Anda di halaman 1dari 6

ISLAM DITINJAU DARI BERBAGAI DIMENSI (TEOLOGIKAL,

DOKTRINAL, DAN RITUAL)

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. H. Ah. Zakki Fuad, M.Ag.

Disusun oleh :

Yafie Al Muhlasin (02040821032)

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
Sudut Pandang Pendekatan Doktrinal

Pemahaman Islam generasi pertama (generasi nabi Muhammad dan para sahabatnya)
sangatlah sederhana, tapi jelas dan tegas. Karena pada generasi pertama, nabi Muhammad
memahamkan aqidah Islam kepada para sahabat melalui doktrin, yakni bahwa Tuhan Yang
Maha Esa itu adalah Allah, sebagai satu-satunya Tuhan yang benar. Menurut Eliade, memang
doktrin biasanya berhubungan dengan dua hal, yaitu sebagai penegasan suatu kebenaran (a truth)
dan berkaitan dengan ajaran (teaching). Keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab untuk
menegaskan suatu kebenaran adalah melalui ajaran. Sedangkan untuk yang diajarkan biasanya
berkaitan dengan kebenaran.

Pada dasarnya, aqidah Islam mempunyai dua pilar, yaitu ketauhidan dan akhlak. 1 Akhlak
secara universal, tidak hanya membahas terhadap sesama manusia, melainkan seluruh yang ada
di alam semesta ini. Agar akhlak manusia ini tidak terjadi penyelewangan, maka dibuatlah
sebuah syari’at atau hukum. Jadi, sebenarnya syari’at Islam tidak mempunyai implikasi sekuat
tauhid dan akhlak kepada aqidah atau keimanan.

Berbeda dengan peradaban Islam sekarang. Ketika nabi Muhammad wafat, muncullah
kelompok khawarij (kelompok orang Arab badui atau orang pedalaman yang menafsirkan al-
Qur’an dan ajaran agama Islam yang umum menggunakan akal-akal mereka yang sempit). Jadi
mereka merubah doktrin Islam, yang dari awalnya aqidah tersebut dipelopori dengan
menggunakan pendekatan tauhid dan akhlak, mereka rubah menjadi dipelopori oleh hukum.
Mereka biasanya menyebut laa hukma illallah (tidak ada hukum selain hukum Allah). Dan
karena hal tersebut, mereka membunuh Ali bin Abi Thalib dan para sahabat lainnya karena
dianggap Ali dan sahabat nabi lainnya tidak menjalankan hukum Islam. Jadi, Islam agama yang
berlandaskan tauhid dan akhlak yang baik, menjadi tauhid dan akhlak yang harus disesuaikan
dengan hukum. Akibatnya, sahabat Ali yang mempunyai tauhid dan akhlak yang luar biasa, tetap
dicap kafir oleh Khawarij dengan alasan melanggar hukum Islam. Jadi, peristiwa tersebut
menjadi peristiwa pertama kali dalam sejarah Islam yang mana hukum berimplikasi pada
keimanan. Akhirnya, yang dahulu pada waktu zaman nabi hampir tidak ada sahabat yang
bertanya “Wahai nabi bagaimana hukumnya ini dan itu”, tetapi pada zaman sekarang banyak
sekali ulama yang pasti mendapatkan pertanyaan “bagaimana hukumnya ini dan itu”.

1
Vincent Cornell, Voice of Islam (London: Praeger Publishers, 2007), 37.
Semenjak terbentuk kelompok Khawarij, maka ajaran-ajaran Khawarij ini semakin lama
semakin meresap pada ajaran Islam, sehingga Islam ini semakin jauh dari esensi asli waktu
dibawa oleh nabi Muhammad dan disebarkan oleh para sahabat. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan nabi dalam hadis riwayat Bukhari “Akan keluar di dalam umat ini suatu kaum yang
kalian menganggap remeh shalat kalian dibandingkan shalat mereka, mereka membaca al-
Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama bagaikan anak
panah yang keluar dari busurnya”.

Sekarang untuk memahami ketauhidan Islam yang awalnya melalui pendekatan doktrin,
sekarang berubah menjadi pendekatan teologikal atau yang sering disebut dengan ilmu kalam.
Karena pada saat ini semua permasalahan dalam Islam termasuk ketauhidan diukur dengan
menggunakan ilmu hukum, dan ilmu sendiri harus bersifat empiris. Dan juga istilah doktrin
seringkali dihubungkan dengan istilah teologi. Teologi ini lebih mendekati sebagai peristilahan
dalam ilmu pengetahuan, karena sistem kepercayaan dalam teologi dibangun berdasarkan
analisis teoritis tindakan. Akibatnya, terlahirlah kolmpok-kelompok dalam Islam, seperti
Mu’tazilah, Murji’ah, Jabariyah, Ahlussunnah wal Jama’ah, dan lain-lain. Masing-masing
kelompok memiliki sudut pandang tersendiri dalam memahami ketauhidan, dan muncullah
berbagai masalah dalam memahami Islam. Apakah Allah duduk di ‘Arsy atau tidak? Apakah
takdir itu semuanya ditentukan dari manusia atau semuanya ditentukan oleh Allah? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut muncul karena aqidah Islam yang awalnya dipahami melalui pendekatan
doktrinal, diganti dengan pendekatan teologikal. Bahkan, antar kelompok bisa saling mengkafir-
kafirkan, mencela, mengklaim kelompoknya sendiri yang masuk surga kelompok yang lain
masuk neraka.

Dengan demikian, maka ajaran-ajaran Islam yang asli jarang sekali dikenali oleh
masyarakat dunia sekarang ini. Nabi Muhammad bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi dan al-Hakim “Bukanlah seorang mukmin, orang yang suka mencela, orang yang
suka melaknat, dan orang yang suka berkata-kata kasar dan kotor”. Dari hadis tersebut, terlihat
bahwa sebenarnya keimanan itu memang disandingkannya dengan akhlak bukan dengan syari’at.
Akan tetapi, sekarang banyak bermunculan ulama’ yang bahkan ahli kalam pun mengkafirkan
dan mencela umat muslim lainnya.
Sudut Pandang Pendekatan Teologikal

Perkembangan peradaban Islam berkembang dari abad ke abad. Perkembangan tersebut


juga melatarbelakangi perkembangan kemampuan berfikir manusia. Manusia semakin menggali
pengetahuannya, termasuk pengetahuan terhadap Tuhannya. Jika dalam bertauhid kepada Tuhan
hanya didasari dengan doktrin, maka manusia zaman sekarang tidak dapat menjelaskan
sebagaimana penjelasan yang luar biasa dari nabi Muhammad. Sebab itu, diperlukan ilmu yang
membahas tentang ketuhanan. Dalam Islam sering disebut ilmu kalam atau ilmu teologi.

Ilmu teologi dalam perkembangannya mempunyai perdebatan yang sampai sekarang


mungkin belum terselesaikan. Ilmu kalam berkembang mempunyai misi untuk memudahkan
masyarakat awam dalam mengenal Tuhannya sendiri. Mengenal bagaimana Tuhan memberikan
sifat Rahman-Nya terhadap hamba-Nya, bagaimana Tuhan memberikan petunjuk kepada hamba-
Nya, dan lain-lain. Jadi yang dibutuhkan oleh masyarakat awam adalah kesadaran untuk
bertauhid. Kesadaran bertauhid tiada lain adalah suatu pengakuan tentang keberadaan Allah
dalam semua aspek kehidupan manusia, dan karenanya kesadaran bertauhid juga merupakan
esensi dari keimanan.

Dalam kesadaran tersebut juga tidak dapat bertahan jika tidak dibarengi dengan doktrin
yang kuat. Walaupun ahli kalam sudah merincikan sifat-sifat Allah, jika seorang ahli kalam tidak
mendoktrin masyarakat awam, maka penyampaian pemahaman aqidah Islam belum sempurna.
Karena doktrin tauhid ini dipandang dalam bentuk tindakan praktis, jika seorang umat Islam
sudah paham dan cukup hanya dengan doktrin, maka ilmu teologi hanya untuk memperluas
wawasannya mengenai ketuhanan saja. Dan tidak menutup kemungkinan, umat Islam juga
mengalami kebingungan dalam bertauhid, sudah barang tentu akan mengalami sebuah
perkembangan pemahaman dalam dirinya. Maka juga tetap diperlukan ilmu yang membahas
tentang ketauhidan.

Dalam kehidupan keagamaan sekarang ini terjadi perubahan-perubahan dan kegairahan


dalam meyakini dan mengamalkan agama. Oleh karena itu, pada setiap masyarakat mempunyai
kaum cendekiawannya masing-masing dengan pandangan hidupnya. Di lingkungan umat Islam
sendiri, mereka berfungsi sebagai pemberi penjelasan tentang ajaran-ajaran Islam, termasuk
tentang ketauhidan, dengan harapan akan tumbuh sikap-sikap yang lebih sejalan dengan makna
dan maksud hakiki ajaran Islam.
Sudut Pandang Pendekatan Ritual

Islam adalah sebuah agama, dan agama jika diterapkan dalam lingkungan masyarakat
yang mempunyai kebudayaan, maka Islam tetaplah Islam sebagai agama. Perlu digarisbawahi
bahwa Islam tidak berkembang pada Arab dan Timur Tengah saja. Masyarakat muslim juga
dapat dijumpai di berbagai belahan dunia, termasuk di Cina, Rusia, Afrika, Indonesia, dan lain-
lain. Bahkan populasi muslim terbesar bukan di Arab dan Timur Tengah, melainkan di Asia
Tenggara.

Dalam sebuah negara, pasti masyarakatnya memiliki kebudayaan tersendiri, dan di dalam
sebuah kebudayaan pasti memiliki ritual-ritual khas budayanya. Islam hadir bukan untuk
mengubah atau mengganti ritual-ritual yang telah dijalankan oleh kelompok budaya tersebut
(jika ritual tidak bertentangan dengan ajaran Islam), tetapi Islam masuk dan menghiasi ritual
tersebut dengan ajarannya. Karena Islam sendiri juga menekankan pada aspek ritual, sebab ritual
adalah ekspresi luar dari keyakinan seorang muslim, bukan esensi dari Islam.

Ritual yang dilakukan oleh masyarakat muslim ternyata tidak sama antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain. Perbedaan tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan unsur budaya
di mana ajaran Islam tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, ritual terbagi menjadi dua, yaitu
ritual resmi dan ritual populer.2 Ritual resmi adalah jenis ritual yang memang terdapat pada
sumber-sumber Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ritual populer adalah
ritual yang tidak ada pada sumber-sumber utama Islam (al-Qur’an dan Hadis), namun
berkembang pada masyarakat muslim tertentu.

Ritual populer muncul, selain dari hiasan islami kebudayaan juga diantaranya karena
adanya kebutuhan masyarakat terhadap kehadiran agama dalam setiap hajat dalam kehidupan.
Dengan demikian, karena agama sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dasar yang
bersifat duniawi dengan tetap menawarkan kesempatan untuk melampauinya dan mencari yang
paling substantif dalam hidup, maka pencarian makna itu pada akhirnya mewujudkan diri pada
kegiatan yang disebut ritual.

2
Fahri Hidayat, Perspektif Peneliti Outsider terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat Muslim (Kajian pada
Pemikiran Frederick M. Denny), Cakrawala: Jurnal Studi Islam, Vol. 14, No. 2, 2019.
Selain itu, ritual resmi juga tidak kalah penting untuk meningkatkan keimanan seseorang
dalam beragama. Karena orang yang beriman pasti akan melaksanakan ritual-ritual resmi agama
Islam, yang diantaranya tadi adalah shalat, zakat, puasa, dan haji. Memahami Islam meggunakan
pendekatan ritual akan menemukan sebuah keindahan dan keajaiban di dalamnya. Karena
disetiap ritual agama tersebut terdapat hikmah-hikmah yang diantaranya sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia.

Pemahaman Islam dalam sisi ritualitas, akan membawa seseorang untuk rajin beribadah
kepada Allah, karena selian dari sisi hikmah yang terkandung dalam ritual tersebut juga mereka
melihat bahwa dengan menjalankan perintah-perintah Allah akan mendapatkan pahala dari Allah
dan akan membawanya kepada surga Allah.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada dasarnya, aqidah Islam mempunyai dua pilar, yaitu ketauhidan dan akhlak Namun
semenjak munculnya kaum Khawarij, Islam semakin jauh dari esensi asli waktu dibawa oleh
nabi Muhammad dan disebarkan oleh para sahabat. Karena mereka merubah doktrin Islam, yang
dari awalnya aqidah tersebut dipelopori dengan menggunakan pendekatan tauhid dan akhlak,
harus disesuaikan dengan hukum.
2. Ilmu teologi dalam perkembangannya mempunyai perdebatan yang sampai sekarang
mungkin belum terselesaikan. Ilmu kalam berkembang mempunyai misi untuk memudahkan
masyarakat awam dalam mengenal Tuhannya sendiri. Mengenal bagaimana Tuhan memberikan
sifat Rahman-Nya terhadap hamba-Nya, bagaimana Tuhan memberikan petunjuk kepada hamba-
Nya, dan lain-lain.
3. Ritual yang dilakukan oleh masyarakat muslim tidaklah sama antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain karena dipengaruhi oleh perbedaan unsur budaya di mana ajaran
Islam tumbuh dan berkembang. Ritual terbagi menjadi dua, yaitu ritual resmi dan ritual populer.
Pemahaman Islam dalam sisi ritualitas, akan membawa seseorang untuk rajin beribadah kepada
Allah, karena dalam ritual tersebut di samping banyak mengandung hikmah, juga mendapatkan
pahala dari Allah dan akan membawanya kepada surga Allah.

Anda mungkin juga menyukai