Pendahuluan
ُ ص َّحةُ َو ْالفَ َرا
غ ِّ اس ال ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نِ ْع َمت
ٌ َان َم ْغب
ِ َُّون فِي ِه َما َكثِي ٌر ِم ْن الن َ ال النَّبِ ُّي َ َض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما ق
َ َال ق ٍ ع َْن ا ْب ِن َعبَّا
ِ س َر
)5933 (خ
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua
kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya: kesehatan dan waktu luang”.
(HR. Bukhari, no: 5933)
HR. Bukhari
َما َأ ْن َز َل هللاُ دَا ًء ِإاَّل َأ ْن َز َل لَهُ َشفَا ًء
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka
dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Al-Qur’an merupakan penyembuh yang sempurna di antara seluruh obat hati dan juga
obat fisik sekaligus sebagai obat bagi seluruh penyakit…
Artinya : “Katakanlah, Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang
beriman”.
Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman”.
Pengertian
Imam Ibnu Atsir : Bacaan atau mantra yang di baca untuk orang yang terkena gangguan
demam, kesurupan dll
Makna Syar’i : kumpulan ayat-ayat Al-Qur’an, ta’awwudz dan do’a-do’a yang bersumber
dari Nabi SAW yang di baca oleh seorang Muslim untuk diri sendiri, anak, keluarga
ataupun orang lain untuk mengobati penyakit Rohani, ‘ain, kerasukan setan, sihir maupun
penyakit fisik.
Syaikh al-Albani : Ruqyah syar’iyyah adalah bacaan yang terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an
dan hadits-hadits rasulullah yang shahih untuk memohon kesembuhan kepada Allah dari
gangguan yang ada atau memohon kepada-Nya perlindungan dari kejahatan yang akan
datang atau yang dikhawatirkan.
Setiap manusia yang mengerti kemaslahatan tentunya selalu ingin menjaga kesehatan
tubuh dan jiwanya. Barangsiapa bisa memenuhi keinginan ini berarti karunia Allah I untuk dirinya
cukup besar. Sehingga wajar jika pengobatan ruqyah telah dikenal secara luas di tengah
masyarakat jahiliyyah.
Ruqyah adalah salah satu cara peng-obatan yang mereka yakini dapat menyem-buhkan penyakit
dan menjaga kesehatan. Kala itu, ruqyah digunakan untuk mengo-bati berbagai penyakit, seperti
tersengat binatang berbisa, terkena sihir, kekuatan ‘ain (mata jahat), dan lainnya.
Namun yang disayangkan, ruqyah sering menjadi media untuk penyebarluasan berbagai
kesyirikan di kalangan mereka. Pengobatan ruqyah yang dilakukan tak luput dari pelanggaran
syariat. Di antaranya adalah pengakuan mengetahui perkara ghaib, menyekutukan Allah I,
menyandar-kan diri kepada selain Allah, berlindung kepada jin, dll.
Setelah Islam datang, seluruh ruqyah dilarang oleh Rasulullah n kecuali yang tidak mengandung
kesyirikan. Islam mengajarkan kaum muslimin untuk berhati-hati dalam menggunakan ruqyah.
Sehingga mereka tidak terjatuh ke dalam pengobatan ruqyah yang mengandung bid’ah atau syirik.
‘Auf bin Malik z berkata:
“Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: ‘Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu tentang hal itu?’ Beliau menjawab: ‘Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian.
Ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik’.” (HR. Muslim no. 2200)
Kebanyakan manusia terpedaya dengan penampilan ‘shalih’ dari orang yang meruqyah. Sehingga
mereka tak lagi memperhatikan tata cara dan isi ruqyah yang dibacakan.
Asy-Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alus-Syaikh hafizhahullah (semoga Allah I menjaganya) berkata:
“Penyebaran kesyi-rikan banyak terjadi di negeri-negeri Islam melalui para tabib, orang yang
mengobati dengan ramu-ramuan dan mengobati dengan Al-Qur`an. Ibnu Bisyr menyebutkan pada
permulaan Tarikh Najd, di antara faktor penyebab tersebarnya kesyirikan di negeri Najd adalah
keberadaan para tabib dan ahli pengobatan dari orang-orang Badwi di berbagai kampung sewaktu
musim buah. Manusia membutuhkan mereka untuk keperluan meruqyah dan pengobatan. Maka
mereka memerintahkan manusia dengan kesyirikan dan cara-cara yang tidak disyariatkan….”
RUQYAH DI MASA RASULULLAH
Rasulullah meruqyah diri sendiri ; diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata : ketika
Rasulullah sakit, beliau meniup untuk beliau sendiri dngan membaca mu’awidzat ( Surat
al-Ikhlas, Al-falaq, An-Nas), dan beliau usapkan dengan tangan beliau (HR. Bukhari dan
Muslim).
Meruqyah anggota keluarga. Aisyah ra juga berkata : apabila salah seorang di antara ahlul
bait rasulullah sakit, beliau meniup padanya dengan membaca mu’awidzat (HR. Muslim).
Rasulullah memerintahkan orang lain untuk meruqyah ; Dari Ummu sulaim ra, Nabi
melihat seorang budak wanita di rumah ummu sulaim, wajahnya tampak kuning pucat,
beliau kemudian bersabda : istarquu lahaa fa inna bihaa annadhrota “Mintakan ruqyah
untuknya karena ia terkena tatapan (mata dengki) (HR. Bukhari dan Muslim).
و ُلZُ ْد ِر ِه َوَأقZص َ ِدي َعلَىZَ ُع يZض َ لَّ َم ِمنَ ْال َع ْي ِن فََأZ ِه َو َسZْلَّى هللاُ َعلَيZص
َ ِ و َل هَّللاZت َأرْ قِي َر ُس
ُ ت ُك ْن
ْ َض َي هللاُ َع ْنهُا قَال
ِ ع َْن عَاِئ َشةَ َر
َك ال ِّشفَا ُء ال كَا ِشفَ لَهُ ِإاَّل َأ ْنت ِ َّاس َربَّ الن
َ اس بِيَ ِد َ َح ْالب ِ ا ْم َس.
Dari ‘Aisyah RA berkata: “Aku pernah meruqyah Rasulullah SAW dari ‘ain, maka aku
letakkan tanganku menempel pada dadanya, aku bacakan: Hapuskanlah penyakit wahai
Penguasa manusia, di Tangan-Mu kesembuhan, tidak ada yang bisa menyingkirkan
penyakit kecuali Engkau.” (HR. Ahmad)
- Rasulullah SAW memerintah istri beliau ‘Aisyah RA untuk minta ruqyah karena pengaruh
‘ain (pandangan mata orang yang hasad):
ْني ع ْ
ال ِن
م ِي ق ْر َ
ت ْ
س َأ ْنَأ ِي
ن ر
ُ م
ُ ْأ ي مَّ ل س
َ َ َ َ ِو ه ْ
ي َ لع هللا ىَّ ل ص
َ ِ هَّللا ل
ُ و س
ُ ر ان َ
ك ْ
ت َ ل ا َ
ق ُا
ه ْ
ن ع هللا ي
َ ُ َ ِ َ ضر َ
ة َ
اِئش َعنْ َع.
ِ َ َ َ َ ُ َ َ
Dari ‘Aisyah RA berkata: “Aku pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW agar aku minta
ruqyah dari ‘ain. (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri ra. Jibril datang kepada Nabi SAW lalu bertanya : Yaa
Muhammadu isytakaita ? Faqoola na’am. Wahai Muhammad, apakah engkau sakit? ya,
jawab beliau. Jibril as. kemudian membaca :Bismillahi arqiiqa min kulli syai’in yu’dzika,
min syarri kulli nafsin au ‘aini hasidin, Allahu yasyfika, bismillahi arqiiqa”
Dengan Rahmat Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakakitimu, dari
kejahatan setiap jiwa atau mata dengki. semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan nama
Allah aku meruqyahmu (HR. Muslim).
Rasulullah meruqyah Abu Hurairah : Nabi Saw melihat aku sedang sakit di rumahku, lalu
beliau berkata kepadaku : maukah aku meruqyah dirimu seperti jibril meruqyahku? Baik,
wahai rasulullah, aku bersedia. lalu Rasulullah membaca : bismillahi arqiiqa…dst sebanyak
3 kali.
Sungguh ayah kalian berdua Ibrahim as, berdo’a untuk perlindungan isma’il dan Ishaq
dengan do’a ini : A’udzu bikalimatillahittammaati min kulli syaithoni wa hammah wa min
kulli ‘aini laammah…”Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna
untukmu berdua dari setiap syetan, binatang berbisa dan pandangan mata jahat (HR.
Bukhari dari ibnu Abbas)
Utsman bin abu al-ash berkata, ketika rasulullah mengangkat saya sebagai walikota thaif,
suatu hari saya merasa ada yang mengganggu saya ketika sedang sholat, sehingga saya
lupa dengan jumlah raka’at shalat saya, ketika menyadari hal ini saya pergi menemui
rasulullah, maka beliau bertanya, apakah engkau ibnu abul ash? ya, ada apa denganmu
hingga kau kemari? Ya, rasulallah, ketika saya sedang shalat, tiba-tiba ada sesuatu yang
mengganggu hingga saya tidak mengetahui raka’at shalat saya. Beliau bersabda : itu
adalah syetan, dekatkanlah dia padaku. Maka saya mendekat dan duduk bersimpuh di
hadapan beliau. Lalu beliau memukul dada saya dengan tangan beliau dan beliau meniup
pada mulut saya, lalu beliau bersabda :Ukhruj yaa aduwallah…keluarlah wahai musuh
Allah, beliau melakukan itu sebanyak tiga kali, lalu beliau bersabda : Lakukanlah tugasmu!
Utsman berkata, demi Allah, setelah itu saya tidak pernah merasa terganggu lagi”.
Dari Abu Said al-Khudri RA berkata, “ Ketika kami sedang dalam suatu perjalanan, kami
singgah di suatu tempat. Datanglah seorang wanita dan berkata, “ Sesungguhnya
pemimpin kami terkena sengatan, sedangkan sebagian kami tengah pergi. Apakah ada di
antara kalian yang biasa meruqyah?” Maka bangunlah seorang dari kami yang tidak
diragukan kemampuannya tentang ruqyah. Dia meruqyah dan sembuh. Kemudian dia
diberi 30 ekor kambing dan kami mengambil susunya. Ketika peruqyah itu kembali, kami
bertanya, ”Apakah Anda bisa? Apakah Anda meruqyah?“ Ia berkata, ”Tidak, saya tidak
meruqyah kecuali dengan Al-Fatihah.” Kami berkata, “Jangan bicarakan apapun kecuali
setelah kita mendatangi atau bertanya pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika
sampai di Madinah, kami ceritakan pada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Dan beliau
berkata, “ Tidakkah ada yang memberitahunya bahwa itu adalah ruqyah? Bagilah
(kambing itu) dan beri saya satu bagian.” (HR Bukhari dan Muslim)
Asma binti umais diperintah untuk meruqyah
Perintah Rasulullah SAW kepada Asma’ binti ‘Umais untuk meruqyah banyak orang
karena ia seorang wanita yang ahli ruqyah:
ْس َما ِ آلل َح ْز ٍم فِي ُر ْق َي ِة ْال َح َّي ِة َو َقا َل َألس َما َء ِب ْن
ٍ ت ُع َمي ِ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمَ ُّص ال َّن ِبي َ عن َج ِابر بْن َع ْب ِد هَّللا ِ َيقُول َر َّخ َ
ت َعلَ ْي ِهُ ْت َف َع َرض ْ َِيه ْم َقال ْ
ِ ِن ال َعيْنُ ُتسْ ِر ُع ِإلَي ِْه ْم َقا َل ارْ قِ ت ال َولَك ْ َاج ُة َقال ْ ً
َ ار َعة ُتصِ ي ُب ُه ُم ال َح َأ
َ لِي َرى جْ َسا َم َبنِي خِي َأ َأ
ِ ض
ِ ا َل ارْ ق
ِيه ْم َف َق.
Dari Jabir bin ‘Abdillah RA berkata: Rasulullah SAW membolehkan untuk bagi keluarga
Hazm dalam ruqyah ular, dan beliau berkata kepada Asma’ binti ‘Umais: “Kenapakah
aku lihat tubuh-tubuh keturunan saudaraku kurus-kurus karena kefakiran? Ia jawab:
“Tidak, akan tetapi ‘ain yang cepat mengenai mereka.” Beliau bersabda: “Ruqyahlah
mereka!” Ia berkata: “Aku paparkan ruqyah kepadanya.” Beliau bersabda: “Ruqyahlah
mereka!” (HR. Muslim)
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Humaid bin Qais Al Makki berkata; “Suatu
ketika dua anak Ja’far bin Abu Thalib dibawa ke hadapan Rasulullah s.a.w.. Beliau
bertanya kepada perawatnya: “Kenapa aku melihat keduanya sangat kurus?” penjaganya
menjawab, “Wahai Rasulullah, penyakit ‘ain telah menyerang mereka berdua dengan
cepat. Tidak ada yang menghalangi kami untuk meminta mereka diruqyah, hanya saja
kami tidak mengetahui apakah anda menyetujuinya.’ Rasulullah s.a.w.lalu bersabda:
‘Ruqyahlah mereka!” (H.R. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ No. 1473)
Ya’la bin Murrah berkata : Saya melihat tiga hal dari rasulullah yang belum pernah dilihat
oleh seorangpun sebelum dan sesudah saya. pada suatu hari, saya pernah melakukan
safar bersama rasulullah. di tengah perjalanan, kami melewati seorang perempuan yang
sedang duduk bersama anaknya yang masih kecil. perempuan itu berkata : wahai
rasulullah, anak saya ini menderita penyakit dan kami menjadi terganggu dengan
penyakitnya. setiap harinya dia selalu kumat beberapa kali, sampai saya tidak tau berapa
kalinya. beliau bersabda, beriknlah anak itu kepadaku! maka perempuan itupun
membawa bayinya kepada rasulullah. dia meletakkannya di antara Rasulullah dan pelana
kuda, kemudian rasulullah membuka mulut anak itu, lalu meniup ke dalamnya sebanyak
tiga kali dan mengucapkan : Bismillahi, ana abdullahi, Ikhsa’ aduwallah (Dengan menyebut
nama Allah, aku adalah hamba Allah, enyahlah engkau wahai musuh Allah! kemudian
beliau menyerahkan bayi itu kepada ibunya dan berkata : temuilah lagi kami di tempat ini
ketika kami kembali dan beritahukanlah kepada kami apa yang dilakukan anak ini.
Kamipun berlalu dan saat kami kembali ibu itu sudah ada di tempat tadi dengan
membawa tiga ekor kambing. Rasulullah bertanya : apa yang dilakukan bayimu? ia
menjawab : demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, hingga saat ini kami tidak lagi
merasakan sesuatu yang aneh darinya, maka ambillah kambing-kambing ini. beliau
berkata kepada saya : turun dan ambillah salah satu dari ketiga kambing dan
tinggalkanlah yang lainnya (HR Ahmad, Thabrani dan hakim dengan Isnad shahih dan di
shahihkan oleh adz dzahabi).
MENGAPA HARUS RUQYAH SYAR’IYYAH?
Ruqyah bagian dari sunnah ; Rasulullah dan para shahabat melakukannya
Mayoritas ummat lalai dari Zikir ; lupa membentengi diri dengan zikir dan do’a,
baik berupa dzikir pagi dan petang, zikir pada kondisi tertentu, membaca al-
qur’an, do,a dan istigfar, yang menyebabkan hilangnya hal-hal yang dapat
menjaga seseorang dari ‘ain.
Tersebarnya Hasad ; senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain
senang, sehingga cenderung ingin menyakiti, menghilangkan nikmat dengan ‘ain
maupun sihir.
Ruqyah dapat menyembuhkan sejumlah penyakit ; untuk jasmani, rohani dan ‘ain.
Nabi bersabda : al’ainu haqqun. walau kaana syai’un saabiqul qodari lasabaqothul
‘ainu “ “ain itu benar adanya. sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir,
“ainlah yang mendahuluinya (HR. Muslim, Ahmad dan tirmidzi)
Banyaknya sarana jin menguasai manusia ; melalaikan sholat, banyak maksiat,
syahwat dan kemungkaran. Takut yang berlebihan, Marah yang memuncak,
terlalu sedih, terlalu gembira, galau.
Hasil Ruqyah aman dan terjamin ; mengobati jasmani dan rohani, hanya
membutuhkan sedikit usaha, waktu dan kesabaran. in syaa Allah sembuh dan
berpahala.
Ruqyah merupakan sarana untuk menolong saudara sesama muslim, dengannya kita
berharap pahala dari Allah, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw ketika seorang sahabat
meminta ijin Nabi untuk meruqyah saudaranya, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
ِ َمن استَط
َ اع مْن ُك ْم َأ ْن َيْن َف َع
َأخاهُ َف ْلَي ْف َع ْل َ ْ َْ
Barangsiapa yang bisa memberi manfaat kepada temannya maka lakukanlah! ' (HR. Muslim
no. 4076)
Secara khusus hadits ini berbicara tentang meruqyah saudara sesama muslim, namun
berlaku sebagai kaidah umum yaitu barangsiapa yang dapat memberi manfaat (membantu)
saudaranya hendaklah ia lakukan.
Seperti orang yang mengajarkan al Qur`an maka ia mendapat pahala saat muridnya membaca
al qur`an, Rasulullah saw bersabda, “
يم ِ ٌ ف واَل م ح ر
ٌ ف َوم ْ َ ٌ َ ٌ ف َح ْر
ِ
ٌ ف َولَ ِك ْن َأل ُ ُاب اللَّ ِه َفلَ هُ بِ ِه َح َس نَةٌ َواحْلَ َس نَةُ بِ َع ْش ِر َْأمثَاهِلَا اَل َأق
ٌ ول امل َح ْر ِ َمن َق رَأ حرفً ا ِمن كِت
ْ َْ َ ْ َ
فٌ َحْر
"Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an), maka baginya satu pahala
kebaikan dan satu pahala kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali, aku tidak
mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf
dan MIIM satu huruf." (HR. Tirmidzi no. 2835)
Bahkan ketika ia telah wafatpun ia masih mendapatkan pahala dari apa yang ia lakukan,
maka beruntunglah orang yang usia amalnya lebih panjang daripada usia umurnya.
Sebagaimana para ulama dan terlebih para shahabat.
Meruqyah dapat dijadikan sebagai sarana dakwah yang optimal, sebab realitanya pasien
memiliki kepatuhan kepada peruqyah ketika meruqyah untuk melakukan hal-hal yang
diperintahkan kepadanya, dibanding ketika hanya sekedar mendengar ceramah atau kajian
tertentu. Meskipun ini juga mengundang sisi rawan ketika niat peruqyah berbelok, wal
‘iyadzu billah.
Perlu diketahui bahwa tujuan dakwah itu ada dua hal, yaitu:
Hal ini yang diharapkah oleh para da’i. Jika dakwah akan dijadikan sebagai alasan di hadapan
Allah, maka hendaknya berupaya agar kita menempuh cara dakwah yang bisa dijadikan
alasan yang diterima di sisi Allah, yaitu hendaknya cara dakwah sesuai dengan syariat, bukan
hanya sekedar mengumpulkan manusia, namun ketika amalan dakwah ini disodorkan kepada
Allah, Allahpun menolaknya.
Maka, karena ruqyah merupakan sarana berdakwah, hendaknya cara-caranya sesuai dengan
syariat.
Hal yang kedua ini adalah yang diharapkan mad’u (orang yang diseru). Hendaknya dakwah
itu mengarahkan mad’u kepada jalan Allah, bukan kepada menghebatkan da’i atau
mempopulerkannya. Dengan niat yang tulus para peruqyah syar’iyyah memiliki peluang
mengarahkan umat ke jalan tauhid dan berpegang pada syariat.
SYARAT-SYARAT RUQYAH
''Para ulama telah bersepakat tentang boleh ruqyah ketika terpenuhi tiga syarat:
3. Meyakini bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, namun dengan sebab Dzat
Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
Meminta bantuan jin, memenuhi permintaannya atau bersumpah atas nama jin.
Menggunakan sesajen, tumbal atau alat yang mengarah pada syirik dan bid’ ah.
Pertama, Ruqyah yang memiliki dalil baik dari segi cara maupun bacaan
Ruqyah yang aman adalah ruqyah yang manshushah (memiliki nash syar’i), yaitu seperti yang
dilakukan oleh Malaikat Jibril ketika meruqyah Nabi saw atau ketika Nabi saw meruqyah
para sahabat, baik dari segi cara maupun bacaan yang dibacakan.
Seperti anjuran ketika mengalami sakit pada bagian tubuh tertentu, sebagaimana yang
disebutkan dalam salah satu riwayat dari 'Utsman bin Abu Al 'Ash Ats Tsaqafi bahwa dia
mengadukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam suatu penyakit yang dideritanya
sejak ia masuk Islam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya,
"Letakkan tanganmu di tubuhmu yang terasa sakit, kemudian ucapkan Bismillah tiga kali,
sesudah itu baca tujuh kali: “A'udzu billahi wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadziru."
(Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari penyakit yang aku derita dan aku
cemaskan).” (HR. Muslim no. 4082)
Ini adalah contoh ruqyah yang aman kerena ada nash (dalil)-nya baik cara maupun
bacaannya.
Maka, hendaknya para peruqyah mengedepankan cara yang memiliki nash syar’i.
Adalah lancang dan terlalu berani jika menganggap bahwa cara ruqyah seperti ini
tingkatannya sebatas paling dasar, sedangkan ruqyah lain adalah ruqyah tingkat lanjut.
Ruqyah yang disetujui oleh Nabi adalah ketika para sahabat menunjukkan cara atau bacaan
kepada Nabi saw dan beliau menyetujuinya, sebagaimana riwayat sahabat yang meruqyah
seseorang yangterkena sengatan kalajengking dengan membaca al-Fatihah dan sembuh.
Ketika disampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda,
"Apakah kamu tidak tahu bahwa (al-Fatihah) itu adalah ruqyah?” (HR. Bukhari no. 5308)
Seakan beliau berkata, memang al-Fatihah itu ruqyah. Maka Ibnu Katsier dalam tafsirnya
menyebutkan bahwa salah satu nama lain Surat al-Fatihah adalah Surat Ruqyah.
Yaitu tata cara yang mereka menilainya sebagai cara yang sesuai dengan syar’i.
Riwayat-riwayat para salaf yang melakukan ruqyah syar’iyyah utuk kesembuhan atau
mengusir jin, tanpa mengklaim bahwa mereka bisa melukai jin dengan jenis luka
tertentu. Seperti menyembelih jin, memenjara jin, memutilasi jin, mencengkeram jin,
meracuni dan yang lain, karena ini termasuk klaim tentang perkara yang gaib tanpa
ilmu. Karena memangtidak ada dalil yang bisa dijadikan sandaran akan kebenaran
klaim tersebut. Selain pengakuan dari jin yang ‘cacat’ secara syar’i. Cukup mereka
tahu bahwa pengaruh jin itu hilang setelah diruqyah dengan ijin Allah tanpa
menyebutkan apa yang terjadi atas jin yang mengganggu dalam tubuh manusia.
Tata cara ruqyah yang direkomendasikan oleh ulama mujtahid terdahulu, seperti yang
diajarkan oleh Wahb bin Munabbih dengan menumbuk tujuh daun bidara untuk meruqyah.
Ataupun seperti yang dilakukan oleh Laits bin Abi Salim dengan membaca ayat-ayat pada
surat tertentu seperti surat Yunus: 81-81, Al A’raaf: 118-122, Thaha: 69.
Ini adalah cara-cara yang aman untuk dipraktekkan. Jika kita membatasi dengan cara-cara ini
maka sudah cukup, namun terkadang di lapangan terdapat cara-cara lain, maka hal ini harus
dilakukan pengkajian yang mendalam, agar supaya cara-cara itu terlanjur masyhur dan susah
untuk ditinggalkan.
Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam masalah ruqyah , agar tetap sesuai
dengan koridor syar’i.
Dari sini, para peruqyah terkadang berdasarkan pengalaman yang didapatkan lebih
mengedepankan cara yang ia miliki, beralasan bahwa cara yang ia gunakan terbukti lebih
membuahkan hasil yang jelas daripada cara yang bersumber dari Nabi, shahabat dan para
salaf.
Hasilnya adalah peruqyah lebih mengedepankan agar tercapainya tujuan dari ruqyah itu
sendiri dan menggeyampingkan cara yang diajarkan oleh Nabi, shahabat dan ulama salaf.
Sehingga perlu diingat bahwa tercapainya tujuan bukan sebagai indikasi benarnya cara,
sebagai contoh orang yang berobat kepada dukun dan ternyata sembuh, apakah hal ini dapat
dibenarkan?, tidak dipungkiri jika dikatakan kelihatannya ia sembuh, namun disisi lain cara
yang digunakan untuk kesembuhan itu tidak sesuai dangan syariat.
Maka jangan mahgrur (terpedaya) dengan tujuan yang diinginkan. Ibnul Qayyim
menyebutkan ada tiga sebab orang yang terpedaya: pertama, banyaknya orang yang
mendukung. Kedua, ingin tercapainya tujuan. Ketiga, ia tidak melihat akibat buruk terhadap
yang ia lakukan.
Yang terpenting adalah kita berusaha, urusan jika Allah menakdirkan tercapainya tujuan
maka kita wajib bersyukur. Kalaupun peruqyah telah menggunakan cara ruqyah benar
namun Allah belum menampakkan hasil yang nyata, maka jangan mengira hal ini buruk.
Karena jika suatu saat kita meruqyah namun tidak membuahkan hasil, maka itu baik untuk
kita, karena kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.
kesaksian jin muslim itu lemah, karena karakter dasar setan itu kaddzub
Kesaksian jin muslim itu lemah karena sulit untuk dikonfirmasi. Dan karena karakter dasar
setan adalah pendusta. Rasulullah saw bersabda,
Kita sulit untuk bisa membenarkan perkataan setan , kecuali jika setan bersaksi tentang
sesuatu hal yang telah ada nashnya baik dari Al Qur`an maupun As Sunnah.
"Barangsiapa meyakini bahwa ia dapat melihat jin, maka persaksiannya tidak diterima."
Salah satu pengaruh dari mempercayai kesaksian jin adalah adanya cara-cara meruqyah yang
baru berdasarkan testimoni-testimoni dari jin, seperti kesaksian jin bahwa dirinya terpotong-
potong, kaki dan tangannya putus, sehingga dari ini peruqyah menjadikan sebagai teknik
khusus dalam meruqyah. Sehingga tidak perlu berdialog lama dengan jin, seperti
menanyakan berapa jumlah kalian di dalam, dari maka kalian berasal, siapa yang
memerintahkan masuk ke dalam tubuh pasien. Dan selainnya,
KARAKTERISTIK PERUQYAH
Berakidah yang lurus (Salimul Akidah) ; yaitu akidah yang murni, benar, bersih dan
jernih dari unsure-unsur kesyirikan. Akidah yang diyakini oleh shahabat dan
generasi-generasi terbaik setelah mereka. Mereka tidak mempercayai khurofat,
takhayul. ia hanya berharap kepada Allah, hanya meminta pertolongan-Nya. Ia yakin
tidak ada yang dapat member manfaat dan mudhorat kecuali Allah.
Ibnu taimiyyah juga muridnya Ibnu Qoyyim mengatakan : benteng yang paling hebat
untuk membentengi diri dari syetan adalah akidah yang lurus.
Mengaplikasikan tauhid yang benar dan murni dalam perkataan dan perbuatan
Meyakini bahwa Firman Allah mempunyai pengaruh terhadap jin dan syetan ;
Peruqyah harus yakin bahwa semua makhluk tunduk kepada Allah, tidak ada ekuatan
yang lebih hebat dari kekuatan Allah. Jin dan syetan meskipun mampu menzalimi dan
menyakiti manusia namun itu semua atas kehendak dan seizing Allah. Rasulullah
mengajarkan kepada kita agar membacakan ayat dan do’a kepada orang yang terkena
sihir dan “ain yang dengannya akan mengalahkan pengaruh syetan dengan izin Allah,
pengaruh syetan pada dasarnya lemah.
Ikhlas ; pengaruhnya besar dalam meruqyah ketika mampu menghadirkan niat untuk
mendapat keridho’an Allah.
Taqwa dan ibadah ; Orang yang meruqyah harus ahli ibadah, bertakwa dan takut
kepada Allah. Semakin ia dekat dengan Allah, maka bacaannya semakin berpengaruh
kepada orang yang diruqyah, dengan izin Allah.
Jauh dari yang haram, kemaksiatan dan dosa ; akan berdampak besar bagi orang yang
meruqyah, sehingga ruqyahnya tidak berpengaruh, bahkan bacaannya membuat
syetan berlaku sombong. (Q.S. Az-Zukhruf (43) ; 36)
Melindungi diri dari syetan (komitmen dengan zikir) : mengetahui hakikat dan
kondisi jin, tidak takut kepada mereka dan ancaman mereka. ; menjadikan dzikir
sebagai perisai, mengetahui pintu masuknya syetan ke dalam tubuh seperti jari kaki,
ubun-ubun, telinga, hidung, mulut, dubur, kemaluan, dll.
Sabar ; dalam proses pengobatan terkadang ada hambatan dan tantangan, maka sabar
adalah kunci keberhasilan.
AYAT-AYAT RUQYAH
Tidak betah berkumpul di rumah dengan keluarga, istri dan anak-anak atau bersikap kasar
kepada mereka
Ada perubahan ke arah negatif pada seseorang yang dikenal istiqomah (baik)
Was was, cemas, gelisah, ketakutan, melamun dan tidak ingat keadaan sekitar
Sulit dapat jodoh, nafsu yang berlebihan, perubahan perasaan pada suami/istri dari cinta
jadi benci
Anggota badan bergetar dan dingin saat mendengar adzan, zikir dan al-Qur’an
Sering terdengar benda jatuh, terutama pada kamar yang tidak dihuni
Merasa ada orang yang berjalan di belakang, mendekat dan meniup pundak
Sering kehilangan uang atau emas dan anggota keluarga saling curiga
Terlihat bayangan mengitari rumah, terdengar suara samar-samar namun tidak jelas
sumbernya
Godaan Kebaikan
Namun perlu diperhatikan bahwa setan tidak akan berdiam diri ketika seorang
hamba ingin meraih suatu fadhilah kebaikan, dalam hal ini tentang fadhilah
meruqyah. Setan akan memasang perangkap dan penghalang sehingga dapat hamba
melenceng dari tujuan semula.
Syaikh An Nablisi hafizhahullah mengingatkan beberapa godaan setan yang perlu
diwaspadai dan mungkin dilancarkan kepada para praktisi ruqyah , di antaranya;
Melihat dari realita yang ada bahwa hubungan antara pasien dan peruqyah tidak
seperti hubungan antara pasien dan dokter, bahkan lebih dari itu.
Hendaknya peruqyah waspada dan tidak bergeser dari tujuan awal meruqyah, yaitu
memberi manfaat kepada orang lain dan mendakwahi manusia, hendaknya
mewaspadai godaan harta dalam meruqyah, seperti, bermalas-malasan ketidak tidak
dibayar atau dibayar sedikit, enggan meruqyah jika tidak dibayar, atau mematok tarif
tinggi untuk meruqyah dan sebagainya.
Meskipun godaan seperti ini datang tanpa diundang, masuk ke dalam hati secara tiba-
tiba, selama peruqyah tidak menyemainya dalam hati maka ia tidak berdosa.
Kecuali jika peruqyah menangkap bola yang dilemparkan oleh setan, maka ia berdosa.
Maka hendaknya ketika terlintas pikiran semacam itu, hendaknya kita segera
berlindung kepada Allah.
Dalam dunia ruqyah syar’iyah, masalah tafrith jarang sekali ditemukan, sebab para
peruqyah menyakini bahwa ruqyah adalah cara utama dalam penyembuhan dari
gangguan jin, kecuali orang-orang yang tidak percaya kepada hal-hal ghaib, sangat
mungkin mereka tidak percaya dengan metode ruqyah ini.
Adapun yang sering terjadi dalam dunia ruqyah syar’iyah adalah justru dari aspek
Ifrath, hal ini terjadi karena beberapa sebab dan realita yang ada, bahwa para dukun
dan orang-orang yang tidak faham dengan agama yang telah berkecimpung dalam
pengobatan alternatif tidak rela jika pangsa pasarannya melemah, melihat banyak
dari masyarakat yang beragama Islam, sehingga mereka berupaya agar eksis di dunia
itu, hal ini dilakukan dengan berbagai cara di antaranya: berpenampilan seperiti
peruqyah, mencampuri mantranya dengan bacaaan Al Qur’an dan sebagainya.
Ataupun yang terjadi pada peruqyah sendiri, yaitu dengan melakukan tawassu’
(pelebaran) dalam masalah ruqyah, karena beranggapan bahwa ruqyah
diperbolehkan selama tidak tercampuri dengan perkara-perkara kesyirikan.
Gambarannya adalah para peruqyah mendekat dari arah kanan dan para dukun
mendekat dari arah kiri, sehingga berkumpul zona “abu-abu” (syubhat) sehingga
umat menjadi binggung antara perbedaan keudanya. Bagi orang yang memiliki
pemahaman tauhid akan mengatakan kedua-duanya adalah dukun, sedangkan bagi
masyarakat awam menilahnya sebagai para peruqyah .
Sehingga perlu bagi para peruqyah untuk membuat tapal batas yang jelas untuk
membedakan dirinya dengan para dukun.
Seperti tidak meniru-niru ciri khas para dukun yang sebelumnya tidak ada, karena hal
ini termasuk katagori bertasyabbuh, lain halnya jika ciri itu telah ada dan disetujui
oleh para salaf sebelumnya maka hal itu tidak masalah.