Anda di halaman 1dari 20

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi bahwa karena qudrat

dan iradat-Nya  pada kesempatan ini kita dapat bertemu dalam keadaan sehat
wal afiat tak kurang suatu apapun dalam rangka menuntut ilmu sebagaimana
telah diwajibkan kepada kita untuk menuntutnya. Shalawat serta salam semoga
tetap terlimpahcurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya,
para sahabatnya dan kepada para pengikutnya yang setia dari awal hingga akhir
zaman. Aamiin

Hadirin Rohimakumulloh

Nasihat pernikahan ini untuk pengantin baru dan pengantin lama, yaitu :

1. Nikah itu sunnah Rosululloh SAW, maka dilaksanakannya sesuai petunjuk


Rasululloh  dan ketika membina rumah tangga pun harus mengikuti petunjuk
Allah Ta’ala dan Rasulullah SAW .

      ‫ْس ِمنِّى َوتَزَ َّوجُوا< فَِإنِّى ُم َكاثِ ٌر بِ ُك ُم اُأل َم َم‬


َ ‫النِّ َكا ُح ِم ْن ُسنَّتِى فَ َم ْن لَ ْم يَ ْع َملْ بِ ُسنَّتِى فَلَي‬

“Nikah itu sunnahku.. siapa yang tidak mengamalkan sunahku, bukan bagian
dariku. Menikahlah, karena saya merasa bangga dengan banyaknya jumlah
kalian di hadapan seluruh umat.” (HR. Ibnu Majah 1919 dan dihasankan al-
Albani).

2. Allah menolong orang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

َ‫ق َعلَى هَّللا ِ عَوْ نُهُ ُم ْال ُم َجا ِه ُد فِى َسبِي ِل هَّللا ِ َو ْال ُم َكاتَبُ الَّ ِذى ي ُِري ُد اَألدَا َء َوالنَّا ِك ُح الَّ ِذى ي ُِري ُد ْال َعفَاف‬
ٌّ ‫ثَالَثَةٌ َح‬

Ada 3 orang yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah, (1) Orang yang
berjihad di jalan Allah, (2) Budak mukatab yang ingin menebus dirinya untuk
merdeka, dan (3) Orang yang menikah, karena ingin menjaga kehormatannya.
(HR. Nasai 3133, Turmudzi 1756, dan dihasankan al-Albani).
3. Telah terbukti, ketika masyarakat zaman Nabi Muhammad SAW mengikuti
petunjuknya  dalam menikah dan membina rumah tangga, maka terbentuklah
masyarakat yang baik. Menjadi masyarakat teladan. Yang menilai bukan juri
dari lomba keluarga teladan, namun yang memujinya adalah Allah SWT,
dengan disebut sebagai umat yang terbaik.

ِ ‫اس تَْأ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


{ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ َ<ن ع َِن ْال ُم ْن َك ِر وتُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلَل‬ ْ ‫[ } ُك ْنتُ ْم َخ ْي َر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ ِر َج‬110 :‫]آل عمران‬
ِ َّ‫ت لِلن‬

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. (QS. Ali ‘Imran:110)

a. Amar ma’ruf nahi munkar. Ma’ruf (kebaikan) tertinggi itu tauhid,


menyembah hanya kepada Allah, minta tolong hanya kepada Allah.

 {  ُ‫[ } ِإيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوِإيَّاكَ نَ ْستَ ِعين‬5 :‫]الفاتحة‬.

Munkar yang terburuk adalah kemusyrikan, menyekutukan Allah dengan


lainnya, itu dosa terbesar, tidak diampuni bila sampai meninggalnya belum
bertobat. Itu semua wajib dicegah.

Keluarga yang mengikuti Rosululloh SAW, beramar ma’ruf nahi munkar


sampai dalam segala urusan. Misal makan dan minum, Nabi Muhammad SAW 
mengajari untuk baca bismillah dan pakai tangan kanan, maka dilakukan dan
diajarkan kepada keluarga. Mencegah kemunkaran, Nabi Muhammad SAW 
wanti-wanti bahwa makan dan minum pakai tangan kiri itu cara syetan, maka
harus dijauhi dan diperingatkan pula kepada keluarga dan anak-anak  jangan
sampai makan dan minum pakai tangan kiri.

b. Semua itu disertai ِ ‫وتُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلَل‬ beriman kepada Allah, diyakini dalam hati
(segala amalan ikhlas untuk Allah) dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan
mengikuti apa yang diberintahkan, dan menjauhi segala yang dilarang.
Itulah masyarakat yang dipuji oleh Allah Ta’ala, yaitu para sahabat Nabi
Muhammad SAW  yang mengikuti petunjuk Rasulullah SAW  yaitu Islam ini
diyakini dan diamalkan ikhlas untuk Allah Ta’ala.

4. Dalam mengamalkan itu semua sudah diberi perangkat untuk menjaga diri
agar terhindar dari gangguan syetan yang terkutuk. Rasulullah SAW memberi
petunjuk dengan  sabdanya :

َ ‫ت الَّ ِذى تُ ْق َرُأ فِي ِه س‬


‫ُورةُ ْالبَقَ َر ِة‬ ِ ‫الَ تَجْ َعلُوا بُيُوتَ ُك ْم َمقَابِ َر ِإ َّن ال َّش ْيطَانَ يَ ْنفِ ُر ِمنَ ْالبَ ْي‬

“Janganlah menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya


setan akan lari dari suatu rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al Baqarah”
(HR. Muslim no. 780).

 Petunjuk Rasulullah SAW  ketika kita berhubungan suami isteri:

«‫ي بَ ْينَهُ َم<ا َولَ< ٌد‬ ِ ُ‫فَق‬،‫ب ال َّش ْيطَانَ َما َرزَ ْقتَنَا‬
<َ ‫ض‬ َ َ‫لَوْ َأ َّن َأ َح َد ُك ْم ِإ َذا َأتَى َأ ْهلَهُ ق‬
ِ ِّ‫ اللَّهُ َّم َجنِّ ْبنَا ال َّش ْيطَانَ َو َجن‬،ِ ‫ال بِاس ِْم هَّللا‬
ُ َ‫لَ ْم ي‬
)40 /1( ‫ض َّرهُ » صحيح البخاري‬

Seandainya seseorang di antara kalian menjumpai istrinya dan ia mengucapkan :

ِ ِّ‫ اللَّهُ َّم َجنِّ ْبنَا ال َّش ْيطَانَ َو َجن‬،ِ ‫بِاس ِْم هَّللا‬
 ‫ب ال َّش ْيطَانَ َما َرزَ ْقتَنَا‬

 “Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah Jauhkanlah setan dari kami dan
jauhkanlah pula setan dari apa yang Engkau anugrahkan kepada kami”, lalu
keduanya dianugrahi seorang anak niscaya setan tak dapat membahayakannya. 
(HR. Bukhari dan Muslim)

5. Kemudian, seperti apa bentuknya masyarakat yang dipuji olh Allah SWT itu,
gejalanya adalah mereka bersemangat dalam iri, tapi bukan iri masalah dunia,
namun iri agar bisa berlomba dalam kebaikan untuk bekal di akherat. Hingga
orang-orang miskin pun iri terhadap orang kaya bukan iri mengenai harta, dan
mereka tidak memprotes taqdir, namun minta jalan keluar kepada Nabi
Muhammad SAW agar bisa berlomba mengimbangi kebaikan orang-orang
kaya.

Para sahabat bersemangat untuk mendapatkan banyak pahala.

‫ يَ<<ا َر ُس <و َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ قَالُوا لِلنَّبِ ِّى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ب النَّبِ ِّى‬ ِ ‫ع َْن َأبِى َذرٍّ َأ َّن نَاسًا ِم ْن َأصْ َحا‬
َ <‫ُول َأ ْم‬
‫< قَ<<ا َل‬.‫<والِ ِه ْم‬ ِ ‫َص َّدقُونَ بِفُض‬ َ ‫صلِّى َويَصُو ُمونَ َك َما نَصُو ُم َويَت‬ َ ُ‫صلُّونَ َك َما ن‬ <ِ ‫ور بِاُألج‬
َ ُ‫ُور ي‬ ِ ُ‫َب َأ ْه ُل ال ُّدث‬ َ ‫هَّللا ِ َذه‬
ِّ‫ص< َدقَةٌ َوكُل‬ َ ‫ص َدقَةٌ َوكُلِّ تَحْ ِمي< َد ٍة‬ َ ِ‫ص َدقَةً َو ُكلِّ تَ ْكب‬
َ ‫ير ٍة‬ َ ِ‫ص َّدقُونَ ِإ َّن بِ ُك ِّل تَ ْسب‬
َ ‫يح ٍة‬ َ ‫« َأ َولَي‬
َّ َ‫ْس قَ ْد َج َع َل هَّللا ُ لَ ُك ْم َما ت‬
ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫ قَالُوا يَا َرس‬.» ٌ‫ص َدقَة‬ َ ‫ص َدقَةٌ َوفِى< بُضْ ِع َأ َح ِد ُك ْم‬
َ ‫ى ع َْن ُم ْن َك ٍر‬ <ٌ ‫ص َدقَةٌ َونَ ْه‬ <ِ ‫ص َدقَةٌ َوَأ ْم ٌر بِ ْال َم ْعر‬
َ ‫ُوف‬ َ ‫تَ ْهلِيلَ ٍة‬
‫<ر ٍام َأ َك<<انَ َعلَ ْي< ِه فِيهَ<<ا ِو ْز ٌر فَ َك< َذلِكَ ِإ َذا‬ َ ‫َأيَْأتِى َأ َح ُدنَا َشه َْوتَهُ َويَ ُكونُ لَهُ فِيهَا َأجْ ٌر قَا َل « َأ َرَأ ْيتُ ْم لَوْ َو‬
َ <‫ض َعهَا< فِى َح‬
‫ض َعهَا فِى ْال َحالَ ِل َكانَ لَهُ َأجْ ٌر‬
َ ‫َو‬

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari


para sahabat Rasulullah SAW berkata kepada Nabi Muhammad SAW, “Wahai
Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka
mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana
kami berpuasa, dan mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka”. Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu
sesuatu untuk bershodaqaqoh? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh,
tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh
kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh
dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah
shodaqoh “. Mereka bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang
di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah SAW
menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang
haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang
halal, ia mendapat pahala”.  (HR. Muslim no. 2376)

6. Selanjutnya, wanita yang kesempatannya tidak sebanyak kaum laki-laki


karena ada saatnya haidh, nifas, menyusui; dan  masih  lebih cenderung baper
(bawa perasaan) hingga kemungkinan bisa mudah tidak terima kepada suami
atau mudah dibawa perasaan, maka masih pula diberi kesempatan baik untuk
bisa berlomba kebaikan dengan laki-laki yang  kesempatannya lebih banyak dan
kekuatannya pun lebih. Hingga wanita diberi prioritas agar bisa bersaing dalam
kebaikan:

Rasulullah SAW bersabda:

ِّ‫<ل لَهَ<<ا ا ْد ُخلِى ْال َجنَّةَ ِم ْن َأى‬ ْ ‫ت فَرْ َجهَ<ا< َوَأطَ<<اع‬


َ <‫َت زَ وْ َجهَ<ا< قِي‬ ْ َ‫ت َشه َْرهَا َو َحفِظ‬ َ ‫ت ْال َمرْ َأةُ َخ ْم َسهَا َو‬
<ْ ‫صا َم‬ ِ َّ‫صل‬
َ ‫ِإ َذا‬
ِ ‫ب ْال َجنَّ ِة ِشْئ‬
‫ت‬ ِ ‫َأب َْوا‬

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan
(di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan
zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang
memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang
engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Peluang-peluang atau kesempatan-kesempatan itu telah digunakan sebaik-


baiknya oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW , baik suami maupun istri,
sehingga menjadi masyarakat yang dipuji oleh Allah Ta’ala sebagai umat
terbaik tersebut.

Semoga pernikahan ini diberi pertolongan oleh Allah Ta’ala sehingga bisa
meniru keluarga keluarga para sahabat Nabi Muhammad SAW  yang telah
dipuji oleh Allah Ta’ala tersebut.
Pernikahan adalah bertemunya dua insan berbeda yang berkomitmen untuk
hidup bersama membangun rumah tangga. Perbedaan antara keduanya bukan
menjadi penghambat terwujudnya kedamaian membangun keluarga sakinah,
mawadah wa rahmah. Namun perbedaan itu justru menjadi musabab semakin
bahagianya di antara keduanya.   ADVERTISEMENT Dalam mengarungi biduk
rumah tangga, pasangan suami istri harus memperhatikan minimal tiga hal
untuk mewujudkan kebahagiaan. Tiga hal ini menjadi kunci sehingga jalinan
suci pernikahan bisa langgeng dan penuh dengan kedamaian serta kenyamanan.
Menurut Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul
Ulama (PWNU) Lampung KH Munawir, kunci kebahagiaan rumah tangga yang
pertama adalah Qana'ah (menerima). Setiap pasangan harus menerima
kekurangan dan kelebihan pasangannya masing-masing.   "Suami-istri, laki-laki
dan perempuan dijodohkan karena perbedaan. Masing-masing punya kelebihan
dan kekurangan dan Allah tidak pernah meleset mempertemukan setiap
pasangan sehingga masing-masing harus sadar kelebihan dan kekurangan itu
yang akan menyempurnakan hidup mereka," katanya, Rabu (12/2) malam.  
Terkait dengan kelebihan dan kekurangan, Allah menciptakan setiap insan
dengan fisik yang berbeda-beda. Kelanggengan rumah tangga bukan karena
faktor fisik. Pasalnya, banyak yang berparas cantik dan tampan namun tidak
bisa mempertahankan kebahagiaan rumah tangganya. ADVERTISEMENT  
"Banyak artis yang ganteng dan cantik, dengan mahar miliaran rupiah namun
pernikahannya hanya berumur hitungan hari. Sebaliknya yang secara fisik tidak
ganteng atau cantik, hanya bermaharkan bacaan fatihah, mereka bisa langgeng,"
ungkapnya.   Terlebih saat ini angka perceraian tinggi dikarenakan masing-
masing pasangan tidak mau menerima kekurangan pasangannya seperti dalam
hal ekonomi atau penghasilan. Ini sangat memprihatinkan.  
ADVERTISEMENT Kunci kebahagiaan yang kedua menurutnya adalah bisa
saling menutupi kekurangan pasangannya. Setiap pasangan tidak boleh
mengumbar kekurangan pasangan dan membeberkan permasalahan keluarga
kepada orang lain. Permasalahan tersebut seharusnya diselesaikan secara intern
dan tidak membuat lebih runyam situasinya.   "Jangan sedikit-sedikit ada
masalah dengan suami atau istri langsung ditunjuk-tunjukkan pada orang lain.
Apalagi di era medsos saat ini yang dengan mudah curhat di medsos atau grup
WA. Bisa tambah kerok masalahnya," katanya.   Selanjutnya, menjaga
komunikasi yang baik dengan pasangan menjadi kunci kebahagiaan dalam
berumah tangga. Seharusnya apapun masalah yang ada, ataupun keinginan yang
dimiliki masing-masing pasangan mampu dikomunikasikan dengan baik.
ADVERTISEMENT   "Keluar rumah pun suami atau istri harus tahu ke mana.
Jangan nylonong saja sehingga akan memunculkan kesalahpahaman," katanya.  
Jika tiga hal ini bisa dilakukan oleh pasangan suami-istri, ia optimis suasana
dalam rumah tangga akan nyaman dan penuh dengan keberkahan. Bukan hanya
bagi keduanya, situasi yang damai juga akan mempengaruhi jiwa anak dan
keturunan-keturunanya.   "Kalau keluarganya damai, anak pun akan damai. Tapi
kalau keluarganya ribut saja, maka bibit keributan pun akan tertanam pada
anaknya sehingga akan menjadi jiwa yang suka ribut, baik dalam keluarga
maupun lingkungan dan masyarakat," pungkasnya.   Pewarta: Muhammad
Faizin Editor: Syamsul Arifin

Sumber: https://www.nu.or.id/daerah/tiga-kunci-mewujudkan-rumah-tangga-
bahagia-fA1O5

Dalam setiap acara pernikahan bisa dipastikan adanya sebuah doa yang
diucapkan untuk kedua mempelai; semoga sakinah mawadah wa rahmah.
Sebuah doa yang dimaksudkan agar keluarga dan rumah tangga yang dibangun
oleh kedua mempelai selalu berada dalam kondisi ketenangan penuh cinta dan
kasih sayang di antara suami istri dan setiap anggota keluarga lainnya. Ada lagi
satu doa yang sering dipanjatkan pada setiap acara pernikahan di lingkungan
masyarakat suku Jawa. Doa ini biasanya diucapkan oleh sang pembawa acara
dengan kalimat “semoga langgeng sampai kaken-kaken ninen-ninen”. Artinya
berharap keluarga dan rumah tangga yang dibangun oleh kedua mempelai diberi
kelanggengan sampai keduanya lanjut usia menjadi kakek dan nenek.
ADVERTISEMENT Ya, siapa pun pasti berharap tali pernikahan yang diikat
untuk sekali seumur hidup, tak pernah putus di tengah jalan. Siapa pun pasti
berkehendak ikatan suami istri yang dilakoninya akan terus berlanjut sampai
ajal menjemput. Keluarga dan rumah tangga yang dibangun menjadi keluarga
yang tenang, tenteram, penuh kasih sayang di antara sesama anggota keluarga
sampai dengan semuanya dipisahkan oleh kematian. Bila kita mau membaca
dan memahami ajaran Al-Qur’an dengan seksama semestinya kelanggengan dan
kebahagiaan berkeluarga yang ditawarkan oleh Islam tidaklah sebatas sampai
kematian memisahkan semuanya. Islam justru menawarkan kelanggengan dan
kebahagiaan berkeluarga yang abadi sejak masih di dunia hingga di akhirat
kelak. Di dalam Al-Qur’an Surat At-Thur ayat 21 Allah menyatakan: ‫َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا‬
‫“ َواتَّبَ َع ْتهُْ<م ُذرِّ يَّتُهُ ْم بِِإي َما ٍن َأ ْل َح ْقنَا بِ ِه ْم ُذرِّ يَّتَهُ ْم َو َما َألَ ْتنَاهُ ْم ِم ْن َع َملِ ِه ْم ِم ْن َش ْي ٍء‬Orang-orang yang
beriman dan keturunan mereka mengikutinya dengan keimanan maka Kami
pertemukan mereka dengan keturunannya dan Kami tidak mengurangi sedikit
pun dari amal mereka.” Dengan ayat tersebut, sebagaimana dijelaskan berbagai
kitab tafsir, Allah ingin memberitahukan perihal anugerah, kasih sayang dan
kebaikan-Nya kepada para hamba-Nya. Bahwa orang-orang mukmin bila anak
keturunannya ikut beriman kepada Allah maka Allah akan mempertemukan
anak-anak keturunan itu dengan orang tuanya pada satu tempat dan derajat yang
sama yakni surga, meskipun para anak keturunan tersebut tidak melakukan
amalan yang mencapai derajat sebagaimana yang dicapai orang tuanya.
Perlakuan ini diberikan oleh Allah untuk memuliakan para orang tua yang
mukmin itu agar mereka merasa bahagia dapat berkumpul kembali dengan
anak-anaknya. Lebih jauh dari itu Imam Ahmad As-Shawy meriwayatkan
bahwa kelak ketika seorang ahli surga telah memasuki surga ia akan
menanyakan keberadaan orang tua, istri dan anak-anaknya. Kepadanya
diberitahukan bahwa mereka tidak mendapatkan apa yang didapatkan oleh si
ahli surga tersebut. Maka ia berkata kepada Allah, “Saya beramal untuk diri
saya dan juga untuk mereka.” Maka dengan anugerah dan kemurahan Allah
mereka yang derajatnya lebih rendah diangkat untuk dipertemukan dengan ahli
surga yang derajatnya lebih tinggi. ADVERTISEMENT Apa yang diberitakan
Al-Qur’an di atas adalah sebuah kebenaran yang pada saatnya nanti akan
terjadi. Sebuah keluarga besar, setelah sekian tahun lamanya dipisahkan oleh
kematian, di akhirat kelak bisa kembali bertemu dan berkumpul pada satu
tempat yang mulia dengan catatan setiap anggotanya memiliki keimanan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk itu semestinya setiap pasangan pengantin
yang baru membangun rumah tangga semestinya tidak hanya memiliki
keinginan terwujudnya rumah tangga yang langgeng di dunia tanpa perceraian,
namun lebih dari itu mesti bercita-cita agar keluarganya akan tetap langgeng
dan terus hidup bersama bukan saja di dunia tapi juga di akhirat kelak.
Karenanya usaha-usaha untuk menjaga dan melestarikan keimanan yang
dimiliki oleh setiap anggota keluarga menjadi wajib dilakukan sebagai modal
utama demi terwujudnya keluarga sakinan yang langgeng dari dunia hingga
akhirat. (Yazid Muttaqin)

Sumber: https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/tips-rumah-tangga-langgeng-
dunia-akhirat-agT9d

Rumah tangga, sebagai institusi kecil dan hubungan yang sengaja dibentuk serta
dipelihara, memiliki misi agung tertentu, salah satu dari tujuan utama
membangun rumah tangga adalah menciptakan ketenangan, ketentraman dan
kesejahteraan, sebagaimana dalam surat ar-Rum ayat 21: ADVERTISEMENT
َ ِ‫ اِ َّن فِ ْي ٰذل‬،ً‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا< اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمة‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬
‫ت لِّقَوْ ٍم‬ َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن َخل‬
َ‫ يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬Artinya, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia (Allah) menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”    Baca:
Relasi Suami Istri Harus Saling Memanusiakan Berkaitan ayat tersebut Imam
al-Maraghi menjelaskan: ‫أي من آيته الدالة على البعث واإلعادة أن خلق لكم أزواجا من جنسكم‬
‫ وجعل بينكم المودة والرحمة لتدوم الحياة المنزلية على أتم نظام‬،‫ لتأنسوا بها‬Artinya, “Termasuk
tanda kekuasaan Allah yang menunjukkan atas hari kebangkitan dan
kembalinya manusia adalah diciptakannya pasangan-pasangan hidup dari jenis
yang sama agar saling mengasihi, dan Allah menciptakan kasih sayang di antara
meraka agar kehidupan rumah tangga menjadi langgeng dalam kondisi
terorganisir secara lebih sempurna.” (Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsîrul
Marâghi, [Beirut, Darul Kutubil ‘Ilamiyyah: 2015], juz VII, halaman 269).   
Baca: Akhlaq Keseharian Suami Istri dalam Al-Quran Prinsip kesejahteraan
rumah tangga dalam Islam ini kemudian akrab disebut dengan istilah sakinah,
mawadah wa rahmah, artinya keluarga yang tenang, penuh cinta, dan penuh
kasih sayang.  ADVERTISEMENT Perlu kita sadari, yang sangat fundamental
dalam membangun hubungan sehat adalah terbentuknya relasi yang baik
(relationship) di antara para pihak. Begitu pula dalam rumah tangga, bahkan
lebih dari sekedar relationship, hubungan antara pasangan juga harus dibangun
berdasar prinsip partnership atau basis kemitraan, di mana pasangan tidak hanya
menjadi sebatas teman hidup belaka, namun pasangan harus diperlakukan
sebagai partner, artinya suami tidak bertindak sewenang-wenang tanpa
mempertimbangkan kepentingan, kondisi, perasaan dan atau pendapat sang istri.
Istri juga berhak memberikan kontribusi tertentu dalam rumah tangga. Hal ini
bisa kita sederhanakan dengan istilah, suami harus bergaul dengan istri dengan
cara yang baik  atau mu’âsyarah bil ma’rûf. Begitu pula sebaliknya.    Baca:
Enam Belas Adab Istri terhadap Suami ADVERTISEMENT Bergaul yang Baik
terhadap Istri Dalam mendefinisikan mu’âsyarah bil ma’rûf,  Imam Ibn Katsir
menyampaikan: ‫أن العشر بالمعروف< تتضمن طيب الكالم وحسن األفعال والهيئات بين الزوجين‬
Artinya, “Sesungguhnya bergaul dengan baik terhadap istri meliputi, ucapan
yang baik, tingkah laku yang baik, dan juga sikap-sikap baik (lainnya) di antara
suami dan istri.” (Ibnu Katsir, Tafsîrul Qur-ânil Adhîm, [Beirut, Darul Fikr:
2000], juz II, halaman 212).     Sementara Sayyid Alawi al-Maliki menjelaskan,
termasuk salah satu bentuk pergaulan yang baik terhadap istri adalah dengan
mengajaknya bercanda dan menggodanya, karena menurutnya tindakan suami
seperti itu dapat menghibur hati istri, membuatnya merasa tenang, dan membuat
fikirannya lebih rileks. Artinya bergaul secara baik terhadap istri, tidak hanya
dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat materil saja, seperti memenuhi kebutuhan
nafkah sehari-hari, namun juga berbentuk hal immaterial, yakni menjaga
perasaan istri, membuat hatinya senang, dan membuatnya merasa nyaman.
Dalam menggambarkan pola hubungan suami istri ini Hujjatul Islam al-Ghazali
mencontohkan: ‫فينبغى أن تسلك سبيل االقتصاد< فى المخالفة والموافقة وتتبع الحق فى جميع ذالك‬
Artinya, “Dan hendaknya anda (suami) memilih cara yang seimbang dalam
menolak dan menuruti, serta mengikuti rambu-rambu kebenaran dalam segala
hal itu (dalam hal menggauili istri dengan baik, dan memenuhi keinginanya).”
(Al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddîn, [Al-Haramain: 1999], juz II, halaman 46). 
Menurut Imam al-Ghazali, salah satu bentuk relasi ideal antara suami istri yang
dapat menjadi salah satu pilar penyangga keharmonisan rumah tangga adalah
dengan memperlakukan istri secara baik dan menghormati posisinya,
mempertimbangkan keinginan, perasaan, dan pendapatnya. Namun demikian,
suami juga tidak boleh sampai lengah dan lepas kendali, atau bahkan hanyut
dalam dominasi serta keinginan istrinya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/partnership-relasi-ideal-suami-
istri-aFrP7

Doktor Ilmu Tafsir lulusan Universitas Ankara Turki, Nur Rofiah menjelaskan
pengertian sakinah, mawaddah, wa rahmah. Ia mengutip surat Ar-Rum ayat 31.
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berpikir." ADVERTISEMENT Menurut Dosen
Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an itu, sakinah yang bermakna ketenangan jiwa
itu hanya mungkin terjadi jika relasi antara suami istri itu didasarkan pada
mawaddah wa rahmah. Dalam menafsirkan tiga konsep keluarga maslahah An-
Nahdliyah, Nur Rofiah menyebut, sakinah adalah kondisi ketenangan jiwa
seluruh anggota keluarga yang berimplikasi pada ketenangan jiwa masyarakat,
bangsa dan semesta raya. Sedangkan mawaddah wa rahmah memiliki perbedaan
antara subjek dan objek yang dicintai.  ADVERTISEMENT "Apa itu
mawaddah? Mawaddah adalah cinta yang memberi manfaat kepada pihak yang
mencintai, mawaddah itu penting tapi tidak cukup. Maka mawaddah sejak awal
mesti disertai dengan rahmah. Dan rahmah adalah cinta yang memberi manfaat
pada pihak yang dicintai," kata Nur Rofiah pada peringatan Harlah ke-71
Fatayat NU yang diadakan oleh PC Fatayat NU Pati secara virtual, Rabu (7/4)
kemarin. Di sini Nur Rofiah juga mengumpamakan manusia seperti lilin yang
mampu menerangi, namun membakar diri sendiri jika hanya mempunyai sifat
Rahmah. "Jadi, bagaimana caranya suami istri itu menjaga mawaddah wa
rahmah sepanjang usia perkawinan? Yaitu dengan terus mengikhtiarkan sakinah
dengan cara mempertimbangkan kondisi dan kepentingan masing-masing lalu
dimusyawarahkan sehingga bisa menjadi kepentingan bersama," ucap Founder
Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI) ini. Nur Rofiah juga menyebutkan bahwa
dalam perkawinan bukan saja relasi antara suami dan istri, tetapi terdapat
mandat kemaslahatan yang luas dan disebut sebagai Relasi Sinergis
(tabaduliyyah), yaitu: ADVERTISEMENT Pertama, marital yang mencakup
relasi suami dan isteri dalam mewujudkan seseorang yang muslih dan muslihah.
Kedua, parental relasi orang tua yang berupaya melahirkan keturunan yang
berkualitas (dzuriyyah thoyyibah). ADVERTISEMENT   Ketiga, familial relasi
antarkeluarga inti dan keluarga besar.   Keempat, sosial hubungan keluarga
dengan masyarakat, negara, dan semesta raya.   Kelima, ekologi hubungan
antara keluarga dan lingkungan hidup. "Jadi, Filosofi keluarga maslahah kata
kuncinya adalah memberi kemaslahatan seluas-luasnya di dalam dan di luar
keluarga," tandas Nur Rofiah.

Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/nur-rofiah-jelaskan-esensi-keluarga-
sakinah-mawaddah-wa-rahmah-3wiYq

Al-Qur'an menyebutkan rumah tangga sebagai sebuah nikmat yang sangat


agung. Pernikahan adalah kunci kesuksesan mencetak generasi muda umat
Islam. Ada tiga hal penting dalam menjaga keharmonisan rumah tangga yang
dikabarkan oleh Al-Qur'an.   ADVERTISEMENT Pertama, selalu melihat
pasangan sebagai seorang sahabat menjalani perjalanan hidup yang setara.
Dalam hal kewajiban dan hak tentu suami dan istri memiliki peran yang
berbeda. Akan tetapi, setiap dari keduanya tidak boleh merasa lebih tinggi
derajatnya dari yang lain. Justru kelebihan yang Allah berikan di antara
keduanya adalah bekal untuk mengemban tanggung jawab dalam keluarga.  
Bagaimana tidak? Meskipun keduanya diciptakan dengan kepribadian dan
bentuk yang berbeda secara fisik, akan tetapi Al-Qur’an tidak pernah menyebut
seorang istri dengan lafal zaujah (‫)زوجة‬. Justru, Al-Qur'an menyebut istri dengan
َ َ‫اح َد ٍة َّو َخل‬
lafal zauj (‫ )زوج‬dalam banyak ayat.   ‫ق‬ ٍ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ َخلَقَ ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف‬
ِ ‫س َّو‬
‫ ِم ْنهَا َزوْ َجهَا‬  "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan
pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya..." (QS An-Nisa: 1).   ‫س‬ ٍ ‫ه َُو ٱلَّ ِذی َخلَقَ ُكم ِّم ْن نَّ ْف‬
‫ َّوا ِح َد ٍة َّو َج َع َل ِم ۡنهَا زَ وْ َجهَا‬  "Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu
(Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya" (QS Al-A'raf: 129).
ADVERTISEMENT   Dalam bahasa Arab, lafal zauj (‫ )زوج‬dipakai untuk
makna suami sedangkan lafal zaujah (‫ )زوجة‬dipakai untuk makna istri. Akan
tetapi Al-Qur'an menyebut istri dengan lafal zauj (‫ )زوج‬selayaknya menyebut
seorang suami.   Ibnu Asyur dalam tafsir Tahrir wa Tanwir menyatakan
penyebutan tersebut sebagai pertanda bahwa ketika seorang laki-laki dan
perempuan menikah maka keduanya memiliki kesetaraan sebagai dua insan
yang bersatu dalam biduk rumah tangga. Masing-masing adalah belahan jiwa
bagi pasangannya. Sebagaimana Al-Qur'an menyebut laki-laki dan perempuan
adalah setara di hadapan Allah.   ‫ض ُك ْم ِّم ۢ ْن‬
ُ ‫ض ْي ُع َع َم َل عَا ِم ٍل ِّم ْن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر اَوْ اُ ْن ٰثى بَ ْع‬
ِ ُ‫اَنِّ ْي ٓاَل ا‬
‫ْض‬
ٍ ‫ بَع‬  “... Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
(keturunan) dari sebagian yang lain..." (QS Ali Imran: 195).   Lebih jauh lagi,
dalam ayat yang lain Al-Qur'an menyebutkan:   ‫ ه َُّن لِبَاسٌ لَّ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَّه َُّن‬ 
"...Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka…"
(QS Al-Baqarah: 187).   Baca juga: Makna Ayat 'Suami-Istri adalah Pakaian
bagi Pasangannya'   Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsir al-Wasith
menyatakan untaian ayat ini sebagai sebuah gambaran paling sempurna dalam
menjelaskan hubungan suami-istri yang tak dapat dipisahkan dalam kasih
sayang, seolah-olah masing-masing adalah pakaian bagi pasangannya.  
Uniknya, ketika suami-istri tidak mencapai keserasian dalam rumah tangga baik
dalam perilaku maupun aqidahnya, Al-Qur'an menyebut istri bukan dengan lafal
zauj melainkan memakai lafal imraah (‫)امرءة‬. Sebagaimana Al-Qur'an menyebut
istri nabi Nuh dan nabi Luth yang enggan untuk beriman kepada suami mereka.
ٍ ُ‫وح َوٱ ْم َرَأتَ ل‬ ۟
‫وط‬ ٍ ُ‫ َمثَاًل لِّلَّ ِذينَ َكفَرُوا ٱ ْم َرَأتَ ن‬ ُ‫ب ٱهلل‬
َ ‫ض َر‬
َ   "Allah membuat perumpamaan bagi
orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth..." (QS At-Tahrim: 10).   Kedua,
selalu menambah semangat beribadah kepada Allah. Hal ini sangat penting
karena adanya kasih sayang antara suami dan istri termasuk nikmat yang Allah
berikan. Allahlah yang memantapkan hati suami-istri untuk saling mencintai
dan menyayangi dalam ikatan rumah tangga. Karena, Allahlah yang memiliki
sifat Muqallibal Qulub (Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati). Padahal,
sebelum adanya ikatan pernikahan calon suami-istri belum menikmati cinta
yang begitu dalam di antara keduanya. Namun demikian, penting juga dicatat,
ketika Allah murka kepada suami-istri akibat dosa-dosa mereka bisa jadi Allah
akan memutuskan ikatan cinta di antara keduanya.   Al-Qur’an menyebutkan,  
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berpikir" (QS Ar-Rum: 21).   Ketiga, berdoa agar Allah
menjadikan pasangannya sebagai penyejuk hatinya.   ‫َوٱلَّ ِذينَ يَقُولُونَ َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن‬
‫ َأ ْز ٰ َو ِجنَا َو ُذرِّ ٰيَّتِنَا قُ َّرةَ َأ ْعي ٍُن َوٱجْ َع ْلنَا لِ ْل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما‬  “Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya
Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi
orang-orang yang bertakwa’,” (QS al-Furqan: 74).   Dalam ayat ini, Al-Qur’an
menggenapi sifat orang-orang shalih yang Allah juluki mereka dengan ibad ar-
rahman (hamba milik Dzat Yang Maha Pengasih) dengan sifat selalu berdoa
bagi pasangan hidupnya dan keturunannya agar senantiasa menjadi penyejuk
hati mereka.   Tak hanya itu, Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsir Al-
Wasith menyebutkan tafsir dari "jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-
orang yang bertakwa" adalah harapan mereka agar menjadi panutan bagi orang-
orang bertakwa baik dalam lembutnya perbuatan mereka maupun halusnya
perkataan mereka. Walhasil, orang-orang bertakwa menurut Al-Qur'an adalah
orang-orang yang paling berbuat baik kepada pasangannya baik dalam
perbuatan maupun perkataan mereka. Sebagaimana dalam Hadits:   ‫قال رسول< هللا‬
‫خياركم خياركم< لنساءكم ال يضربن أحدكم ظعينته ضربه أمته‬.   Rasulullah bersabda "Sebaik-
baik kalian adalah yang paling baik kepada istri. Janganlah kalian pukul istri
kalian seperti halnya kalian memukul budak-budak kalian" (HR Al-Baihaqi).    
Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-
Azhar Mesir; penerima beasiswa NU pada tahun 2018.

Sumber: https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/3-tips-bangun-rumah-tangga-
harmonis-dari-al-qur-an-bdOrb

Ketika ada dua insan yang menikah, diantara doa yang sering disampaikan pada
kedua pengantian adalah semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah yang berpijak pada surat Ar Rum yaitu:

ٍ ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأ ْز ٰوجًا لِّتَ ْس ُكنُ ٓوا ِإلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َو َرحْ َمةً ۚ ِإ َّن فِى ٰذلِكَ َل َءا ٰي‬
‫ت لِّقَوْ ٍم‬ َ َ‫َو ِم ْن َءا ٰيتِ ِٓۦه َأ ْن َخل‬
َ‫يَتَفَ َّكرُون‬

Artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.

Agar kita memamahi makna dari sakinah, mawaddah, dan rahmah mari kita
perhatikan kata-kata tersebut yang ada pada teks ayat di atas.
Pertama; doa sakinah untuk kedua pempelai pengantin merujuk pada kata <‫لتسكنوا‬
‫ إليها‬yang artinya “agar kamu merasa tentram kepadanya”. Lafad ini terdiri dari
huruf lam yang artinya “agar” dan “fi’il mudhori” yang mengandung fa’il “‫أنتم‬
(kalian) sehingga untuk mendapatkan “sakinah” harus melakukan usaha (fi’il)
yang dilakulan oleh suami kepada istrinya atau sebaliknya oleh istri kepada
suaminya, keduanya harus sama-sama berusaha untuk saling berusaha
membentuk sakinah di antara keduanya, sehingga sakinah itu bisa diperoleh,
sakinah adalah “ketenangan jasmani dan ketenangan hati yang dirasakan oleh
pasangan suami istri”, serta hati diantara keduanya tidak lagi tergiur atau
tergoda oleh orang lain, keduanya saling berusaha memupuk ketenangan
jasmani dan hati diantara keduanya.

Jadi “sakinah” adalah ketenangan yang dirasakan oleh seorang suami dan istri
di dalam rumah tangga, sehingga kedua merasa nyaman dan tenang ketika
keduanya saling berdekatan atau bersambung komunikasinya. Hati suami tidak
lagi tertarik terhadap perempuan lain dan hati istri tidak lagi tertarik pada laki-
laki lain, dan ketenangan pihak lain di luar keduanya, karena keduanya sama-
sama sibuk dalam menciptakan ketenangan dan keyamanan di rumah tangganya
sendiri.

Kedua; doa mawaddah, kata ini diawalai oleh kata ‫ جعل‬yang artinya Allah
membuat kasih sayang selalu ada diantara pasangan suami dan istri, tentu
dengan sebelumnya memenuhi keadaan “sakinah”, untuk itulah kata mawaddah
dalam ayat di atas oleh para ulama’ diartikan tiga hal yaitu;

1. Mawaddah bermakna jima’ artinya setiap suami istri melakukan


hubungan suami istri sebagaiman lazimnya dengan cara yang sudah
diatur dalam Islam yaitu dengan cara yang ma’ruf, cara yang baik yang
sudah dikenal dalam tuntunan ajaran Islam.
2. Mawaddah bermakna “cinta” artinya Allah akan menjadikan kepada
siapun yang telah menemukan pasangannya (suami istri) rasa cinta
yang mengebu namun halal untuk dilampiaskan kepada istrinya atau
kepada suaminya bagi seorang istri, sehingga cinta itu menjadi wasilah
untuk beribadah kepada Allah melalui hubungan suami istri yang
berujung kepada menjalankan perintah Allah yaitu menjalankan
kewajiban suami-istri dan meninggalkan larangan Allah yaitu
menjauhi zina dan hal-hal yang mendekati zina.

3. Mawaddah bermakna “cinta seorang laki-laki kepada istrinya dan


sebaliknya”. Ketika sesorang telah menikah dan saling berusaha
membentuk sakinah dalam rumah tangganya, maka Allah akan
menjadikan rasa saling mencintai di antara keduanya sehingga
keduanya akan senantiasa merasakan kehadiran tambatan hatinya
dimanapun dan kapanpun.

Ketiga; Rahmah (‫ )رحمة‬yang terdapat pada teks ayat di atas bersanding dengan


kata ‫مودة‬. Hal ini menandakan bahwa selain Allah menjadikan mawaddah, Allah
juga menjadikan rahmah kepada suami-istri yang senantiasa berusaha
membentuk sakinah dalam keluarganya, sehingga kata ‫ رحمة‬ini juga memiliki
tiga makna, yaitu:

1. Kata rahmah bermakna walad (‫ )ولد‬yang artinya bahwa siapa pun yang
sudah menemukan pasangannya (suami-istri) maka Allah menjadikan
keduanya bisa memiliki anak sebagai bentuk rahmat yang Allah
berikan kepada keduanya karena keberadaan anak dalam sebuah
rumah tangga akan menjadi sebuah rahmat atau nikmat tersendiri bagi
seorang suami-istri yang bisa menjadikan keduanya lebih memiliki
ikan hati yang semakian kokoh, oleh karena itulah setiap orang yang
sudah menikah ada baiknya untuk tidak bernadzar menunda dulu untuk
memiliki anak, karena anak merupakan rahmat yang Allah berikan
kepada suami-istri sebagai bagian dari kebahagian yang ada dalam
rumah tangga, sehingga rumus yang berlaku adalah bila sudah
melakukan hubungan suami istri sesuai tuntuan ajaran Islam maka ia
akan memiliki keturunan, bila tidak, maka ada faktor lain yang
membutuhkan pembahasan tersendiri dari berbagai sudut pandang
mulai dari sudut pandang agama, kedokteran, psikologi, dan lainnya.

2. Rahmah diartikan sebagai “belaskasih, simpati, atau kemurahan hati”


artinya Allah menjadikan perasaan saling simpati atau belaskasihan” di
antara suami istri karena keduanya sudah memiliki ikatan hati yang
baik dengan penuh rasa cinta, sikap simpati ini bisa dicontohkan ketika
istri memilhat suaminya pulang kerja dalam keadaan lelah, maka ia
berusaha membantunya dengan cara membawakan barang bawaannya
(alat kerjanya), menyiapkan makan dan minumnya serta meminjitinya.
Demikian juga seorang suami yang melihat istrinya kerepotan mencuci
baju, piring, memasak, merawat anak sendiriaan, maka suami ikut
membantunya sehingga keromantisan dalam rumah tangga itu nampak
indah dirasakan hati saat keduanya saling membatu meringankan
beban masing-masing, bukan lagi seperti anak pacaran yang
menunjukkan kemesraan di depan umum yang bisa membuat iri orang
yang melihatnya.

3. Rahmah bermakna “saling menjaga dari bahaya atau hal-hal yang tidak
baik”. Allah menjadikan rasa saling menjaga di antara suami istri yang
sudah menikah dengan perasaan ingin saling melindunggi atau saling
menjaga dari hal-hal yang tidak baik, itulah kenapa terkadang kita
mendengar cerita dari seorang teman bahwa istrinya sangat protektif
sekali sehingga di rumah ia tidak bisa bebas makan-makanan yang ia
gemari karena istrinya khawatir suaminya takut kambuh penyaiktnya,
demikian juga kita dengar banyak suami yang tidak mengizinkan
istrinya bepergian sendirian karena ia hawatir keadaan istrinya selama
di perjalanan sehingga ia memilih untuk mengantarkannya.

Itulah diantara buah pernikahan yang bisa dirasakan oleh orang-orang yang
dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh menjalaninya sesuai dengan ajaran
Agama Islam.

Allahu a’lam bisshowab.

Anda mungkin juga menyukai