Anda di halaman 1dari 2

Adab-Adab Bagi Orang Yang Menjenguk Orang Sakit

1. Hendaknya dalam mengunjungi orang yang sakit diiringi dengan niat yang ikhlas dan tujuan yang
baik. Seperti misalnya yang dikunjunginya adalah seorang ulama atau teman yang shalih, atau engkau
mengunjunginya dalam rangka untuk beramar ma’ruf atau mencegah kemunkaran yang dilakukan
dengan lemah lembut atau dengan tujuan memenuhi hajatnya atau untuk melunasi hutangnya, atau
untuk meluruskan agamanya atau untuk mengetahui tentang keadaannya. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ْْ‫للاِْنَادَاهْْمنَاد‬
ْ ْ‫ل‬ َ ْْ‫للاِْأَيْْ ِفي‬
ِْ ‫س ِبي‬ ْ ْ‫ارْأَخاْْلَهْْ ِفي‬ َْ َ‫عا ْدَْ َم ِريضاْْأَوْْز‬
َ ْْ‫َمن‬
ْ ْ‫نْال َجنَّ ِْةْ َمن ِزل‬ َْ ‫َاكْ َوتَبَ َّوأ‬
َْ ‫تْ ِم‬ َْ ‫ابْ َممش‬ َْ ‫ط‬ َْ ‫ِبأَنْْ ِطب‬
َ ‫تْ َو‬
“Barangsiapa mengunjungi orang yang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah atau di jalan
Allah, akan ada yang menyeru kepadanya, ‘Engkau telah berlaku mulia dan mulia pula langkahmu
(dalam mengunjunginya), serta akan kau tempati rumah di Surga.” [HR. At-Tirmidzi no. 2008, Ibnu Majah
no. 1433, hasan. Lihat Misykaatul Mashaabih no. 5015 oleh Imam al-Albani]
2. Hendaknya memperhatikan situasi dan kondisi yang sesuai ketika hendak menjenguk. Janganlah
memberatkan orang yang dijenguk dan pilihlah waktu yang tepat. Jika orang yang sakit dirawat di rumah
hendaknya meminta izin terlebih dahulu sebelum menjenguknya, mengetuk pintu rumahnya dengan
pelan, menundukkan pandangannya, menyebutkan perihal dirinya, dan tidak berlama-lama karena bisa
jadi itu dapat membuatnya lelah.
3. Hendaknya orang yang menjenguk mendo’akan orang yang sakit dengan kesembuhan dan kesehatan.
Hal ini berdasarkan hadits berikut ini:

َ ْ‫س‬
ْ .ْ‫طهورْْ ِإنْْشَا َْءْللا‬ َْ ‫لَْبَأ‬ َْ ‫علَىْ َمنْْيَعودْْقَا‬
ْ ْ:‫ل‬ َْ ‫ِإذَاْدَ َخ‬
َ ْ‫ل‬
“Apabila beliau mengunjungi orang yang sakit, beliau berkata, ‘laa ba’-sa thahuurun insyaa Allaah (tidak
mengapa semoga sakitmu ini membuat dosamu bersih, insya Allah).’” [HR. Al-Bukhari no. 5656]
4. Mengusap bagian yang sakit dengan tangan kanan dan mengucapkan:

َّْ‫ل‬
ْ ‫لَْ ِشفَا َْءْ ِإ‬ َْ ‫فْْأ َن‬
َّ ‫تْال‬
ْ ْْ‫شا ِفي‬ ِْ ‫سْ َواش‬
َْ ‫بْالبَأ‬ِْ ‫اسْأَذ ِه‬ َّْ ‫اللَّه َّْمْ َر‬
ْ ِ َّ‫بْالن‬
َ ْْ‫لَْيغَا ِدر‬
ْ .ْ‫سقَما‬ ْ ْْ‫كْ ِشفَاء‬
َْ ‫ِشفَاؤ‬
“Ya Allah, Rabb pemelihara manusia, hilangkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah, Engkau-lah Yang
Mahamenyembuhkan, tidak ada kesembuhan melainkan hanya kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang
tidak meninggalkan sedikitpun penyakit.” [HR. Al-Bukhari no. 5743 dan Muslim no. 2191 (46). Dan lafazh
seperti ini berdasarkan riwayat Muslim]
5. Hendaknya menundukkan pandangan (tidak menatap dengan tajam), sedikit bertanya, menunjukkan
belas kasih kepada yang sakit, menasehatinya untuk senantiasa bersabar terhadap penderitaan sakitnya
karena hal itu mengandung pahala yang besar dan mengingatkan agar tidak berkeluh kesah karena hal
tersebut hanya akan menimbulkan dosa dan menghilangkan pahala.
6. Apabila melihat orang yang tertimpa cobaan musibah dan penyakit hendaklah berdo’a dengan suara
yang pelan untuk keselamatan dirinya, do’a tersebut adalah:

َْْ‫علَىْ َك ِثيرْْ ِم َّمنْْ َخلَق‬


َ ْْ‫ضلَ ِني‬ َ ْْ‫للِْالَّ ِذي‬
َْ َ‫عافَا ِنيْْ ِم َّماْابتَال‬
َّ َ‫كْ ِب ِْهْ َوف‬ ْ ِْْ‫اَل َحمد‬
ْ .ْ‫ضيال‬ ِ ‫تَف‬
“Segala puji bagi Allah Yang menyelamatkan aku dari musibah yang Allah timpakan kepadamu. Dan
Allah telah memberikan kemuliaan kepadaku melebihi orang banyak.” [HR. At-Tirmidzi no. 3431 dan
Ibnu Majah no. 3892. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 602]
[Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani, Judul
dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan, Penerbit Pustaka
Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M]
Catatan:
[1]. Hal ini berdasarkan hadits:

ْْ‫ض ِْهْأَوْْشَيءْْفَليَت َ َحلْْلَّلهْْ ِمنه‬ ِ ‫َمنْْ َكانَتْْ ِعندَهْْ َمظلَ َمةِْْأل َ َحدْْ ِمنْْ ِعر‬
َْ‫صا ِلحْْأ ِخ ْذ‬
َ ْْ‫ع َمل‬ َ ْْ‫انْلَه‬
َْ ‫لَْ ِدر َهمْْ ِإنْْ َك‬ ْ ْْ‫لْأَن‬
َْ ‫لَْيَكو‬
ْ ‫نْ ِدينَارْْ َو‬ َْ ‫اليَو َْمْقَب‬
ْ‫اح ِب ِْه‬
ِ ‫ص‬َ ْ‫ت‬ َ ‫ِمنهْْ ِبقَد ِر َمظلَ َمتِ ِْهْ َو ِإنْْلَمْْتَكنْْلَهْْ َح‬
َ ْْ‫سنَاتْْأ ِخ ْذَْ ِمن‬
ِْ َ ‫س ِيئا‬
ْ ‫علَي ِْه‬ َْ ‫فَح ِم‬
َ ْ‫ل‬
“Barangsiapa mengambil secara zhalim milik saudaranya berupa kehormatan barang atau sesuatu, maka
mintalah kehalalan darinya sekarang sebelum tiba hari dimana tidak bermanfaat lagi Dinar dan Dirham
(hari Kiamat). Jika dia mempunyai amal shalih, maka amal shalihnya akan diambil sesuai kezhalimannya
dan jika tidak ada amal shalihnya, diambil dari dosa-dosa orang yang dizhalimi itu lalu dibebankan
padanya.” [HR. Al-Bukhari no. 2449, 6534]
Dan hadits

ْْ‫صيَّته‬ ِ ‫لَّْ َو َو‬ ِْ ‫صيْْ ِفي ِْهْيَ ِبيتْْلَيلَتَي‬


ْ ‫نْ ِإ‬ ِ ‫َماْ َحقْْام ِرئْْمس ِلمْْلَهْْشَيءْْيو‬
ْ‫ َمكتوبَةْْ ِعندَه‬.
“Tiada hak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang di dalamnya (harus) diwasiatkan, lantas ia
bermalam sampai dua malam melainkan wasiat itu harus (sudah) ditulis olehnya.” [HR. Bukhari no. 2738,
Muslim no. 1627, Abu Dawud no. 2862, Ibnu Majah no, 2702. Lihat Irwaa-ul Ghaliil no. 1652]-penj.
[2]. Sebagaimana hadits:

ْ‫علَّقَْْت َ ِمي َمةْْفَقَدْْأَش َر َك‬


َ ْْ‫ َمن‬.
“Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan kesyirikan.” [HR. Ahmad IV/156, al-
Hakim IV/417. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 492]-penj.
[3]. Kata ruqyah, artinya adalah do’a perlindungan yang biasa dipakai sebagai jampi bagi orang sakit.
Ruqyah dibolehkan dalam syari’at Islam berdasarkan hadits ‘Auf bin Malik di dalam Shahih Muslim,
beliau Radhiyallahu anhu berkata: “Di masa Jahiliyyah kami biasa melakukan ruqyah, lalu kami berkata
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Bagaimana pendapatmu, wahai Rasulullah?’ Maka
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Lakukanlah ruqyah yang biasa kalian lakukan selama
tidak mengandung syirik.’”[HR. Muslim no. 2200]
Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam ruqyah yang dibolehkan:
Pertama, hendaklah ruqyah dilakukan dengan Kalamullah (al-Qur-an) atau Nama-Nya atau Sifat-Nya.
atau do’a-do’a shahih yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada penyakit
tersebut.
Kedua, hendaklah ia dilakukan dengan bahasa Arab.
Ketiga, hendaklah ia diucapkan dengan makna yang jelas dan dapat difahami.
Keempat, tidak boleh ada sesuatu yang haram dalam kandungan ruqyah itu. Misalnya, memohon
pertolongan kepada selain Allah, berdo’a kepada selain Allah, menggunakan nama jin atau Raja-Raja jin
dan semacamnya.
Kelima, tidak bergantung kepada ruqyah dan tidak menganggapnya sebagai penyembuh.
Keenam, kita harus yakin bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan kekuatan sendiri, tetapi hanya
dengan izin Allah. [Lihat Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Do’a dan Wirid: Mengobati
Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, keduanya karya al-Ustadz Yazid bin Abdul
Qadir Jawas]-penj
[4]. Syarat-syarat taubat adalah sebagaimana yang dinukil dari perkataan Imam an-Nawawi dalam
kitabnya, Riyaadhush Shalihin bab at-Taubat hal. 33 (cet. Muassasah ar-Risalah th. 1418):

1. ْ‫صيَ ِة‬ ِ ‫نْال َمع‬ َ ْ‫( أَنْْيق ِل َْع‬Harus benar-benar melepaskan diri dari kemaksiatan).
ِْ ‫ع‬
2. ‫ها‬ َْ ‫لىْفِع ِل‬
َْ ‫ع‬ َ ْ‫( أَنْْيَندَ َْم‬Menyesali segala perbuatan dosa yang telah dilakukannya).
3. ْ‫لَْيَعو ْدَْ ِإلَيهْا َْأَبَدا‬ ْ ْْ‫( أَنْْيَع ِز َْمْاَن‬Berkeinginan keras untuk tidak mengulangi perbuatan
itu untuk selamanya).

Anda mungkin juga menyukai