Anda di halaman 1dari 7

PELAJARAN PENTING DALAM IBADAH PUASA RAMADHAN

1. PUASA MENGAJARKAN KITA MENJADI PRIBADI YANG BERTAKWA

Ibadah puasa memiliki banyak manfaat bagi seorang mukmin. Di antara faidah terbesar
menjalankan ibadah puasa adalah tumbuhnya ketakwaan di dalam hati, sehingga menahan
anggota badan dari berbuat maksiat. Allah Ta’ala berfirman,

ِّ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكتِ َب َعلَ ْي ُك ُم‬


َ‫الصيَا ُم َك َما ُكتِ َب َعلَى الَّ ِذينَ ِمنْ قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahu’anhu, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam bersabda,

‫ وخالق الناس بخلق حسن‬،‫ وأتبع السيئة الحسنة تمحها‬، ‫اتق هللا حيثما كنت‬

Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan
kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan
orang lain dengan akhlak yang baik‘” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987)

‫ التقوى أن تعمل بطاعة هللا على نور من هللا ترجو ثواب هللا وأن تترك‬: ‫وقال طلق بن حبيب رحمه هللا‬
‫معصية هللا على نور من هللا تخاف عقاب هللا‬.
Thalq bin Habiib (seorang Tabi’in, salah satu murid Sahabat Nabi Ibnu Abbas) menjelaskan
definisi taqwa:

 “Takwa Amalan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah dengan mengharap
pahala Allah dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari
Allah dengan perasaan takut dari adzab Allah”.

Imam Ar-Raghib Al-Asfahani mendenifisikan : “Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang
membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna
dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan” [1] Sedangkan Imam An-Nawawi
mendenifisikan taqwa dengan “Menta’ati perintah dan laranganNya”. Maksudnya menjaga diri
dari kemurkaan dan adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala [2]. Hal itu sebagaimana didefinisikan
oleh Imam Al-Jurjani “ Taqwa yaitu menjaga diri dari siksa Allah dengan menta’atiNya. Yakni
menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau
meninggalkannya” [3] Karena itu siapa yang tidak menjaga dirinya dari perbuatan dosa, berarti
dia bukanlah orang yang bertaqwa. Maka orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang
diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau
mengambil dengan kedua tangannya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat yang
dikutuk Allah, berarti ia tidak menjaga dirinya dari dosa.

Ibadah puasa Ramadhan mendidik kita untuk menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah,
dengan cara, antara lain:

a. Dengan puasa, seseorang akan lebih sedikit makan dan minum, yang menyebabkan lemahnya
syahwat. Lemahnya syahwat ini menyebabkan berkurangnya maksiat yang ingin dia
kerjakan. Karena syahwat adalah sumber dan awal dari semua maksiat dan keburukan. Hal
ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ٌ‫صيَا ُم ُجنَّة‬
ِّ ‫ال‬
“Puasa adalah perisai” (HR. An-Nasai no. 2228, 2229 dan Ibnu Majah no. 1639, shahih).

b. Seseorang yang sedang berpuasa, ketika siang hari, beranikah dia makan atau minum
meskipun tidak ada yang melihat?
c. Seseorang yang sedang berpuasa, ketika siang hari, beranikah dia melihat gambar atau video
yang tidak etis atau mengudang syahwat, meskipun tidak ada yang melihat?
d. Berpuasa memudahkan seseorang untuk berbuat ketaatan dan kebaikan. Hal ini tampak nyata
di bulan Ramadhan. Orang-orang yang di luar bulan Ramadhan malas dan merasa berat
beribadah, maka ketika bulan Ramadhan mereka berlomba-lomba untuk beribadah sebanyak
mungkin.
e. berpuasa menyebabkan lunaknya hati untuk senantiasa berdzikir kepada Allah Ta’ala dan
memutus berbagai sebab yang dapat melalaikan-Nya

2. PUASA MEMOTIVASI KITA MENJADI MANUSIA YANG PEDULI SESAMA

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ش ْيًئا‬ َّ ‫ص ِمنْ َأ ْج ِر ال‬


َ ‫صاِئ ِم‬ ُ ُ‫صاِئ ًما َكانَ لَهُ ِم ْث ُل َأ ْج ِر ِه َغ ْي َر َأنَّهُ الَ يَ ْنق‬
َ ‫َمنْ فَطَّ َر‬
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang
berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR.
Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa hadits ini shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ َّ‫ص َدقَةُ تُ ْطفُِئ ا ْل َخ ِطيَئةَ َك َما يُ ْطفُِئ ا ْل َما ُء الن‬


‫ار‬ َّ ‫َوال‬
“Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api.” (HR. Tirmidzi,
no. 2616; Ibnu Majah, no. 3973.  Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
hasan).

3. PUASA MENGINGATKAN KITA UNTUK SENANTIASA BERISTIGHFAR DAN


BERTAUBAT

Allah Ta’ala berfirman,

‫وحا‬
ً ‫ص‬ُ َ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ َآ َمنُوا تُوبُوا ِإلَى هَّللا ِ ت َْوبَةً ن‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat
yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah)
sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang
telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut
berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 323).

Setiap Dosa Bisa Diampuni

Setiap dosa –baik dosa kecil, dosa besar, dosa syirik bahkan dosa kekufuran- bisa diampuni
selama seseorang bertaubat sebelum datangnya kematian walaupun dosa itu sepenuh bumi. Allah
Ta’ala berfirman,

‫وب َج ِمي ًعا ِإنَّهُ ه َُو ا ْل َغفُو ُر‬ ُّ ‫س ِه ْم اَل تَ ْقنَطُوا ِمنْ َر ْح َم ِة هَّللا ِ ِإنَّ هَّللا َ يَ ْغفِ ُر‬
َ ُ‫الذن‬ ِ ُ‫س َرفُوا َعلَى َأ ْنف‬
ْ ‫ي الَّ ِذينَ َأ‬
َ ‫قُ ْل يَا ِعبَا ِد‬
‫ال َّر ِحي ُم‬

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az
Zumar: 53).
4. PUASA MENDIDIK KITA MENJADI HAMBA YANG BERSABAR

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫الصو َم فَِإنَّهُ ىِل‬ ‫ِإ‬ ٍ ِ ِ ِِ ‫هِل ِإ‬


ْ َّ َّ‫ف احْلَ َسنَةُ َع ْش ُر َْأمثَا َا ىَل َسْبعماَئة ض ْعف قَ َال اللَّهُ َعَّز َو َج َّل ال‬
ُ ‫اع‬
َ‫ض‬ َ ‫ُك ُّل َع َم ِل ابْ ِن‬
َ ُ‫آد َم ي‬
.‫ان َف ْر َحةٌ ِعْن َد فِطْ ِر ِه َو َف ْر َحةٌ ِعْن َد لَِق ِاء َربِِّه‬
ِ َ‫لصاِئ ِم َفرحت‬ِ ِ ‫وَأنَا َأج ِزى بِِه يدع شهوتَه وطَعامه ِمن‬
َ ْ َّ ‫َأجلى ل‬ ْ ْ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ ُ ََ ْ َ
ِ ‫يح الْ ِمس‬ ِ ِ ِ ِ َ‫وف فِ ِيه َأطْي‬
‫ك‬ ْ ِ ‫ب عْن َد اللَّه م ْن ر‬ ُ ُ ُ‫َوخَلُل‬
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh
kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan
membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi
orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia
berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Muslim no. 1151)

Dari riwayat di atas disebutkan bahwa setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan
hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa
tidaklah dilipatgandakan seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh karena
itu, amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan
bilangan.

Kenapa bisa demikian?

Ibnu Rajab Al Hambali –semoga Allah merahmati beliau– mengatakan, ”Karena puasa adalah
bagian dari kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah Ta’ala berfirman,

ٍ ‫َأجر ُهم بِغَرْيِ ِحس‬


‫اب‬ ِ َّ ‫ِإمَّنَا يوىَّف‬
َ ْ َ ْ ‫الصاب ُرو َن‬ َُ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (QS. Az Zumar: 10)

Juga disebutkan dalam hadits riwayat Tirmidzi bahwa puasa adalah bulannya bersabar. Namun
redaksi hadits semacam ini dhoif.

Intinya, sabar itu ada tiga macam yaitu:


1- Sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah,

2- Sabar dalam meninggalkan yang haram dan

3- Sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan.

Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja
di dalamnya ada bentuk melakukan ketaatan, menjauhi hal-hal yang diharamkan, juga dalam
puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti menahan diri dari rasa
lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa bisa meraih pahala tak
terhingga sebagaimana sabar. (Lihat Lathoiful Ma’arif karya Ibnu Rajab, hal. 268-269)

5. PUASA MENDORONG KITA MEMPERBANYAK DOA KEPADA SANG KHALIK

Allah itu dekat dengan hamba ketika ia berdoa. Jadi selalu yakinlah bahwa Allah mendengar doa
dan akan mengabulkan doa tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

ْ َ‫َّاع ِإ َذا َدعَا ِن فَ ْلي‬


ُ ‫ست َِجيبُوا لِي َو ْليُْؤ ِمنُوا بِي لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر‬
َ‫شدُون‬ ُ ‫يب ُأ ِج‬
ِ ‫يب َد ْع َوةَ الد‬ ٌ ‫سَألَ َك ِعبَا ِدي َعنِّي فَِإنِّي قَ ِر‬
َ ‫وَِإ َذا‬
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Aku itu
dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

ُ ‫ هَّللا‬Jُ‫ ِإالَّ َأ ْعطَاه‬، ‫ َوالَ قَ ِطي َعةُ َر ِح ٍم‬، ‫ْس فِيهَا ِإ ْث ٌم‬ Jَ ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ْد ُعو بِ َد ْع َو ٍة لَي‬
‫ َوِإ َّما َأ ْن يَ َّد ِخ َرهَا لَهُ فِي‬، ُ‫ ِإ َّما َأ ْن تُ َعج ََّل لَهُ َد ْع َوتُه‬: ‫ث‬ ٍ َ‫بِهَا ِإحْ َدى ثَال‬
ُ ‫ هَّللا‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬، ‫ ِإ ًذا نُ ْكثِ ُر‬: ‫ف َع ْنهُ ِم َن السُّو ِء ِم ْثلَهَا قَالُوا‬ َ ‫ َوِإ َّما َأ ْن يَصْ ِر‬، ‫اآلخ َر ِة‬ ِ
.ُ‫َأ ْكثَر‬
“Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan sebuah doa yang tidak terkandung di
dalamnya dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali Allah akan memberikannya salah satu dari
ketiga hal berikut: Allah akan mengabulkannya dengan segera, mengakhirkan untuknya di
akhirat atau memalingkannya dari keburukan yang semisalnya.
2 HR Ahmad 11133 dari Abu Said Al-Khudri. Sanad-nya dinyatakan jayyid oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
dkk.

6. PUASA MENGINGATKAN KITA UNTUK SELALU BERSYUKUR ATAS NIKMAT


ALLAH

Perhatikanlah ketika dibicarakan mengenai bulan Ramadhan lantas ditutup dengan syukur.
Faedahnya, bulan Ramadhan ini mengajarkan kita untuk pandai bersyukur.

Allah Ta’ala berfirman,

ُ َ‫ش ْه َر فَ ْلي‬
ُ‫ص ْمه‬ َّ ‫ش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال‬َ ْ‫ان فَ َمن‬ ِ َ‫ت ِمنَ ا ْل ُهدَى َوا ْلفُ ْرق‬ ٍ ‫س َوبَيِّنَا‬ ِ ‫ضانَ الَّ ِذي ُأ ْن ِز َل فِي ِه ا ْلقُ ْرَآنُ ُهدًى لِلنَّا‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬ َ
َ‫س َر َولِتُ ْك ِملُوا ا ْل ِع َّدة‬ ْ ‫س َر َواَل يُ ِري ُد بِ ُك ُم ا ْل ُع‬ ‫ُأ‬
ْ ُ‫سفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِمنْ َأيَّ ٍام َخ َر يُ ِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ا ْلي‬ َ ‫ضا َأ ْو َعلَى‬ ً ‫َو َمنْ َكانَ َم ِري‬
َ‫ش ُكرُون‬ ْ َ‫َولِتُ َكبِّ ُروا هَّللا َ َعلَى َما َهدَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْ–م ت‬

” (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. ” (QS. Al Baqarah: 185).

Ini menunjukkan bahwa setelah kita mendapatkan nikmat besar di bulan Ramadhan dengan
berpuasa, maka hendaklah ditutup dengan syukur.

As Sa’di berkata, “Kita diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur karena taufik, kemudahan,
peringatan yang telah diberikan di bulan Ramadhan. Syukur ini diwujudkan dengan banyak
bertakbir seusai Ramadhan. Takbir ini disuarakan mulai dari terlihatnya hilal Syawal hingga
selesainya khutbah ‘ied.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87).

Apa hakekat syukur itu sendiri?

Ibnu Taimiyah berkata,


‫ِح‬ ِ ‫ب واللِّس‬
ِ ‫ان َواجْلََوار‬ ِ ِ َّ ‫َو‬
َ َ ‫الشكَْر يَ ُكو ُن بالْ َق ْل‬
ُّ ‫َأن‬
“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan
nikmat tersebut dalam anggota badan.” (Majmu’ Al Fatawa, 11: 135)

Ketika menafsirkan tentang syukur pada ayat 185 dari surat Al Baqarah, Ibnu Katsir berkata,
“Jika kalian telah melakukan perintah yang wajib, meninggalkan keharaman, dan menjaga
batasan-batasan Allah, maka kalian seperti itu disebut orang yang bersyukur.” (Tafsir Al Qur’an
Al ‘Azhim, 2: 62).

Intinya, syukur bukanlah dengan maksiat, syukur dibuktikan dengan ketaatan pada Allah

Anda mungkin juga menyukai