Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah ilmu kalam ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Batusangkar, September 2022


A. Pengertian Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan keesaan Allah dan hal-hal yang terkait
dengannya. Ilmu ini berkaitan dengan pembahasan tentang penetapan akidah yang
diambil dari dalil-dalil yang diyakini, yaitu Al-Qu’an dan hadis serta dalil naqli.
Para ulama memiliki istilah yang beragam tentang ilmu ini. berikut adalah beberapa
nama yang digunakan oleh para ulama untuk menyebut ilmu tauhid.
a. Ilmu Aqa’id. Dinamakan aqa’id karena ilmu ini membicarakan tentang akidah atau
kepercayaan.
b. Ilmu Kalam. Disebut demikian karena persoalan akidah yang dulu sering
diperselisihkan oleh para ulama adalah masalah kalamullah, apakah ia bersifat qadim
atau baru.
c. Ilmu Sifat. Disebut demikian karena ilmu ini mempelajari sifat-sifat Allah yang
wajib diketahui oleh setiap muslim.
d. Ilmu Usuluddin. Dinamakan demikian karena ia membicarakan persoalan-persoalan
pokok (usul) dalam agama, yaitu soal keimanan.
e. Ilmu Ma’rifah. Disebut demikian karena ilmu ini berkaitan dengan mengenali Allah
dan rasul-Nya.
f. Fikih Akbar. Imam Abu Hanifah menamai pembahasan tentang akidah dengan
sebutan fikih akbar. Abu Hanifah memakai istilah tersebut karena pada masanya
semua kegiatan intelektual agama disebut fikih.
Sumber:

Ilmu tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang ketuhanan Allah ta’ala baik yang
berhubungan dengan zatnya, dengan perbuatannya, maupun yang berhubungan antara
seorang hambanya terhadapnya. Uraian yang berhubungan dengan zatnya disebut tauhid
uluhiyah, uraian yang berhubungan dengan perbuatannya disebut tauhid rububiyah, dan
uraian yang berhubungan dengan abdi hamba terhadapnya disebut tauhid ‘ubudiyah.
Sumber: Teungku Muhammad Ali Muda (2019:1)

Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi) kata tauhid adalah merupakan bentuk kata
mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada yuwahhiduu wahdah yang memiliki
arti mengsesakan atau menunggalkan.Kemudian di tegaskan oleh ibnu kahduln dalam
kitab nya mukadimah bahwa katanya tauhid menggandung makna keesaan tuhan .Maka
dari pengertian ethimologi tersebut dapat diketahui bahwa tauhid menggandung makna
meyakinkan bahwa Allah adalah’’satu’’ tidak ada syarikat baginya
Demikian juga halnya pada kajian ilmu tauhid telah ditarifkan oleh para ahli sebagai
berikut:
a. Syekh Muhammad Abduh
Ilmu tauhid iyalah ilmu yang membahas tentang wujud allah dan sifat sifat yang
wajib ada padanya,dan sifat yang boleh ada padanya dan sifat yang tidak harus ada
padanya {mustahil},ia juga membahas tentang para rasul untuk menegaskan tugas
risalahnya,sifat sifat yang wajib ada padanya yang boleh padanya [jaiz] dan yang
tidak boleh ada padanya [mustahil]
b. Syekh Husain Affandial al-jisr al-Tharablusy mentra’rifkah
Ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas atau membicarakan bagaimana menetapkan
akidah dengan mengunakan dalil dalil yang meyakinkan.

Akidah seorang mukmin adalah akidah tauhid yang juga dan merupakan akidah yang
diserukan oleh seluruh para nabi dan rasul semenjak nabi Adam hingga nabi
Muhammad SAW. Tauhid secara bahasa berasal dari kata “wahhada-yuwahhidu-
tawhidan” yang artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu
esa dan satu-satunya).
Secara istilah atau syar’i tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal mencipta,
menguasai, mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-
Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul
Husna (Nama-nama yang bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-
Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
Sumber: Ridwan A. Malik (2014:25)

A. Pengertian Ilmu Kalam


Istilah ilmu kalam terdiri atas dua kata yaitu ilmu dan kalam. Ilmu berarti pengetahuan,
sedangkan kalam berarti pembicaraan. Secara bahasa, ilmu kalam berarti ilmu tentang
pembicaraan, yang merujuk pada sistem pemikiran rasional yang berfungsi untuk
mempertahankan Islam dan tradisinya dari ancaman dan tantangan dari luar. Secara
umum, ilmu kalam didefenisikan sebagai ilmu yang membahas akidah Islam dan
penetapannya dengan dalil-dalil yang qat’i, baik dari Al-Qur’an maupun hadis.
Beberapa ulama memberikan defenisi ilmu kalam sebagai berikut.
1. Imam Al-Ghazali
Ilmu kalam adalah ilmu yang bertujuan untuk menjaga akidah ahlussunah
dari pengaburan yang dilakukan oleh ahli bid’ah.
2. Ibnu Khaldun
Ilmu kalam adalah ilmu yang berisi argument-argumen tentang akidah
berdasarkan dalil-dalil aqliyah (rasional) serta pembelaan keyakinan salaf
dan ahlussunah terhadap pemikiran menyimpang dan para ahli bid’ah.
3. Al-Farabi
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas zat dan sifat Allah
beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai dari yang berkaitan dengan
masalah-masalah dunia hingga persoalan-persoalan sesudah mati yang
didasarkan pada doktrin Islam.
4. Mustafa Abdur Raziq
Ilmu kalam adalah ilmu yang berkaitan dengan akidah keimanan yang
dibangun diatas argumentasi-argumentasi rasional.
5. Fuad al-Ahwani
Ilmu kalam adalah ilmu untuk memperkuat akidah agama dengan ajaran-
ajaran yang rasional.

Istilah ilmu kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam, kata ilmu dalam bahasa
Indonesia,mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang di susun secara
bersistem menurut metode tertentu. Adapun kata kalam dalam bahasa arab yang berarti
kata-kata. Ilmu kalam secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Walaupun dikatakan
ilmu kata-kata, namun ilmu ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan ilmu
bahasa. Ilmu kalam mengunakan kata-kata dalam menyusun argument-argumen yang
digunakan nya. Oleh sebab itu, kalam sebagai kata, bisa mengandung arti kata perkatan
manusia (kalam al-nas) atau perkataan allah (kalam Allah).

Bila yang dimaksud dengan kalam itu adalah sabda Tuhan, maka soal kalam pernah
menjadi pembahasan yang sangat serius dalam ilmu kalam sehingga menimbulkan
aliran-aliran yang ada.

Tetapi yang dimaksud kata kalam itu adalah kata-kata manusia, maka ilmu kalam
menggunakan logika yang disampaikan dengan susunan kata yang penuh argumentasi
rasional. Hal itu ditunjukan dalam rangka memperkuat dalil-dalil naqli yang bersumber
dari Al-Qur’an dan hadist nabi. Maka untuk membedakan disiplin ilmu ini yang tentu
saja ketika itu belum ada namanya yang baku dari ilmu mantiq (logika), maka dipakailah
istilah ilmu kalam.

Dengan demikian secara defenisi atau ta’arif ilmu kalam juga disebut ilmu tauhid. Kata
tauhid mengandung arti satu atau esa. Masalah keesaan Tuhan dalam pandangan islam,
sebagai agama monoteisme, merupakan masalah pokok dalam akidah, dan masalah ini
pula yang menjadi pembahasan terpenting dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dasar dalam agama islam. Ajaran-ajaran dasar itu
menyangkut wujud Allah, Kerasulan Muhammad, dan Al-Qur’an, kitab suci yang
dibawa oleh Muhammad SAW, orang yang percaya kepada tiga hal itu, yakni orang
Muslim dan mukmin, serta orang yang tidak percaya, yakni kafir dan musyrik, soal surga
dan neraka dan lain-lain.
Masalah yang disebut diatas pada hakikatnya merupakan dasar-dasar dari ajaran Islam.
Dasar-dasar ajaran agama, disebut Ushul al-Din atau juga dinamakan dengan Ilmu al-
Aqaid. Oleh sebab itu ilmu kalam juga disebut dengan Ilmu al-Ushul al-Din atau Ilmu
al-Aqaid al-Diniyah. Dalam literatur Barat disiplin ini disebut dengan Islamic Theology
atau The Theology of Islam.
Disamping nama Ilmu Kalam, ilmu ini juga diberi nama dengan nama-nama lain, yakni:
1. Ilmu Ushul Al-Din (Ilmu tentang dasar-dasar agama).
2. Ilmu Al-Aqaid Al-Diniyah (Ilmu tentang aqidah, keagamaan atau ajaran-ajaran
pokok agama.
3. Ilmu al-Tauhid (Ilmu yang membahas tentang keesaan Allah).
4. Teologi Islam (Ilmu Ketuhanan Islam). Dalam literatur Barat Teologi Islam disebut
dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5. Al-Fiqh al-Akbar ( Fikih Besar/ Ajaran dasar). Istilah ini dikontraskan dengan Al-
Fiqh al-Asghar (Fikih Kecil/ajaran cabang (furu’). Fikih kecil ini adalah ilmu yang
membahas masalah-masalah yang sekarang populer dengan fikih yang berkaitan
dengan hukum syariat. Adapun masalah yang menyangkut Ketuhanan disebut
dengan al-Fiqh al-Akbar.

Ruang lingkup ilmu kalam adalah ajaran-ajaran dasar islam. Ajaran dasar itu disebut
dengan aqidah dalam islam. Ajaran aqidah meliputi wujud Allah, Kerasulan Muhammad,
Kewahyuan Al-Qur’an, masalah siapa mukmin dan siapa kafir tentang surga dan neraka,
kekuasaan Allah, dan kebebasan manusia.

Pradigma Ilmu kalam harus berangkat dari keyakinan/ dogma. Seseorang harus beriman
terlebih dahulu baru melakukan penjelajahan intelektual dalam rangka memperkukuh
keyakinan tersebut. Oleh sebab itu, tidak boleh terjadi setelah mempelajari Ilmu kalam
iman seorang menjadi goyah.

Adapun metodologi yang digunakan oleh Ilmu kalam dikenal dengan dalil naqli (dalil
yang menggunakan nash-nash agama, yakni Al-Qur’an dan hadis Nabi) serta dalil aqli
(dalil yang menggunakan argumentasi rasional). Dalam menggunakan metode tersebut
timbul dua corak pemikiran kalam, yakni pemikiran kalam rasional dan pemikiran kalam
tradisional.
Pemikiran kalam rasional mempunyai ciri-ciri: memberi makna metaforis terhadap nash,
manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah tidak
berubah-ubah, kekuasaan dan kehendak Tuhan terbatas, dan memberi daya yang besar
kepada akal. Sebaliknya pemikiran kalam tradisional mempunyai ciri-ciri: memberi
makna harfiah kepada nash, manusia terikat dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah
berubah-ubah, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya, dan
memberi daya yang kecil kepada akal.

Di dalam pemikiran kalam dikenal istilah ushul (dasar) dan furu’ (cabang). Pengertian
ushul dalam pemikiran kalam adalah ajaran-ajaran dasar agama yang dikalangan
mutakallimin tidak diperselisihkan lagi. Ajaran dasar itu adalah: Allah Maha Esa,
Muhammad adalah Rasul, hari kiamat itu pasti, surga dan neraka itu ada.

Sementara itu pengertian furu’ (cabang) dalam pemikiran islam adalah hasil interpretasi
dari ajaran dasar yang diantara para mutakallimin diperselisihkan pemahaman nya.
Dengan kata lain masalah furu’ adalah masalah-masalah yang ada diseputar akidah islam
yang bukan ajaran dasar. Ajaran yang bukan dasar itu antara lain: Allah mempunyai sifat
diluar dzat atau tidak, diutusnya rasul wajib atau bukan, Al-Qur’an bersifat qadim atau
baharu. Surga dan neraka itu bersifat jasmani atau rohani, dan melihat Allah di akhirat
apakah dengan penglihatan jasmani atau rohani.
Sumber: (M. Yunan Yunus 2014:1-6).

Kalam berasal dari Bahasa Arab yang secara harfiah berarti perkataan. Secara istilah,
ilmu kalam adalah sesuatu kajian ilmiah yang berupaya untuk memahami keyakinan
keagamaan dengan argumentasi yang kokoh. Bagi Al-Iji, ilmu kalam adalah ilmu yang
berkaitan dengan akidah Islam yang mengemukakan argumen-argumen dan menolak
keraguan.

Menurut Hasan Hanafi, ilmu kalam sebagai metodologi berfikir, berdialog dan cara
pengungkapan. Sementara ulama terdahulu memandang bahwa ilmu kalam sebagai
bentuk pembelaan terhadap kebenaran agama dalam menghadapi lawan-lawannya.
Hanafi manambahkan bahwa jika pandangan tersebut diterima, maka kedudukan ilmu
kalam sama dengan logika dalam filsafat.

Bagi Ibn Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang mengkaji tentang argumentasi yang
mempertahankan keimanan dengan dalil-dalil akal dan argumentasi terhadap orang-
orang yang menyimpang dari kepercayaan mazhab ulama salaf dan ahl sunnah. Menurut
Mustafa Abd ar-Raziq, ilmu kalam adalah ilmu yang berbicara tentang akidah
keagamaan yang meliputi argumentasi dan bantahan terhadap keraguan. Lebih tegas lagi
Ahmad Fuad al-Ahwani mendefenisikan ilmu kalam sebagai ilmu yang memperkuat
akidah-akidah agama Islam dengan argumentasi rasional.

Al-Farabi menyatakan ilmu kalam adalah:


“ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengkaji tentang zat Allah, sifat-sifatNya, semua
keberadaan yang mungkin dari permasalahan dunia sampai masalah sesudah mati yang
berdasarkan undang-undang Islam.

Al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu kalam bertujuan menjaga akidah Ahl as-sunnah dari
bisikan ahli bid’ah yang menyesatkan. Hal ini karena Allah telah menyampaikan akidah
yang benar kepada hambanya melalui para NabiNya yang mengandung kebaikan bagi
agama dan dunia mereka. Dalam hal ini, ilmu kalam mengkaji tentang pengetahuan Al-
Qur’an beserta kabar yang lain.

Abd al-Mun’in menyatakan ilmu kalam mencakup akidah keimanan dengan


menggunakan argumentasi rasional. Ilmu ini muncul untuk membela agama islam dan
menolak akidah-akidah yang masuk dari orang lain. Ilmu ini dikatakan ilmu kalam
karena persoalan yang penting dikajinya adalah kalam Allah, persoalan akidah yang
mendalam, hari kiamat, hakikat sifat Tuhan, qada’, qadar, hakikat kenabian, dan
penciptaan Al-Qur’an.

Ilmu kalam digunakan dalam terjemahan Bahasa Arab dari karya-karya ahli filsafat
Yunani yang merupakan alih bahasa dari Logos dalam berbagai arti harfiahnya, seperti
word (kata), reason (akal), dan argument (pembuktian logika). Istilah ni berkembang
menjadi cabang khusus ilmu pegetahuan. Akibatnya, dikatakan ilmu kalam at-tabi’i (the
physical kalam), sehingga orang yang ahli ilmu kalam disebut asbab al-kalam at-tabi’i.
Demikian pula, ahli ilmu ketuhanan disebut asbab al-kalam al-ilahi atau almutakallimin
fi al-ilahiyyat.

Al-Iji megidentifikasikan bebrapa latar belakang penamaan istilah ilmu kalam, yaitu:
1. Ilmu kalam sebagai bentuk perlawanan terhadap logika para ahli filsafat;
2. Ilmu kalam berasal dari judul bab-bab buku yang umumnya diawali dengan
perkataan “al-kalam fi…” (pembahasan tentang…);
3. Ilmu kalam berkaitan dengan perdebatan ulama mutakallimin apakah kalam Allah itu
adalah baru (hadits) ataukah qadim. Oleh karena itu, penamaan ilmu kalam ini sangat
cocok dengan konteks sejarah yang pernah dilakukan oleh penguasa yang bermazhab
mu’tazilah melakukan pengujian (mihnah) pada ulama tentang kalam Allah. Sumber:
(Nawawi, 2018:1-3).
Istilah ilmu kalam berasal dari kata al-kalam, yang mula-mula berarti susunan kata yang
mengandung suatu maksud. Kemudian kata tersebut menunjukkan salah satu sifat
Tuhan, yaitu sifat berbicara atau mutakalliman. Sedangkan kata ilmu kalam sendiri mulai
terpakai di masa khalifah al-Ma’mun pada zaman dinasti abbasiyah. Pada masa itu
dipelajari buku-buku terjemahan filsafat Yunani oleh kaum mu’tazillah, kemudian
mereka dipertemukanlah sistem filsafat dengan kajian agama tentang Tuhan, hasil kajian
tersebut menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan nama ilmu kalam. Dasar-dasar yang
dijadikan sebagai penamaan ilmu kalam tersebut antara lain:
1. Masalah terpenting yang menjadi kajian abad-abad awal kaendarium islam adalah
tentang kalam Allah (firman Tuhan) dan tidak azalinya Al-Qur’an (khalaq Al-
Qur’an).
2. Dasar ilmu kalam yaitu dalil-dalil pikiran, mereka jarang kembali kepada dalil-dail
naqli, kecuali setelah menetapkan benarnya pokok persoalan.
3. Pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat.

Dalam ilmu kalam dikaji tentang keesaan Tuhan. Tujuan pengkajiannya yaitu untuk
menetapkan keesaan Tuhan dalam zat, perbuatannya menjadikan alam, dan bahwa dialah
yang menjadi tempat tujuan terakhir alam. Secara bahasa, ilmu kalam dapat diartikan
sebagai ilmu pembicaraan karena dengan pembicaraan-pembicaraan tersebutlah
pengetahuan dapat dijelaskan dan dengan pembicaraan yang tepat menurut Undang-
Undang berbicaralah kepercayaan yang benar dan dapat ditanamkan.

Jadi secara istilah, ilmu kalam dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji tentang
Tuhan melalui berbagai pembicaraan-pembicaraan baik yang bersumber dari naqli
maupun dari aqli. Orang yang ahli dalam ilmu kalam tersebut disebut dengan
mutakallimin.

Ilmu kalam disebut juga dengan beberapa nama seperti ilmu ushuluddin, ilmu tauhid,
fiqh al-akbar, dan teologi islam. Ilmu ushuluddin secara bahasa berarti ilmu pokok-
pokok agama. Hal ini dikarenakan dalam ilmu ushuluddin membahas pokok-pokok
agama atau pokok segala persoalan yang terkait dalam agama.

Kemudian ilmu kalam juga dinamakan sebagai ilmu tauhid karena dalam ilmu tauhid
dibahas keesaan Tuhan. Secara bahasa ilmu tauhid dapat diartikan sebagai ilmu meng-
Esakan atau ilmu kepercayaan bahwa hanya satu Tuhan yang harus dipercaya.

Lalu ilmu kalam disebut juga dengan fiqh al-akbar karena dalam fiqh al-akbar itu
membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid serta membahas hal-hal
yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya
cabang saja. Abu Hanifat merupakan tokoh yang menyebut nama ilmu kalam dengan
fiqh al-akbar.
Sumber: (Novan Ardy Wiyani, 2013:1-3).

B. Perbedaan Dan Korelasi Antara Ilmu Kalam, Filsafat, Dan Tasawuf


Perbedaan diantara tiga titik ilmu diatas terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam,
sebagai ilmu ynag menggunakan logika disamping argumentasi-argumentasi naqliah
untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, sangat tampak nilai-nilai apologinya.
Ilmu kalam pada dasarnya menggunakan metode dialektika (jadaliah), dikenal juga
dengan istilah “dialog keagamaan”. Sebagai sebuah keagamaan, ilmu kalam berisi
keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argumen-argumen
rasional. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-
keyakinan kebenaran, praktik, dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman
keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.

Sementara itu, filsafat adalah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
rasional. Metode yang digunakannya adalah metode rasional. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara menualangkan (mengembarakan atau mengelanakan) akal budi
secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam); tidak
merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya yang bernaama logika.
Peranan filsafat sebagaimana dikatakan Socrates adalah upaya berpegang teguh pada
ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan berbagai konsep.

Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logika, di dalam
filsafat disebut kebenaran korespondensi. Dalam pandangan korespondensi, kebenaran
adalah persesuaian antara pernyataan fakta-fakta dengan data fakta. Dengan bahasa yang
sederhana, kebenaran adalah persesuaian antara yang ada di dalam rasio dengan
kenyataan yang sebenarnya di alam nyata.

Disamping kebenaran korespondensi, di dalam filsafat juga dikenal kebenaran koherensi.


Dalam pandangan koherensi, kebenaran adalah kesesuaian antara pertimbangan baru
dengan pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi,
kebenaran baru akan dianggap tidak benar jika tidak sesuai dengan kebenaran yang
selama ini dianggap benar oleh ulama umum.

Disamping dua macam kebenaran diatas, dalam filsafat dikenal juga kebenaran
pragmatik. Dalam pandangan pragmatisme, kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat
(utility) dan mungkin dapat dikerjakan (workability) dengan dampaknya yang
memuaskan. Jadi, sesuatu akan dianggap tidak benar jika kebenaran itu tidak nampak
manfaatnya secara nyata dan sulit dikerjakan.

Sementara, ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh
karena itu, antara filsafat dan tasawuf sangat distingsif. Sebagai ilmu yang prosesnya
diperoleh dari rasa, ilmu tasawuf sangat subjektif sifatnya, yaitu sangat berkaitan dengan
pengalaman seseorang. Resikonya, bahasa tasawuf sering tampak aneh dilihat dari aspek
rasio karena pengalaman rasa sangat sulit dibahasakan. Pengalaman rasa lebih mudah
dirasakan langsung oleh orang yang ingin memperoleh kebenarannya dan mudah
digambarkan dengan bahasa lambang, sehingga sangat interpretable (dapat
diinterprektasikan bermacam-macam).

Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi atau ilham atau
inspirasi yang datang dari Tuhan. Kebenaran yang dihasilkan oleh ilmu tasawuf dikenal
dengan istilah kebenaran hudhuri. Suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam
subjek sehingga dalam sains dikenal istilah objeknya swa-objek, atau objeknya tidak
objektif. Ilmu seperti ini dalam sains dikenal dengan ilmu yang diketahui bersama atau
tacit knowledge, bukan ilmu proposional.

Di dalam pertumbuhannya, ilmu kalam (teologi) perkembangan menjadi teologi rasional


dan tradisional. Sementara filsafat berkembang menjadi sains dan filsafat. Sains
berkembang menjadi sains kealaman, sosial, dan humaniora; sedangkan filsafat
berkembang menjadi filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern. Tasawuf
berkembang menjadi tasawuf praktis dan teoretis.

Dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya), teologi diantaranya berperan sebagai ilmu
yang mengajak orang yang baru mengenal rasio untuk mengenal Tuhan secara rasional.
Adapun filsafat lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang
mempunyai rasio secara prima untuk megenal Tuhan secara lebih bebas melalui
pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya secara langsung. Dengan cara pengenalan
Tuhan melalui filsafat, diharapkan orang yang telah mempunyai rasio sangat prima dapat
mengenal Tuhan secara meyakinkan melalui rasionya. Adapun tasawuf lebih berperan
sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya
secara bebas karena tidak memperoleh yang ingin dicarinya.

Sementara orang memandang bahwa ketiga ilmu itu memiliki jenjang-jenjang tertentu.
Jenjang pertama adalah ilmu kalam, kemudian filsafat dan ilmu tasawuf. Oleh karena
itu, “suatu kekeliruan” apabila dialektika kefilsafatan atau tasawuf teoretis diperkenalkan
kepada masyarakat awam karena akan berdampak pada terjadinya rational jumping
(lompat pemikiran).
Sumber: (Rosihon Anwar 2019:53-55).

Anda mungkin juga menyukai