Anda di halaman 1dari 11

By: D 2634 AL

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TAUHID
2.1.1 Pengertian dan Sejarah Ilmu Tauhid
Istilah ilmu Tauhid berasal dari bahasa Arab. Secara harfiah, tauhid ialah
mempersatukan berasal dari kata wahid yang berarti satu. Menurut istilah agama
Islam, Tauhid ialah keyakinan tentang satu atau Esanya Tuhan dan segala pikiran
dan teori berikut dalil-dalilnya yang menjurus kepada kesimpulan bahwa Tuhan
itu satu, disebut Ilmu Tauhid. Di dalamnya termasuk soal-soal kepercayaan dalam
agama Islam.1 Kepercayaan itu disebut dengan rukun iman yang jumlahnya ada
enam macam.
Syekh Muhammad Abduh mendefenisikan Ilmu Tauhid ialah Ilmu yang
membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, sifatsifat yang
jaiz yang disifatkan kepada-Nya, dan sifat-sifat yang sama sekali wajib ditiadakan
dari- Nya (mustahil). Juga membahas tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan
kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada dirinya, hal-hal yang jaiz
dihubungkan (dinisbatkan) pada diri mereka dan halhal yang terlarang
menghubungkanya pada diri mereka.2
Mempelajari Ilmu Tauhid sebagai ilmu yang mempelajari pokok-pokok
agama yang sangat penting itu hukumnya wajib. Sebab dengan mempelajari Ilmu
Tauhid kita akan mengetahui yang baik dan yang buruk, maka yang baik itu harus
dijadikan pedoman dalam keyakinan dan beri`tikad dan yang buruk ditinggalkan.
Mempelajari ilmu tauhid biasanya didorong oleh keinganan untuk
mengetahui lebih banyak dan lebih mendalam pengertian tentang Tuhan. Sebelum
itu orang sudah memilki kepercayaan (Iman) kepada Tuhan, tetapi masih hanya

1
Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi dan Tauhid uluhiyah, ubudiyah
dan sebaginya, (Jakarta: GIP, 2000), h. 1-23
2
Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi dan Tauhid uluhiyah, ubudiyah dan
sebaginya, (Jakarta: GIP, 2000), h. 2
secara samar-samar. Hal itu disebabkan karena memang setiap manusia lahir
dengan membawa benih Iman dalam jiwanya.3
Kalau Tauhid sudah masuk dan meresap ke dalam jiwa seseorang, maka
akan tumbuhlah dalam jiwa perasaan rela atas pemberian Allah untuk dirinya
mengenai rezeki kedudukan dan lain-lain, rasa harga diri dan menghargai orang
lain, sebab orang bertauhid memandang semua manusia sama derajat, berasal dari
satu keturunan dan tidak ada yang berhak di pertuan atau di perhamba, rasa kasih
saayang terhadap sesama manusia.
Sepanjang sejarah agama-agama wahyu, Ilmu Tauhid yang digunakan
untuk menetapkan dan menerangkan segala apa yang diwahyukan Allah kepada
Rasul-Nya tumbuh bersama tumbuhnya agama ini. Para tokoh agama berusaha
memelihara dan meneguhkan agama dengan berbagai macam cara dan dalil yang
mampu mereka ketengahkan. Ada yang kuat, ada yang sempit, ada yang luas,
sesuai dengan masa dan tempat serta hal-hal yang mempengaruhi perkembangan
agama. Perkembangan Ilmu Tauhid mengalami beberapa tahapan sesuai dengan
sesuai dengan perkembangan Islam, yang dimulai pada masa Rasulullah saw,4
Masa Khullafaurrasyidun,5 Masa Daulah Umayyah,6 Masa Daulah Abbasyiah 7dan
masa sesudah kemunduran Daulah Abbasyiah.8
2.1.2 Perkembangan Islam Dan Ilmu Tauhid
Kenyataan sejarah yang disepakati oleh semua sejarawan adalah bahwa
misi Rasul Allah menyampaikan ajaran Islam untuk pertama kali ditujukan pada
kabilah-kabilah Arab. Mereka juga menggambarkan kehidupan kabilah ini
sebelum kehadiran ajaran baru itu. Struktur sosial dan kehidupan kemasyarakatan
kelompok etnis ini sering dilukiskan dengan term "jahiliyah". Bahkan sejarawan
juga melaporkan bahwa di dalam masyarakat kabilah Quraisy di sekitar ka'bah
masih
terdapat sebagian yang tidak hanyut dalam praktek penyembahan berhala dan tetap

3
Sunan Abu Dawud No. 4091 dalam CD Mawsuat al-Hadis al-Syarif.
4
Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI Press, 1983), h. 15
5
A. Nasir, Ilmu Kalam: Pengertian, Sejarah dan Perkembangan (Surabaya: Bina Ilmu,
1980), h. 20
6
Hanafi, Teologi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 13
7
Nasir, Ilmu Kalam: Pengertian, Sejarah dan …, h. 30
8
Hanafi, Teologi Islam…, h. 36.
berusaha menemukan ajaran atau mengamalkannya. Mereka ini antara lain:
Waraqah ibn Naufal, 'Ubaidillah Ibn Jahsv, 'Usman ibn al-Huwairist, Zaid ibn
'Amru ibn Nufail.9 Laporan sejarah ini adalah bukti yang kuat bahwa agama
bukanlah sesuatu yang asing bagi mereka, dan tidak perlu diragukan lagi. Kuatnya
semangat beragam inilah yang mendorong mereka melawan dan memerangi
agama islam, diawal kelahiranya. Mereka memerangi agama islam mereka kuat
berpegang kepada agama lama, yaitu kepercayaan kepada banyak berhala.10
Pengaruh ajaran tauhid yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim ini dapat
ditemukan pada berbagai gejala social mereka. Disamping itu sebagian orang yang
masih menyakini dan mencara ajaran tauhid. Ketika islam datang, ajaran pertama
yang disampaikan oleh para rasul Allah setelah fungsinya sebagai utusannya
adalah ajaran Tauhid yang mengesakan Tuhan. Oleh karena itu, setiap kali
seseorang menyatakan bersedia beriman, makai akan selalu mengucapkan
kesaksian bahwa tuhan yan benar disembah adalah Allah SWT dan Muhammad
adalah utusanya. Disini mulai tumbuh kosa kata Tauhid sebagai simbol
kesadaran baru warga masyarakat Mekkah tentang diri dan lingkunganya
yang berbeda sama sekali dengan kesadaran lama. Kehidupan sosial atau budaya
warga masyarakat tidak dapat dimengerti jika tidak diletakkan dalam dimensi
simbolnya.
Perkembangan inilah yang memungkinkan tumbuhnya perdebatan tentang
masalah aqiqah seperti sifat-sifat allah, ketauhidanya serta tema-tema eskatalogis
lainya. Perkembangan ini yang memungkinkan lahirnya nama-nama ilmu ini.
Menurut Muhammad Abduh, Ilmu ini diberi sebutan Ilmu Tauhid karena
membahas ketetapan tentang sifat-sifat Allah.11
2.1.3 Paradigma Ilmu Tauhid Amali
Sebagai unsur esensial jalan kebenaran, logika realitas memiliki
keterkaitan mendasar dengan keberagaman dalam islam. Pada dasarnya, unsur-
unsur esensial
aturan berfikir ini terdiri dari tiga komponen. Pertama adalah pengakuan bahwa

9
Ahmad Hisyam, Sirah al-Nabawiyah, Makatabah al-Kuliyah al-Azhariyah, Kairo, t.t..,
h.204
10
Muhammad ibn ‘Abd al-Wahab, Kasy al-Syubhat, Muassasah al-Nur alial-Thibah wa
al-Tajlid, Riadh, t.t., h.16
11
Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid,al-Nahdhah al-Mishriyah, Kairo, 1956, III, h.5
masing-masing lapisan realitas memiliki logika berfikir yang sesuai dengan kodrat
sendiri. Unsur kedua adalah pengakuan bahwa kebenaran dari lapisan lain dapat
diterima melalui keyakinan atau iman atas otoritas aturan berpikir lapisan itu. Dan
unsur ketiga adalah pengakuan bahwa lapisan realitas tersebut merupakan
kesatuan atas dasar tuhan yang diterima dalam islam.
Jika cakupan kebergamaan dalam islam meliputi seluruh segi kehidupan
manusia maka terdapat kesejajaran antara jalan kebenaran dalam islam dengan
struktur keberagamanya. Artinya, Keberagamaan ini akan menjadi utuh jika sudah
dapat diwijudkan dalam seluruh segi kehidupan manusia, dengan lapisan realitas
yang memiliki aturan berpikir. Jika kebenaran itu pada akhirnya bersumber pada
realitas rohaniyah yang mengandung Al-Qur’an dan Sunnah, dan ungkapan
keberagamaan dengan pijakan pembenaran hati dalam realitas rasional sampai
pada kenyataan indrawi, maka dapat disimpulkan bahwa cakupan keberagamaan
dalam islam berlangsung atas dasar logika realitas.
Pada masa Rasul Allah masih hidup,bentuk-bentuk keberagamaan seperti
ini sudah pernah diwujudkan. Kesatuan utuh antara pembenaran dalam hati dengan
perwujudan dalam perbuatan konkret dapat disaksikan dalam keteguhan iman al-
Sabiqun al- Awwalun,12 Seperti Bilal ibn Rabah al-Hasby, Ammar ibn Yasir, dan
orang-orang lemah lainya, Ketika disiksa dan diancam oleh kafir quraisy karena
tetap mempertahankan imanya terhadap Rasul Allah. Kualitas pembenaran
terhadap wahyu yang disampaikan beliau mencapai titik puncak, jika
dipertimbangkan besarnya tantangan dan hambatan yang dihadapi. Selain siksaan
dari kaum lemah,sahabat yang lain terpaksa hijrah ke Ethiopia, semata-mata untuk
mempertahankan iman dari tekanan orang kafir. Cakupan keberagamaan mereka,
seperti sudag diuraikan diatas, benar-benar menjangkau seluruh segi kehidupan
manusia. Demikian utuh cakupan ini sehingga Ketika Rasul Allah wafat, Islam
buka sekedar agama, tetapi juga pranata social, bahkan sistem negara.
Masalah pokok yang tersisa ini adalah aspek iman dalam perilaku praktis,
sebagai bagian utuh keberagamaan dalam islam. Masalah pokok yang seharusnya

12
Ibn Hisyam, Op. Cit., I, h.227
menjadi bahan kajian ilmu tentang aqidah islam dapat disebut dengan paradigma
terapan. Jika proses alih keberagamaan yang terjadi dimasa kemunduran di
cermati, seperti sudah dianalisis didepan, ia dapat dipahami sebagai salah satu
faktor keterbatasan potensi. Pada masa ini yang diperlukan umat islam adalah
perbuatan konkret dan perilaku praktis. Oleh karena itu paradigma terapan
menjadi tawaran tunggal untuk memecahkan kesulitan ini.
2.1.4 Metode Ilmu Tauhid Amali
Telaah metodologi diatas ini menyampaikan bahasan pada metode Ilmu
Tauhid Amali. Sebagai bagian utuh dari proses alih keberagamaan masa Rasul
Allah ke masa modern ini, ilmu ini harus menerima posisi Al-Qur’an dan Sunnah.
Penolakan terhadapnya dengan sendirinya menggugurkan status sebagai pemeluk
ajaran islam dan mengubah struktur perilaku iman. Atas dasar telaah tentang jalan
kebenaran dalam islam diatas, bai Al-Qur’an maupun Sunnah didudukan sebagai
sumber pertama dan utama dalam metode ilmu ini. Kitab suci ini sendiri memang
menyatakan dengan tegas bahwa ia adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa.13
Pengertian yang perlu ditegaskan dalam proses pembangunan ilmu pengetahuan
yang di perlukan oleh orang beriman.
Melalui metode tafsir ini, posisi al-Qur'an dan Sunnah, sebagai sumber
kebenaran bagi Ilmu Tauhid Amali, dapat semakin dikembangkan dengan telaah
tentang struktur logis dari ayat dan proposisi yang terkandung di dalamnya.
Menemukan struktur logis ayat berarti pemerolehan susunan pengertian di dalam
sumber ajaran itu menurut prinsip-prinsip berpikir. Struktur ini dapat berkaitan
dengan materi ajaran yang diturunkan oleh Allah SWT, ataupun tentang alam dan
isinya yang diperlukan oleh keberagamaan Islam untuk melaksana- kan petunjuk
tersebut.
Sebagai suatu kenyataan praktis, bentuk-bentuk perilaku keberagamaan ini
memiliki cakupan yang menjangkau seluruh kehidupan manusia di dunia ini.
Luasnya lingkup ini memungkinkan tumbuhnya kajian yang dilakukan oleh
disiplin
ilmu yang lain, termasuk perkembangan pemikiran yang dilakukan oleh umat

13
Lihat Tafsir surah Al-Baqarah ayat 2 dalam: Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-
Manar, Dar al-Fikr, Beirut, I, h.8
manusia sepanjang masa. Ini adalah unsur persamaan dasar. Oleh karena itu, Ilmu
Tauhid Amali juga memanfaatkan produk-produk penelitian yang telah di-
kembangkan oleh disiplin ilmu seperti, Psikologi, Sosiologi, Antropologi bahkan
juga ekonomi dan ilmu pengetahuan alam. Perbedaan elementer yang memisahkan
produk penelitian ilmu-ilmu ini dengan teori Ilmu Tauhid Amali adalah sifat untuk
perbuatan dan perilaku manusia itu sebagai bentuk-bentuk ungkapan tanggapan
terhadap petunjuk dari Allah SWT.
Dengan demikian, materi Ilmu Tauhid Amali dapat berbentuk kumpulan
teori sebagai konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu
pandangan sistematis tentang fenomena, dengan merinci hubungan-hubungan
antar variabel, dengan tujuan menje- laskan dan memprediksi gejala itu. Materi
ilmu seperti ini memung kinkan tumbuhnya unsur pembentukan perilaku atau juga
social building, yang memungkinkan upaya pelaksanaan petunjuk Al-Qur'an dan
Sunnah mewujudkan tujuan risalah. Pengertian pembentukan perilaku ini adalah
rangkaian kegiatan praktis yang tidak hanya membatasi diri pada pemahaman
spekulasi seperti dalam Ilmu Kalam, atau rumusan-rumusan normatif yang
terdapat dalam ilmu Fiqh.

2.2 ILMU PENGETAHUAN


2.2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu
diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki).
Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang
pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science (berasal
dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu
tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu pada makna yang sama.
Muhammad Nur Ibrahim merumuskan ilmu merupakan term yang
menunjukkan pada kumpulan pengetahuan tentang sesuatu atau hubungan antar
dua
atau lebih sesuatu. Dan Imam al- Ghazali, meskipun tidak dengan eksplisit,
menyetujuinya ketika membahas kemampuan manusia untuk mencari kebenaran.14
Menilai benar atau salah bukanlah hal yang mudah. Sebab dalam ilmu
pengetahuan ukuran benar dan salah ini akan diukur secara ilmiah yakni dengan
kaidah-kaidah keilmiahan. Yang diantaranya bisa diukur, diuji dan diamati. Diluar
keilmiahan sebuah ilmu pengetahuan dapat dilihat juga dalam sudut pandang
filsafat ilmu. Dimana filsafat ilmu ini juga menjadi tolak ukur bahwa apa yang
dijadikan objek tersebut bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Dalam kajian
filsafat ilmu ada tiga hal yang menjadi dasar sebagai tolak ukur sebuah objek
dikatakan sebagai ilmu pengetahuan.
Pertama, Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan
hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada. Keilmuan itu adalah obyek ilmu
adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud dengan berdasarkan pada
logika semata. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa obyek
formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas. ontologi membahas apa yang
ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori
tentang
ada.15
Kedua, Epistemologi. Kalau Ontologi membahas sesuatu yang ada. Namun
epistemologis lebih membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu.
Epistemologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara
memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Epistemologi
bagian dari cabang atau bagian filsafat yang membicarakan tentang pengetahuan
yaitu tentang terjadinya pengetahuan dan kebenaran pengetahuan.
Ketiga, Aksiologi. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.16 Aksiologi adalah

14
Prof Dr. H. Muslim A. Kadir M.A, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali
Dalam Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 39
15
Sumantri, Jujun. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan. h. 34-35
16
Burhanuddin Salam, Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan.
ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
2.2.2 Hubungan Tauhid Dengan Ilmu Pengetahuan
Menurut istilah Agama Islam, Tauhid itu ialah “Keyakinan tentang satu
atau Esa-Nya Tuhan”, dan segala fikiran dan teori berikut dalil-dalilnya yang
menjurus kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut ilmu Tauhid. Di
dalamnya termasuk soal-soal kepercayaan dalam Agama Islam. Tauhid
mendorong manusia untuk menguasai dan memanfaatkan alam karena sudah
ditundukkan untuk manusia, perintah mengesakan Tuhan dibarengi dengan
cegahan mempersekutukan Tuhan, jika manusia mempersekutukan tuhan berarti ia
dikuasai oleh alam, padahal manusia adalah yang harus menguasai bumi karena
bumi telah ditundukkan oleh Allah.17
Konsekuensi dari tauhid adalah bahwa manusia harus menguasai alam dan
haram tunduk kepada alam. Menguasai alam, berarti menguasai hukum alam, dan
dari hukum alami ini, ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan. Sebaliknya,
syirik berarti tunduk kepada alam (manusia dikuasai oleh alam). Pengetahuan
dalam pandangan Islam sebenarnya hanya satu. Untuk kepentingan pendidikan,
pengetahuan yang satu itu harus diklasifikasikan; klasifikasi garis besar ialah:
pengetahuan yang diwahyukan dan pengetahuan yang diperoleh. Ilmu pendidikan
Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Ilmu pendidikan adalah
teori-teori tentang pendidikan; ilmu pendidikan Islam merupakan kumpulan teori
tentang pendidikan berdasarkab ajaran Islam.18
Al-qur’an berfungsi sebagai basis bukan hanya bagi agama dan
pengetahuan
spiritual, tetapi bagi semua jenis pengetahuan. Alqur’an sebagai kalam Allah

17
Atang Abd.Hakim,. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, h.16
18
Ahmad Tafsir., Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam.Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, h. 8-12
merupakan sumber utama inspirasi pandangan Muslim tentang keterpaduan sains
dan pengetahuan spiritual. Berikut korelasi antara tauhid dan ilmu pengetahuan
sehingga membentuk pondasi agama yang kuat:
a) Keesaan Tuhan Dan Kesatupaduan Kebenaran
Mengakui Ketuhanan Tuhan dan keesaan berarti mengakui kebenaran dan
kesatupaduannya. Keesaan Tuhan dan kesatupaduan kebenaran tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan aspek-aspek dari satu realitas yang sama. Ini
akan menjadi jelas jika kita ingat bahwa kebenaran adalah satu sifat dari
pernyataan tauhid, yaitu bahwa Tuhan itu Esa. Sebab, jika kebenaran itu tidak
satu, maka pernyataan “Tuhan itu Esa” akan bisa dibenarkan, dan pernyataan
“sesuatu benda dan kekuatan lain adalah (juga) Tuhan”. Dengan mengatakan
bahwa kebenaran itu satu, dengan sendirinya menegaskan bahwa Tuhan itu satu,
dan tidak ada tuhan lain selain Tuhan, yang merupakan gabungan dari penafian
dan penegasan yang dinyatakan oleh syahadah.La ilaha illa Allah, tidak ada Tuhan
selain Allah.
b) Kebenaran Wahyu Dan Akal
Menurut al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu tidak
bertentangan tetapi saling berhubungan dan keduanya saling melengkapi. Karena
bagaimanapun, kepercayaan terhadap agama yang di topang oleh wahyu
merupakan pemberian dari Allah dan akal juga merupakan pemberian dari Allah
yang diciptakan untuk mencari kebenaran. Syarat-syarat kesatuan kebenaran
menurut al-Faruqi yaitu: pertama, kesatuan kebenaran tidak boleh bertentangan
dengan realitas sebab wahyu merupakan firman dari Allah yang pasti cocok
dengan realitas. Kedua, kesatuan kebenaran yang dirumuskan, antara wahyu dan
kebenaran tidak boleh ada pertentangan, prinsip ini bersifat mutlak. Dan ketiga,
kesatuan kebenaran sifatnya tidak terbatas dan tidak ada akhir. Karena pola dari
Allah tidak terhingga, oleh karena itu diperlukan sifat yang terbuka terhadap
segala sesuatu yang baru.19
c) Menuju Interelasi Ilmu dalam Islam

19
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Al-
munqidz min al-Dhalal (Damaskus : University Press, 1956), h. 40-41
Sebenarnya manusia tidaklah memiliki pengetahuan sama sekali, yang
memiliki hanyalah Allah. Ketika Allah menggelarkan al-Qur’an dan Alam semesta
di hadapan manusia, maka manusia dengan sendirinya dituntut untuk mendapatkan
pengetahuan tentang-Nya. Sehingga, ketika seseorang akan melakukan
pembacaan, penelitian, dan menemukan sebuah hukum atau teori, semua itu
dilakukan atas dasar lillahi ta’ala. Baginya, segala kegiatan keilmuan yang
dilakukan atas nama Allah yang telah menciptkan manusia dan telah mengajar
manusia segala sesuatu (QS. Al-Alaq : 1, 2, dan 5).
Prinsip Tauhidiiyah ini, tidak memisahkan ilmu pengetahuan dengan nilai-
nilai moral religius. Ilmu dan aktivitas keilmuan merupakan manifestasi dari
pengabdian manusia kepada Tuhan. Implikasinya, seorang berilmu pengetahuan
memiliki komitmen terhadap Tuhannya, sekaligus menerima sepenuh hati hukum
moral yang diberikan-Nya. Sehingga ia tumbuh sebagai insan yang mencintai
perdamaian, dapat hidup selaras, stabil dan berbudi, yakin sepenuhnya akan
kemurahan Tuhan yang tidak terbatas, keadilan-Nya yang tidak ada tandingannya,
dan hidup dalam harmoni dengan alam.

Anda mungkin juga menyukai