Anda di halaman 1dari 14

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU TAUHID

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ilmu Tauhid

Dosen Pengampu:

Dr. H. M. Rozali, MA

Disusun Oleh
Kelompok 2:

MAIDA ANINDYA
NIM: 0704221021

NOVI PRASTICA SYAFITRI


NIM: 0704221024

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2022/2023
ISTILAH-ISTILAH TAUHID DALAM ISLAM
Dosen Pengampu: Dr. H. M. Rozali, MA
Oleh: Maida Anindya (0704221021)
Novi Prastica Syafitri (0704221024)

A. PENDAHULUAN

Konsep dasar dalam sistem ajaran Islam yaitu teretak pada tauhid.

Tauhid merupakan konsep dasar ajaran yang mengandung dua bidang pokok

permasalahan. Pertama, bidang kepercayaan (aqidah) dan yang ke-dua,

bidang perundang-undangan (syari‟ah). Dengan demikian aqidah diartikan

kepercayaan Islam dan syari‟ah adalah hukum perundang-undangan Islam.

Aqidah dan syari‟ah masing-masing menempati kedudukan yang tak

sama di dalam Islam, yaitu aqidah menempati posisi dasar dan syari‟ah

menempati posisi cabang. Sehingga dapat diilustrasikan apabila aqidah itu

merupakan suatu pondasi yang tertanam ditanah, sedangkan syari‟ah adalah

gedung-gedung yang dibangun di atasnya atau di atas pondasi tersebut. Jadi

keberaaan aqidah harus ada lebih dahulu sebelum adanya syari‟ah. Sebab

keimanan sebagai pondasi orang beragam harus dibangun lebih dahulu

sebelum sesorang melakukan syari‟ah.1

Perkataan tauhid berasal dari bahasa arab, masdar dari kata wahhada

dan yuwahhidu. Secara epistimologis, tauhid bebrarti keesaan. Maksudnya,

i‟tikad atau keyakinan bahwa Tuhan adalah Esa, tunggal, satu.2

Tauhid lahir dari paradigma historisitas yang merujuk pada dua

potongan sejarah yang dapat diadikan sebagai bukti bagaimana tauhid


1
Mulyono dan Bashori. Studi ilmu tauhid/kalam, (Malang: UIN-Maliki Press,
2010).,hlm. 49.
2
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, 1993), hlm. 1.

1
dirumuskan. Pertama, sejarah pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Nabi

Ibrahim a.s. kasus Nabi Ibrahim a.s. memberikan inspirasi kepada kita bahwa

tauhid masuk ke dalam hati setiap orang tidak cukup hanya melalui doktrinasi,

tetapi juga melalui pencairan, inspirasi, dan refleksi.

Kedua, proses panjang yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW

ketika mengenal konsep Tuhan, menerjemahkan gagasan-gagasan ketuhanan

berikut ajaran-ajarannya, serta refleksi-refleksi diri Nabi Muhammad SAW

dalam kehidupan masyarakat sehingga kemudian beliau diposisikan sebagai

orang yang bertauhid dan pembawa risalah Tuhannya.3 Pada saat yang sama,

al-Qur‟an melalui penurunan fase awal juga menjelaskan secara runut proses

gradasi bagaimana Tuhan diperkenalkan dan didialogkan oleh masyarakat

sampai kemudian bagaimana Tuhan betul-betul diyakini ketauhidan-Nya.4

Di dalam makalah ini akan membahas tentang istilah-istilah dalam

ilmu tauhid. Hal ini ilmu tauhid sebagai ilmu yang mempelajari pokok-pokok

agama yang sangat penting itu hukumnya wajib. Sebab dengan mempelajari

ilmu tauhid akan mengetahui yang baik dan yang buruk. Maka yang baik itu

harus dijadikan pedoman dalam keyakinan dan beri‟tikad, dan yang buruk

untuk ditinggalkan.5

B. PEMBAHASAN

Tauhid

1. Pengertian Tauhid
3
Zuhri, Pengantar Studi Tauhid, (Yogyakarta: Suka Press, 2013), hlm. 1-2.
4
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,hlm. 9.
5
Zainuddin, Ilmu tauhid lengkap. (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1996)., hlm. 11.

2
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada

yuwahhidu. Secara etimologi, tauhid berarti keesaan.Maksudnya, iktikad atau

keyakinan bahwa Allah adalah Esa; Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan

dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu

“keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui keesaan Allah; mengesakan

Allah.”6

Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal

mencipta, menguasai, mengatur dan memurnikan (mengikhlaskan)

peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada

selainNya serta menetapkan asma‟ul husna dan sifat al-„ulya bagi-Nya dan

mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat. Asal makna “tauhid” ialah

meyakinkan, bahwa Allahadalah “satu”, tidak ada syarikat bagi-Nya.7

Misalnya Muhammad Abduh menjelaskan yang artinya: “Tauhid ialah suatu

ilmu yang Membahas tentang wujud Allah, sifatsifat yang wajib tetap pada-

Nya, sifat sifat yang boleh disifatkan kepada Nya, dan tentang sifat-sifat yang

sama sekali wajib dilenyapkan pada Nya. Juga membahas tentang rasulrasul

Allah meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan

(dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya

kepada diri mereka.”8

2. Hakikat Tauhid

1) Tauhid Rububiyah

6
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,(Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996), cet. Ke-3, h.
1.
7
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (diterjemahkan oleh Firdaus AN), (Jakarta:
Bulan Bintang, 1996), cet. Ke-10, h. 5.
8
Yusman Asmuni, Op.cit., h. 1.

3
Tauhid rububiyah, rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada

salah satu nama Allah, yaitu Rabb‟. Nama ini mempunyai beberapa arti,

antara lain: AlMurabbi (pemelihara),al-Nashir (penolong), al-Malik

(pemilik), alMushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan). Dalam

terminologi syari‟at Islam, istilah tauhid rububiyyah berarti percaya

bahwa hanya Allah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya

yang dengan takdirnya-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta

mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”.

2) Tauhid Uluhiyah

Tauhid uluhiyah adalah Percaya sepenuhnya bahwa Allah-lah yang

berhak menerima semua peribadatan makhluk, dan hanya Allah sajalah

yang sebenarnya yang harus disembah.Manusia bersujud kepada Allah,

Allah melarang kita menyembah selain-Nya seperti menyembah batu,

menyembah matahari, maupun menyembah manusia.9

3) Tauhid Ubudiyah

Kata ubud berasal dari kata kerja „Abada yang berarti

mengabdikan diri(Ibadah). Beribadah kepada allah dengan menyembah

kepada-Nya. Penyembahan disini merupakan

ketaatan,kepatuhan,ketumbuhan antara hamba dengan Tuhannya.

Islam dan Kufur

1. Islam

9
Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif,Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat
Lanjutan.(Jakarta:Darul Haq,1998), cet. Ke-1, h. 10

4
Islam berarti telah masuk golongan yang menyerah (tunduk)

mengikuti, tunduk beserta mengerjakan dengan perbuatan, letaknya

adakalanya di dalam hati dan diikuti oleh perbuatan, dan kadangkala

perbuatan saja, selanjutnya islam harus berbuah dengan apa yang disebut

Ihsan.

Keimanan merupakan akidah pokok yang diatasnya berdiri syari‟at

Islam, kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya. Perbuatan itu

merupakan syari‟at dan cabang-cabang bagai buah yang keluar dari keimanan

serta akidah berdirinya syari‟at sebagai pedoman pelaksanaan ibadah kepada

Allah. Islam dikatakan relevan untuk setiap waktu dan tempat maksudnya

adalah berpegang teguh kepada Islah tidak akan menghilangkan kemaslahatan

umat disetiap waktu.

Islam dibina atas lima azas yaitu : 1) Engkau bersaksi tiada tuhan yang

disembah selain Allah dan engkau bersaksi bahwa Muhammad sesungguhnya

Rosulullah (Syahadat) 2) Mengerjakan sembahyang lima waktu 3)

Mengeluarkan zakat 4) Berpuasa sebulan romadhon dan 5) Naik haji apabila

mempunyai kesanggupan dan kesempatan untuk pergi10 Lima azas atau rukun

Islam diatas menjadi tanda bahwa seseorang itu telah masuk islam atau belum,

kwalitas keislaman seseorang mengacu bagaimana pengamalanya terhadap

rukun islam ini.

2. Kufur

10
Husen Abdul Muin, Aqidah Islamiah, Penerbit Pustaka Iqbal Palembang, tahun
1969, hal 22

5
Kekufuran atau kafir adalah orang yang ingkar kepada Allah dan

membangkang kepada Rosul-rosul yang dikirim kepada mereka ,ayat-ayat

Nya dan hari kemudian. Sebab-sebab Kafir Ada dua hal yang perlu dicatat

untuk mengungkap sebab-sebab kufir yaitu Al-qur‟an memberi isarat bahwa

setiap manusia lahir kedunia dengan membawa potensi beriman dan bertuhan,

akan tetapi dilain pihak Al-qur‟an justru mengungkapkan bahwa dalam

kenyataanya hanya sedikit sekali manusia yang beriman. dari permasalahan ini

ada faktor-faktor penyebab pengingkaran yaitu :

a) Faktor-faktor Internal, yaitu sifat negatif pada diri manusia11

b) Faktor external yakni faktor lingkungan, pengaruh lingkungan,

kemiskinan, politik dan budaya

Manusia dalam bertindak tergantung pilihan filosfinya, kuat atau tidak

pijakan manusia dalam menjalankan sebuah keyakinan tergantung

pemahamanya terhadap efistemologi sumber keilmuan, sumber keyakinan

yang dimiliki serta seberapa kuat sumber-sumber itu sebagai landasan berpijak

dalam sebuah keyakinan, realita islam dan kufur merupakan sebuah

keniscayaan. Prilaku menyimpang dari hilangnya keislaman seseorang adalah

kufur, dimana seseorang sudah ingkar akan kewajibannya, sifat kufur

seseorang terjadi karena manusia terlalu sombong dalam menyikapi fenomena

fenomena alam manusia.

Iman dan Musyrik

Haeifuddin Cawindu, Konsep Kufr dalam Al-qur‟an, Penerbit Bulan Bintang,


11

tahun 1991, hal 91-98

6
1. Iman

Iman berarti kepercayaan / keyakinan, Iman berasal dari bahasa Arab

yang berarti tashdiq membenarkan. Rangakaian keimanan meliputi Iman

tasdiq dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan.

Seseorang yang beriman dengan sungguh dan dituturkanya dengan lisan dan

perbuatan maka itulah sebenarnya orang mukmin. 12 Keimanan itu bukanlah

semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah ataupun hanya semacam

keyakinan dalam hati, tetapi keimanan yang sebenarnya “Merupakan suatu

akidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani, dari situ akan

muncul bekas-bekas atau kesan-kesanya, sebagaimana munculnya cahaya

yang disorotkan oleh mataharti dan sebagai mana semerbak bau harum bunga

mawar.13

Didalam Al-qur‟am dijelaskan bahwa yang dimaksud orang beriman

adalah Apabila disebut nama Allah begetarlah hati mereka dan apabila

dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada

Allahlah mereka bertawakal (Al-Anfal 2-3)

Keimanan tersusun dari enam perkara yaitu : Iman kepada Allah, Iman kepada

mailaikat Allah, Iman kepada kitab-kitab Allah, Iman kepada Nabi dan Rosul,

Iman kepada hari qiamatIman kepada qadha dan qhadar14

2. Musyrik

12
Taib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam, Penerbit Widjaya Jakarta, 1981, hal 126
13
Sayid Sabiq, Aqidah Islamiah, Penerbit CV Diponegoro Bandung, 1992, 123
14
Syayid Sabiq, Ibid, 40.

7
Pada dasarnya dosa yang paling besar adalah menghubungkan Allah

Swt. terhadap sesuatu yang lain sehingga menjadikan sesuatu yang

dinisbahkan itu menjadi sekutu bagi-Nya. Berbagai banyak bentuk dosa

kemusyrikan yang menyebabkan tergelincirnya manusia ke dalam kesesatan

yang nyata dan tidak ada ruang keselamatan bagi dirinya di akhirat kelak.

Allah mungkin memberikan ampunan kepada siapa saja yang telah berbuat

dosa selain syirik. Allah berfirman dalam QS. al-Maidah/5: 72 yang

terjemahnya :15

Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “sesungguhnya Allah itu

dialah al-Masih putra Maryam. “padahal al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai

Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya

barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh,

Allah mengharamkan surga baginya dan tempatnya adalah neraka. Dan tidak

ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.

Menurut penilaian Allah dan Rasul, orang-orang musyrik itu ada dua

macam. Pertama kaum Nabi Nuh As. dan yang kedua kaum Nabi Ibrahim As.

Orang-orang musyrik di zaman Nabi Nuh As. yang menjadi inti

kemusyrikannya ialah mereka beri’tikaf di pekuburan orang-orang yang

mereka anggap keramat, mereka menghayalkan arwah orang-orang keramat

berada di pekuburan itu, terpampang dimatanya bahwa arwah orang yang

dikubur disana itu duduk di dekatnya, karena itu mereka menyembahnya

sedangkan kemusyrikan kaum Nabi Ibrahim As. mereka menyembah bintang,

15
A.H. Dasteghib, Greater Sins, terj. Gaos dkk, 50 Dosa Besar Penghancur Amal, Jil.
I (Cet. I; Citra, 2013), h.54.

8
matahari dan bulan bahkan menyembah Jin karena setan itu berhasil

membisikkan ke telinganya supaya berbuat apa saja yang dilarang Allah,

setanlah yang sampai hati melihat orang terjebak ke dalam kancah noda dan

dosa.16

Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa wujud dari perumpamaan orang

musyrik adalah hilangnya keimanan seseorang sehingga diibaratkan seperti

jatuh dari langit lalu disambar oleh burung sehingga tidak mempunyai

pegangan dalam hidupnya hal ini dapat dilihat seperti perbuatan-perbuatan

yang dikategorikan syirik: menyembah berhala, mendatangi tukang tenun

(dukun) dan sihir, bersumpah dengan memakai kata selain Allah, percaya pada

jimat sehingga menyebabkan penyimpangan akidah juga dalam perspektif

ibadah dapat dilihat dari perbuatan seperti riya serta wujud yang terakhir

adalah syirik penyebab pemecah belah umat karena faktor golongan yang

masing-masing dianggap benar.

Ihsan dan Fasiq

1. Ihsan

Dalam ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengungkapkan masalah Ihsan di

dalam Al-Qur‟an terdapat tempat-tempat yang menuturkan kata Ihsan dengan

berbagai kondisi dan sebagai perilaku Ihsan yang diantaranya dapat

disebutkan sebagai berikut :

16
Ibnu Taimiyah, Tawassul Wal Wasilah, terj. Halimuddin, Kemurnian Akidah:
Menolak Perantara yang Diadakan antara Allah dan Hamba (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara,
1996), h. 26-27.

9
1) Berlaku Adil dan Ihsan Kepada Kaum Kerabat

a. Adil

Adil menurut Poedjawijatna mengatakan bahwa adil adalah

pengakuan dan perlakukan terhadap hak (yang sah). Sedangkan dalam

literatur Islam, adil dapat diartikan istilah yang digunakan untuk

menunjukan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara.

b. Ihsan Kepada Kaum Kerabat

Yaitu berbuat baik dan menyayangi mereka, berlemah lembut dan

peduli kepada mereka, melaksanakan sesuatu yang dapat menggembirakan

mereka, dan meninggalkan ucapan atau perbuatan yang bisa melukai

mereka.17

2) Orang-orang Yang Bertaqwa

Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan kita penjelasan menarik

mengenai pengertian taqwa. Beliau rahimahullah berkata, “Taqwa adalah

seseorang beramal ketaatan pada Allah Swt atas cahaya (petunjuk) dari

Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena

cahaya (petunjuk) dari Allah Swt karena takut akan siksa-Nya.18

3) Orang-orang Yang Berjihad

Jihad artinya peperangan terhadap orang kafir yang dipandang

musuh, untuk membela agama Allah (li i‟lai kalimatillah).

4) Ihsan Terhadap Harta Benda


17
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Pedoman Hidup Seorang Muslim, ( Jakarta : Ummul
Qura, 2014 ), h. 343.
18
Munawwir, Ihsan Berbuat Yang Terbaik, ( Yogyakarta : Gambus, 2018), h. 128.

10
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu

menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,

karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

(Al-Baqarah: 195)

2. Fasiq

Mazhab Salafiyah oleh Ibn Taimiyah memperkuat pendapat alAsy„ari.

Menurut dia bahwa iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Orang

fasik adalah orang yang berkurang imannya, tetapi tidak sama sekali hilang.

Oleh karena itu, orang fasik masih tetap disebut mukmin, walaupun imannya

sudah berkurang. Pada saat yang sama tidak pula disebut sebagai orang kafir.

Kefasikan terbagi menjadi dua macam, yaitu : 1) Kefasikan yang membuat

seseorang keluar dari agamanya, yakni kufur, dan 2) Kefasikan yang tidak

membuat seseorang keluar dari agamanya

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:

“Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka adalah

neraka Jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka

dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah siksa

neraka yang dahulu kamu mendustakannya”. (Q.S As-Sajadah [32]: 20)

Dalam ayat ini Allah Swt mengabarkan tentang keadilan dan

kemurkaan-Nya, dimana di dalam hukumannya pada hari kiamat, tidak akan

sama antara orang yang beriman kepada-Nya serta mengikuti Rasul-Nya

dengan orang yang fasiq, yaitu orang yang keluar dari mentaati Allah Swt

serta mendustakan Rasul-Nya. Semua orang yang menyangkal kebenaran,

11
tidak beriman kepada Allah Swt dan Rasul-Nya serta mengajarkan berbagai

kemaksiatan, maka mereka itu di akhirat akan ditempatkan di dalam neraka

Jahannam.19

C. KESIMPULAN

Keislaman, keimanan dan ihsan seseorang saling mempengaruhi

prilaku manusia, semakin kuat landasan keimanan, dari unsur efistemologi

dan ontologi sangat mempengaruri keislaman seseorang. Keimanan dan

keislaman satu rangka yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling

menguatkan. Jika keduanya lemah maka semangat pengabdian akan berbalik

menjadi pengingkaran kepada Allah disitu kekufuran akan terjadi.

Allah telah banyak memberikan sarana, berupakan pikiran, hati,

hikmah untuk meneguhkan keimanan seseorang, sarana akal manusia yang

kritis bersifat analisis dapat menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan

pertentangan, dengan jalan bertanya, berdialog membedakan, membersihkan,

menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat keimanan yang

selanjutnya dapat meningkatkan keislaman seseorang. Prilaku menyimpang

dari keimanan dan keislaman disebut kekufuran, diantara penyebab kesesatan

dan kembali pada kekufuran adalah kecenderungan manusia untuk menyukai

kesesatan

DAFTAR PUSTAKA

19
T.M.H. ash-Shiddieqy, Tafsir Alquranul Majid An-Nur. (Cakrawala Publishing.
Jakarta, 2011) Hal, 467.

12
Abduh Muhammad, Risalah Tauhid, (diterjemahkan oleh Firdaus AN),
Jakarta: Bulan Bintang, cet. Ke-10, 1996.
Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, 1993.
Asmuni Yusran, Ilmu Tauhid, Jakarta: Raka Grafindo Persada, cet. Ke-3,
1996.
Aziz Abdul bin Muhammad Alu Abdul Lathif, Pelajaran Tauhid Untuk
Tingkat Lanjutan. Jakarta:Darul Haq, cet. Ke-1, 1998.
Dasteghib, A.H. Greater Sins, Diterjemahkan oleh Gaos dkk, 50 Dosa Besar
Penghancur Amal, Jil. I. Cet. I; Citra, 2013.
Harifuddin Cawindu, Konsep Kufr dalam Al-qur‟an, Penerbit Bulan Bintang,
tahun 1991,
Husen Abdul Muin, Aqidah Islamiah, Penerbit Pustaka Iqbal Palembang,
tahun 1969.
Jabir Al-Jazairi, Abu Bakar, Pedoman Hidup Seorang Muslim, Jakarta:
Ummul Qura, 2014.
Mulyono dan Bashori. Studi ilmu tauhid/kalam. Malang: UIN-Maliki Press,
2010.
Munawir, Ihsan Berbuat Yang Terbaik, Yogyakarta: Gambus, 2018.
Sayid Sabiq, Aqidah Islamiah, Penerbit CV Diponegoro Bandung, 1992.
Taib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam, Penerbit Widjaya Jakarta, 1981.
Taimiyah. Ibnu, Tawassul Wal Wasilah, Diterjemahkan oleh Halimuddin,
Kemurnian Akidah: Menolak Perantara yang Diadakan antara Allah
dan Hamba. Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Zainuddin, Ilmu tauhid lengkap. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996.
Zuhri. Pengantar Studi Tauhid. Yogyakarta: Suka Press, 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai