau memisahkan diri dari sesuatu. Kata ini kemudian menjadi nama
sebuah aliran di dalam ilmu kalam yang para sarjana menyebutnya sebagai
Mu‟tazillah berdasarkan peristiwa yang terjadi pada Washil ibn Atha (80 H/699
M- 131 H/748 M) dan Amr ibn Ubayd dengan al-Hasan al-Bashri. Dalam majlis
pengajian al-Hasan al-Bashri muncul pertanyaan tentang orang yang berdosa
besar bukanlah mu‟min dan juga bukanlah orang kafir, tetapi berada diantara dua
posisi yang istilahnya al Manzillah bayn al-manzilatayn. Dalam uraian di atas bisa

17
Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim Sehari-Hari Dari Lahir Sampai Mati, (Jakarta:
WahyuQolbu, 2016), hlm. 140
18
Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim…, hlm. 141
dipahami pemimpian tertua di aliran Mu‟tazillah adalah Washil ibn Atha. Ada
kemungkinan washil ingin mengambil jalan tengah antara khawarij dan murjiah,
melainkan berada di dua posisi. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa orang
yang berdosa besar itu masih ada imannya tetapi tidak pula dapat dikatakan
mu‟min karena ia telah berdosa besar. Orang yang serupa itu apabila meninggal
dunia maka ia akan kekal di dalam neraka, hanya azabnya saja yang lebih ringan
dibandingkan orang kafir. Itulah pemikiran Washil yang pertama sekali muncul.19

Asal-Usul Aliran Mu’tazillah


Pembina pertama aliran Mu‟tazilah ini adalah Wasil bin Ata‟. Sebagaimana telah
dikatakan oleh Al-Mas‟udi, Wasil bin Ata‟ adalah syaikh Al-Mu‟tazilah wa
qadimuha, yaitu kepala Mu‟tazilah yang tertua. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun
81 H dan meninggal di Basrah pada tahun 131 H. Di Madinah ia berguru pada
Hasyim „Abd bin Muhammad bin Hanafiyah kemudian pindah ke Basrah dan belajar
pada Hasan Al-Basri.
Kemunculan aliran Mu‟tazilah untuk pertama kalinya pada masa dinasti
Umayyah berada diambang kehancuran, yakni dimasa pemerintahan „Abd AlMalik
bin Marwan dan Hisyam bin „Abd Al-Malik. Dan ketika Dinasti Umayyah jatuh ke
tangan abbasiyah, golongan Mu‟tazillah mendapatkan tempat yang amat baik di
dalam pemerintahan. Bahkan di masa peerintahan AlMa‟mun teologi Mu‟tazillah
secara resmi dijadikan ideologi bangsa.20
Tokoh-tokoh Aliran Mu‟tazillah: Wasil bin Ata‟, Abu Huzail al-allaf, An-Nazzam,
dan Al-Jubba‟i.
Doktrin-doktrin Aliran Mu’tazillah
 Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas Waktunya
 Akal yang menetukan perlu tidaknya dibentu Negara

6. Aliran Asy’ariyyah

19
Ibn Rusyd, 7 perdebatan utama dalam teologi islam (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 30
20
Tsuroya Kiswali, Al-Juwaini: Peletak dasar teologi rasional dalam islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 9
Asy‟ariyah adalah nama aliran di dalam islam, nama lain dari aliran ini adalah
Ahlu Sunnah wal Jamaah.28 Aliran Asy‟ariyyah adalah aliran teologi yang
dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali ibn Islmail alAsy‟ari. Ia
dilahirkan di Bashrah, besar dan wafat di Baghdad (260-324 H). Ia berguru pada Abu
Ali al-Jubbai, salah seorang tokoh Mu‟tazillah yang setia selama 40 tahun. Setelah itu
ia keluar dari Mu‟tazillah dan menyusun teologi baru yang berbeda dengan
Mu‟tazillah yang kemudian dikenal dengan sebutan Asy‟ariyyah, yakni aliran atau
paham Asy‟ari. Kasus keluarnya Asy‟ari ini menurut suatu pendapat karena ia
bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang berkata kepadaya, bahwa Mu‟tazillah itu
salah dan yang benar adalah pendirian al-Hadis.21

Asal Usul Aliran Asy’riyah


Asy‟ariyah dan maturidiyah muncul secara bersama yang dikenal dengan nama
aliran Ahl al-Sunnah wal Jama‟ah yang secara populer disebut dengan Sunni. Pada
waktu yang bersamaan Syi‟ah sebagai aliran memainkan peranannya dalam
masyarakat Islam dengan pandangan-pandangan rasional dengan berpegang teguh
pada ajaran Imamah yang sangat memuliakan Ahlu albait.
Tidak dipungkiri bahwa sejak lama kaum muslimin di Indonesia menganut
madzhab fiqih Syafi‟iyyah. Secara aqidah, banyak yang mengikuti paham
Asy‟ariyah, secara tasawuf merujuk pada ajaran-ajaran shufi Imam Abu Hamid Al-
Ghazali.32 Tokoh-tokoh Aliran Asy‟riyah: Al-Baqillani, Al-Juwaini dan AlGhazali.
22

Doktrin-doktrin Aliran Asy’riyah


 Tuhan dan Sifat-sifatnya
 Kebebasan dalam berkehendak
 Akal dan Wahyu dan Kriteria baik dan buruk

7. Aliran Maturidiyyah

21
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 85
22
Abu Muhammad Waskito, Mendamaikan Ahlus Sunnah Di Nusantara, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm.
80
Nama Maturidiyyah diambil dari nama tokoh pertama yang tampil mengajukan
pemikiran sendiri. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud
al-Maturidi. Beliau lahir di Samarkand pada pertengahan kedua abad kesembilan
Masehi kedua abad ke-9 M dan meninggal tahun 944 M.
Aliran Maturidiyyah yang dikatakan tampil sebagai reaksi terhadap pemikiran-
pemikiran mu‟tazzilah yang rasional itu, tidaklah seluruhnya sejalan dengan
pemikiran yang yang diberikan oleh al-asy‟ari. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa pemikiran teologi asy‟ari sangat banyak menggunakan makna teks nash agama
(Quran dan Sunnah), maka Maturidiyyah dengan latar belakang mazhab Habafi yang
dianutnya banyak menggunakan takwil.23

Asal Usul Aliran Maturidiyyah

Tokoh pertama dari aliran Maturidiyah adalah al-Maturidi sendiri. Sebagai


pemikir yang tampil dalam menghadapi pemikiran Muktazilah, almaturidi banyak
menyerang pemikiran mu‟tazillah. Namun karena ia memiliki latar belakang
intelektual pandangan-pandangan rasional Abu Hanifahm dicelah-celah perbedaan itu
terdapat pula kesamaan.
Murid terpenting dari Al-Maturidi adalah Abu al-Yusuf Muhammad alBazdawi.
Ia dilahirkan pada tahun 421 H dan meninggal pada tahun 439 H. Sebagai diketahui
bahwa nenek Al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi. Al-Bazwadi sendiri
mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Agaknya pewarisan paham
yang sudah melalui tiga jenjang terhadap AlBazdawi sendiri tidak urung membuat
berbagai perbedaan antara al-bazdawi dengan al-maturidi.
Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan kebebasan intelektual di kalangan ulama masa
lampau. Inilah kemudian yang membuat terdapatnya dua cabang aliran dalam
Maturidiyyah, yaitu cabang Samarkand dengan tokoh Maturidi sendiri dan cabang
Bukhara dengan tokoh utama al-Bazdawi.

Doktrin-Doktrin Aliran Maturidiyah


 Orang Mukmin melakukan dosa besar tetap Mukmin
23
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran: Dari Khawarij Ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi (Jakarta: Kencana,
2004), hlm. 99
 Janji dan ancaman tuhan tidak boleh tidak mesti berlaku kelak
8. Aliran Murji’ah
Murjiah berasal dari bahasa Arab irja artinya penundaan atau penangguhan.
Karena sekte yang berkembang pada masa awal islam yang dapat diistilahkan sebagai
“orang-orang yang diam”. Mereka meyakini bahwa dosa besar merupakan imbangan
atau pelanggaran terhadap keimanan dan bahwa hukuman atau dosa tidak berlaku
selamanya. Oleh karena itu, ia menunda atau menahan pemutusan dan penghukuman
pelaku dosa di dunia ini. Hal ini mendorong mereka untuk tidak ikut campur masalah
politik. Satu diantara doktrin mereka adalah shalat berjamaah dengan seorang imam
yang diragukan keadilannya adalah sah. Doktrin ini diakui oleh kalangan islam sunni
namun tidak untuk kalangan syiah.24

Asal Usul Aliran Murji’ah


Aliran Murjiah muncul sebagai reaksi dari aliran kharjiyyah yang memandang
perbuatan dosa sebagai quasi absolut dan merupakan sifat penentu, murji‟ah lebih
cenderung sebagai reaksi terhadap kharijiyyah daripada daripada terhadap aliran
mayoritas. Sangat kontras dengan aliran kharjiyyah yang mirip sekali dengan ajaran
yang mirip sekali dengan ajaran St. John tentang “dosa yang dihukum mati”. Aliran
Murji‟ah muncul dengan mengusung keyakinan lain mengenai dosa besar. Masalah
yang mulanya hanya bersifat politis akhirnya berkembang menjadi masalah teologis.
Lantara dua aliran tersebut muncul mendahului aliran Mu‟tazillah, maka tidak salah
pula jika Wolfson menyebut bahwa keduanya sebagai aliran pra-Mu‟tazilah dalam
teologi islam.
Doktrin-doktrin Aliran Murji’ah
 Orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan
kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena kufur dan iman
letaknya di hatiku.
 Menurut murjiah ekstrem ini, iman adalah mengetahui Tuhan dan Kufur
tidak tahu pada Tuhan. Sejalan dengan itu shalat bukan merupakan ibadat

24
Muhammad Arifin Ilham, ensiklopedia tasawuf imam al-ghazali (Jakarta: Hikmah, 2009), hlm. 320
bagi mereka, karena yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam
arti mengetahui Tuhan.

D. AKHLAK
1. Pengertian Akhlak
Kata akhlak secara etimologi, berasal dari bahasa Arab „khalaqa‟, yang asalnya
dari kata „khuluqun‟ yang artinya perangai, tabiat, adat dan juga sebanding kata
„khalqun‟ yang berarti kejadian, buatan atau ciptaan.25 Dengan demikian, secara
kebahasaan istilah akhlak dapat berarti perangai, adab, tabiat atau sistem perilaku
yang dibuat.
Menurut Ibrahim Karim Zainuddin, akhlak adalah nilai-nilai dan sifatsifat yang
tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan pertimbangan, seseorang dapat menilai
padanya baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.26
Akhlak secara bahasa adalah mashdar dari akhlaqa- yukhliquikhlaqan, artinya
sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi mazid af‟ala – yuf‟ilu- if‟alan yang berarti
al-sajiyah(perangai), at-thabi‟ah (kelakuan, tabi‟at, watak dasar), al-adat (kebiasaan,
kelaziman),al-muru‟ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).27
Dengan pengertian secara bahasa tersebut, pengertian akhlak mencangkup sifat-
sifat yang baik maupun buruk, bergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai
landasannya. Hal ini tanpa menafikan kenyataan sosiologis di Indonesia yang
mengasosiasikan kata akhlak dengan konotasi yang baik. Sehingga jika mengatakan
bahwa seseorang berakhlak, maka maksudnya adalah orang tersebut mempunyai
akhlak yang baik.
Akhlak secara istilah adalah keadaan jiwa yang kuat yang melahirkan perbuatan-
prbuaatan dengan mudah dan gampang tanpa butuh pemikiran daan angan-angan.
Keadaan jiwa ini boleh jadi melaahirkan perbuatanperbuatan terpuji, maka itu adalah
akhlak yang baik, dan boleh jadi melahirkan perbuatan-perbuatan yang tercela, maka
itulah akhlak yang buruk.

25
Wahid ahmadi, Risalah akhlak, panduan perilaku muslim modern ( solo: 2004), hlm. 13
26
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta:LPPI, 1999), hlm.2.
27
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.1.
2. Perbedaan Akhlak dengan Etika dan Susila

Perbedaan antara etika, moral, susila dan akhlak adalah terletak padasumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk, yaitu:

1) Etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan padamoral.


2) Moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat.
3) Akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk ituadalah Al-
Qur’an dan hadits.
4) Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio.
5)  Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
6) Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis.
7) Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan
demikian dia disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan
adab/tatakrama/tatasusila.
8) Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang
berkembang dalam masyarakat.
9) Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
10) Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu
perbuatan.
11)  Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat
umum, namun lebih mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam
(termasuk salah satu dari berbagai etika relegius yang ada) itu tidak lain adalah
akhlaq itu sendiri.
12) Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik
dalam tindakan maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan
local.
13) Akhlaq juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/
komunitas yang dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab
pergaulan keluarga dan lain-lain.28

28
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak Tasawuf  (Surabaya: UINSA Press, 2013) h.65-67
 Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dankawasan
pembahasannya, yaitu:

a. Etika lebih banyak bersifat teoretis, memandang tingkah laku manusiasecara


umum, selain itu etika juga menjelaskan ukuran baik-buruk. 
b. Moral dan susila lebih banyak ber-sifat praktis, lokal dan individual.
c. Akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk ituadalah Al-
Qur’an dan hadits.

3. Ruang Lingkup Akhlak

 Akhlak Pribadi

Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka
hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya
dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang
utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu
manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai
kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.

 Akhlak Berkeluarga

Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban
orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik
untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak,
setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung
jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk
memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang.
Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri,
kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan
kemuliaan.Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih
berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.
Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan
engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna
dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat. Dan coba ketahuilah bahwa
saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta
kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira
bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan
anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan
berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya
disetiap keperluan.

 Akhlak Bermasyarakat

Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika
orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan
menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib
atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga. Pendidikan
kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan,
kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat.

Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu
sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan
saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan
perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai
anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma-
norma kesusilaan yang berlaku.

 Akhlak Bernegara

Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa


yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau
hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah
bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam
bersama mereka.

 Akhlak Beragama

Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya,


karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan,
baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama
makhluk Tuhan.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi akhlak

Untuk menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada


tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran nativisme. Kedua, aliran
Empirisme. Dan ketiga aliran konvergensi.

Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap


pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya
dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki
pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang
tersebut menjadi baik.

Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri
manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran intuisisme dalam
penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran ini tampak
kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan atau
pembentukan dan pendidikan.

Kemudian menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat berpengaruh


terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial,
termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan
yang diberikan . jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik,
maka baiklah anak itu.
Demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan yang
dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Akan tetapi berbeda dengan
pandangan aliran konvergensi, aliran ini berpendapat pembentukan akhlak
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu
pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui
interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik yang
ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.

Menurut Hamzah Ya‟kub Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak


atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu
factor intern dan faktor ekstern.29

1. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah
yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan
mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-
pengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri
keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-unsur
yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya
adalah ;

a) Instink (naluri)

Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang


kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang
berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara
mekanis.28 Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang
ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya,
diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan,
naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya.

b) Kebiasaan
29
Hamzah Ya‟qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hlm. 57.
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak
adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan
adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi
mudah dikerjakan.30 Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang
kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi
karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara
berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering diulangulang.

c) Keturunan

Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifatsifat


tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut al-
Waratsah atau warisan sifat-sifat. Warisan sifat orang tua terhadap
keturunanya, ada yang sifatnya langsung dan tidak langsung.
Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak langsung terhadap
anaknya, misalnya terhadap cucunya. Sebagai contoh, ayahnya
adalah seorang pahlawan, belum tentu anaknya seorang pemberani
bagaikan pahlawan, bisa saja sifat itu turun kepada cucunya. 30

d) Keinginan atau kemauan keras

Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku


manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini
adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak
ini merupakan kekuatan dari dalam. Itulah yang menggerakkan
manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat
bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut ilmu di negeri
yang jauh berkat kekuatan „azam (kemauan keras).

e) Hati nurani

Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-


waktu memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku
30
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma‟ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1975), hlm. 35.
manusia berada di ambang bahaya dan keburukan. Kekuatan
tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati” yang dalam bahasa
arab disebut dengan “dhamir”. Dalam bahasa Inggris disebut
“conscience”. Sedangkan “conscience” adalah sistem nilai moral
seseorang, kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku.

Fungsi hati nurani adalah memperingati bahayanya


perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika seseorang
terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak senang
(menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari
keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia
untuk melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani
termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.

2. Faktor ekstern

Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang
mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ;

a. Lingkungan

Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan


seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan
(milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh
yang hidup. Misalnya lingkungan alam mampu
mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang
dibawa oleh seseorang ; lingkungan pergaulan mampu
mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.

b. Pengaruh keluarga

Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan


jelas fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu memberikan
pengalaman kepada anak baik melalui penglihatan atau
pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang
diinginkan oleh orang tua. Dengan demikian orang tua
(keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani sebagai
penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara
berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata
lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan
memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan
akhlak.

c. Pengaruh sekolah

Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua


setelah pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi
akhlak anak. Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus
sebagai berikut ; “Kewajiban sekolah adalah
melaksanakan pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan
di rumah tangga, pengalaman anakanak dijadikan dasar
pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak yang kurang baik
diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah dibetulkan,
perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak
senonoh diperbaiki dan begitulah seterunya”. Di dalam
sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar dari
kelangsungan pendidikan. Pada umumnya yaitu
pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan, dari
kecakapankecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama
dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-
tuntunan dan contoh yang baik, dan belajar menahan diri
dari kepentingan orang lain.

d. Pendidikan masyarakat

Masyarakat dalam pengertian yang sederhana


adalah kumpulan individu dalam kelompok yang diikat
oleh ketentuan negara, kebudayaan, dan agama. Ahmad D.
Marimba mengatakan; “Corak dan ragam pendidikan yang
dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini
meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan.
Kebiasaan pengertian (pengetahuan), sikap dan minat
maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan”.

5. Macam – macam Akhlak Mahmudah

Akhlak mahmudah (karimah) merupakan sifat ataupun kebiasaan seseorang yang


mencerminkan isi hati. Sehingga apa yang diucapkan dan apa yang dia lakukan tidak
membutuhkan perintah ataupun instruksi. Ahlakul mahmudah ini mempunyai banyak
cabang dan banyak macamnya.
Seperti selalu bersyukur akan nikmat, husnudhon, malu ataupun haya’, amanah,
tawadhu, zuhud, tawakal, iklas dan lain sebagainya yang insya Allah dalam
pembahasan kali ini kita akan mengkaji satu persatu.
a) Husnudhon
Salah satu dari akhlak mahmudah / karimah adalah husnudhon.
Dilihat dari segi bahasa kata tersebut berasal dari kata Hasanah yang berarti
bagus dan dzon adalah berarti merasa. Jadi husnudzon adalah mempunyai
prasangka yang baik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas apa yang digariskan
kepada kita berupa takdir yang baik ataupun di takdir yang buruk.

b) Syukur Nikmat

Akhlak mahmudah lainnya adalah syukur akan nikmat hidup didunia


ini. Merupakan suatu kenikmatan yang luar biasa. Terlebih ketika seseorang
hidup dalam keadaan iman dan Islam, maka tidak ada bandingan kenikmatan
yang lain yang setara dengan nikmat iman dan Islam. Bahkan jika ditukar
dengan dunia dan seisinya sekalipun iman yang di lafadz kan dengan lafadz
tauhid Lailahaillallah, Muhammadur Rasulullah dan diikrarkan kemudian
dibuktikan dengan sikap-sikap yang selaras dengan kalimat La Ilaha Illallah.
Maka Tiada nilai yang sebanding dengan dunia dan isinya. Hal tersebut wajib
kita syukuri karena keimanan merupakan rahmat dari Allah subhanahu wa
ta’ala yang terbesar yang diberikan kepada ada seorang manusia.

Selain itu kita juga wajib bersyukur akan nikmat nikmat Allah yang
lain. Seperti nikmat badan yang senantiasa sehat, pikiran yang selalu bahagia,
kemudahan kemudahan dan kecukupan. Sehingga nikmat-nikmat ini harus
kita syukuri dengan sebaik-baiknya.Contoh seorang yang mensyukuri nikmat
adalah menggunakan kesehatan dengan hal-hal yang positif menggunakan
pikiran untuk berdzikir kepada Allah dan memikirkan kebesaran Allah.

c) Tawadhu’

Tawadhu’ merupakan salah satu dari sifat akhlak mahmudah /


karimah yaitu sikap yang memposisikan dirinya lebih rendah daripada orang
lain dan tidak merendahkan dirinya. Tawadhu ini merupakan sifat yang
sangat mulia yang dibutuhkan latihan untuk menata hati supaya bisa
memuliakan orang lain lebih mulia daripada diri kita sendiri. Atau dengan
kata lain tawadhu adalah tidak sombong dan tidak rendah diri.

d) Haya’ / Pemalu

Seorang muslim hendaknya memiliki sifat malu karena dengan sifat


ini seseorang tidak akan mudah untuk melakukan maksiat. Dengan sifat ini
seorang muslim tidak dengan mudah melakukan maksiat kepada Allah seperti
berbohong meninggalkan salat meninggalkan zakat dan kewajiban-kewajiban
yang lainnya. Disamping itu seorang muslim yang mempunyai sifat hanya
akan berbuat baik kepada sesama manusia karena malu berbuat dosa kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sifat pemalu sudah dicontohkan oleh Rasulullah
Sallallahu Alaihi Wasallam dalam berumah tangga ataupun bersosial seperti
yang diceritakan dalam Kitab Maulid.
e) Amanah

Amanah merupakan bagian penting dalam keimanan seseorang. Iya


juga merupakan salah satu dari sifat wajib yang dimiliki oleh para Rasulullah.

Amanah merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh Allah


kepada manusia yang wajib untuk disampaikan ataupun diberikan oleh
manusia kepada manusia untuk disampaikan kepada yang berhak.

Dalam sebuah hadis diriwayatkan sebagai berikut:

ُ‫الَ إِ ْي َمانَ لِ َم ْن الَ أَ َمانَةَ لَهُ َوالَ ِد ْينَ لِ َم ْن الَ َع ْه َد لَه‬

“Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada
agama bagi orang yang tidak memmegang janji.” (HR. Ahmad).

f) Zuhud

Zuhud merupakan salah satu akhlakul karimah. Sifat ini merupakan


salah satu sifat yang disenangi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Banyak yang
salah pengertian mengenai definisi zuhud ataupun implementasi zuhud pada
kehidupan seseorang. Zuhud merupakan sifat yang tidak bergantung kepada
harta benda duniawi dengan demikian seseorang tidak merasa bangga ketika
memiliki harta yang melimpah keanehan tersebut berasal dari Karunia Allah
subhanahu wa ta’ala.

6. Akhlak Mazmumah

Akhlakul mazmumah merupakan lawan kata dari akhlakul karimah yaitu mempunyai
arti akhlak yang tidak terpuji ataupun akhlak yang buruk. Sedangkan akhlakul Karimah
yaitu sikap atau sifat yang berlaku sebaliknya. Jadi ketika kita melakukan akhlakul
karimah maka kita melakukan hal-hal yang diridhoi Allah dan yang hal-hal yang di
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Sebaliknya Akhlakul mazmumah adalah mempunyai sifat ataupun sikap yang tidak
disukai Allah tidak dilalui Rasulullah dan cenderung tidak sesuai dengan syariat.

Macam-Macam Akhlakul Mazmumah


a) Suundzon

Suudzon dua suku kata yang memiliki arti berburuk sangka. Dua kata
tersebut suu’ yang artinya buruk dan dzon yang memiliki arti prasangka.
Suudzon merupakan buah dari pikiran pikiran negatif seperti riya’, sombong,
kufur nikmat, hasad dan sifat-sifat tercela yang lainnya.

ً‫ت ِم ْن أَ ِخ ْيكَ سُوْ ًء َوأَ ْنتَ ت َِج ُد لَهَا فِي ْال َخي ِْر َمحْ َمال‬
ْ ‫الَ تَظُنَّ َّن بِ َكلِ َم ٍة َخ َر َج‬

Artinya: “Janganlah engkau berprasangka tentang perkataan yang keluar


dari saudaramu dengan persangkaan yang buruk. Yang engkau bawa pada
penasfiran yang buruk, sementara engkau masih bisa menafsirkannya dengan
penafsiran yang baik.”

b) Sombong

Sombong atau takabur merupakan salah satu dari akhlakul mazmumah. Sifat
sombong ini dapat menjauhkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena sombong
berpikiran bahwa apa yang terjadi merupakan hasil dari kerja kerasnya.

Dalam hal lain orang yang sombong memandang bahwa selain dirinya
tidak lebih baik dan dirinya lebih baik dari orang lain. Seperti perkataan iblis
kepada manusia dia mengatakan bahwa dirinya lebih mulia dari manusia karena
dia diciptakan dari api sedangkan manusia diciptakan dari tanah.

ٍ ‫ك ۖ قَا َل أَنَا خَ ْي ٌر ِم ْنهُ خَ لَ ْقتَنِي ِم ْن ن‬


‫َار َو َخلَ ْقتَهُ ِم ْن ِطي ٍن‬ َ ُ‫ك أَاَّل تَ ْس ُج َد إِ ْذ أَ َمرْ ت‬
َ ‫قَا َل َما َمنَ َع‬
Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud
(kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” iblis menjawab “Saya lebih baik
daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari
tanah”.

c) Hasad

Salah satu sifat dari akhlakul madzmumah yang banyak dimiliki di hati
seseorang adalah sifat hasad. Yaitu keadaan hati yang tidak ridho jika orang lain
mendapat nikmat Allah dan berusaha untuk melenyapkan dan berharap nikmat
tersebut dimilikinya.

d) Riya’

Riya’ adalah sifat ingin dilihat manusia akan amal baiknya sehingga
mereka akan memujinya dan agar ia dipandang tinggi derajatnya diantara
mereka. Sifat ini sangat rentan menyerang hati manusia yang gila hormat dan
jabatan.

e) Kufur nikmat

Menurut Imam Al Ghazali kufur nikmat adalah menggunakan kenikmatan


yang telah Allah berikan pada hal-hal yang tidak diridhai Alllah dan enggan
mengucapkan AlhaSeseorang sudah diberikan kenikmatan berupa jiwa dan raga
yang sehat, waktu yang lapang, rejeki yang banyak, akan tetapi kenikmatan yang
diberikan digunakan untuk bermaksiat kepada Allah seperti minum miras, judi dan
lain sebagainya.

‫َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َشكَرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;


“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.( QS. Ibrahim:7)
Khitob dari ayat ini adalah kaum Nabi Musa yang pada saat itu diberikan
nikmat yang sangat banyak oleh Allah dan melalaikan nikmat-nikmat tersebut.
Kemudian Nabi Musa memperingatkan kaumnya dengan firman Allah.

Seandainya kalian bersyukur” atas nikmat-nikmat-Ku dengan beribadah


kepada-Ku dan mengesakan-Ku dalam ibadah, mentaati-Ku dan utusan-Ku
dengan mengikuti perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan  “niscaya
pasti Aku akan menambahnya” kenikmatan dan kebahagiaan dan jika kalian
ingkar tidak bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku, bermaksiat kepada-Ku dan rasul-
Ku, niscaya akan Ku cabut kenikmatan itu dari kalian dan Aku menyiksa kalian
dengan hilangnya kenikmatan tersebut. Kufur nikmat berawal dari ketidaksadaran
akan nikmat yang ia dapat bahwa semua fasilitas dunia ini merupakan anugerah
Allah kepada hambanya. 

DAFTAR PUSTAKA

Amin Rais, Tauhid Sosial Formula Menggempur Kesenjangan, Mizan Bandung 1998, hlm. 36.

Dja‟far Sabran, Risalah Tauhid, Cipitat: Mitra Fajar Indonesia, 2006, hlm. 1.
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen P & K, 1989), , h. 1091.

M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus,Ibid, h. 6.

A. Hanafi, Pengantar Tauhid Islam (Jakarta : Pustaka al-Husna Baru, 2003), h. 1.

Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais. I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia


Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad), Bab Aqidah Imam Malik bin Anas
Hanifah, oleh, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Di Jakarta

Dr. H. Muhammad Ahmad, Tauhit Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, 1998

https://islam.nu.or.id/post/read/86477/sumber-ilmu-tauhid-dan-kedudukannya-di-antara-ilmu-
ilmu-lain

Haris.2011.Sejarah Lahirnya Ilmu Kalam. http://tanjungbunut.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-


lahirnya-ilmu-kalam.html.

Abasawatawalla.2013.Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Kalam.

http://abasawatawalla01.blogspot.co.id/2013/06/ilmu-kalam.html.

Saleh, Rukaiyah.1994.Ilmu Kalam.Pekanbaru:Husada Grafika Press.

Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 33

Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal (Surabaya: Bina Ilmu, 2006), hlm. 71

Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.

Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim Sehari-Hari Dari Lahir Sampai Mati,
(Jakarta: WahyuQolbu, 2016), hlm. 140

Ibn Rusyd, 7 perdebatan utama dalam teologi islam (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 30

Tsuroya Kiswali, Al-Juwaini: Peletak dasar teologi rasional dalam islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 9
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran: Dari Khawarij Ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi (Jakarta:
Kencana, 2004), hlm. 99

Wahid ahmadi, Risalah akhlak, panduan perilaku muslim modern ( solo: 2004), hlm. 13

Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak Tasawuf  (Surabaya: UINSA Press, 2013) h.65-67

Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma‟ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1975), hlm. 35.

Anda mungkin juga menyukai