Anda di halaman 1dari 4

NAMA : NINGSIH B.

MACHMUD
NIM :19148079

PRODI : 7MKS1

1. ZAKAT
Zakat merupakan kata dasar dari zakaa yang berarti suci, berkah, tumbuh dan terpuji.
Sedangkan dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
untuk diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan
jumlah tertentu itu sendiri. Secara terminologi zakat adalah sejumlah harta yang diwajibkan
oleh Allah untuk diambil dari harta orang-orang tertentu (aghniya’) untuk diberikan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Definisi ini tercantum
dalam surah At-Taubah ayat 103 yang berbunyi :
‫عليم‬ َ ‫ وهللا‬،‫صلَى تَكَ سَ َك ٌن لَّ ُهم‬
َ ‫سمي ٌع‬ َّ ‫علَي ِهم‬
َ ‫إن‬ َ ‫ص ِل‬ َ ُ ‫صدَقَةً ت‬
َ ‫ط ِه ُرهُم و تُزَ كِي ِهم بِ َها و‬ َ َ ‫ٌ ُخذ مِن أ‬
َ ‫موا ِل ِهم‬
Artinya: “Ambillah dari zakat mereka, guna membersihkan dan mensucikan dan berdoalah
untuk merek. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa mereka. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui” (QS. At-Taubah: 103)

Berikut pendapat imam madzhab akan definisi zakat :


a. Madzhab Hanafi, mendefiniskan zakat dengan “menjadikan sebagian harta yang khusus dari
harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah
SWT”.

b. Madzhab Maliki, mendefinisikan zakat dengan “mengeluarkan bagian yang khusus dari
harta khusus pula yang telah mencapai nisab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada
orang-orang yang berhak menerimanya. Dengan catatan kepemilikan itu penuh dan
mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian”.

c. Madzhab Syafi’i, mendefinisikan zakat adalah sebuah ungkapan untuk mengeluarkan harta
atau tubuh sesuai dengan cara khusus.
d. Madzhab Hambali, mendefinisikan zakat ialah hak wajib (dikeluarkan dari harta yang
khusus untuk kelompok yang khusus pula). Yang dimaksudkan dengan kelompok khusus
adalah delapan kelompok yang di isyaratkan oleh Allah SWT.

Dengan demikian, zakat adalah pembersih harta yang didasarkan pada keimanan kepada Alla
SWT, bahwa dalam setiap harta yang diperoleh terdapat orang lain.
2. INFAQ

Kata Infaq merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab anfaqa-yunfiqu yang artinya
membelanjakan atau membiayai. Kata infaq dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pemberian atau sumbangan harta dan sebagainya untuk suatu kebaikan. Secara khusus infaq
ketika dihubungkan dengan upaya realisasi perintah-perintah Allah. Salah satu ayat yang
memerintahkan untuk berinfaq ialah dalam QS. alBaqarah: 267

َ ٓ ٰ َ ‫ِب ِمن َطي نِفقُواْ أ َ ٓواْ َم ُن ِذي َن َءا َها ٱ َّل ي أ‬


ۡ ‫ي َخ ِبي َث‬
ۡ ُ ‫ِمنه‬ ُ ‫م َ ِو َّمما ٓ أ َ ۡۡخ َۡرجنَا َل ُكم ِم َن ِت َما َك َۡسب‬
َ ٰ‫ت‬
‫ تُنِفقُو َن َو َل ۡستُم بِ ۡ ٱل ۡر ِض ََوال ت ََي َّ ُممواْ ٱ‬ൗ ٢٦٧ ‫غن أ َ ُٓمواْ َوٱ ۡع َل ۚ فِي ِه ي‬ ِ َ ๡ََّ ‫ن ۡأل َ َّٓال أ َ ِ ا ِخِ ذي ِه إ َّن ٱ‬
‫ّ ْتُ ۡۡغ َحِ ميد ٌ ِم ُضوا‬

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” Dari ayat
tersebut, diketahui bahwasannya Infaq hanya berkaitan dengan atau hanya dalam bentuk
materi atau kebendaan saja. Hukum mengenai infaq ada berbagai macam; ada yang wajib
seperti zakat dan nadzar, ada pula infaq sunnah, dan infaq mubah bahkan ada juga infaq
yang haram. Dalam hal ini infaq hanya berkaitan dengan materi. Menurut definisi syariat,
bahwa hakikat Infaq berbeda dengan zakat. Infaq tidak mengenal istilah nishab. Setiap
orang bisa mengeluarkan infaq, baik yang penghasilan tinggi atau rendah. Infaq juga tidak
harus diberikan kepada golongan tertentu (mustahiq) seperti dalam zakat, melainkan
kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang
yang sedang dalam perjalanan.

3. SEDEKAH
Sedekah berasal dari kata shadaqah yang artinya benar. Artinya orang yang
bershadaqah merupakan wujud dari bentuk kebenaran dan kejujurannya akan imannya
kepada Allah. Hanya saja sedekah mempunyai arti yang lebih luas, yakni tidak hanya
materi saja objek yang bisa disedekahkan, bisa juga dengan hal-hal yang bersifat non-
materi. Dalam bersedekah, seseorang dilarang menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti
penerima, karena sedekah itu haruslah diniati dengan ikhlas dan karena Allah. Dalam QS.
al-Baqarah: 264 disebutkan:
ۡ
ِ ‫َصف‬ ‫ي ٍن َوا ِل‬ َ ٓ ٰ َ ‫ت ۡۡب ِطلُواْ ِذي َن َءا َها ٱلَّ ي أ‬ ُ ‫ت ٰ َصدَقَ َمنُواْ َال‬ ِ ‫ذي يُنِف ُق ٰى َكٱ َّل ذَ ۡأل َ َم ِن َوٱ ۡ ُكم بِٱل‬
‫ب فَأ َ ء ِ َّمما َل ۡۡي ِه‬ٞ ‫ل فَتَ َوابِ َصابَهۥُ َرا‬ٞ ‫ ِرئَا ٓ َمالَهۥُ َر َك‬๡َِّ ‫ي ۡۡؤ ِم ُن بِٱ‬
ُ ‫ف ۡأل ٓ َۡي ِوم ٱ ۡ َوٱل َء ٱلنَّا ِس ََوال‬
َ ‫هۥُ َكَمثَ ُل َمثَ ِِخر‬
‫ سبُوا‬٢٦٤َ ‫يۡهِدي ٱل َك‬ ۡ َ ‫ َال‬๡َُّ ‫وم ۡ َوٱ‬ ۡ ۡ
َ ۡ َ‫ي ٰ ِد ُرو َن َعلَ َّال يَق ٗدا ۡ َصل هۥُ ِفِري َن ٰ َك ۡ ٱل ق‬ ٖ ۡ ‫ٌٌْتُ ى َش َع‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka
tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
1). mazhab Hanafi menyebutkan:
َ ‫صدَقَةً أ َ ْو ق َِرا َءة‬َ ‫ص ْو ًما أ َ ْو َحجًّا أ َ ْو‬
َ ‫ص ََلة ً َكانَ أ َ ْو‬َ ،ِ‫عة‬َ ‫ ِع ْندَ أ َ ْه ِل الس َّن ِة َو ْال َج َما‬،ِ‫ع َم ِل ِه ِلغَي ِْره‬ َ ‫سانَ لَهُ أ َ ْن َيجْ َع َل ث َ َو‬
َ ‫اب‬ ِ ْ ‫أ َ َّن‬
َ ‫اْل ْن‬
‫ت َويَ ْنفَعُه‬ِ ‫ص ُل ذَلِكَ إ َلى ْال َم ِي‬ِ َ‫ َوي‬،‫مِيع أ َ ْن َواعِ ْال ِب ِر‬
ِ ‫غي ِْر ذَلِكَ م ِْن َج‬ َ ‫َار إلَى‬ َ ‫آن أ َ ْو ْاألَذْك‬ٍ ‫ٌقُ ْر‬.
Bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut
pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa salat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an,
zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan
bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud
Daqaiq, juz 5, h. 131).

2). mazhab Maliki menyebutkan:


ِ ِ‫ص َل ل ِْل َمي‬
‫ت أَج ُْره‬ ِ ِ‫اب ق َِرا َءتِ ِه ل ِْل َمي‬
َ ‫ َو َح‬، َ‫ َجازَ ذَلِك‬،‫ت‬ َ ‫ َوأ َ ْهدَى ث َ َو‬،ُ‫الر ُجل‬
َّ َ ‫ٌ َوإِ ْن قَ َرأ‬.
Jika seseorang membaca Alquran, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit,
maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat:
Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz
4, h. 173).
3). mazhab Syafi’i menuturkan:

‫عا ُء بِ َما‬ َ ‫ َواأل َ ْف‬،ِ‫ َويَدْعُ ْو ِل َم ْن يَ ُز ْو ُرهُ َو ِل َج ِمي ِْع أ َ ْه ِل ْال َم ْقبَ َرة‬،‫علَى ْال َمقَابِ ِر‬
َ ‫ض ُل أ َ ْن يَكُ ْونَ الس َََّل ُم َوالد‬ َ ُ‫ِلزائ ِِر أ َ ْن ي‬
َ ‫سل َِم‬ َّ ‫َويُ ْست َ َحب ل‬
َ
َ ‫ َويَدْعُو ل ُه ْم‬،‫آن َما تَيَس ََّر‬
‫ع ِقبَ َها‬ ُ ْ َ ْ َ
ِ ‫ َويُ ْست َ َحب أ ْن يَق َرأ مِنَ الق ْر‬،ِ‫ثبَتَ فِي ال َح ِد ْيث‬.ْ َ

Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk mengucapkan salam kepada (penghuni)
kubur, serta mendoakan mayit yang diziarahi dan semua penghuni kubur. Salam serta doa
lebih diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam hadis Nabi. Begitu pula,
disunahkan membaca apa yang mudah dari Alquran, dan berdoa untuk mereka setelahnya.
(Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 311).
4). mazhab Hanbali juga menuturkan:

،‫ت‬ ِ ‫ َوأَدَا ُء ْال َو‬،ُ‫صدَقَة‬


ِ ‫اجبَا‬ َ ‫ أ َ َّما الد‬.ُ‫َّللا‬
ُ ‫ َو ِاال ْستِ ْغف‬،‫عا ُء‬
َّ ‫ َوال‬،‫َار‬ ْ ، َ‫ نَفَعَهُ ذَلِك‬،‫ت ْال ُم ْسل ِِم‬
َّ ‫إن شَا َء‬ ِ ِ‫ َو َجعَ َل ث َ َوابَ َها ل ِْل َمي‬،‫َوأَي قُ ْربَ ٍة فَعَلَ َها‬
‫فَ ََل أ َ ْعلَ ُم فِي ِه خِ ََلفًا‬.
Dan apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim,
akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan
pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan
kebolehannya). (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni,
juz 5, h. 79).
4. WAKAF

Kata “wakaf” atau “waqf” berasal dari bahasa Arab “waqafa”. Asal kata “waqafa”
berarti, menahan berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri“. Kata waqafa yaitu “waqfan”
sama artinya dengan “habasa-yahbisu-tahbisan”. Kata “waqf” dalam bahasa Arab
mengandung beberapa pengertian: menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak
dipindahmilikkan.
Menurut Drs H Ahmad Djunaidi dkk dalam bukunya Fiqih Wakaf (2004: 1-4), para ahli
fikih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga berbeda pula dalam
memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah
sebagai berikut:

1. Wakaf menurut Abu Hanifah adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap
milik wakif dalam rangka menggunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan
definisi itu, maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari wakif, bahkan dia dibenarkan
menarik kembali dan boleh menjualnya. Jika wakif wafat, harta tersebut menjadi harta
warisan ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan
manfaat”. Karena itu, Mazhab Hanafi mendefinisan wakaf adalah: “Tidak melakukan
suatu tindakan atas suatu benda yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan
menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang
maupun akan datang”.
2. Mazhab Maliki berpendapat, wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang
dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain. Wakif
berkewajiban menyedekahkan manfaatnya dan tidak boleh menarik kembali wakafnya.
Perbuatan wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mauquf alaih
(penerima manfaat wakaf), walaupun yang dimilikinya berbentuk upah atau menjadikan
hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan
mengucapkan lafaz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik.
Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan,
tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat
benda secara wajar, sedangkan benda itu tetap menjadi milik wakif. Perwakafan itu berlaku
untuk suatu masa tertentu, karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal
(selamanya).
3. Syafi’i dan Ahmad bin Hambal berpendapat, wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif
tidak boleh melakukan apa pun terhadap harta yang diwakafkan, seperti perlakuan
pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak.
Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli
warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih
(penerima manfaat wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat
melarang penyaluran sumbangannya tersebut.

Apabila wakif melarangnya, maka Qadli atau pemerintah berhak memaksanya, agar
memberikannya kepada mauquf ’alaih. Karena itu, Mazhab Syafi’i mendefinisan wakaf
adalah: tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik
Allah Swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).

Anda mungkin juga menyukai