Anda di halaman 1dari 6

KEUTAMAAN SHALAT

Firman Allah Ta’ala,


َ‫سو َل لَعَلَّكُم تُر َح ُمون‬ َّ ‫الزكَاةَ َوأ َ ِطيعُوا‬
ُ ‫الر‬ َّ ‫َوأَقِي ُموا ال‬
َّ ‫ص ََلةَ َوآَتُوا‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat.” (QS. An Nur [24] : 56)
Pada ayat di atas, Allah Ta’ala mengaitkan adanya rahmat bagi mereka dengan mengerjakan
perkara-perkara pada ayat tersebut. Seandainya orang yang meninggalkan shalat tidak dikatakan
kafir dan tidak kekal dalam neraka, tentu mereka akan mendapatkan rahmat tanpa mengerjakan
shalat. Namun, dalam ayat ini Allah menjadikan mereka bisa mendapatkan rahmat jika mereka
mengerjakan shalat.

Firman Allah Ta’ala,


ِ ‫الزكَاةَ فَ ِإخ َوانُكُم فِي الد‬
‫ِين‬ َّ ‫فَ ِإن تَابُوا َوأَقَا ُموا ال‬
َّ ‫ص ََلةَ َوآَت َ ُوا‬
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-
saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9] : 11)

Sumber : https://rumaysho.com/4902-bahaya-meninggalkan-shalat-1-dalil-al-quran.html

KEUTAMAAN DOA
ُ
ََ َ‫سأَل‬
‫ك وَإِ َذا‬ ِ ‫ِيب َقرِيبَ َفإِنِي َعنِي‬
َ ‫عبَادِي‬ َُ ‫اعِ د َْع َو ََة أج‬ َْ ‫ون لَ َعلَّ ُه‬
ْ ‫م بِي و َْل ُي ْؤ ِم ُنوا لِي َف ْلي‬
َ ‫َس َتجِي ُبوا َد َعانَِ إِ َذا ال َّد‬ ََ ‫ْش ُد‬
ُ ‫يَر‬

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.
Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-
Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)
Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata,

ُ ‫ّللا ر‬
ََ ‫َسو‬
‫ل يَا‬ َِ ‫ه بَعِيدَ أَ َْو ؟ َف ُننَاجِي‬
َِ َّ ‫ه َقرِيبَ رَبُّنَا‬ ََ ‫ّللا َفأَ ْن َز‬
َِ ‫ل ؟ َف ُننَادِي‬ َُ َّ ‫ه ِذ َِه‬ ْ
ََ َ‫اْلي‬
َ ‫ة‬

“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara lirih ketika berdo’a
ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara keras?” Lantas Allah Ta’ala
menurunkan ayat di atas. (Majmu’ Al Fatawa, 35/370)
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah
kedekatan Allah pada orang yang berdo’a (kedekatan yang sifatnya khusus).” (Majmu’ Al Fatawa,
5/247)
Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua macam:
1. Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.
2. Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdo’a pada-Nya, yaitu
Allah akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Taisir Al
Karimir Rahman, hal. 87)
Kedekatan Allah pada orang yang berdo’a adalah kedekatan yang khusus –pada macam yang
kedua- (bukan kedekatan yang sifatnya umum pada setiap orang). Allah begitu dekat pada orang
yang berdo’a dan yang beribadah pada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits pula bahwa
tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud. (Majmu’ Al
Fatawa, 15/17)
Siapa saja yang berdo’a pada Allah dengan menghadirkan hati ketika berdo’a, menggunakan do’a
yang ma’tsur (dituntunkan), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya do’a (seperti
memakan makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi do’anya. Terkhusus lagi jika
ia melakukan sebab-sebab terkabulnya do’a dengan tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan
perkataan dan perbuatan, juga disertai dengan mengimaninya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)
Dengan mengetahui hal ini seharusnya seseorang tidak meninggalkan berdo’a pada Rabbnya yang
tidak mungkin menyia-nyiakan do’a hamba-Nya. Pahamilah bahwa Allah benar-benar begitu dekat
dengan orang yang berdo’a, artinya akan mudah mengabulkan do’a setiap hamba. Sehingga tidak
pantas seorang hamba putus asa dari janji Allah yang Maha Mengabulkan setiap do’a.
Ingatlah pula bahwa do’a adalah sebab utama agar seseorang bisa meraih impian dan harapannya.
Sehingga janganlah merasa putus asa dalam berdo’a. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Do’a
adalah sebab terkuat bagi seseorang agar bisa selamat dari hal yang tidak ia sukai dan sebab utama
meraih hal yang diinginkan. Akan tetapi pengaruh do’a pada setiap orang berbeda-beda. Ada yang
do’anya berpengaruh begitu lemah karena sebab dirinya sendiri. Boleh jadi do’a itu adalah do’a yang
tidak Allah sukai karena melampaui batas. Boleh jadi do’a tersebut berpengaruh lemah karena hati
hamba tersebut yang lemah dan tidak menghadirkan hatinya kala berdo’a. … Boleh jadi pula karena
adanya penghalang terkabulnya do’a dalam dirinya seperti makan makanan haram, noda dosa dalam
hatinya, hati yang selalu lalai, nafsu syahwat yang menggejolak dan hati yang penuh kesia-siaan.” (Al
Jawaabul Kaafi, hal. 21). Ingatlah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ِ ‫َّللا تَعَالَى ِمنَ ال ُّدع‬
‫َاء‬ َ ‫س شَي ٌء أَك َر َم‬
ِ َّ ‫علَى‬ َ ‫لَي‬
“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no.
3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Jika
memahami hal ini, maka gunakanlah do’a pada Allah sebagai senjata untuk meraih harapan.
Penuh yakinlah bahwa Allah akan kabulkan setiap do’a. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ٍ ‫يب ُدعَا ًء ِمن قَل‬
َ ‫ب‬
‫غافِ ٍل ال َ ٍه‬ َ َّ َّ‫اإل َجابَ ِة َواعلَ ُموا أَن‬
ُ ‫َّللا الَ يَست َ ِج‬ ِ ِ‫َّللا َوأَنتُم ُموقِنُونَ ب‬
َ َّ ‫ادعُوا‬
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak
mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
Lalu pahamilah bahwa ada beberapa jalan Allah kabulkan do’a. Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ث ِإ َّما أَن تُعَ َّج َل‬ َّ ُ‫س فِي َها ِإث ٌم َوالَ قَ ِطيعَةُ َر ِح ٍم ِإال َّ أَع َطاه‬
ٍ َ‫َّللاُ بِ َها ِإحدَى ثََل‬ َ ‫« ما ِمن ُمس ِل ٍم يَدعُو ِبدَع َو ٍة لَي‬
‫ قَا َل‬.‫ قَالُوا ِإذا ً نُكثِ ُر‬.» ‫وء ِمثلَ َها‬ِ ‫س‬ ُّ ‫ف عَنهُ ِمنَ ال‬ َ ‫اآلخ َر ِة َو ِإ َّما أَنُُ يَص ِر‬
ِ ‫لَهُ دَع َوتُهُ َو ِإ َّما أَن يَد َِّخ َر َها لَهُ فِى‬
» ‫َّللاُ أَكث َ ُر‬
َّ «
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan
memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah
akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3]
Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau
begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah
nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid). Boleh jadi Allah menunda mengabulkan do’a. Boleh
jadi pula Allah mengganti keinginan kita dalam do’a dengan sesuatu yang Allah anggap lebih baik.
Atau boleh jadi pula Allah akan mengganti dengan pahala di akhirat. Jadi do’a tidaklah sia-sia.
Ingatlah wejangan yang amat menyejukkan hati dari cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al Hasan
bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata,
‫ وهذا حد الوقوف على الرضى بما تصرف به القضاء‬.‫ لم يتمن شيئا‬،‫من اتكل على حسن اختيار هللا له‬
“Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya maka dia tidak akan
mengangan-angankan sesuatu (selain keadaan yang Allah pilihkan untuknya). Inilah batasan (sikap)
selalu ridha (menerima) semua ketentuan takdir dalam semua keadaan (yang Allah) berlakukan (bagi
hamba-Nya)” (Lihat Siyaru A’laamin Nubalaa’ 3/262 dan Al Bidaayah wan Nihaayah 8/39). Pilihan
Allah itulah yang terbaik.

Sumber : https://rumaysho.com/1734-allah-begitu-ekat-pada-orang-yang-berdoa.html

KEUTAMAAN BERZIKIR

Berikut adalah keutamaan-keutamaan dzikir yang disarikan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam
kitabnya Al Wabilush Shoyyib. Moga bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk menjaga lisan ini
untuk terus berdzikir, mengingat Allah daripada melakukan hal yang tiada guna.
(1) mengusir setan.
(2) mendatangkan ridho Ar Rahman.
(3) menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) hati menjadi gembira dan lapang.
(5) menguatkan hati dan badan.
(6) menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.
(7) mendatangkan rizki.
(8) orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat
ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11) mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali
pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam
setiap keadaan.
(12) seseorang akan semakin dekat pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Alalh ‘azza wa
jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
(13) semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah
ma’rifah seseorang pada Allah.
(14) mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya.
Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
(15) meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,
‫فَا ْذ ُك ُرونِي أ َ ْذ ُك ْر ُك ْم‬
“Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Seandainya tidak
ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang
disebut.
(16) hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata,
‫؟ الماء فارق إذا السمك حال يكون فكيف للسمك الماء مثل للقلب الذكر‬
“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas
dari air?”
(17) hati dan ruh semakin kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana
badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai
beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari.
Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
(18) dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah
disebabkan karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir, taubat dan
istighfar.
(19) menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus
kejelekan.
(20) menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.
(21) ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
(22) jika seseorang mengenal Allah dalam keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan
sempit.
(23) menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
(24) dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh
malaikat.
(25) dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah
(adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis
setan.
(27) orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di
sekitarnya.
(28) akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
(29) karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di
hari kiamat yang amat panas.
(30) sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan
pada peminta-minta.
(31) dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) dzikir adalah tanaman surga.
(33) pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada
amalan lainnya.
(34) senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang
yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia
dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat
untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
َ‫س ُه ْم أُولَئِكَ ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬
َ ُ‫سا ُه ْم أ َ ْنف‬
َ ‫ّللا فَأ َ ْن‬ ُ َ‫َو َل ت َ ُكونُوا َكالَّذِينَ ن‬
َ َّ ‫سوا‬
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa
kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
(35) dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
(36) dzikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan baginya kemudahan
dzikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia
dari berbagai kebaikan.
(37) dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) orang yang berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan
di sini adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti
mengetahui atau meliputi. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih dekat, mendapatkan perwalian,
cinta, pertolongan dan taufik Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
َ‫ّللا َم َع الَّذِينَ اتَّقَ ْوا َوالَّذِينَ ُه ْم ُمحْ ِسنُون‬
َ َّ ‫ِإ َّن‬
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. An Nahl: 128)
َ‫صابِ ِرين‬
َّ ‫ّللاُ َم َع ال‬
َّ ‫َو‬
“Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
َ‫ّللاَ لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِين‬
َّ ‫َوإِ َّن‬
“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut:
69)
َ َّ ‫َل تَحْ زَ ْن إِ َّن‬
‫ّللا َمعَنَا‬
“Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)
(39) dzikir itu dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, dan
menunggang kuda di jalan Allah, serta juga dapat menyamai seseorang yang berperang dengan
pedang di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
َ‫َن‬ ََ ‫ل َ َقا‬
ْ ‫لم‬ َ ‫ه‬ََ َ‫ل َّ إِل‬ َُ َّ ‫َح َد َُه‬
َ ِ‫ّللا إ‬ ْ ‫لَ و‬ ََ ‫ش ِري‬
َ ‫ك‬ َ ‫ه‬ َُ َ‫ ل‬، ‫ه‬َُ َ‫ك ل‬َُ ‫م ْل‬
ُ ‫ ْال‬، ‫ه‬ َُ َ‫د وَل‬ ْ ‫ ْالح‬، ‫َه ََو‬
َُ ‫َم‬ َِ ‫ُك‬
ُ ‫ل َعلَى و‬
َ‫ىء‬ ْ ‫ش‬ َ َ‫ َق ِدير‬. ‫ة يَ ْومَ فِى‬ ََ َ‫ َم َّرةَ ِمائ‬، ‫ت‬ َْ َ‫ه َكان‬َُ َ‫ل ل‬
ََ ‫ش َِر َع ْد‬ ْ ‫ِر َقابَ َع‬
“Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul
hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti
memerdekakan 10 budak.”[1]
(40) dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan
berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
‫صالَة تَقُو ُل‬
َ ‫ع َّن فِى ُدب ُِر ُك ِل‬ ِ ُ ‫ فَقَا َل « أ‬.» َ‫ّللا إِنِى أل ُ ِحبُّك‬
َ ‫وصيكَ يَا ُمعَاذُ لَ ت َ َد‬ ِ َّ ‫ّللا إِنِى أل ُ ِحبُّكَ َو‬
ِ َّ ‫« يَا ُمعَاذُ َو‬
» َ‫ش ْك ِركَ َو ُحس ِْن ِعبَا َدتِك‬ َ ‫اللَّ ُه َّم أ َ ِعنِى‬
ُ ‫علَى ِذ ْك ِركَ َو‬
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah
engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni
‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-
Mu).”[2]Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula
Allah Ta’ala menggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
ِ ‫فَا ْذ ُك ُرونِي أ َ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُروا ِلي َو َل ت َ ْكفُ ُر‬
‫ون‬
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-
Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan
bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.
(41) makhluk yang paling mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada
Allah. Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun
menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) hati itu ada yang keras dan meleburnya dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang
ingin hatinya yang keras itu sembuh, maka berdzikirlah pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya
hatiku.” Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Karena hati ketika semakin lalai, maka semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada
Allah, lelehlah kekerasan hati tersebut sebagaimana timah itu meleleh dengan api. Maka kerasnya
hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah ‘azza wa jalla.
(43) dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Obat hati yang sakit
adalah dengan berdzikir pada Allah.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk
membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) tidak ada sesuatu yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari
murka-Nya selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya dan tertolaknya murka Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫َو ِإ ْذ ت َأَذَّنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن‬
‫ش َك ْرت ُ ْم َأل َ ِزي َدنَّ ُك ْم‬
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim:
7). Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan
mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.
(45) dzikir menyebabkan datangnya shalawat Allah dan malaikatnya bagi orang yang berdzikir. Dan
siapa saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan
keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
‫علَ ْي ُك ْم‬ َ ُ‫) ُه َو الَّذِي ي‬42( ‫يال‬
َ ‫ص ِلي‬ ً ‫ص‬ ِ َ ‫سبِ ُحوهُ بُ ْك َرة ً َوأ‬
َ ‫) َو‬41( ‫يرا‬ َ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنُوا ا ْذ ُك ُروا‬
ً ِ‫ّللا ِذ ْك ًرا َكث‬
)43( ‫ور َو َكانَ بِ ْال ُمؤْ ِمنِينَ َر ِحي ًما‬ ُّ َ‫َو َم َالئِ َكتُهُ ِلي ُْخ ِر َج ُك ْم مِن‬
ِ ‫الظلُ َما‬
ِ ُّ‫ت إِلَى الن‬
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat
kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu
dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang
yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)
(46) dzikir kepada Allah adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan.
Karena Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang
memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang menjadikan
amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin
berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat tersebut,
berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi
akan hal ini.
(47) dzikir pada Allah akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban
berat akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah benar-
benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.
(48) dzikir pada Allah akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan
selalu diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak pernah
merasakan rasa aman.
(49) dzikir akan memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang
menakjubkan. Itulah karena disertai dengan dzikir. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat
menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun
sehari sama halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau
lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang
menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) orang yang senantiasa berdzikir ketika berada di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika
safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat.
Karena tempat-tempat tadi, gunung dan tanah, akan menjadi saksi bagi seseorang di hari kiamat.
Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
ُ ‫) َي ْو َمئِذ ت ُ َحد‬3( ‫ان َما لَ َها‬
‫ِث‬ ُ ‫س‬ ِ ْ ‫) َوقَا َل‬2( ‫ض أَثْقَالَ َها‬
َ ‫اْل ْن‬ ُ ‫ت ْاأل َ ْر‬ِ ‫) َوأ َ ْخ َر َج‬1( ‫ض ِز ْلزَ الَ َها‬ ِ َ‫ِإ َذا ُز ْل ِزل‬
ُ ‫ت ْاأل َ ْر‬
)5( ‫) ِبأ َ َّن َربَّكَ أ َ ْو َحى لَ َها‬4( ‫ارهَا‬ َ ‫أ َ ْخ َب‬
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan
beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”,
pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan
(yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)
(51) jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil
seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia,
dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang
rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua
kondisi tadi. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan
tersibukkan dengan hal yang sia-sia.[3]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Riyadh-KSA, 14 Rabi’uts Tsani 1432 H (20/03/2011)


www.rumaysho.com

[1] HR. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691


[2] HR. Abu Daud no. 1522, An Nasai no. 1303, dan Ahmad 5/244. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih
[3] Disarikan dari Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Hasan bin
Qoid, terbitan Dar ‘Alam Al Fawaid, 94-198.

Sumber : https://rumaysho.com/1596-51-keutamaan-dzikir.html

Anda mungkin juga menyukai