Beliau adalah Al-Habib Abu Hasan Ali bin Hasan bin Abdullah bin Husein bin Umar bin
Abdurrahman bin Aqil Al-Aththas bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin
Abdullah bin Abdurrahman As-Seqqaf bin Muhammad Mauladawileh bin Ali Maula
Darak bin Alwy al-Ghuyyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Shahib Marbath bin Ali Qasam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin
Ubaidullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Ar-
Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein As-
Sibthi bin Ali Abi Thalib ibin Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW.
Beliau dilahirkan di Huraidhah, Hadhramaut. Pada malam Jumat, Rabiul Tsani tahun
1121 H. Beliau wafat di Masyhad, Gheywar pada tahun 1172 H. pada usia 51 tahun.
Beliau mengambil thariqah, tasawuf dari kakeknya yaitu dari al-Habib Husein bin
Umar bin Abdurrahman al-Aththas.
Al-Habib Ali bin Hasan al-Aththas beliau berkata, “Saya membaca pada al-Habib
Husein bin Umar al-Aththas, kitab Bidayatul Hidayah karya Imam al-Ghazali. Al-
Adzkar karya al-Imam Muhyiddin Nawawi. Al-Fushulul Muhimmah fi fadhailil A-
immah karya Ibnush Shobbagh al-Maliki.” Selain itu beliau pun mempelajari kitab
Syarh al-Hikam karya asy-Syekh Muhammad bin Ibrahim bin ‘Ubbad an-Nafi ar-Randi,
kitab Syarah Qasidah al-Hamaziyah-nya Imam al-Bushiri karya Syekh al-Imam Ibn
Hajar al-Haitami dan masih banyak lagi. Kakeknya Al-Habib Husein inilah guru paling
utama dari Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas.
Selain itu beliau juga belajar pada ulama-ulama lain pada zaman itu (Abad XII H)
sehingga beliau menjadi ulama yang disegani dan unggul dalam ilmu dzahir dan
bathin.
1. Al-Qirthas fi Manaqibil Aththas, kitab ini yang paling termashyur di antara
karya beliau yang lain.
10. Sebuah Diwan (kumpulan syair) yang berjudul Qalaidul Hisan Wa Faraidul
Lisan.
Al-Habib Ali bin Husain Al-Aththas penyusun kitab Tajul A’ras Fi Manaqib Al-Habib
Al-Quthb Shaleh bin Abdullah Al-Aththas berkata : Al-Habib Ali bin Hasan juga
memiliki karya-karya yang lain yaitu :
1. Kitab Asy-Syawahid Wasy Syawarid, tentang kata-kata hikmah dari Yunani.
2. Kitab tentang lafazh Wasiat yang selayaknya dipersiapkan oleh seorang
muslim sebelum kematiannya.
Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas di dalam Kitab Al-Qirthas menerangkan tentang
keutamaan menyusun dan menyebarluaskan sejarah hidup dan manaqib orang-orang
sholeh. Beliau berkata,” Di antara keutamaan membukukan, menulis dan
menyebarluaskan sejarah hidup orang-orang sholeh adalah demi untuk mencintai
orang-orang sholeh sebagaimana yang disebutkan Baginda Nabi SAW dalam
sabdanya :” Sesungguhnya seseorang telah ridho dan senang mengikuti petunjuk dan
amalan seseorang yang sholeh, maka ia akan semisal dengannya dan seseorang yang
mencintai sekelompok orang, maka akan dikumpulkan bersama mereka, sebab
seseorang akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya”. Di dalam Shahih
Bukhari disebutkan ada seorang laki-laki bertanya kepada Baginda Nabi SAW :”
Bilakah tibanya hari kiamat?”
Jawab lelaki itu,” Aku tidak menyiapkan apapun, selain hanya mencintai Allah dan
Rasul-Nya”.
Maka sabda Baginda Nabi SAW,” Maka engkau akan dikumpulkan dengan orang yang
engkau cintai.”
Selanjutnya kata sahabat Anas ra.,”Sesungguhnya aku mencintai Nabi SAW dan aku
pun mencintai Abu Bakar dan Umar, semoga aku dikumpulkan bersama dengan
mereka, meskipun aku tidak bisa melakukan amal-amal kebajikan sebanyak yang
mereka lakukan.””
Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas berkata,” Aku mencintai Allah dan Rasul-Nya, para
sahabat-sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan aku pun mencintai
Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Karena itu aku berharap, semoga Allah
melimpahkan rahmat-Nya kepadaku berkat mereka semua.”
Di antara faedah dari mencintai orang-orang sholeh adalah, seperti yang diungkapkan
Sayyidi Syekh Abdu Sholeh Hamdun bin Amara Al-Khisar An-Naisaburi :”Barangsiapa
yang mempelajari sejarah hidup orang-orang sholeh terdahulu maka ia akan
mengetahui segala kekurangannya dan ketinggalannya dari orang-orang yang telah
berhasil meraih kedudukan tertinggi”. Ucapan ini dinukil juga oleh Imam Khusairi.rhm
di dalam risalahnya.
Ketika Syekh Zakaria bin Muhammad, mengomentari ucapan tadi Sayyidi Syekh Abdu
Sholeh Hamdun maka ia menyebutkan di dalam kitab syarah-risalah : “Sebab
sahabat-sahabat Nabi SAW telah mengorbankan harta mereka dan diri mereka di jalan
Allah, mereka menjual diri mereka kepada Allah dan mereka memenuhi janji mereka
kepada Allah. Demikian pula kaum tabi’in (pengikut), mereka telah pula
menghabiskan kesempatan diri mereka untuk menuntut ilmu dan melakukan amal-
amal kebajikan, serta berpaling dari kesenangan duniawi. Seseorang yang
memperhatikan sejarah hidup orang-orang sholeh, kemudian ia membandingkan
dirinya dengan orang-orang yang terkemuka itu maka ia tidak akan mendapati. Maka
mereka akan menjadi rindu kepada Tuhan mereka”.
Menurut Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas maksud dari kata mencium dari bau
harumnya seorang wali adalah, mendengarkan sejarah hidup para wali itu, baik dari
segi akhlaknya, ketekunan ibadahnya dan kekerasan serta karamah-karamah yang
mereka peroleh, maka tidak diragukan lagi berita-berita itu akan mengena di hati
orang dan akan menjadikannya ia rindu kepada Tuhan Yang Mengetahui Segala yang
Ghaib, dan berita-berita itu akan mendorongnya makin bergairah untuk meningkatkan
prestasi pengabdiannya kepada Allah SWT, sebagaimana sebuah besi magnetis akan
menarik besi lainnya.
Selanjutnya Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas menuturkan,”Ketika guru kami Al-
Habib Husein bin Umar bin Abdurrahman Al-Aththas menyuruhku membaca sebuah
kitab tentang sejarah perjalanan sesepuh kami ahli bait, yaitu ketika aku mulai
belajar ilmu agama dari beliau, maka sebagian orang berkata kepada beliau,”
Mengapa engkau menyuruh anak ini membaca sejarah hidup ahli bait?”, maka Al-
Habib Husein berkata,” Kami ingin agar ia mengenal sejarah hidup kaum salafnya
yang sholeh, agar ia dapat mengikuti suri tauladan mereka yang baik.”
Sanad Al-Habib Ali bin Hasan Al-Aththas yang beliau terima dari gurunya yang mulia
Al-Quthb Kabir Al-Imam al-Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim.rhm
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy beliau juga menerima
sanad dari jalur lain selain dari ayah dan pamannya yakni dari gurunya :
"Lalu diam-diam aku mulai menulis dan tidak ada selain Allah yang
kuberitahu. Aku merahasiakannya untuk waktu yang cukup lama. Suatu hari
aku pergi ke kota Qoidun untuk berziarah ke makam As-Syeikh Al-Kabir Said
bin Isa Al-Amudi. Di sana aku bertemu dengan Sayyidiy As-Syeikh Al-‘Arif
Asy-Syarif Abubakar bin Muhammad bin Abubakar bin Muhammad Ba Faqih
Alawiy. Habib Abdullah Al-Haddad pernah berkata bahwa beliau menduduki
maqom Junaid. Beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Ali, alhamdulillah aku telah
bergaul dengan banyak wali Allah. Di antara mereka adalah kakekmu Umar,
murid beliau Syeikh Ali Baros, Syeikh Muhammad bin Ahmad Ba Masymus,
Habib Abdullah Al-Haddad, Habib Husein bin Umar Alatas, Habib Isa bin
Muhammad Al-Habsyi, Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan..."
Habib Abubakar menyebutkan nama para wali yang pernah ditemuinya, kemudian
Habib Ali bin Hasan melanjutkan ceritanya:
Setelah itu beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Ali, tulislah, tulislah.’ Aku pun
segera sadar bahwa Allah telah memberitahukan niatku kepadanya. (Hal 2)
Mulailah Habib Ali bin Hasan melakukan perjalanan untuk menemui orang yang
pernah bertemu kakeknya, atau menemui orang yang pernah bertemu dengan orang
yang pernah bertemu kakeknya.
Semangat Habib Ali bin Hasan tambah menggebu-gebu. Sebab, sudah ada dua orang
arif yang mendukung usahanya. Dan yang lebih menggembirakan, kedua orang itu tahu
rencana penyusunan manaqib bukan darinya. Tapi Alloh-lah yang menyingkapkan
kepada mereka niat baik ini. Dengan kata lain, bahwa Alloh pun meridhoi niatnya.
Di samping semua itu masih ada lagi alasan lain yang lebih memantapkan hati habib
ini. Beliau berkata:
Di antara hal yang mendorongku untuk menulis buku ini adalah apa yang
disebutkan oleh pengarang kitab A’maalut Taariikh: Barang siapa menulis tarikh
seorang wali Allah Ta’ala maka kelak di hari kiamat ia akan bersamanya. Dan
barang siapa melihat nama seorang wali Allah dalam kitab tarikh karena
mencintainya, maka ia seakan-akan telah menziarahinya. Dan barang siapa
menziarahi wali Allah, maka semua dosanya diampuni Allah selama ia tidak
mengganggu seorang muslim pun dalam perjalanannya. (hal 43)
Habib Ali bin Hasan sempat merasa kecewa dengan ulamanya zamannya.
Mengapa garis keturunan Rosul saw ini disebut Al-'Atthos? Nantikan rubrik berikut.
Keluarga Al-'Atthas adalah keturunan dari Abdurrahman bin Agil bin Salim bin
Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf.
Kata Al-'Atthas berasa dari kata dasar 'athosa yang berarti bersin.
Habib Ali bin Hasan Al-'Atthas dalam bagian pertama bukunya yang berjudul Al-
Qirthos Fi Manakibil 'Atthos berkata, “Dijuluki Al-'Atthas karena suatu karomah. Ketika
dalam kandungan ibunya, janin keluarga Al-'Atthas bersin dan mengucapkan
Alhamdulillah. Suara bersin ini terdengar padahal ia masih berada dalam kandungan
ibunya. Orang yang pertama kali bersin dalam kandungan ibunya adalah Sayidina Agil
bin Salim. (Al-Mu’jam Al-Lathiif, cet. I 1986, Alamul Ma’rifah, Jeddah hal 134 – 135)
Habib Ali bin Hasan Alatas berkata bahwa suara bersin dari janin-janin keluarga
Al-'Atthas selalu terdengar sepanjang zaman. Anak beliau, Hasan bin Ali, juga bersin
ketika berada dalam kandungan ibunya. Suara bersin itu hampir menjadi hal yang biasa
bagi para isteri keluarga Al-'Atthas. Di setiap zaman dan tempat banyak diceritakan
peristiwa ini. Suara bersin itu umumnya terdengar pada bulan kesembilan masa
kehamilan dengan syarat suasana tenang. Suara bersin itu terdengar oleh orang yang
hamil dan orang yang berada di dekatnya. (Tajul A’ros I, hal 38-39)
Apa hubungan Al-'Atthas dengan bin Syeikh Abubakar bin Salim.
Thalhah binti Agil bin Ahmad bin Abubakar As-Sakran mengandung tua. Ia mulai
merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Dari dalam perutnya ia mendengar perdebatan.
Janin yang satu mengutamakan janin lain. Sebab, janin yang keluar lebih dahulu kelak
akan menjadi kakak. Dalam riwayat lain, perdebatan ini sempat membuat sang ibu
khawatir. Sebagaimana kebanyakan ibu, Thalhah menghendaki kelahiran putranya
dengan cepat dan selamat.
Akhirnya salah satu janin itu berkata, "Keluarlah lebih dahulu, nanti aku yang
masyhur, tapi sesungguhnya Almasyhuur fii barokatil mastuur (yang masyhur itu ada
dalam keberkahan yang tidak tidak dikenal)."
Tak berapa lama lahirlah bayi yang kemudian diberi nama Aqil, lalu disusul adiknya
yang kemudian diberi nama Abubakar. Aqil inilah kakek keluarga Al-'Atthas, dia juga
yang pertama kali bersin dan mengucap hamdalah ketika masih dalam kandungan
ibunya. Jadi, Al-'Atthas adalah kakak dari BSA (bin Syeikh Abubakar bin Salim) [Tajul
A’ros juz I Hal 37-38]
Sebagaimana ucapan janin tadi, kita jarang dengar cerita tentang Habib Aqil, tapi lain
halnya dengan Syeikh Abubakar. Sejak kecil Syeikh Abubakar telah masyhur. Habib
Aqil bin Salim akan menjadi seorang wali yang mastuur, tapi sebaliknya Syeikh
Abubakar bin Salim, adiknya.
Bersabda Rasulullah saw, “Kematian adalah sesuatu yang jauh, tapi cepat
kedatangannya”. Beliau juga bersabda, “Generasi pertama umat ini selamat karena
zuhud dan keyakinan yang kuat kepada Allah. Sedangkan generasi akhir umat ini akan
celaka karena rakus dalam mencari kemewahan dunia dan panjang angan-angan.”
Berkata Al-Imam Ali karomallahu wajhah, “Yang paling aku takutkan atas kalian
adalah menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan.”
Adapun mengikuti hawa nafsu akan menjauhkan kita dari yang haq (kebenaran),
sedangkan panjang angan-angan akan melupakan kita tentang akhirat. Barang siapa
yang lupa akan akhiratnya, dia tidak akan beramal untuk akhiratnya. Dan barang
siapa yang tidak beramal untuk akhirat, maka dia akan sampai di akhirat dalam
keadaan rugi dan sengsara. Diterangkan dalam sebuah hadits,
“Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang yang gharib atau orang yang numpang
lewat.”
Ketika Rasulullah saw ditanya, “Siapakah, ya Rasul, orang yang beruntung?.” Beliau
bersabda, “Orang yang beruntung adalah orang yang paling banyak mengingat mati
dan mempersiapkannya dengan baik. Mereka itulah orang-orang yang beruntung
meninggalkan dunia dengan membawa kemuliaan dan kenikmatan akhirat.”
Oleh karena itu, janganlah kalian tidur kecuali telah menulis wasiat jika kita memiliki
sesuatu yang perlu kita wasiatkan, karena dikhawatirkan mati mendadak. Mati
mendadak (mautul faj’ah) adalah rahmat bagi orang mukmin yang telah memiliki
persiapan dan kesengsaraan bagi orang yang fajir. Hendaknya kita berusaha agar yang
paling akhir kita ucapkan sebelum tidur) adalah dzikrullah dan yang pertama kita
ucapkan (ketika bangun tidur) adalah dzikrullah. Insya Allah kita akan bahagia dan
mati dalam keadaan husnul khotimah.
[Dikutip dari kitab Al-Qirthas, karya Al-Habib Ali bin Hasan Al-Atthas, juz II, hal 290]
Oleh karena itu, seorang murid yang hendak melangkahkan kakinya untuk menuntut ilmu haruslah
terlebih dahulu mengetahui metode belajar yang tepat. Dalam hal ini panduan dari orang tua, para
guru, atau mereka yang telah sukses sangatlah diperlukan.
Faktor utama penyebab gagalnya seseorang murid meraih ilmu Rasulullah Saw adalah metode belajar
yang keliru. Salah guru, salah kitab dan kesalahan lainnya akan menyebabkan seorang murid salah
jalan pula. Berikut adalah panduan tepat dalam meraih ilmu yang bermanfaat dari al-Imam Habib Ali
bin Hasan al-Attas Shohib al-Masyhad.
“Ketahuilah sesungguhnya ilmu pengetahuan ibarat samudera yang tiada bertepi. Luqman al-Hakim
pernah ditanya oleh puteranya, “Siapakah yang mampu menampung semua ilmu itu?” “Seluruh
manusia” jawab al-Hakim. “Akan tetapi itu sebatas ilmu yang diberikan kepada manusia. Sedangkan
Allah menurunkan ilmu di dunia ini dalam bagian yang sedikit saja.” Lanjutnya.
Oleh karena itu, dalam menuntut ilmu, prioritaskanlah ilmu-ilmu yang penting dan bersifat urgen.
Mulailah dengan dengan mempelajari kitab-kitab ringkasan (Mukhtasar). Seperti ringkasan Abu Suja’
yang sudah diakui kualitasnya, disertai kitab Bidayatul Hidayah karya al-Ghazali, kitab al-Adzkar karya
Imam an-Nawawi. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari kitab al-Minhaj karya an-Nawawi,
disertai syarh-syarahnya juga apabila memungkinkan.
Setelah itu, pelajarilah kitab Risalah Qusyairiyah karya Syaikh Abdul Karim al-Qusyairi yang merupakan
kitab pedoman bagi pengikut jalan ahlussunnah wal jama’ah. Demikian halnya kitab-kitab karya Habib
Abdullah bin Alwi al-Haddad. Karya-karyanya sangat bagus dan mendidik, terutama kitab an-Nashaih
ad-Dinniyah. Kemudian pelajari pula kitab al-‘Awarif karya Syaikh Umar bin Muhammad as-Suhrawardi
dan kita Ihya’ Ulumiddin karya Hujjatul Islam al-Ghazali.
Galilah ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu alatnya yang akan membuatmu mengerti makna-makna yang
terkandung di dalam Al-Qur’an. Dan seandainya mampu, berusahalah menghafalkan Al-Qur’an. Karena
terdapat keutamaan yang besar di dalam menghafalkannya. Rasulullah s.a.w bersabda, “Barangsiapa
menghafalkan Al-Qur’an maka maqam nubuwah diturunkan ke dalam dirinya, hanya saja ia takkan
pernah mendapatkan wahyu.” Bahkan Nabi Musa a.s pernah melukiskan sifat-sifat umat Nabi
Muhammad s.a.w di dalam munajatnya. “kitab-kitab suci mereka ada di dalam dada mereka,
sedangkan selain mereka membaca kitab suci melalui mushaf-mushaf.” Katanya. Imam Syafi’I berkata,
“ apabila seseorang bersedekah dengan niat diberikan kepada qurra’ (orang yang ahli membaca Al-
Qur’an), maka sedekah itu diberikan kepada orang-orang yang hafal Al-Qur’an. Dan apabila ada
seseorang bersedekah dengan niat diberikan kepada orang yang paling berakal, maka sedekah itu
diberikan kepada orang-orang yang berzuhud dari dunia.”
Diantara kitab-kitab tafsir yang sangat penting untuk dibaca dan dipelajari adalah tafsir karya Imam al-
Husein bin Mas’ud al-Farra’ al-Baghawi. Tafsir al-Baghawi ini adalah bekal untuk menyelami lautan
makna Kalamullah. Para imam Bani Alawi sangat menganjurkan para penuntut ilmu agar membaca
tafsir al-Baghawi tersebut.
Jika memungkinkan, sempatkanlah diri mempelajari kitab-kitab adab seperti nahwu, lughot dan
selainnya. Janganlah enggan membaca dan menelaahi kitab Maqaamaatul Hariri setelah
mempelajarinya dan mendapatkan penjelasan dari seorang guru yang kompeten. Kitab tersebut
menjadi referensi para salaf. Syaikh Ahmad bin ‘Ujail berkata, “Maqamatul Hariri adalah sepiring
manisan. Kami telah mengambil manfaat yang sangat besar darinya.”
Bacalah pula karya al-Hariri yang lain, kitab al-Malhah. Sebagian ulama meyakini bahwa al-Hariri
menyimpan sir-nya dalam kitab tersebut. Kitab ini disyarahi oleh Syaikh Abubakar bin Ali al-Qurasyi.
Dan kitab mughni al-labib, karya Syaikh Jamaluddin Abdullah bin Yusuf bin Hisyam al-Anshori. Kitab
mughni al-labib ini adalah kitab yang mengandung ilmu pengetahuan yang luas.
Dalam bidang sirah, bacalah kitab al-Iktifa’ karya al-Kula’i dan sirah karya Ibnu Sayid an-Nas.
Dalam bidang tarikh, bacalah kitab Mir’atul Janan wa ‘Ibratal Yaqdhan, karya Imam Abu Muhammad
Abdullah bin As’ad bin Ali al-Yafi’i. dan kitab al-Khamis karya Imam Abul Hasan al-Bakrie dan kitab
Thabaqat al-khawwas karya as-Syarji.
Dalam bidang hadits, bacalah kitab Shahih Bukhori dan Muslim, Sunan Abu Dawud, Turmudzi, an-Nasai,
Ibnu Majah, al-Jami’ as-Shaghir karya Imam as-Suyuti dan kitab Taisiirul Wusul karya ad-Diba’i al-
Yamani.
Untuk mengetahui hak-haknya Nabi Saw, bacalah kitab as-Syifa’ karya al-Qhadi ‘Iyadh. Sedangkan
untuk mengetahui hak-hak keluarga Nabi Saw, bacalah kitab al-Iqdun Nabawi karya Habib Syaikh bin
Abdullah al-‘Aydrus, kitab al-Jawharus Saffaf karya Syaikh al-Khatib, kitab al-Masra’ur Rawi karya sayid
Muhammad bin Abubakar as-Syilli, dan kitab al-‘Ainiyah karya Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
Selain kitab-kitab yang telah disebutkan, bacalah juga kumpulan-kumpulan kasidah yang dilazimi oleh
para salaf. Diantaranya kasidah al-Hamaziyah dan Burdah karya Imam al-Bushiri beserta syarahnya yang
ditulis oleh Syaikh Ibnu Hajar dan Imam al-Mahalli. Dan tatkala kalian mendapatkan permasalahan atau
hujan yang tak kunjung diturunkan, bacalah kasidah al-Munfarijah karya Imam al-Bushiri. Maka dengan
seizin Allah, segala permasalahan kalian akan mendapatkan jalan keluar dan hujan akan diturunkan.
Janganlah kalian menuntut ilmu kepada sembarangan orang. Akan tetapi carilah seorang guru (syaikh)
yang memenuhi tujuh kriteria. Pertama, ilmu pengetahuannya luas. Kedua, sikapnya arif dan rendah
hati. Ketiga, memiliki pemahaman yang dalam. Keempat, akhlak dan nasabnya mulia. Kelima, memiliki
mata hati yang tajam. Keenam, berhati baik dan riwayat hidupnya baik. Ketujuh, memiliki mata rantai
keilmuwan yang bersambung kepada rasulullah s.a.w. dan apabila ada seorang sayid (cucu nabi Saw)
memenuhi tujuh kriteria tersebut , maka ia adalah seorang guru yang sempurna. Rasulullah s.a.w
bersabda, “Ulama dari golongan Quraiys, ilmunya memenuhi seluruh penjuru bumi.”
Jika kalian mendapatkan seorang guru yang memenuhi kriteria di atas, maka serahkanlah diri kalian
kepadanya, sandarkan semua urusan-urusanmu yang penting pada keputusannya, bersikaplah tawadhu
kepadanya, jadikanlah ia sebagai perantara kalian untuk sampai kepada Allah, ambillah ijazah riwayat
ilmu secara menyeluruh darinya, dapatkanlah ilbas khirqah dan talqin kalimat la ilaaha illallah darinya,
ketahui dan penuhilah hak-haknya seperti yang tersebut dalam kitab Ihya’ ulumiddin karya Imam al-
Ghozali dan kitab at-Tibyan karya Imam an-Nawawi.
Dan sudah sepantasnya apabila kalian menghormati guru kalian melebihi ulama-ulama yang lain. Dan
janganlah sesekali menentang keputusan gurumu dalam setiap persoalan baik yang dhahir maupun yang
bathin, agar kalian sampai ke tujuan. Abdullah bin Abbas berkata, “Aku menghinakan diri sewaktu
menuntut ilmu, dan diriku menjadi mulia setelah meraihnya.” Bahkan ia tak malu mencium telapak
kaki gurunya, Zaid bin Tsabit al-Khazraji.
Diceritakan pula bahwa kedua putera kesayangan Harun ar-Rasyid, al-Amin dan al-Makmun saling
berebutan memasangkan sandal guru mereka, al-Kasa’i. sampai-sampai al-Kasa’i menengahi mereka
dengan memberikan jalan keluar, yaitu masing-masing memasangkan satu sandal.
Dan janganlah lupa, apabila kalian telah mendapatkan ilmu, maka amalkanlah semampu kalian,
disertai selalu memohon pertolongan kepada Allah Swt. “